Anda di halaman 1dari 4

A.

AKTA PERNYATAAN
Akta pernyataan dibuat untuk menyatakan penundukan diri terhadap
KUHPerdata, hal ini dilakukan apabila terdapat perbedaan agama antara
calon mempelai yang salah satunya beragama islam, dan ingin
menundukkan diri pada hukum perdata (BW) maka dibutuhkan pernyataan
penundukan diri terhadap KUHPerdata.
Akta penundukan tersebut setelah dibuat kemudian didaftarkan ke kantor
catatan sipil setempat.
Dasar Hukum :
(Dalam hal Penundukan diri terhadap KUHPerdata)
Mengacu pada Pasal 6 Angka (1) Staatsblad 1898 No. 158 Perkawinan
dilangsungkan berdasarkan hukum yang berlaku untuk si suami.
Pasal 75 Staatsblad 1933 nomor 74
Yang Dibutuhkan :
a. Identitas Penghadap (Suami);
b. Identitas calon istri;
c. Identitas dari Saksi-saksi;
B. PERJANJIAN KAWIN
KUHPerdata mengatur azas pencampuran bulat sebagaimana yang
diejawantahkan dalam pasal 119 yang mengatur bahwasanya kekayaan
suami-istri yang dibawa dalam perkawinan dicampur menjadi satu menjadi
harta bersama, sehingga apabila terjadi perceraian maka kekayaan tersebut
harus dibagi 2 masing-masing untuk bagian si istri dan bagian si suami.
Sedangkan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU PERKAWINAN)
Pasal 35 mengatur bahwa harta yang dibawa oleh masing-masing suami istri
tetap menjadi milik masing-masing yang dicampur menjadi satu hanyalah
harta yang diperoleh dari usaha bersama selama perkawinan.
Dalam prakteknya banyak di antara suami-istri dalam perkawinan untuk
melimitasi efek dari pencampuran harta dalam perkawinan tersebut. dalam
KUHPerdata maupun UU Perkawinan diatur bahwasanya istri dan suami apat
mewaiver persatuan harta dalam perkawinan tersebut dengan membuat
perjanjian perkawinan antara istri dan suami, dengan syarat perjanjian
tersebut haruslah diadakan sebelum perkawinan tersebut dilaksankan oleh
calon suami dan istri. Pasal 148 KUHPerdata mengatur bahwasanya
perjanjian tersebut haruslah dibuat secara notariil.
Mengacu pada Pasal 147 KUHPerdata, keberlakuan dari Perjanjian Kawin
dimulai semenjak saat perkawinan dilangsungkan sedangkan terhadap pihak
ketiga baru berlakumulai hari pendaftarannya di kepaniteraan pengadilan
negeri.
Pasal 154 KUHPerdata juga mengatur keberlakuan dari perjanjian perkawinan
ada apabila diikuti dengan perkawinan.
Pasal UU Perkawinan mengatur bahwasanya yang dapat membuat perjanjian
kawin adalah mereka yang memenuhi syarat untuk menikah pada waktu
perjanjian tersebut dibuat, dengan ketentuan bagi yang belum dewasa,
harus dibantu oleh mereka yang diperlukan ijinnya untuk melangsungkan
perkawinan.
Dalam Perjanjian kawin sendiri terdapat beberapa varian yakni:

AKTA PERJANJIAN KAWIN (DI LUAR PERSEKUTUAN HARTA BENDA)


Sebagaimana diatur dalam Pasal 105 KUHPerdata bahwasanya suami dapat
mengatur seluruh harta istrinya. Di sisi lain Pasal 140 ayat 2 dan 3
memberikan pengecualian dari si istri untuk dapat mengurus harta
kekayaannya pribadi, harta bergerak maupun tak bergerak, dan menikmati
sendiri segala pendapatan pribadinya dengan adanya suatu perjanjian di
antara istri dan suami.
Pasal 139 KUHPerdata mengatur perjanjian yang mengecualikan hal tersebut
dan dalam praktiknya disebut Perjanjian Kawin di Luar Persekutuan Harta.
Dasar Hukum :
a. Pasal 29 Ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Dalam Pasal ini diatur bahwa antara suami dan istri dapat membuat
perjanjian perkawinan yang dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan,
perjanjian ini disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, yang mana
atas perjanjian perkawinan tersebut juga berakibat hukum kepada pihak
ketiga sepanjang tersangkut pada perjanjian perkawinan tersebut.
b. Pasal 139 KUHPerdata
Pasal ini mengatur antara calon istri dan suami berhak untuk
mengadakan perjanjian yang menyimpangkan pengaturan perundangundangan mengenai persatuan harta kekayaan. Akan tetapi pasal ini
melimitasi perjanjian perkawinan tidak boleh menyalahi tata susila yang
baik atau tata tertib umum dan syarat-syarat lain yang terdapat dalam
KUHPerdata.
c. Pasal 105 KUHPerdata
Pasal ini mengatur bahwa Suami adalah kepala daam persatuan suami
istri. Pasal ini setiap suami juga memberi bantuan terhadap istrinya atau
menghadap di muka pengadilan. Serta suami harus mengendalikan
urusan harta kekayaan milik pribadi istrinya.
Suami juga harus mengurus kekayaan dalam perkawinan dan
bertanggung jawab atas segala kealpaan yang terjadi selama pengurusan
atas harta perkawinan tersebut.
Namun pasal ini juga mengatur pengecualian terhadap hal tersebut.
dengan memperjanjikan adanya pengecualian terhadap persatuan harta
yang dilaksanakan sebelum perkwinan berlangsung.
d. Pasal 140 KUHPerdata
Pasal ini mengatur bahwasaya perjanjian perkawinan antara calon suami
istri tidak boleh mengurangi segaa hak yang disandarkan pada kekuasaan
si suami sebagai suami, dan pada kekuasaan orang tua, pun tidak boleh
mengurangi hak-hak yang diberikan undang-undang kepada si yang hidup
terlama di antara suami istri.
Yang Dibutuhkan :
a. Identitas Suami;
b. Identitas Istri;

c. Identitas Saksi-saksi;
AKTA PERJANJIAN KAWIN (PERSEKUTUAN HASIL DAN PENDAPATAN)
Maksud dari adanya perjanjian ini adalah, apabila dibuat perjanjian ini maka
yang bersatu dalam perkawinan adalah penghasilan dan pendapatan pada
saat perkawinan saja, sehingga dengan adanya perjanjian ini mengecualikan
apabila terjadi kerugian istri hanya turut memikul sebesar bagian dari
keuntungan yang telah diperoleh selama perkawinan saja. Sehingga dengan
adanya perjanjian kawi ini hanya diperjanjikan adanya persekutuan hasil dan
pendapatan saja, sehingga hanya untung yang dibagi, dan apabila terdapat
kerugian istri hanya memikul tanggung jawab kerugian tersebut sebesar
keuntungan yang telah diperoleh, selebihnya istri tidak dapat dituntut.
Terhadap barang-barang yang dibawa oleh pihak istri atau suami pada saat
sebelum perkawinan, harus dengan tegas dicatatkan pada suatu kta
tersendiri, apabila tidak dicatatkan demikian maka dianggap semua harta
yang ada sebagai keuntungan yang didapat pada saat perkawinan.
Dasar Hukum :
Pasal 29 Ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Dalam Pasal ini diatur bahwa antara suami dan istri dapat membuat
perjanjian perkawinan yang dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan,
perjanjian ini disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, yang mana atas
perjanjian perkawinan tersebut juga berakibat hukum kepada pihak ketiga
sepanjang tersangkut pada perjanjian perkawinan tersebut.
Pasal 165 Jo. Pasal 164 KUHPerdata
Pasal ini mengatur bahwasanya yang bersatu dalam ikatan perkawinan
adalah penghasilan dan pendapatan yang didapat setelah suami dan istri
melangsungkan perkawinan, namun terhadap harta bergerak yang dibawa
oleh masing-masing suami atau istri harus dengan tegas dicatatkan dalam
suatu akta tersendiri, apabila tidak maka dianggap harta bergerak yang
demikian juga adalah bagian ari keuntungan yang didapat selama
perkawinan berlangsung.
Yang Dibutuhkan :
a. Identitas Suami;
b. Identitas Istri;
c. Identitas Saksi-saksi;
d. Akta atas daftar harta bawaan istri atau suami sebelum perkawinan;
AKTA PERJANJIAN KAWIN (DI LUAR PERSEKUTUAN DENGAN
BERSYARAT)
Maksud dari adanya perjanjian ini adalah, apabila dibuat perjanjian ini maka
tidak ada persekutuan harta, untung dan rugi, maupun persekutuan hasil dan
pendapatan, akan tetapi dipersyaratkan apabila istri hidup lebih lama dari si
suami maka terdapat persekutuan hasil dan pendapatan dalam perkawinan.
Sehingga adanya persekutuan hasil dan pendapatan adalah bersyarat
apabila si istri hidup lebih lama dari si suami.
Dasar Hukum :
Pasal 29 Ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Dalam Pasal ini diatur bahwa antara suami dan istri dapat membuat
perjanjian perkawinan yang dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan,
perjanjian ini disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, yang mana atas
perjanjian perkawinan tersebut juga berakibat hukum kepada pihak ketiga
sepanjang tersangkut pada perjanjian perkawinan tersebut.
Pasal 140 ayat (3) KUHPerdata
Pasal ini mengatur bahwasanya dapat diperjanjikan bahwa si istri akan tetap
mengurus harta bendanya sendiri baik bergerak maupun yang tidak
bergerak, dan menikmati sendiri segala pendapatan pribadinya dalam hal
pengurusan.
Pasal 140 ayat (2) KUHPerdata
Pasal ini mengatur bahwasanya barang-barang tidak bergerak, surat
berharga serta piutang atas nama yang tercatat atas nama istri baik yang
dibawa pada waktu perkawinan maupun yang dimasukkannya selama
perkawinan, tidak boleh dibebani atau dipindah tangankan oleh suami tanpa
persetujuan istri.
Yang Dibutuhkan :
a. Identitas Suami;
b. Identitas Istri;
c. Identitas Saksi-saksi;
AKTA PERUBAHAN PERJANJIAN KAWIN
Pasal 29 Ayat (4) mengatur bahwa perjanjian kawin dapat diubah apabila
terdapat perjanjian antara suami dan istri untuk merubah, dengan syarat
perubahan tersebut tidak mengakibatkan perubahan kepada pihak ketiga.
UU perkawinan tidak mengatur lebih lanjut mengenai mekanisme perubahan
perjanjian kawin ini, akan tetapi dalam praktiknya setelah terdapat
perubahan atas perjanjian perkawinan tersebut, para pihak biasanya
memintakan penetapan ke Pengadilan. Serta untuk mengantisipasi keberaan
dari pihak ketiga yang mungkin para pihak juga mengumumkan perubahan
perjanjian perkawinan tersebut pada 2 surat kabar.
Dasar Hukum :
Pasal 29 Ayat (4) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Dalam Pasal ini diatur bahwa antara suami dan istri dapat membuat
perjanjian perkawinan yang dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan,
perjanjian ini disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, yang mana atas
perjanjian perkawinan tersebut juga berakibat hukum kepada pihak ketiga
sepanjang tersangkut pada perjanjian perkawinan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai