Anda di halaman 1dari 13

TUGAS BAHASA INDONESIA

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
NAMA : RIFKY IRDIANSYAH
KELAS : VII 4

SMPN 17 KENDARI
2014 / 2015

1. TANAH LONGSOR

Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya tanah longsor.

Hujan
Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November seiring
meningkatnya intensitas hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan
terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Muncul-lah poripori atau rongga tanah, kemudian terjadi retakan dan rekahan tanah di permukaan.
Pada saat hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak. Tanah pun dengan cepat
mengembang kembali. Pada awal musim hujan, kandungan air pada tanah menjadi
jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan
longsor karena melalui tanah yang merekah itulah, air akan masuk dan
terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral.

Apabila ada pepohonan di permukaan, pelongsoran dapat dicegah karena air akan
diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga berfungsi sebagai pengikat tanah.

Lereng terjal
Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang
terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin.
Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung
lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.

Tanah yang kurang padat dan tebal


Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan
ketebalan lebih dari 2,5 meter dan sudut lereng > 220. Tanah jenis ini memiliki
potensi untuk terjadinya tanah longsor, terutama bila terjadi hujan. Selain itu, jenis
tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek jika
terkena air dan pecah jika udara terlalu panas.

Batuan yang kurang kuat


Pada umumnya, batuan endapan gunungapi dan batuan sedimen
berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung kurang
kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah jika mengalami proses
pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor apabila terdapat
pada lereng yang terjal.
Jenis tata lahan
Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan
adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang
kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh
dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan
penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang
longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.

Getaran

Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran


mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah,
badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak.
Susut muka air danau atau bendungan
Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng
menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran dan
penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.
Adanya beban tambahan
Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan
akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan
jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan
retakan yang arahnya ke arah lembah.
Pengikisan/erosi
Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat
penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.
Adanya material timbunan pada tebing
Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya
dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada
lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di
bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian
diikuti dengan retakan tanah.
Bekas longsoran lama
Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan
material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah
terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama memilki ciri:
Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal
kuda.
Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena
tanahnya gembur dan subur.

Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai.


Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.
Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran
kecil pada longsoran lama.
Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan
longsoran kecil.
Longsoran lama ini cukup luas.
Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung)
Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri:
Bidang perlapisan batuan
Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar
Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat.
Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan
yang tidak melewatkan air (kedap air).
Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat.
Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi
sebagai bidang luncuran tanah longsor.

Penggundulan hutan
Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana
pengikatan air tanah sangat kurang.
Daerah pembuangan sampah

Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam


jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan
guyuran hujan, seperti yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah
Leuwigajah di Cimahi. Bencana ini menyebabkan sekitar 120 orang lebih
meninggal.

2. GEMPA BUMI

Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan


oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama
tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan
tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa

bumi akan terjadi. Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan


lempengan tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan
lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi fokus dalam
kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam
mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km. Beberapa gempa bumi
lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di dalam gunung berapi. Gempa
bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan terjadinya letusan gunung berapi.
Beberapa gempa bumi (jarang namun) juga terjadi karena menumpuknya massa air
yang sangat besar di balik dam, seperti Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian
lagi (jarang juga) juga dapat terjadi karena injeksi atau akstraksi cairan dari/ke
dalam bumi (contoh. pada beberapa pembangkit listrik tenaga panas bumi dan di
Rocky Mountain Arsenal. Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari peledakan bahan
peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata nuklir
yang dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang disebabkan oleh manusia seperti ini
dinamakan juga seismisitas terinduksi.

3. TSUNAMI

Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan


sejumlah besar air, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun
meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi
bawah laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung
meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau.
Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun
secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang berada di
atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai
di pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.
Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana
gelombang terjadi, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam.
Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam
dan energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi
gelombang tsunami hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat
mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi
penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan
jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan
bisa beberapa kilometer. Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau
sesar. Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng
samudera menelusup ke bawah lempeng benua. Tanah longsor yang terjadi di dasar
laut serta runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan gangguan air laut yang
dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang menyebabkan gerakan tegak lurus
lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara tiba-tiba sehingga
keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Demikian pula halnya
dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau
longsor ini cukup besar, dapat terjadi megatsunami yang tingginya mencapai
ratusan meter.
Gempa yang menyebabkan tsunami
Gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan dangkal (0 30 km)
Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 Skala Richter
Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun

4. GUNUNG MELETUS

Hampir semua kegiatan gunung api berkaitan dengan


zona kegempaan aktif sebab berhubungan dengan batas
lempeng. Pada batas lempeng inilah terjadi perubahan
tekanan dan suhu yang sangat tinggi sehingga mampu
melelehkan material sekitarnya yang merupakan cairan pijar
(magma). Magma akan mengintrusi batuan atau tanah di
sekitarnya melalui rekahan- rekahan mendekati permukaan
bumi. Gunung berapi terbentuk dari magma, yaitu batuan
cair yang terdalam di dalam bumi. Magma terbentuk akibat
panasnya suhu di dalam interior bumi. Pada kedalaman
tertentu, suhu panas ini sangat tinggi sehingga mampu
melelehkan batu-batuan di dalam bumi. Saat batuan ini
meleleh, dihasilkanlah gas yang kemudian bercampur
dengan magma. Sebagian besar magma terbentuk pada
kedalaman 60 hingga 160 km di bawah permukaan bumi.
Sebagian lainnya terbentuk pada kedalaman 24 hingga 48
km. Magma yang mengandung gas, sedikit demi sedikit naik
ke permukaan karena massanya yang lebih ringan dibanding
batu-batuan padat di sekelilingnya. Saat magma naik,
magma tersebut melelehkan batu-batuan di dekatnya
sehingga terbentuklah kabin yang besar pada kedalaman
sekitar 3 km dari permukaan. Kabin magma (magma
chamber) inilah yang merupakan gudang (reservoir)
darimana letusan material-material vulkanik berasal. Magma
yang mengandung gas dalam kabin magma berada dalam

kondisi di bawah tekanan batu-batuan berat yang


mengelilinginya. Tekanan ini menyebabkan magma meletus
atau melelehkan conduit (saluran) pada bagian batuan yang
rapuh atau retak. Magma bergerak keluar melalui saluran ini
menuju ke permukaan. Saat magma mendekati permukaan,
kandungan gas di dalamnya terlepas. Gas dan magma ini
bersama-sama meledak dan membentuk lubang yang
disebut lubang utama (central vent). Sebagian besar magma
dan material vulkanik lainnya kemudian menyembur keluar
melalui lubang ini. Setelah semburan berhenti, kawah
(crater) yang menyerupai mangkuk biasanya terbentuk pada
bagian puncak gunung berapi. Sementara lubang utama
terdapat di dasar kawah tersebut. Setelah gunung berapi
terbentuk, tidak semua magma yang muncul pada letusan
berikutnya naik sampai ke permukaan melalui lubang utama.
Saat magma naik, sebagian mungkin terpecah melalui
retakan dinding atau bercabang melalui saluran yang lebih
kecil. Magma yang melalui saluran ini mungkin akan keluar
melalui lubang lain yang terbentuk pada sisi gunung, atau
mungkin juga tetap berada di bawah permukaan.

Dampak Letusan Gunung Berapi


Dampak letusan gunung berapi terhadap lingkungan dapat
berupa dampak yang bersifat negatif dan positif. Dampak negatif
dari letusan suatu gunungapi dapat berupa bahaya yang
langsung dapat dirasakan oleh manusia seperti awan panas,
jatuhan piroklastik, gas beracun yang keluar dari gunungapi dan
lain sebagainya, sedangkan bahaya tidak langsung setelah erupsi
berakhir, seperti lahar hujan, kerusakan lahan pertanian, dan
berbagai macam penyakit akibat pencemaran. Adapun dampak
positif dari aktivitas suatu gunungapi terhadap lingkungan adalah
bahan galian mineral industri, energi panasbumi, sumberdaya
lahan yang subur, areal wisata alam, dan sebagai sumberdaya air.
1. Dampak Negatif:
Bahaya langsung, terjadi pada saat letusan (lava, awan

panas, jatuhan piroklastik/bom, lahar letusan dan gas beracun).


Bahaya tidak langsung, terjadi setelah letusan (lahar hujan,
kelaparan akibat rusaknya lahan pertanian/perkebunan/
perikanan), kepanikan, pencemaran udara/air oleh gas racun: gigi
kuning/ keropos, endemi gondok, kecebolan dsb.
2. Dampak Positif :
Bahan galian: seperti batu dan pasir bahan bangunan,
peralatan rumah tangga,patung, dan lain lain
Mineral : belerang, gipsum,zeolit dan juga mas (epitermal
gold).
Energi panas bumi: listrik, pemanas ruangan, agribisnis
Mata air panas : pengobatan/terapi kesehatan.
Daerah wisata: keindahan alam
Lahan yang subur: pertanian dan perkebunan
Sumberdaya air: air minum, pertanian/peternakan, dll.

5. ANGIN PUTTING BELIUNG

Proses terjadinya puting beliung sangat terkait erat dengan fase


tumbuh awan Cumulonimbus (Cb)
Fase Tumbuh ,Dalam awan terjadi arus udara naik ke atas yang kuat.
Hujan belum turun, titik-titik air maupun Kristal es masih tertahan oleh
arus udara yang naik ke atas puncak awan.
Gejala Awal Puting Beliung
Udara terasa panas dan gerah (sumuk).
Di langit tampak ada pertumbuhan awan Cumulus (awan putih
bergerombol yang berlapis-lapis).
Diantara awan tersebut ada satu jenis awan mempunyai batas tepinya
sangat jelas bewarna abu-abu menjulang tinggi yang secara visual
seperti bunga kol.
Awan tiba-tiba berubah warna dari berwarna putih menjadi berwarna
hitam pekat (awan Cumulonimbus).
Ranting pohon dan daun bergoyang cepat karena tertiup angin
disertai angin kencang sudah menjelang.

Durasi fase pembentukan awan, hingga fase awan punah berlangsung


paling lama sekitar 1 jam. Karena itulah, masyarakat agar tetap
waspada selama periode ini.
Karakteristik Puting Beliung
Puting berliung merupakan dampak ikutan awan Cumulonimbus
(Cb) yang biasa tumbuh selama periode musim hujan, tetapi tidak
semua pertumbuhan awan CB akan menimbulkan angin puting
beliung.
Kehadirannya belum dapat diprediksi.
Terjadi secara tiba-tiba (5-10 menit) pada area skala sangat lokal.
Pusaran puting beliung mirip belalai gajah/selang vacuum cleaner.
Jika kejadiannya berlangsung lama, lintasannya membentuk jalur
kerusakan.
Lebih sering terjadi pada siang hari dan lebih banyak di daerah
dataran rendah.

Anda mungkin juga menyukai