Anda di halaman 1dari 17

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

ARTIKEL
HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN
PREEKLAMPSIA
(Studi penelitian di RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo
Tahun 2014)
Oleh:
YOWANTY HADJIKO
NIM: 841410162. Program Studi Ilmu Keperawatan, Jurusan
Keperawatan, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahraagaan

Telah diperiksa dan disetujui untuk dipublikasi

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN


PREEKLAMPSIA
(Studi Penelitian di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2014)
Yowanty Hadjiko, Dr. Sunarto Kadir, Andi Mursyidah
Jurusan Ilmu Keperawatan FIKK UNG
E-mail : yowanti_hadjiko@yahoo.com
ABSTRAK
Yowanty Hadjiko. 2014. Hubungan Karakteristik Ibu Hamil Dengan Kejadian
Preeklampsia. Skripsi Jurusan Keperawatan Program Studi S1 Keperawatan, Fakultas
Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahraagaan, Universitas Negeri Gorontalo, Pembimbing I
Dr. Sunarto Kadir, Drs, M.Kes dan Pembimbing II Andi Mursyidah, S.Kep, Ns, M.Kes.
Daftar Pustaka: (31, 2001-2013).
Preeklampsia ialah penyakit yang timbul dengan tanda-tanda hipertensi, edema,
dan proteinuria yang timbul karena kehamilan (Lalega, 2013). Karakteristik adalah sifat
khas dengan perwatakan tertentu. Karakteristik merupakan umur, paritas, jarak
kehamilan. Adapun rumusan masalah yakni apakah ada hubungan karakteristik Ibu hamil
dengan kejadian preeclampsia.
Tujuan penelitian dianalisisnya hubungan karakteristik Ibu hamil dengan kejadian
preeklampsia. Desain penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Populasi
penelitian adalah seluruh ibu hamil yang datang berkunjung di RSUD Prof. Dr. H. Aloei
saboe Kota Gorontalo. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik
accidental sampling. Sampel pada penelitian ini berjumlah 33 orang. Instrument
penelitian menggunakan kuesioner, analisis yang digunakan adalah Univariat dan
Bivariat menggunakan Uji Chi-Square dengan Uji Alternatif Fisher Exact.
Hasil penelitian terlihat bahwa sebagian besar responden yang mengalami
preeklampsia adalah umur >35 tahun sebanyak 42.4% responden dengan nilai P value
0.040<0.05, paritas 2-3 sebanyak 45.5% responden dengan nilai P value 0.040<0.05, dan
jarak kehamilan >5 tahun sebanyak 60.6% responden dengan nilai P value 0.028<0.05.
Simpulan adalah terdapat hubungan karakteristik ibu hamil berdarakan umur,
paritas, dan jarak kehamilan dengan kejadian preeklampsia. Saran:(1)Perlu peningkatan
pemahaman tentang kesehatan kehamilan dan khususnya tentang bahaya preeklampsia.
(2)Tenaga kesehatan diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan bagi ibu hamil tentang preeklampsia. (3)Bagi penenliti selanjutnya perlu
diadakan penelitian dengan variabel yang lebih luas.
Kata kunci: Preeklampsia, Karakteristik Ibu Hamil 1

Yowanty Hadjiko, 841410162, Jurusan Ilmu Keperawatan FIKK UNG, Dr. Sunarto Kadir, Drs, M.Kes,
Andi Mursyidah, S.Kep, Ns, M.Kes

Kehamilan adalah suatu proses alami yang terjadi dalam rahim wanita.
Diawali dengan pertemuan sel telur dan sperma. Kemudian tumbuh dan
berkembang organ demi organ lengkap dengan segala fungsi masing-masing, dan
siap dilahirkan pada minggu ke-40. Kehamilan merupakan suatu hal yang
menakjubkan. Namun, akan beresiko tinggi bila diiiringi dengan faktor-faktor
penyulit. Yang salah satu contoh kehamilan beresiko adalah preeklampsia
(Solihah, 2005).
Preeklampsia ialah penyakit yang timbul dengan tanda-tanda hipertensi,
edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Preeklampsia merupakan
salah satu jenis penyakit yang perlu diwaspadai. Keadaan ini biasa
membahayakan Ibu hamil, karena pada beberapa kasus preeklampsia dengan
komplikasi merupakan penyebab utama kematian pada Ibu hamil (Lalega, 2013).
Menurut Maryanti (2009) kematian Ibu adalah kematian pada Ibu yang
terjadi pada saat kehamilan, persalinan, dan nifas yang disebabkan oleh
komplikasi/penyulit kehamilan. Penyebab kematian Ibu yaitu karena sebab
obstetrik langsung (direct obstetric death) seperti eklampsia/preeklampsia,
perdarahan, infeksi, emboli ketuban. Dan faktor yang mempengaruhi kematian
Ibu yaitu faktor penderita, usia, paritas, reproduksi/komplikasi obstetrik, sosial
ekonomi, pendidikan (Purnawaningsi, 2010).
Data profil kesehatan provinsi Sulawesi Selatan tahun 2011 menyebutkan
bahwa preeklampsia merupakan penyebab ke dua kematian Ibu di Sulawesi
Selatan (dalam Nuryani, dkk, 2011).
Pada penelitian yang dilakukan Hernawati (2011) di RSUD Kota
Semarang angka kejadian Ibu hamil dengan preeklampsia sebesar 14 orang
(24,6%) dari total kehamilan sebanyak 569 orang selama periode Desember 2009Februari 2010. Perkiraan jumlah kematian Ibu menurut penyebabnya di Indonesia
tahun 2010 adalah perdarahan sebanyak 3.114 (27%), preeklampsia dan eklampsia
sebanyak 2.653 (23%) dan infeksi sebanyak 1.268 (11%) (dalam Langelo dkk,
2012).
Dari hasil penelitian Ika (2009) didapatkan bahwa banyak faktor yang
menyebabkan meningkatnya insiden preeklampsia pada Ibu hamil. Faktor risiko
yang dapat meningkatkan insiden preeklampsia antara lain molahidatidosa,
nulipara, usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, janin lebih dari satu,
multipara, hipertensi kronis, diabetes mellitus atau penyakit ginjal.
Preeklampsia/eklampsia dipengaruhi juga oleh paritas, genetik dan faktor
lingkungan.
Serupa dengan penelitian Asrianti yang dikutip oleh Nuryani dkk, (2011)
umur ibu hamil <20 tahun atau >35 tahun berisiko 3,144 kali dan primigravida
berisiko 2,147 kali mengalami preeklampsia. Begitu juga menurut penelitian yang
dilakukan oleh Agudelo dan Belizan yang dikutip oleh Fibriana (2007), jarak
kehamilan yang terlalu panjang dan terlalu dekat (<2 tahun dan 5 tahun) akan
meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia dan eklampsia.
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup atau jumlah anak yang dimiliki
oleh seorang wanita. Faktor paritas memiliki pengaruh terhadap persalinan
dikarenakan Ibu hamil memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan

selama masa kehamilannya terlebih pada Ibu yang pertama kali mengalami masa
kehamilan (Langelo, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Merviell (2008) yang
dikutip oleh Langelo (2012), menunjukkan bahwa paritas merupakan faktor risiko
terhadap kejadian preeklampsia. Penelitian yang sama yang dilakukan oleh
Rozikhan (2007) menunjukkan bahwa paritas merupakan faktor risiko terhadap
kejadian preeklampsia.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis dengan
wawancara pada Ibu dengan riwayat preeklampsia di RSUD Prof. Dr. H. Aloei
Saboe (2013) didapatkan Ibu dengan riwayat preeklampsia yang berumur <20
tahun dan lebih dari 35 tahun, dan didapatkan jarak kehamilan yang terlalu jauh
atau terlalu dekat <2 tahun dan >5 tahun. Dan juga dari hasil wawancara
didapatkan banyaknya jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang Ibu atau
disebut dengan paritas dalam hal ini ibu yang mempunyai paritas 1 dan paritas >3.
Berdasarkan Buku Laporan Ruang G1 Kebidanan di RSUD Prof. Dr. H.
Aloei Saboe Kota Gorontalo bahwa jumlah kasus preeklampsia semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011 jumlah Ibu hamil dengan kasus
preeklampsia sebanyak 45 orang, dan pada tahun 2012 jumlah kasus preeklampsia
sebanyak 27 orang, sedangkan pada periode tanggal 1 Januari-agustus 2013,
didapatkan Ibu dengan riwayat preeklampsia sebanyak 39 orang.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian di
RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo dengan formulasi judul
Hubungan Karakteristik Ibu Hamil dengan Kejadian Preeklampsia.
I. METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Desain
penelitian cross sectional merupakan suatu penelitian yang mempelajari hubungan
antara faktor resiko (independen) dengan faktor efek (dependen), dimana
melakukan observasi atau pengukuran variabel sekali dan sekaligus pada waktu
yang sama. Populasi penelitian adalah seluruh ibu hamil yang datang berkunjung
di RSUD Prof. Dr. H. Aloei saboe Kota Gorontalo. Teknik pengambilan sampel
dengan menggunakan teknik accidental sampling. Sampel pada penelitian ini
berjumlah 33 orang. Instrument penelitian menggunakan kuesioner, analisis yang
digunakan adalah Univariat dan Bivariat menggunakan Uji Chi-Square dengan
Uji Alternatif Fisher Exact.

II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


2.1 HASIL PENELITIAN
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Di RSUD
Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo 2014
Pendidikan
Frekuensi
%
SD
12
36.4
SMP
11
33.3
SMA
6
18.2
D-III
3
9.1
S1
1
3.0
Total
33
100
Data Primer ; 2014
Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh bahwa distribusi responden terdapat pada
jenjang pendidikan lebih banyak pada jenjang pendidikan SD yaitu sebanyak 12
responden (36.4%), dan pada jenjang pendidikan SMP yaitu sebanyak 11
responden (33.3%), kemudian pada jenjang pendidikan SMA yaitu sebanyak 6
responden (18.2%), responden pada jenjang pendidikan D-III sabanyak 3 orang
(9.1%), sedangkan jenjang pendidikan yang terendah terdapat pada jenjang
pendidikan S1 yaitu sebanyak 1 orang (3.0%).
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Di RSUD Prof.
Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo 2014
Pekerjaan
Frekuensi
%
PNS
4
12.1
IRT
29
87.9
Total
33
100
Data Primer ; 2014
Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh bahwa distribusi responden berdasarkan
pekerjaan yang lebih banyak yaitu pada pekejaan IRT yaitu sebanyak 29
responden (87.9%) dan terendah pada pekerjaan PNS yaitu sebanyak 4 responden
(12.1%).
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Di
RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo 2014
Umur
Frekuensi
%
<20 tahun
7
21.2
20-35 tahun
12
36.4
>35 tahun
14
42.4
Total
33
100
Data Primer ; 2014
Berdasarkan tabel 4.3 diperoleh bahwa distribusi responden berdasarkan
kelompok umur yang paling banyak yaitu pada umur >35 tahun sebanyak 14
responden (42.4%), dan umur 20-35 tahun sebanyak 12 responden (36.4%),
sedangkan pada kelompok umur terkecil pada usia <21 tahun yaitu 7 responden
(21.2%).

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Paritas Di


RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo 2014
Paritas
Frekuensi
%
Paritas 1
7
21.2
Paritas 2-3
15
45.5
Paritas >3
11
33.3
Total
33
100
Data Primer ; 2014
Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh bahwa distribusi responden berdasarkan
paritas yang lebih banyak yaitu terdapat pada paritas 2-3 sebanyak 15 responden
(45.5%), dan paritas >3 sebanyak 11 responden (33.3%), serta paritas terkecil
terdapat pada paritas 1 yaitu terdapat 7 responden (21.2%).
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak
Kehamilan Di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo 2014
Jarak Kehamilan
Frekuensi
%
<2 tahun
6
18.2
2 tahun
7
21.2
>5 tahun
20
60.6
Total
33
100
Data Primer ; 2014
Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh bahwa distribusi responden berdasarkan
jarak kehamilan yang paling banyak yaitu pada jarak kehamilan >5 tahun
sebanyak 20 responden (60.6%), kemudian pada jarak kehamilan <2 tahun
terdapat 6 responden (18.2%) dan 2-4 tahun terdapat 7 responden (21.2%).
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kejadian
Preeklampsia Di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo 2014
Kejadian Preeklampsia
Frekuensi
%
Preeklampsia
2
6.1
Riwayat Preeklampsia
31
93.9
Total
33
100
Data Primer ; 2014
Berdasarkan tabel 4.6 diperoleh bahwa distribusi responden berdasarkan
kejadian preeklamsia yang lebih banyak yaitu pada kejadian preeklampsia dengan
kasus riwayat preeklampsia yaitu sebanyak 31 responden (93.9%), sedangkan
pada kejadian preeklampsia dengan kasus preeklampsia yaitu sebanyak 2
responden (6.1%).

Tabel 4.7 Distribusi Hubungan Karakteristik Responden Dengan Kejadian


Preeklampsia Berdasarkan Umur di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota
Gorontalo
Kejadian Preeklampsia
Umur

Preeklampsia
N

P
Value

Total

Riwayat
Preeklampsia
N

<20 tahun
2
6.1
5
15.1
7
21.2
0.040
20-35 tahun
0
0
12
36.4
12
36.4
>35 tahun
0
0
14
42.4
14
42.4
Total
2
6.1
31
93.9
33
100
Data Primer ; 2014
Dari Tabel 4.7 menunjukkan hasil analisis hubungan usia ibu hamil
dengan kejadian preeklampsia. Dari tabel di atas diketahui bahwa dari usia ibu
hamil dengan umur <20 tahun dengan kejadian preeklampsia terdapat 2 (6.1%)
responden dan 5 (15.1%) responden, sedangkan umur 20-35 tahun terdapat 12
(36.4%) responden yang mengalami preeklampisia, serta umur >35 tahun terdapat
14 (42.4%) responden dengan kejadian preeklampsia.
Hasil uji statistik dengan uji Fisher Exact didapatkan nilai P = 0.040 (P <
0,05). Secara statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan
antara umur ibu dengan kejadian preeklampsia, sehingga Ho ditolak dan Ha
diterima, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik terdapat hubungan antara
karakteristik ibu hamil dengan kejadian preeklampsia berdasarkan umur.
Tabel 4.8 Distribusi Hubungan Karakteristik Responden Dengan Kejadian
Preeklampsia Berdasarkan Paritas di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe
Kota Gorontalo
Kejadian Preeklampsia
P
Riwayat
Total
Value
Paritas
Preeklampsia
Preeklampsia
N
%
N
%
N
%
Paritas 1
2
6.1
5
15.1
7
21.2
0.040
Paritas 2-3
0
0
15
45.5
15
45.5
Paritas >3
0
0
11
33.3
11
33.3
Total
2
6.1
31
93.9
33
100
Data Primer ; 2014
Dari Tabel 4.8 menunjukkan hasil analisis hubungan karakteristik
responden dengan kejadian preeklampsia berdasarkan paritas. Dari tabel di atas
diketahui bahwa dari paritas 1 dengan kejadian preeklampsia memiliki nilai yaitu
7 (21.2%) responden, dan untuk paritas 2-3 dengan kejadian preeklampsia
terdapat 15 responden (45.5%), kemudian untuk paritas >3 dengan kejadian
preeklampsia terdapat 11 responden (33.3%).
Hasil uji statistik dengan uji Fisher Exact didapatkan nilai p = 0.040 (p <
0.05). Secara statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan

antara paritas dengan kejadian preeklampsia, sehingga Ho ditolak dan Ha


diterima, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik terdapat hubungan antara
karakteristik ibu hamil dengan kejadian preeklampsia berdasarkan paritas.
Tabel 4.9

Distribusi Hubungan Karakteristik Responden Dengan Kejadian


Preeklampsia Berdarakan Jarak Kehamilan di RSUD Prof. Dr. H.
Aloei Saboe Kota Gorontalo
Kejadian Preeklampsia
P
Total
Jarak
Riwayat
Value
Preeklampsia
Kehamilan
Preeklampsia
N
%
N
%
N
%
<2 tahun
2
6.1
4
12.1
6
18.2
2 tahun
0
0
7
21.2
7
21.2
0.028
3-4 tahun
0
0
20
60.6
20
60.6
>5 tahun
0
0
31
93.9
33
100
Total
2
6.1
31
93.9
33
100
Data Primer : 2014
Dari Tabel 4.9 menunjukkan hasil analisis hubungan karakteristik
resoonden dengan kejadian preeklampsia jarak kehamilan. Dari tabel di atas
diketahui bahwa dari jarak kehamilan <2 tahun yang mengalami preeklampsia
terdapat 6 responden (18.2%), dan untuk jarak kehamilan 2-4 tahun terdapat 7
responden (21.2%), serta untuk jarak kehamilan >5 tahun terdapat 20 responden
(60.6%).
Hasil uji statistik dengan uji Fisher Exact didapatkan nilai p = 0.028 (p <
0,05). Secara statistik dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara jarak kehamilan dengan kejadian preeklampsia, sehingga Ho
diterima dan Ha ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik tidak
terdapat hubungan antara karakteristik ibu hamil dengan kejadian preeklampsia
berdasarkan jarak kehamilan.
2.2 Pembahasan
2.2.1 Distribusi demografi responden
Berdasarkan hasil penelitian data pada tabel 4.1 bahwa sebagian besar
tingkat pendidikan ibu adalah dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 12 orang.
Tingkat pendidikan berkaitan erat dengan pengetahuan dan wawasan yang
dimiliki individu. Menurut asumsi peneliti bahwa semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin tinggi pula pengetahuan seseorang. Tingkat pendidikan
ibu mampu memberikan pengaruh terhadap terbentuknya pola pikir dan
kemampuan ibu untuk menyerap informasi yang diperoleh sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan tentang kehamilan.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Andi (dalam Azzanie, 2013)
menyatakan hubungan antara pendidikan dengan pengetahauan seseorang karena
semakin tinggi pendidikannya semakin tinggi tingkat pengetahuanya dengan p
value 0,002. Penelitian ini sesuai dengan pernyataan teori Moorman (2003)
pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan
pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang

berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan


peserta didik agar dapat mempermainkan peranan dalam berbagai lingkungan
hidup secara tetap untuk masa yang akan datang.
Berdasarkan data pada tabel 4.2 bahwa sebagian besar responden dengan
pekerjaan IRT sebanyak 29 responden. Menurut asumsi peneliti bahwa pekerjaan
sangat berpengaruh terhadap kehamilan ibu, hal ini disebabkan karena beban kerja
ibu terlalu berat sehingga memberikan dampak kurang baik terhadap
kehamilannya.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rozikhan (2007), yang menyatakan
bahwa ibu hamil yang bekerja ada hubungan dengan kejadian preeklampsia.
Aktivitas pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi kerja otot dan peredaran
darah, begitu juga bila terjadi pada ibu hamil dimana peredaran darah seorang ibu
hamil akan mengalami perubahan seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.
Hal ini akan berdampak pada kerja jantung yang semakin bertambah untuk
memenuhi kebutuhan selama proses kehamilan. Ibu hamil masih tetap
diperbolehkan untuk bekerja asalkan pekerjaan tersebut tidak melelahkan dan
tidak terlalu berat.
2.2.2 Deskripsi karakteristik responden
2.2.2.1 Umur
Berdasarkan hasil penenelitian pada tabel 4.3 bahwa peneliti mendapatkan
data sebagian besar dari responden yang mengalami preeklampsia adalah umur
>35 tahun yaitu sebanyak 14 orang. Menurut asumsi peneliti bahwa dari segi
umur dengan rentang umur >35 tahun secara fisik bahwa rentang usia ini adalah
umur yang tidak baik untuk hamil dan bersalin.
Hal ini didukung oleh teori yang diungkapkan oleh Sarwono (dalam
Asniar, 2011) menjelaskan bahwa usia ibu sangat berpengaruh terhadap proses
reproduksi. Hal ini sejalan dengan teori Nadesul (2001) bahwa kehamilan juga
tidak boleh terjadi pada usia yang terlalu tua. Hamil setelah berumur 35 tahun
juga tidak sehat. Alat kandungan sudah mulai lemah, dan ini dapat merugikan Ibu
maupun anak yang dikandungnya. Dalam kurun waktu reproduksi sehat diketahui
bahwa usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-35
tahun,dimana organ reproduksi sudah sempurna dalam menjalani fungsinya.
2.2.2.2 Paritas
Berdasarkan hasil penenelitian pada tabel 4.4 bahwa peneliti mendapatkan
data sebagian besar dari responden dengan paritas 2-3 sebanyak 15 orang.
Menurut asumsi peneliti bahwa paritas 2-3 adalah paritas yang aman untuk hamil
dan juga melahirkan karena mempunyai pengalaman yang banyak dalam hal
kehamilan. Menurut Manuaba (dalam Fhairus, 2010) bahwa dari sudut kematian
maternal, paritas dengan Paritas 2-3 aman untuk hamil dan bersalin. Hal ini
didukung oleh penelitian Rasmini (2012) yang mengatakan dilihat dari segi
pengalaman dalam melahirkan dapat diartikan bahwa ibu yang memiliki paritas
atau jumlah anak yang lebih dari satu akan mempunyai banyak pengalaman
tentang kehamilannya secara langsung.

2.2.2.3 Jarak kehamilan


Berdasarkan hasil penenelitian pada tabel 4.5 bahwa peneliti mendapatkan
data sebagian besar jarak kehamilan responden yaitu dengan jarak kehamilan >5
tahun sebanyak 20 orang. Menurut asumsi peneliti bahwa jarak kehamilan yang
terlalu jauh berhubungan dengan bertambahnya usia ibu, sehingga fungsi organ
reproduksi sudah mulai melemah. Hal ini sejalan dengan penelitian Kusumawati
(2006) bahwa jarak kehamilan yang terlalu jauh berhubungan dengan
bertambahnya umur ibu. Hal ini akan terjadi proses degeneratif melemahnya
kekuatan fungsi-fungsi otot uterus dan otot panggul yang sangat berpengaruh pada
proses kehamilan dan persalinan apabila terjadi kehamilan lagi.
2.2.3 Hubugan karakteristik Ibu hamil dengan kejadian preeklampsia
2.2.3.1 Hubugan karakteristik Ibu hamil dengan kejadian preeklampsia
berdasarkan umur
Berdasarkan hasil analisis pada karakterstik umur diketahui bahwa 21.2%
responden dengan umur <20 tahun mengalami preeklampsia. Menurut asumsi
peneliti hal ini disebabkan karena kehamilan diusia <20 tahun ibu belum cukup
matang untuk menjalani proses kehamilan karena belum matangnya alat
reproduksi untuk hamil sehingga dapat menyebabkan kelainan saat hamil seperti
preeklampsia. Hal ini didukung oleh penelitian Rasmini (2012) menunjukan
bahwa ibu hamil dengan umur <20 tahun secara biologis belum optimal, emosinya
labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang
mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap kesehatan selama kehamilannya.
Hal ini sesuai dengan penelitian Harefa dan Sudarta
Yabesman
Hubungan karakteristik ibu hamil dengan kejadian preeklampsia di Rumah Sakit
Santa Elisabeth Medan tahun 2003-2004 bahwa hasil uji statistik Chi square
menunjukkan bahwa ada nilai probabilitas lebih kecil dari nilai (0,011<0,05).
Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan signifikan antara umur dengan kejadian
preeklampsia dengan nilai odds ratio sebesar 2,94 artinya ibu hamil yang
memiliki umur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun memiliki resiko 2,94
kali dibandingkan ibu yang memiliki umur 20-35 tahun terhadap kejadian
preeklampsia/eklampsia (dalam Gafur, 2012).
Selanjutnya pada umur 20-35 tahun sebanyak 12 responden 36.4% yang
mengalami kejadian preeklampsia. Menurut asumsi peneliti hal ini disebabkan
karena ibu tersebut kurang mendapatkan informasi mengenai kehamilan yang
sehat khususnya tentang preeklampsia. Dilihat dari segi kesehatan reproduksi
rentang usia ini merupakan umur reproduksi sehat dimana ibu aman untuk hamil
dan melahirkan. Seperti hasil penelitian Kurniasih (2011) dalam Rasmini (2012)
usia 20-35 tahun merupakan usia reproduksi yang paling aman. Berdasarkan sudut
pandang psikologis, rentang usia ini termasuk dalam usia dewasa awal dimana
orang telah mempunyai kematangan emosional sehingga dapat berpengaruh dalam
kemampuan berfikir dan mengambil keputusan.
Hasil penelitian Pratiwi (2013) menunjukan bahwa kelompok umur yang
paling banyak pada kelompok yang tidak berisiko (20-35 tahun) sebanyak 56
orang (76,5%), sedangkan kelompok yang berisiko (<20 atau >35 tahun) sebanyak
16 orang (23,5%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Santi (2002) (dalam Pratiwi

2013) di Rumah Sakit Ibu dan Anak Sri Ratu Medan yang memperoleh proporsi
ibu yang melahirkan bayi pada kelompok umur 20-35 tahun karena pada
kelompok umur tersebut yang tergolong aman untuk melahirkan.
Sedangkan pada umur >35 tahun sebanyak 42.4% responden mengalami
preeklampsia. Menurut asumsi peneliti bahwa hal ini disebabkan karena pada usia
ini ibu sudah beresiko untuk hamil yang dapat menyebabkan terjadinya
preeklampsia, terkait dengan kemunduran fungsi alat kandungan dan penurunan
daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa usia ini. Menurut
Nadesul (2001) bahwa hamil setelah berumur 35 tahun juga tidak sehat. Alat
kandungan sudah mulai lemah, dan ini dapat merugikan Ibu maupun anak yang
dikandungnya.
Menurut BKKBN (2007) yang dimaksud dengan terlalu tua adalah hamil
diatas usia 35 tahun kondisi kesehatan ibu dan fungsi berbagai organ dan sistem
tubuh diantaranya otot, syaraf, endokrin, dan reproduksi mulai menurun (dalam
Asniar, 2014).
Hal ini serupa dengan pendapat Mc Cathy yang dikutip oleh Madhona
bahwa ibu pada umur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun memiliki
resiko untuk tejadinya komplikasi persalinan seperti preeklampsia, eklampsia,
dan perdarahan (dalam Gafur, 2012).
Beberapa hasil penelitian terdahulu mendukung hasil penelitian ini, yang
menyatakan umur ibu hamil berhubungan dan merupakan salah satu faktor risiko
terhadap kejadian preeklampsia. Diantaranya, hasil studi penelitian yang
dilakukan oleh Yusniar (2001) di Makassar menyebutkan bahwa umur <20 tahun
atau >30 tahun memiliki berisiko 2,779 kali menyebabkan preeklampsia dan
eklampsia. Hasil penelitian yang sama yang dilakukan oleh Asrianti (2009)
menyimpulkan bahwa umur ibu hamil <20 tahun dan >35 tahun berisiko 3,144
kali mengalami preeklampsia, serta hasil penelitian Salim (2005) menyebutkan
usia ibu hamil < 20 tahun atau 35 tahun berisiko 3,615 kali lebih besar untuk
mengalami preeklampsia
Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan oleh peneliti dengan
Uji Fisher Exact dengan hasil semua dengan nilai P= 0.040 <0.005. Maka secara
statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara karakteristik umur
dengan kejadian preeklampsia, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima.
2.2.3.2 Hubugan karakteristik Ibu hamil dengan kejadian preeklampsia
berdasarkan paritas
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.4 karakteristik ibu berdasarkan
paritas pada penelitian ini, diketahui sebagian besar dengan jumlah 45.5%
responden dengan paritas 2-3 yang mengalami riwayat preeklampsia. Menurut
asumsi peneliti bahwa paritas 2 dan 3 aman untuk hamil dan bersalin, dalam hal
ini terjadinya preeklampsia pada paritas 2 dan 3 disebabkan karena faktor ibu
tentang ketidaktahuan pengaturan kelahiran seperti jarak kehamilan yang jauh dan
dekat serta faktor kesehatan ibu. Hal ini sejalan dengan teori Manuaba (1998)
paritas yang aman untuk tidak terjadinya komplikasi pada saat persalinan yaitu
dengan jumlah melahirkan 2 dan 3 kali (dalam Fhairus, 2010).

Selanjutnya pada paritas 1 terdapat 21.2% responden mengalami


preeklampsia. Menurut asumsi peneliti hal ini disebabkan karena ibu dengan
primipara (wanita yang melahirkan bayi hidup) pertama kali karena pengalaman
melahirkan yang belum pernah dan juga ibu dengan paritas 1 adalah paritas yang
tidak aman untuk ibu.
Menurut Prawirohardjo (2005) bahwa paritas 1 dan paritas lebih dari 3
mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan Depkes
(2005) bahwa paritas atau frekuensi ibu melahirkan anak sangat mempengaruhi
kesehatan ibu dan anak, karena kemungkinan terjadinya kesakitan dan kematian
maternal, pada ibu yang baru untuk pertama kalinya hamil agak lebih tinggi dari
pada ibu-ibu yang sudah mempunyai anak dua atau tiga (dalam Rara, 2013).
Hal ini didukung dengan penelitian Rasmini (2012) paritas ibu telah
memberikan pengalaman pada ibu dalam melakukan pemeriksaan kehamilan.
Pengalaman akan membuat ibu lebih memahami pentingnya melakukan
pemeriksan kehamilan sehingga dapat mendeteksi sedini mungkin penyakit yang
dialami ibu. Hal ini juga didukung oleh teori yang diungkapkan oleh
Notoadmodjo, 2010 (dalam Rasmini, 2012) yang menyebutkan dalam
pengambilan keputusan tergantung pada pengalaman termasuk pengalaman hamil.
Selanjutnya pada paritas >3 terdapat sebanyak 33.3% responden. Menurut
asumsi peneliti ibu yang melahirkan >3 kali atau lebih disebabkan karena
kekondoran pada dinding rahim atau dinding perut ibu sehingga menimbulkan
banyak resiko terhadap kehamilan. Hal ini menunjukan bahwa paritas berpeluang
terjadinya preeklampsia.
Persalinan yang berulang-ulang akan mempunyai banyak risiko terhadap
kehamilan, telah terbukti bahwa persalinan kedua dan ketiga adalah persalinan
yang paling aman. Pada The New England Journal of Medicinetercatat bahwa
pada kehamilan pertama risiko terjadi preeklampsia 3,9%, kehamilan kedua 1,7%,
dan kehamilan ketiga 1,8% (dalam Rozikhan, 2007).
Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan dengan Uji Fisher
Exact dengan hasil semua dengan nilai P= 0.040 <0.005. Maka secara statistik
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara karakteristik responden
dengan kejadian preeklampsia berdasarkan paritas di RSUD Prof. Dr. H. Aloei
Saboe Kota Gorontalo.
2.2.3.3 Hubugan karakteristik Ibu hamil dengan kejadian preeklampsia
berdasarkan jarak kehamilan
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.5 karakteristik ibu berdasarkan
jarak kehamilan diketahui bahwa sebagian responden dengan jarak <2 tahun
sebesar 18.2% responden yang mengalami kejadian preeklampsia. Dan jarak
kehamilan 2-4 tahun memiliki nilai yaitu 21.2% responden. Selanjutnya untuk
jarak kehamilan dengan jarak >5 tahun terdapat 60.6% responden dengan kejadian
preeklampsia. Pada penelitian ini, hasil analisis menunjukan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara karakteristik responden berdasarkan jarak
kehamilan dengan kejadian preeklampsia.
Menurut asumsi peneliti bahwa jarak kehamilan <2 tahun, hal ini akan
berdampak negatif terhadap ibu dan bayi. Hal ini disebabkan karena jarak

kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu tidak sempat memulihkan


kesehatannya yaitu mengembalikan fungsi organ reproduksi kebentuk normal.
Menurut Kramer dalam Pratiwi (2013) menjelaskan bahwa jarak antara kedua
kelahiran yang pendek dapat menghasilkan kehamilan yang kurang
menguntungkan.
Serupa dengan penelitian Kusumawati (2006) seorang wanita yang hamil
dan melahirkan kembali dengan jarak yang pendek dari kehamilan sebelumnya,
akan memberikan dampak yang buruk terhadap kondisi kesehatan ibu dan bayi.
Hal ini disebabkan, karena bentuk dan fungsi organ reproduksi belum kembali
dengan sempurna. Sehingga fungsinya akan terganggu apabila terjadi kehamilan
dan persalinan kembali.
Begitu juga dari hasil penelitian Rozikhan (2007) dapat disimpulkan
bahwa ibu dengan jarak kehamilan yang dekat atau kurang dari 24 bulan
mempunyai risiko terjadi preeklampsia berat yaitu 0,92 kali dibandingkan dengan
seorang ibu dengan jarak kehamilan 24 bulan atau lebih. Menurut Handayani
(2008) untuk kesehatan ibu telah dibuktikan bahwa makin kecil atau pendek jarak
waktu antara kelahiran anak, makin banyak dan tinggi komplikasi kesakitan dan
kematian yang timbul bagi ibu dan anak (dalam Pratiwi, 2013).
Menurut asumsi peneliti untuk jarak kehamilan dengan jarak 2 tahun
adalah jarak kehamilan yang baik, karena jarak kehamilan 2 tahun fungsi organ
reproduksi sudah kembali normal. Terjadinya kejadian preeklampsia pada jarak
kehamilan 2 tahun karena faktor ketidaktahuan ibu tentang pengaturan kelahiran
yang baik. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Fibriana (2005),
jarak antara kehamilan yang disarankan pada umumnya adalah paling sedikit dua
tahun (dalam Nuryani, dkk, 2011).
Menurut asumsi peneliti bahwa jarak kehamilan >5 tahun adalah jarak
kehamilan yang terlalu jauh berhubungan dengan bertambahnya usia ibu,
sehingga fungsi organ reproduksi sudah mulai melemah. Hal ini sejalan dengan
penelitian Kusumawati (2006) bahwa jarak kehamilan yang terlalu jauh
berhubungan dengan bertambahnya umur ibu. Hal ini akan terjadi proses
degeneratif melemahnya kekuatan fungsi-fungsi otot uterus dan otot panggul yang
sangat berpengaruh pada proses kehamilan dan persalinan apabila terjadi
kehamilan lagi.
Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan oleh peneliti dengan
menggunakan Uji Fisher Exact dengan hasil semua dengan nilai P Value= 0.028
<0.005. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara karakteristik
responden dengan kejadian preeklampsia berdasarkan jarak kehamilan di RSUD
Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

2.3 Keterbatasan Penelitian


Setiap peneliti tidak akan terlepas dari kemungkinan adanya keterbatasan
yang dapat mempengaruhi kualitas hasil penelitian. Adapun keterbatasan
penelitian antara lain:
2.3.1 Jumlah responden
Jumlah responden dalam penelitian ini yaitu seluruh ibu hamil yang dirawat
di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo, yaitu sebanyak 33 responden.
2.3.2 Peneliti pemula
Peneliti belum berpengalaman, karena peneliti baru pertama kali melakukan
penelitian dalam penulisan karya ilmiah ini.
III. PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Prof. Dr. H. Aloei
Saboe Kota Gorontalo didapatkan bahwa hubungan karakteristik ibu hamil dengan
kejadian preeklampsia yaitu dapat disimpulkan bahwa:
1. Karakteristik ibu hamil RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo
Karakteristik ibu hamil berdasarkan umur adalah kelompok umur yang
paling banyak yaitu pada umur >35 tahun sebanyak 14 responden
(42.4%), sedangkan pada kelompok umur terkecil pada usia <21 tahun
yaitu 7 responden (21.2%).
Karakteristik ibu hamil berdasarkan paritas adalah paritas yang lebih
banyak yaitu pada paritas 2-3 sebanyak 15 responden (45.5%), dan pada
paritas >3 sebanyak 11 orang (33.3%), sedangkan pada paritas terkecil
terdapat pada kelahiran 1 yaitu 7 responden (21.2%).
Karakteristik ibu hamil berdasarkan jarak kehamilan di RSUD Prof. Dr.
H. Aloei Saboe Kota Gorontalo adalah jarak kehamilan yang paling
banyak yaitu pada jarak kehamilan >2 tahun sebanyak 14 responden
(42.4%), kemudian pada jarak kehamilan 2 tahun dan 3-4 tahun sebanyak
7 responden (21.2%), serta pada jarak kehamilan yang terendah terdapat
pada jarak kehamilan >5 tahun yaitu sebanyak 5 responden.
2. Terdapat hubungan yang bermakna antara hubungan karakteristik ibu hamil
(umur) dengan kejadian preeklampsia yaitu dari hasil uji statistik dengan uji
Fisher Exact didapatkan nilai P = 0.040 (P < 0,05). Secara statistik dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara umur ibu dengan
kejadian preeklampsia, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima.
3. Terdapat hubungan yang bermakna antara hubungan karakteristik ibu hamil
(paritas) dengan kejadian preeklampsia yaitu dari hasil uji statistik dengan uji
Fisher Exact didapatkan nilai p = 0.040 (P < 0,05). Secara statistik dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara paritas dengan
kejadian preeklampsia, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima.
4. Terdapat hubungan yang bermakna antara hubungan karakteristik ibu hamil
(Jarak Kehamilan) dengan kejadian preeklampsia yaitu dari hasil uji statistik
dengan uji Fisher Exact didapatkan nilai p = 0.028 (P < 0,05). Secara statistik
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara jarak
kehamilan dengan kejadian preeklampsia.

3.2
1.

2.

3.

Saran
Adapun saran dalam penelitian ini adalah:
Bagi masyarakat/ibu hamil
Perlu peningkatan pemahaman tentang kesehatan kehamilan dan khususnya
tentang bahaya preeklampsia, agar dapat mendeteksi secara dini apabila ibu
mengalami preeklampsia serta dapat segera mendapatkan penanganan.
Bagi tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan
bagi ibu hami tentang preeklampsia, melakukan deteksi dini melalui
pemeriksaan USG pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu pada ibu hamil
dengan memberi upaya preventif terhadap faktor risiko preeklampsia seperti
penyuluhan untuk tidak memiliki anak lebih dari dua atau hindari hamil
diusia <20 tahun atau >35 tahun dan juga hindari untuk hamil dengan jarak
kehamilan yang terlalu dekat atau jauh (>2 tahun dan <5 tahun).
Bagi peneliti
Bagi penenliti selanjutnya perlu diadakan penelitian dengan variabel yang
lebih luas, sehingga diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih bervariasi
mengenai preeklampsia.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2010. Prosedur Peneletian. Edisi Revisi 2010. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Asniar. 2011. Gambaran Karakteristik Ibu Hamil Dengan Preklampsia Di Rumah
Sakit Umum Nene Mallomosidenreng Rappang Tahun 2011.
(http://asni4r.blogspot.com/2013/08/kti-pre-eklampsia.html, diakses pada
tanggal 1 juni 2014).
Benson, Ralph. C & Martin L. Pernoll. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.
Edisi 9. Jakarta: EGC
Fhairus, Andi Gusthi, Dwi Panghestu. 2010. Hubungan pendidikan dan paritas
ibu dengan terjadinya BBLR di RSUD Datu Sanggul Rantau tahun 2010.
(http://perpustakaanhb.files.wordpress.com,diakses pada 9 Desember 2013).
Gafur, Abdul Z. 2012. Hubungan Antara Primigravida dengan Preeklampsia.
(http://jurnal.med.unismuh.ac.id , diakses pada 9 Desember 2013)
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik
Analisi Data. Jakarta: Salemba Medika.
Huliana, Mellyna. 2001. Panduan Menjalani Kehamilan Sehat. Jakarta: Puspa
Swara.

Ika, Kun N.R. 2009. Hubungan antara preeklamsia dengan bayi berat lahir
rendah (bblr). (http://lp3msht.files.wordpress.com, diakses pada tanggal 29
Desember 2013)
Kusumawati, Yuli. 2006. Faktor-faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap
Persalinan dengan Tindakan. (http://eprints.undip.ac.id/15334, diakses pada
tanggal 29 Desember 2013).
Lalega, Zerina. 2013. Menghadapi Kehamilan Beresiko Tinggi.Yogyakarta: Abata
Press.
Langelo, Wahyuny, A. Arsunan Arsin, Syamsiar Russeng. 2012. Faktor risiko
kejadian preeklampsia di rskd ibu dan anak siti fatimah makassar tahun
2011-2012.
(http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/c68ca1a8ffc79c60198732bca55722cf.p
df, diakses tanggal 29 desember).
Lestari. 2001. Tanaman Obat untuk Masa Kehamilan & Pasca-Melahirkan.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Leveno, Kenneth J, et al. 2009. Obstetri Williams: Panduan Ringkas, Ed. 21.
Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif, dkk . 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius.
Manuaba, Ida Ayu Chandranita, SpOG, dkk. 2008. Buku Ajar Patologi Obstetri
untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC
Maryanti, Dwi dan Majestika Septikasari. 2009. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi
Teori dan Praktikum. Yogyakarta: Nuha Medika.
Maulana, Mirza. 2009. Tanya-Jawab Lengkap dan Praktis Seputar Reproduksi,
Kehamilan, dan Merawat Anak.Yogyakarta: Tunas Publishing.
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.
Nadesul, Handrawan. 2001. Cara Sehat Selama Hamil. Jakarta: Puspa Swara.
Nuryani, dkk. 2011. Hubungan Pola Makan, Sosial Ekonomi, Antenatal Care Dan
Karakteristik Ibu Hamil Dengan Kasus Preeklampsia Di Kota Makassar.
(http://journal.unhas.ac.id, diakses pada 7 Desember 2013).
Oxorn, Harry & William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi Dan Fisiologi
Persalinan. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medika (YEM).

Purwaningsih Wahyu, Siti Fatmawati. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas.


Yogyakarta: Nuha Medika.
Rasmini Ni Wayan Ari, 2012. Gambaran Karakteristik Ibu Hamil yang
Melakukan Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care) di BPM Y. Sri
Subiyarti
Pakem
Sleman
Yogyakarta.
(https://www.google.com/#q=jurnal+preeklampsia+Ni+wayan+ari+rasmini.
+pdf, diakses pada 11 Desember 2013).
Rara, Dieta. 2013. (http://midwivery2./2013/10/persalinan-prematur.html, diakses
pada tanggal 11 Desember 2013)
Riyanto, Agus. 2011. Aplikasi Metodelogi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Rozikhan. 2007. Faktor-faktor Risiko Terjadinya Preeklampsia Berat di Rumah
Sakit dr. H. Soewondo Kendal. Jurnal Ilmiah Universitas Diponegoro
Semarang (http://eprints.undip.ac.id, diakses pada tanggal 9 Desember
2013).
Saifudin, Abdul Bari, dkk. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. Edisi 1. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Setiadi. 2013. Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan.Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Simkin, Penny, Janet Whalley, Ann Keppler. 2010. Panduan Lengkap Kehamilan,
Melahirkan, & Bayi (Edisi Revisi). Jakarta: Arcan.
Solihah, Lutfiatus. 2005. Rahasia Hamil Sehat. Yogyakarta: Diva Press.
Varney, Helen, Jan M. Kriebs, Carolyn L. Gegor. 2001. Buku Saku Bidan. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai