PENDAHULUAN
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di
rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan
utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa
tindakan bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi,
obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang
mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga
terjadilah peritonitis.1
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering
terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis,
salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi
post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.1
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara
inokulasi kecil-kecilan). Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen,
resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif,
merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.1
Peritonitis merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada
penderita bedah dengan mortalitas
kemampuan melakukan
analisis
pada data
anamnesis,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 APENDIKS
2.1.1 Anatomi Apendiks
Appendiks disebut juga umbai cacing. Apendiks merupakan organ
berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan
berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagia priksimal dan
melebar di bagian distal. Namun demikitan, pada bayi apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah
ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden
apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak
intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan
ruang
geraknya
bergantung
pada
panjang
mesoapendiks
penggantungnya.2
simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada
apendisitis bermula di sekitar umbilikus. 2
empat
lapisan
yakni
mukosa,
submukosa,
muskularis
peningkatan
terjadi
pada
apendiks
timbulnya
sumbatan
fungsional
apendiks
dan
sehingga
terjadi
kolonisasi
bakteri
yang
dapat
timbulnya
sumbatan
fungsional
apendiks
dan
jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke
arah sisi perut kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan atau
kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.2
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum
sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi
lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke
kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena
rangsangan dindingnya.2
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya
hanya sering rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa
melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul
muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan letargi. Karena gejala
yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi.
Pada bayi 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.2,3
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis
sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi.
Misalnya pada orang berusia lanjut yang gejalanya sering samar-samar
saja sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis
setelah perforasi.2,3
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut,
mual, dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan
trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada
kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral
sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke
region lumbal kanan.2,3
2.2.6 Diagnosa
Anamnesis dan pemeriksaan fisik harus diarahkan untuk mendiagnosis
apendisitis dan mengeklusi diagnosis altrenatif seperti gastroenteritis
viral, konstipasi, infeksi saluran kemih, sindrom hemolitik-uremik,
Henoch-Schnlein purpura, adenitis mensenterik, osteomielitis pelvis,
abses psoas, dan penyakit tuboovarian (kehamilan ektopik, kista
ovarium, Pelvic inflamator disease, ovarian torsion.4
Pemeriksaan fisik harus dimulai dengan inspeksi yang meliputi
ekspresi pasien dan keadaan abdomen. Pada auskultasi bising usus
normal atau meningkat pada awal apendisitis, dan bising melemah jika
terjadi perforasi. 4
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5C. bila suhu
lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan
suhu aksilar dan rectal sampai 1C. Pada inspeksi perut tidak
ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita
dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa
dilihat pada masa atau abses periapendikuler.4
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka
kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini
merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan
dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing.
Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam
untuk menentukan adnaya rasa nyeri.4
Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh
uterus, keluhan nyeri pada apendisitis sewaktu : hamil trimester II dan
III akan bergeser kekanan sampai ke pinggang kanan. Tanda pada
kehamilan trimester I tidak berbeda dengan pada orang tidak hamil
karena itu perlu dibedakan apakah keluhan nyeri berasal dari uterus
atau apendiks. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah
sesuai dengan pergeseran uterus, terbukti proses bukan berasal dari
apendiks.4
Peristalsis colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi
bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.4
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang dicurigai apendisitis
biasanya meliputi hitung jenis sel darah lengkap dan urinalisis. Peran
utama pemeriksaan laboratorium ini adalah untuk mengekslusi
diagnosis alternatif seperti infeksi saluran kemih, sindrim hemolitikuremik, Henoch-Schnlein purpura. Leukositosis moderat biasanya
sering terjadi pada pasien (75%) dengan apendisitis dengan jumlah
leukosit bekisar antara 10.000 18.000 sel /mL dengan pergeseran ke
kiri dan didominasi oleh sel polimorfonuklear. Sekalipun demikian,
tidak adanya leukositosis tidak menutup kemungkinan terhadap
adanya
fekalit.
Ultrasonografi
(USG)
cukup
PA
terhadap
jaringan
Appendix
dan
hasilnya
Skor
1
1
1
2
1
1
2
1
10
Keterangan:
1.4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6
maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan.6
Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen dilakukan apabila dari hasil pemeriksaan riwayat
sakit dan pemeriksaan fisik meragukan. Tanda-tanda peritonitis
kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan, mungkin terlihat
ileal ataupun caecal ileus (gambaran garis permukaan cairan-udara
di sekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat gambaran fekilit.6
Foto polos pada apendisitis perforasi:6
k. Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat terbatas di
kuadran kanan bawah.
l. Penebalan dinding usus di sekitar letak apendiks, seperti sekum
dan ileum.
m. Garis lemak pra peritoneal menghilang;
n. Skoliosis ke kanan;
o. Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan
akibat paralisis usus-usus lokal di daerah infeksi.
ditemukan.
Panas
dan
leukositosis
kurang
menonjol
perlu
diberikan.
Antibiotik
diberikan
untuk
Antibiotik
yang
umum
diberikan
adalah
nyeri
dirasakan)
tidak
bermakna
menurunkan
(2)
dengan
Laparoskopi.
Operasi
terbuka
Persiapan prabedah:
a. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
b. Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin
c. Rehidrasi
d. Antibiotika dengan spektrum luas, dosis tinggi dan
diberikan secara intravena
e. Obat-obat penurun panas, phenergen sebagai anti
menggigil,
largaktil
untuk
membuka
pembuluh-
Non trauma
Tidak ada inflamasi
Traktus respiratorius, digestivus, urogenital, tanpa
menembus
Tidak ada kesulitan dalam operasi
Bersih
Traktus respiratorius, digestivus, menembus tanpa
kontaminasi
sillage yang signifikan
(Klas II)
Apendiktomi
Orofaring
Vagina
Urogenital, menembus tetapi tidak ada infeksi urin
Bilier, menembus tetapi tidak ada infeksi bilier
Kesulitan ringan dalam operasi
Kontaminasi
Kesulitan besar dlam operasi
(Klas III)
Spillage yang banyak dari gastrointestinal
Luka trauma, baru
Menembus urogenital atau bilier, dengan adanya
infeksi urine atau bile
Kotor
dan Inflamasi bakterial akut tanpa nanah
infeksi
Transeksi daerah bersih untuk drainase nanah
(Klas IV)
Luka trauma dengan jaringan mati, benda asing,
kontaminasi fekal, delayed treatment
2.3 Apendisitis Perforata
Adanya fekalit di dalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil), dan
keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya
perforasi apendiks. Dilaporkan insidens perforasi 60% pada penderita di atas
usia 60 tahun. Faktor yang mempengaruhi tingginya insidens perforasi pada
orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya
DAFTAR PUSTAKA
1. Arief M, Suprohaita, Wahyu IK, Wieiek S. 2000. Bedah Digestif
dalam Kapita Selekta Kedokteran, Ed:3; Jilid 2; p 302-321. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.
2. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3: Gawat
Abdomen. 2011. Jakarta: EGC; p.406-13.
3. Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit.
Ed 6. Jakarta: EGC.
4. Brunicardi, F Charles, Dana K. Andersen, et.al. Schwartzs Principles of
Surgery Eighth Edition.USA: Mc Graw Hill Companies. 2005. p. 11191135.
5. Townsend, Courtney M, R. Daniel Beauchamp, et.al. .Sabiston Textbook
of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice Eighth
editior. Canada: Sounders Elsevier. 2008. p. 1333-1346.
6. Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah FKUI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Jakarta : BinaRupa Akasara. p.
7. Bickley, Lynn S, Peter G. Szilagyi. Bates Guide to Physical Examination
And History Taking Tenth Edition.China;Wolters Kluwer Lippincott
Williams and Wilkins. 2009. p. 454-455.
8. Grace PA, Borley NR. Surgery at a Glance. 2nd edition. Victoria:
Blackwell Science. 2002. p. 28
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. FAP
Umur
: 15 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan
: Pelajar
Pendidikan
: SMP
No. RM
: 443081
Tanggal Masuk : 15 Mei 2016
B. ANAMNESIS
Keluhan utama
Nyeri perut kanan bahwa sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 5 jam SMRS pasien mengeluhkan adanya nyeri perut kanan bawah.
Nyeri perut awalnya dirasakan di sekitar pusar dan hilang timbul. Nyeri
kemudian dirasakan di perut kanan bawah dan terus-menerus. Terdapat
riwayat demam sejak 2 hari SMRS, mual (+), dan muntah sebanyak dua kali
berisi makanan. BAK tidak ada keluhan. BAB tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa, asma, sakit jantung, alergi, perawatan, dan operasi
sebelumnya disangkal
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat asma, dan sakit jantung dalam keluarga disangkal.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis Cooporative
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 89 x/menit
Suhu
: 37,8 C
Pernapasan
: 20 x/menit
Kulit
Rambut
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Tenggorokan
Leher
Jantung
Paru
Abdomen
: Status lokalis
Ekstremitas
Status Lokalis
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
D. DIAGNOSA KERJA
Appendisitis Akut
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah:
Hb
: 13,2 g/dl
Ht
: 43 %
Leukosit
: 12.100/ mm3
Trombosit
: 207.000/ mm3
F. TATALAKSANA
Informed consent
Awasi keadaan umum dan vital sign pasien
Terapi medikamentosa
a. IVFD RL 20 tts/I
b. Cefepime inj 2x1gr
c. Ranitidine inj 2x1 amp
d. Ketorolac inj 3x1 amp
Rencana Appendictomy Cito
G. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad functionam
: bonam
Quo ad sanationam
: bonam
FOLLOW UP
16 Mei 2016
Pukul 10.50 WIB
Telah selesai dilakukan Appendictomy dalam general anesthesi.
Laporan operasi:
IVFD RL 30 gtt/menit
Terapi:
Cefotaxim
2x1 gram
Ketorolac
2x1 amp
PEMBAHASAN
Pasien seorang laki-laki usia 15 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah sejak 5 jam SMRS. Nyeri muncul tiba-tiba dan dirasakan terus-menerus.
Berdasarkan keluhan tersebut maka dapat dipikirkan bahwa pasien mengalami
akut abdomen. Untuk menegakkan penyebab dari akut abdomen maka terlebih
dahulu harus diketahui lokasi nyeri yang dirasakan pasien. Berdasarkan lokasi
nyeri maka dapat ditentukan beberapa diagnosis banding penyebab akut abdomen.
Pada nyeri perut kanan bawah dapat dipikirkan beberapa diagnosis banding
seperti apendisitis, Crohns disease, Meckels diverticulitis,kolik renal, infeksi
saluran kemih, kista ovarium terpuntir, salfingitis, kehamilan ektopik, dll.
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya sempat mengalami
nyeri perut di daerah periumbilical yang dirasakan hilang timbul dan kemudian
berpindah ke perut kanan bawah yang dirasakan terus menerus . Perpindahan
nyeri perut dari daerah periumbilical ke perut kanan bawah ini sangat khas pada
kasus apendisits. Nyeri perut yang dirasakan di daerah periumbilical merupakan
nyeri viseral akibat rangsangan pada peritoneum viseral. Pada saat terjadi distensi
apendiks akibat peningkatan tekanan intralumen maka peritoneum viseral akan
teregang dan memberikan sensasi rasa nyeri. Nyeri dari organ-organ yang berasal
dari midgut (jejenum hingga kolon transversum) akan dirasakan di daerah
periumbilical. Nyeri selanjutnya dirasakan di perut kanan bawah merupakan nyeri
somatik akibat proses peradangan pada apendiks yang berlanjut ke peritoneum
parietal.
Pada pasien juga ditemukan adanya keluhan anoreksia, mual, muntah, dan
demam yang umumnya ditemukan pada pasien dengan apendisitis akut. Diagnosis
banding berupa kelainan pada sistem saluran kemih dan sistem saluran
gastrointestinal lainnya dapat disingkirkan karena dari anamnesis didapat BAK
dan BAB pasien normal.
Dari hasil pemeriksaan fisik umum didapat kondisi pasien dalam keadaan
normal. Dari hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan adanya nyeri tekan di
titik McBurney. Adanya nyeri tekan di titik McBurney menunjukkan bahwa
pasien mengalami apendisitis akut. Pada pemeriksaan lain yaitu Psoas Sign dan