Anda di halaman 1dari 13

Ibu

Nak, ini nasi goring buat sarapan pagi

Boy

Banyak sekali porsi nasi goring ini, Bu

Ibu

Makan saja secukupnya.

Setelah makan Boy pergi ke sekolah


Pak Guru

: Pembayaran terakhir buku bacaan Bahasa Indonesia adalah hari


ini.

Boy

: Uang saya tinggal dua ribu rupiah,Pak

Pak Guru

: Ya sudah lain kali saja bayarnya.

Setelah bel istirahat berbunyi, Boy menuju kantin bersama temannya


Mondy

:Kamu mau makan apa?

Boy

: Aku kenyang

Mondy

: O,ya sudah

Sepulang sekolah Boy bertemu dengan teman mainnya di jalan


Alex

: Hallo,Boy Ayo nonton

Boy

: Besok saya ujian

Alex

: Besok saya akan pergi ke Surabaya. Kalau kamu

Boy

: Saya santai di rumah

Selama lima hari Boy ujian,Ia memikirkan langkah selanjutnya ke Universitas.


Boy ingin menjadi orang yang sukses dan menjadi kebanggaan
orang tuanya.
Mondy

: Mendaftar kuliah di mana?

Boy

: Seandainya saya lulus tanpa tes, orang tua saya pasti senang.

Penjelasan
Lokusi
1. Menginformasikan bahwa porsi nasi goring yang diberikan ibu sangat
banyak.
2. Menginformasikan bahwa uang saya tinggal dua ribu rupiah
3. Menginformasikan bahwa Boy sudah kenyang
Illokusi
1. Boy tidak sanggup menghabiskan nasi goring Karen porsinya banyak
2. Boy tidak sanggup membayar uang buku sekarang
3. Boy menolak tawaran Mondy untuk makan di kantin
Perlokusi
1. Ibu memaklumi anaknya yang tidak sanggup menghabiskan nasi goring
tersebut sehingga ia menyuruh makan secukupnya
2. Pak guru memaklumi Boy belum bisa membayar uang buku sekarang
sehingga ia memberikan waktu lagi untuk melunasinya
3. Mondy memaklumi Boy tidak lapar sehingga ia tida memberikan tawaran
lagi dan tidak memaksa Boy untuk makan
Implikatur
Alex

:Ayo nonton

Boy

:Besok saya ujian

Dialog Alex isnya mengajak Boy untuk nonton, ujaran Boy menolak ajakan
temannya.
Deiksis
Alex

: Besok saya akan pergi ke Surabaya. Kalau kamu

Boy

: Saya santai di rumah

Penggunaan kata saya pada kalimat pertama adalah kata ganti dari Alex,
sedangkan kedua adalah kata ganti dari Boy. Kata saya memiliki referen yang
berpindah-pindah sesuai konteks pembicaraan.
Presuposisi
Mondy

: Mendaftar kuliah di mana?

Boy

: Seandainya saya lulus tanpa tes, orang tua saya pasti senang.

Nama : Puji Hartuti,A.Md


NIM

Berkenaan dengan tuturan, Austin membedakan tiga macam tindakan :

Tindak tutur lokusi, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan kalimat
sesuai dengan makna di dalam kamus dan menurut kaidah sintaksisnya.
Contoh: Ani: Ibu sedang memasak di dapur
Kalimat tersebut memiliki informasi bahwa ibu dari si Ani sedang memasak di
dapur.
Tindak tutur ilokusi, yaitu tindak tutur yang mengandung maksud; berkaitan
dengan siapa bertutur kepada siapa, kapan, dan di mana tindak tutur itu
dilakukan,dan lain sebagainya. Tindak tutur ilokusi berkaitan dengan beberapa
fungsi dalam pikiran pembicara.
Contoh: Ayah: Ujian sudah dekat
Jika sang Ayah bicara pada anaknya, maka yang timbul di pikiran anak mungkin
saja bisa berupa teguran dari sang Ayah agar dia lebih rajin belajar karena ujian
sudah dekat.
Tindak tutur perlokusi, yaitu tindak tutur yang pengujarannya dimaksudkan untuk
mempengaruhi mitra tutur. Tindak tutur perlokusi memiliki akibat tuturan (hal yg
dilakukan pendengar akibat ilokusi). Tindak tutur perlokusi terjadi bila lawan
tutur melakukan sesuatu setelah adanya lokusi dan ilokusi. Dari contoh 2 maka
perlokusinya adalah anak belajar dengan rajin karena ujian sudah dekat.

CONTOH TINDAK TUTUR LOKUSI, ILOKUSI DAN PERLOKUSI

1. A : Pembayaran terakhir buku bacaan Bahasa Indonesia adalah hari ini. Kapan
kamu akan bayar nak?
B : Uang saya tinggal Dua Ribu Rupiah bu.
(Ilokusi)
A : Yasudah. Lain waktu saja bayarnya.

(Perlokusi)
Konteks : Terjadi dialog antara ibu guru dan murid
Tempat : di kelas
A : Ibu guru
B : Murid
Lokusi : Menginformasikan bahwa uang saya tinggal Dua Ribu Rupiah.
Ilokusi : Bahwa tidak hanya sekedar menyampaikan informasi namun ada maksud
lain yaitu ia tidak sanggup membayar bukunya sekarang.
Perlokusi : Ibu Guru emahami dan memaklumi alasan murid yang tidak bisa
membayar saat itu sehingga ia memberikan beberapa waktu lagi untuk
melunasinya.

2. A : Nak, ini nasi goreng buat sarapan pagi.


B : Banyak sekali porsi nasi goreng ini bu. (Ilokusi)
A : Makan saja secukupnya. (Perlokusi)

Konteks : Terjadi dialog antara ibu dan anak di pagi hari.


Tempat : Rumah
A : Ibu
B : Anak

Lokusi : Menginformasikan bahwa porsi nasi goreng yang diberikan sangat


banyak.
Ilokusi : Ada maksud selain menyatakan informasi yaitu ia tidak
sanggup menghabiskan nasi goreng karena porsinya terlalu banyak.
Perlokusi : Ibu memahami dan memaklumi alasan sang anak yang tidak sanggup
menghabiskan menu nasi goreng tersebut sehingga ia menyuruh untuk makan
secukupnya saja / sesanggupnya.

3. A : Kamu mau makan apa?


B : Aku kenyang.
A : Oh. Yasudah.

Konteks : Terjadi dialog antara Budi dengan temannya (Tokoh B)


Tempat : Rumah
A : Budi
B : Teman Budi
Lokusi : Menginformasikan bahwa teman budi sudah kenyang dan tidak lapar
lagi.
Ilokusi : Ada maksud selain menyatakan informasi yaitu ia menolak penawaran
Budi untuk diberi makan karena ia sudah kenyang dan tidak lapar lagi.
Perlokusi : Budi memahami dan memaklumi alasan temannya yang tidak lapar
sehingga ia tidak memberikan tawaran lagi dan tidak memaksa temannya untuk
makan.

DEIKSIS
deiksis adalah bentuk bahasa baik berupa kata maupun lainnya yang berfungsi
sebagai penunjuk hal atau fungsi tertentu di luar bahasa. Dengan kata lain, sebuah
bentuk bahasa bisa dikatakan bersifat deiksis apabila acuan/ rujukan/ referennya
berpindah-pindah atau berganti-ganti pada siapa yang menjadi si pembicara dan
bergantung pula pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Jadi, deiksis
merupakan kata-kata yang tidak memiliki referen yang tetap. Seperti contoh
dialog berikut ini:

Ani : Hari ini saya akan pergi ke Surabaya. Kalau kamu?


Ali : Saya santai di rumah.

Kata Saya di atas sebagai kata ganti dari dua orang. Kata pertama adalah kata
ganti dari Ani. Sedangkan kedua adalah kata ganti Ali. Dari contoh di atas, tampak
kata saya memiliki referen yang berpindah-pindah sesuai dengan konteks
pembicaraan serta situasi berbahasa.

PRESUPOSISI
Presuposisi atau sering juga disebut praanggapan. Sebuah tuturan dapat dikatakan
mempresuposisikan atau mempraanggapkan tuturan lainnya, apabila
ketidakbenaran tuturan yang dipraanggapkan itu mengakibatkan kebenaran atau
ketidakbenaran tuturan tidak dapat dikatakan sama sekali.
Contoh : Mahasiswi terpandai dikelas itu cantik sekali.
Contoh di atas mempraanggapkan atau mempresuposisikan adanya seorang
mahasiswi yang benar-benar pandai di kelas tertantu. Apabila pada kenyataannya
memang ada mahasiswi yang sangat pandai di kelas itu maka tuturan di atas dapat
dinilai benar atau salahnya. Sebaliknya, apabila di kelas itu tidak ada sama sekali
mahasiswi yang sangat pandai, tuturan tersebut tidak dapat ditentukan benar atau
salahnya sama sekali.

IMPLIKATUR
Kata implikatur berhubungan dengan kata implikasi yang terkandung. Dalam hal
ini implikatur percakapan berarti makna yang terkandung (Sumarsono, 2010:65).
Sebuah ujaran dapat mengimplikasikan pernyataan (proposisi) yang bukan
merupakan bagian dari ujaran itu. Misalnya,
(1) A : Ayo nonton!
B : Besok saya ujian.
Jawaban (B) tersebut tidak berkaitan dengan (A): (A) berbicara tentang
nonton tetapi (B) bicara ujian. Tetapi, ujaran (A) itu merupakan ajakan, dan
jawaban terhadap ajakan itu biasanya berupa penerimaan atau penolakan. Jawaban
(B) itu bisa kita pahami sebagai penolakan halus terhadap ajakan (A). Hal itulah
yang disebut implikatur percakapan.
Senada dengan pendapat Sumarsono, Grice (dalam Wijana, 1996:37) dalam
artikelnya yang berjudul Logic and Conversasion mengemukkan bahwa sebuah
tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari

tuturan bersangkutan. Proposisi yang diimplikasikan itu disebut implikatur


(implicature). Grice memberikan contoh berikut.
(2) A : Ali sekarang memelihara kucing.
B : Hati-hati menyimpan daging.
(3) A : Ani di mana, Ton?
B : Tati di rumah Wawan.
Tuturan (B) dalam (2) bukan bagian dari tuturan (A). Tutran (B) muncul
sebagai akibat inferensi yang didasari oleh latar belakang pengetahuan tentang
kucing dengan segala sifatnya. Adapun salah satu sifatnya adalah senang makan
daging. Demikian pula tuturan (B) pada percakapan (3) bukan merupakan bagian
dari tuturan (A). Tuturan (B) muncul sebagai akibat adanya inferensi yang
didasari oleh latar belakang pengetahuan tentang Ani. Ani adalah teman akrab
Tati. Kalau Tati ada di sana, tentu Ani ada pula di sana.

Latar tempat digambarkan sebagai rumah yang nyaman dan santai. Malam belum
terlalu larut. Suara jangkrik menambah ketenangan. Seorang ibu sedang duduk di
sofa sambil merajut. Tak lama, anak gadisnya baru datang dan duduk di sofa
sebelah ibunya.

Gadis : [mendesah lesu]


Ibu : [menghentikan pekerjaannya, beralih pada Gadis] Kenapa kok kayak orang
putus asa gitu?
Gadis : Nggak ada deh, Bu. Cuma capek aja.
Ibu : Biasanya secapek apapun kamu, nggak kayak begitu bentuknya. [kembali
merajut]
Gadis : Yaah capeknya ditambahin sama kesel sehabis ngeliat status-status
temenku di facebook.
Ibu : [melirik ke arah putrinya tanpa berpaling dari rajutannya] emang kenapa
status temenmu?
Gadis : Ya enak aja mereka pada bisa kuliah jauh. Sebentar-sebentar ke sini,
sebentar-sebentar ke situ. Free 24 jam nggak ada yang nyerewetin. Nggak kayak
aku. Udahlah kuliah deket, nggak bermutu, kemana-mana nggak boleh. Jadi buat
apa selama 12 tahun aku di-press belajar buat jadi juara kelas?? [suaranya
semakin meninggi]
Ibu : Belajar kan nggak ada ruginya. Nanti juga bakal ada yang kamu banggain ke
anak kamu.
Gadis : Nah, itu lagi! Udah deh, Bu, nggak usah ngomongin anak. Nikah aja
belum. Pacaran aja nggak boleh
Ibu : Tenang aja, kamu bakal Ibu jodohin sama anak temen Ibu
Gadis : Ibu nggak pernah ngerti perasaan aku! [melonjak dari sofa] emangnya bisa
ya, jodoh-jodohin anak secara sepihak gitu? Terus, kalo aku gak cinta sama dia,
terus rumah tangga jadi berantakan, siapa yang salah? Tetep aku? Udah deh, Bu.
Nggak usah ngatur-ngatur aku. Aku pengen bebas, Bu, bebas. Selama ini aku
terpijak di bawah jejak Ibu. Aku nggak dikasih kesempatan buat jadi diriku
sendiri

Ibu : Ibu bukannya mengekang kebebasan kamu, nak. Ibu hanya melindungi kamu
dari efek buruk
Gadis : Pergaulan bebas kan, Bu? Ibu pikir aku nggak bisa jaga diri? Justru kalo
Ibu overprotektif gini sama aku, aku bakal ngelakuin apa yang Ibu larang
Ibu : Gadis, cukup! [berdiri dan menjatuhkan rajutannya] Kamu nggak pernah
menghormati keputusan Ibu. Dengar, Ibu pernah muda, tapi kamu belum pernah
tua
Gadis : Nah, kalau Ibu pernah muda, biarkan aku menikmati masa mudaku seperti
Ibu menikmati masa muda Ibu dulu. Selesai. Aku nggak suka berdebat dengan
Ibu. Apalagi karena aku nggak pernah menang
Ibu : Sekarang apa mau kamu, nak? [nada mulai merendah]
Gadis : [lirih] Just let me be everything I wanna be. Aku nggak bakal ngecewain
Ibu. Aku ingin belajar berdiri di atas kakiku sendiri. Berbicara dengan lidahku
sendiri. Berpikir dengan otakku sendiri. MELIHAT dengan mataku sendiri. Aku
tidak mau jadi katak di bawah tempurung. Aku tidak ingin terkurung di tengah
dunia yang begitu luas membentang. Aku nggak mau dijadikan boneka yang bisa
seenak hati didandani dan digerak-gerakkan Ibu tanpa punya kebebasan untuk
bergerak sendiri.
Ibu : [menghela napas, perlahan duduk kembali] Gadis, kamu tahu kenapa Ibu
melakukan semua ini? Itu karena Ibu ingin menjadi seorang ibu. Ibu tidak
punya sosok ibu yang bisa diandalkan. Nenekmu tidak pernah memberikan apa
yang selalu Ibu berikan padamu. Itu jadi semacam dendam yang tidak wajar, nak.
Tapi percayalah, Ibu hanya menginginkan yang terbaik untukmu. Ibu ingin
memenuhi segala hal yang tidak bisa dipenuhi nenek terhadap Ibu saat kecil dulu.
Ibu ingin memudahkan jalan hidupmu. Ibu ingin selalu dekat denganmu. Karena
Ibu sudah terlalu lama merasakan, betapa hampanya hidup ini tanpa kehadiran
sosok ibu di keseharian kita. Ibu hanya tidak ingin anak Ibu mengalami kesedihan
yang sama dengan yang Ibu alami dulu, nak.

Gadis : [luluh, kemudian berlutut di depan Ibu] Maafin Gadis, Bu. Gadis nggak
bersyukur punya ibu yang seperti Ibu.
Ibu : Ibu juga minta maaf kalau selama ini terlalu mengekangmu ya, nak. Mulai
sekarang, kita akan mendiskusikan kebutuhanmu dan keinginan Ibu bersama-sama
ya, supaya tercapai kesepakatan yang adil. [memeluk dan mencium kening
anaknya]
Lampu latar meredup. Suasana menjadi hening.

Anda mungkin juga menyukai