Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di
rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan
utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa
tindakan bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi,
obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang
mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga
terjadilah peritonitis.1
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering
terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis,
salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi
post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.1
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara
inokulasi kecil-kecilan). Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen,
resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif,
merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.1
Peritonitis merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada
penderita bedah dengan mortalitas

sebesar 10-40%. Beberapa peneliti

mendapatkan angka ini mencapai 60% bahkan lebih dari 60%.1


Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena
setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya
tergantung dari

kemampuan melakukan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1

analisis

pada data

anamnesis,

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 APENDIKS
2.1.1 Anatomi Apendiks
Appendiks disebut juga umbai cacing. Apendiks merupakan organ
berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan
berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagia priksimal dan
melebar di bagian distal. Namun demikitan, pada bayi apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah
ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden
apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak
intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan
ruang

geraknya

bergantung

pada

panjang

mesoapendiks

penggantungnya.2

Gambar 2.1 Anatomi Apendiks


Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu
dibelakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral
kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak
apendiks.2
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang diikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan

simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada
apendisitis bermula di sekitar umbilikus. 2

Gambar 2.2 Posisi Apendiks


Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan
arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena
trombosis pada infeksi, apendiks ini akan mengalami gangren.2
2.1.2 Epidemiologi Apendisitis Akut
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak
kurang dari 1 tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada
kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidens pada lelaki
dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun,
insidens laki-laki lebih tinggi.2
2.1.3 Perkembangan Embriologi
Apendiks vermiformis berasal dari struktur primordial yakni
divertikulum sekal yang muncul pada janin berusia 6 minggu. Bagian
proksimal dari divertikulum ini membentuk sekum sedangkan bagian
distal atau apeks terus memanjang membentuk apendiks. Pada anakanak peralihan antara sekum dan apendiks tidak sejelas pada orang
dewasa, dan apendiks tampak disebelah inferior dari sekum, berbeda
pada orang dewasa dimana peralihan lebih jelas dan apendiks berada
disisi posteromedial dari sekum. Perkembangan embriologis yang
abnormal dapat mengakibatkan agenesis, hipoplasia, duplifikasi atau
bahkan triplikasi dari apendiks. Duplifikasi dari apendiks sering
diasosiasikan dengan anomali kongenital lain yang mengancam jiwa.3
2.1.4 Histologi

Komposisi histologi dari apendiks serupa dengan usus besar , terdiri


dari

empat

lapisan

yakni

mukosa,

submukosa,

muskularis

eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler), dan serosa.mukosa


apendiks terdiri dari selapis epitel di permukaan. Pada epitel ini
terdapat sel-sel absorbtif, sel-sel goblet, sel-sel neuro endokrin, dan
beberapa sel paneth. Lamina propia dari mukosa adalah lapisan seluler
dengan banyak komponen sel-sel migratory, dan agregasi limfoid.
Berbeda dengan di usus besar dimana limfoid folikel tersebar, pada
apendiks folikel limfoid ini sangat banyak dijumpai terutama pada
apendiks individu berusia muda. Seringkali, folikel limfoid ini
mengubah kontur lumen dari apendiks. Lapisan terluar dari mukosa
adalah muskularis mukosa, yang merupakan lapisan fibromuskuler
yang kurang berkembang pada apendiks.3
Lapisan submukosa memisahkan mukosa dengan muskularis
eksterna. Lapisan ini tersusun longgar oleh jaringan serat kolagen dan
elastin, serta fibroblast. Lapisan submukosa juga dapat mengandung
sel-sel migratori seperti makrofag, sel-sel limfoid, sel-sel plasma serta
sel mast. Pembuluh darah dan limfe merupakan komponen yang
dominan pada lapisan ini. Pembuluh limfatik terdapat jelas di bawah
dasar dari folikel limfoid. Di lapisan ini juga terdapat struktur neural
berupa pleksus Meissner. Pleksus saraf in terdiri dari ganglia, sel-sel
ganglion, kumpulan neuron dengan prosesusnya, dan sel Schwann
yang saling berinterkoneksi membentuk jaringan saraf di lapisan
submukosa.3
Lapisan otot polos yang tebal berada diantara submukosa dan
serosa , merupakan lapisan muskularis eksterna dari apendiks. Lapisan
ini terpisah menjadi 2 bagian, yakni lapisan sirkular di dalam dan
lapisan longitudinal di sebelah luar. Pada lapisan ini sering terlihat
degenerasi granular sitoplasmik eosinofilik terutama pada lapisan
sirkular. Di antara dua lapisan otot ini terdapat pleksus mienterik atau
pleksus Auerbach, yang serupa secara morfologi dan fungsi dengan
pleksus Meissner di lapisan submukosa. Sebagai tambahan, pembuluh
limfatik dan pembuluh darah juga terdapat pada lapisan ini.3

Lapisan terluar dari apendiks adalah lapisan serosa, diantara


lapisan serosa dan muskularis eksterna terdapat region subserosal,
yang terdiri dari jaringan penyambung longgar, pembuluh darah, limfe
dan saraf. Lapisan serosa sendiri merupakan selapis sel-sel mesotelial
kuboidal, yang terdapat pada lapisan tipis jaringan fibrosa. 3
2.1.5 Fisiologi Apendiks
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum.
Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada
patogenesis apendiks.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut
Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna
termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai
perlindungan terhadap

infeksi. Namun demikian,

peningkatan

apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah


jaringan limf di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya
di saluran cerna dan di seluruh tubuh.2
2.2 APENDISITIS
2.2.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan yang

terjadi

pada

apendiks

vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling


sering. Apendiks disebut juga umbai cacing.2
2.2.2 Etiologi
Apendisitis merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang
diajukan sebagai faktor pencetus di samping hiperplasia jaringan limf,
fekalit, tumor apendiks, dan cacing askariasis dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis
ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica.2
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasaecal, yang
berakibat

timbulnya

sumbatan

fungsional

apendiks

dan

meningkatkannya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya


ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut. 2
2.2.3 Patologi

Patologi apendisitis dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan


seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama.
Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan
menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa
sehingga terbentuk masa periapendikuler yang secara salah dikenal
dengan istilah infiltrate apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak
terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler
akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri saecara
lambat.2
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna,
tetapi akan berbentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan
dengan jaringan di sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan
keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini
dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai eksaserbasi akut.2
2.2.4 Patofisiologi
Apendisitis akut secara umum terjadi karena proses inflamasi pada
apendiks akibat infeksi. Penyebab utama terjadinya infeksi adalah
karena terdapat obstruksi. Obstruksi yang terjadi mengganggu fisiologi
dari aliran lendir apendiks, dimana menyebbakan tekanan intralumen
meningkat

sehingga

terjadi

kolonisasi

bakteri

yang

dapat

menimbulkan infeksi pada daerah tersebut. Pada sebagaian kecil kasus,


infeksi dapat terjadi semerta-merta secara hematogen dari tempat lain
sehingga tidak ditemukan adanya obstruksi. 2
Infeksi terjadi pada tahap mukosa yang kemudian melibatkan
seluruh dinding apendiks pada 24-48 jam pertama. Adaptasi yang
dilakukan tubuh terhadap inflamasi lokal ini adalah menutup apendiks
dengan struktur lain yaitu omentum, usus halus, dan adneksa. Hal ini
yang menyebabkan terbentuknya masa periapendikuler, yang disebut
juga infiltrat apendiks. Pada infilitrat apendiks, terdapat jaringan
nekrotik yang dapat saja terbentuk menjadi abses sehingga
menimbulkan risiko perforasi yang berbahaya pada pasien apendisits.
Pada sebagian kasus, apendisitis dapat melewati fase akut tanpa perlu
dilakukannya operasi. Akan tetapi, nyeri akan seringkali berulang dan

menyebabkan eksaserbasi akut sewaktu-waktu dan dapat langsung


berujung pada komplikasi perforasi. Pada anak-anak dan geriatri, daya
tahan tubuh yang rendah dapat meyebabkan sulitnya terbentuk infiltrat
apendisitis sehingga risiko perforasi lebih besar. 2,3,4
Apendisitis merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan
faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus di samping hiperplasia
jaringan limf, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askariasis dapat pula
menyebabkan sumbatan.

Penyebab lain yang diduga dapat

menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit


seperti E.histolytica.2
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasaecal, yang
berakibat

timbulnya

sumbatan

fungsional

apendiks

dan

meningkatkannya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya


ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut. 2
2.2.5 Gambaran Klinis
Apendisitis akut memiliki gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik
apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah
ke titik McBurney. Di sini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak
ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya
karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat
perangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila
berjalan atau batuk.2
Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya
terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu

jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke
arah sisi perut kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan atau
kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.2
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum
sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi
lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke
kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena
rangsangan dindingnya.2
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya
hanya sering rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa
melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul
muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan letargi. Karena gejala
yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi.
Pada bayi 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.2,3
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis
sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi.
Misalnya pada orang berusia lanjut yang gejalanya sering samar-samar
saja sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis
setelah perforasi.2,3
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut,
mual, dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan
trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada
kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral
sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke
region lumbal kanan.2,3
2.2.6 Diagnosa
Anamnesis dan pemeriksaan fisik harus diarahkan untuk mendiagnosis
apendisitis dan mengeklusi diagnosis altrenatif seperti gastroenteritis
viral, konstipasi, infeksi saluran kemih, sindrom hemolitik-uremik,
Henoch-Schnlein purpura, adenitis mensenterik, osteomielitis pelvis,
abses psoas, dan penyakit tuboovarian (kehamilan ektopik, kista
ovarium, Pelvic inflamator disease, ovarian torsion.4
Pemeriksaan fisik harus dimulai dengan inspeksi yang meliputi
ekspresi pasien dan keadaan abdomen. Pada auskultasi bising usus

normal atau meningkat pada awal apendisitis, dan bising melemah jika
terjadi perforasi. 4
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5C. bila suhu
lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan
suhu aksilar dan rectal sampai 1C. Pada inspeksi perut tidak
ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita
dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa
dilihat pada masa atau abses periapendikuler.4
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka
kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini
merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan
dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing.
Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam
untuk menentukan adnaya rasa nyeri.4
Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh
uterus, keluhan nyeri pada apendisitis sewaktu : hamil trimester II dan
III akan bergeser kekanan sampai ke pinggang kanan. Tanda pada
kehamilan trimester I tidak berbeda dengan pada orang tidak hamil
karena itu perlu dibedakan apakah keluhan nyeri berasal dari uterus
atau apendiks. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah
sesuai dengan pergeseran uterus, terbukti proses bukan berasal dari
apendiks.4
Peristalsis colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi
bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.4
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang dicurigai apendisitis
biasanya meliputi hitung jenis sel darah lengkap dan urinalisis. Peran
utama pemeriksaan laboratorium ini adalah untuk mengekslusi
diagnosis alternatif seperti infeksi saluran kemih, sindrim hemolitikuremik, Henoch-Schnlein purpura. Leukositosis moderat biasanya
sering terjadi pada pasien (75%) dengan apendisitis dengan jumlah
leukosit bekisar antara 10.000 18.000 sel /mL dengan pergeseran ke
kiri dan didominasi oleh sel polimorfonuklear. Sekalipun demikian,
tidak adanya leukositosis tidak menutup kemungkinan terhadap

apendisitis akut. Pada urinalisis terdapat peningkatan berat jenis urin,


terkadang ditemukan hematuria, piuria, dan albuminuria. Obat-obatan
seperti antibiotik dan steroid dapat mempengaruhi hasil laboratorium.4
Pada pemeriksaan radiologi, foto polos perut dapat
memperlihatkan

adanya

fekalit.

Ultrasonografi

(USG)

cukup

membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 97 %),


terutama untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang
paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 98 %).
Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks.4
Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka
kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
Pemeriksaan psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang
lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan
dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan
atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan.
Bila apendiks yang meradang menempel di m. psoas, tindakan tersebut
akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat
apakah apendiks yang meradang kontak dengan m. obturator internus
yang merupakan dinding panggul pada posisi terlentang akan
meimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.4
Pemeriksaan Fisik
Pada Apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,
sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 5
a. Rovsings sign: dikatakan posiif jika tekanan yang diberikan
pada LLQ abdomen menghasilkan sakit di sebelah kanan
(RLQ), menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif tapi
tidak spesifik.4

b. Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi


sebelah kiri sendi pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara
ini menggambarkan iritasi pada otot psoas kanan dan indikasi
iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau
abscess. Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks
yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak
dengan otot psoas pada saat dilakukan manuver ini.4,5

c. Obturator sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang,


kemudian gerakan endorotasi tungkai kanan dari lateral ke
medial. Nyeri pada cara ini menunjukkan peradangan pada M.
obturatorius di rongga pelvis. Perlu diketahui bahwa masing-

masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendix yang telah


mengalami radang atau perforasi. 3

Dasar anatomis terjadinya obturator sign adalah appendiks yang


terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan
otot obturator internus pada saat dilakukan manuver ini.
d. Blumbergs sign: nyeri lepas kontralateral (tekan di LLQ
kemudian lepas dan nyeri di RLQ)

e. Wahls sign: nyeri perkusi di RLQ di segitiga Scherren


menurun.
f. Baldwin test: nyeri di flank bila tungkai kanan ditekuk.
g. Defence musculare: bersifat lokal, lokasi bervariasi sesuai letak
Appendix.
h. Nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga
abdomen atau Appendix letak pelvis.
i. Nyeri pada pemeriksaan rectal tooucher.
j. Dunphy sign: nyeri ketika batuk.
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor
Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6>6.
Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan
pemeriksaan

PA

terhadap

jaringan

Appendix

dan

hasilnya

diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan


radang akut.5
Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis
Manifestasi
Gejala
Adanya migrasi nyeri
Anoreksia
Mual/muntah
Tanda
Nyeri RLQ
Nyeri lepas
Febris
Laboratorium Leukositosis
Shift to the left
Total poin

Skor
1
1
1
2
1
1
2
1
10

Keterangan:
1.4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6
maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan.6
Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen dilakukan apabila dari hasil pemeriksaan riwayat
sakit dan pemeriksaan fisik meragukan. Tanda-tanda peritonitis
kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan, mungkin terlihat
ileal ataupun caecal ileus (gambaran garis permukaan cairan-udara
di sekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat gambaran fekilit.6
Foto polos pada apendisitis perforasi:6
k. Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat terbatas di
kuadran kanan bawah.
l. Penebalan dinding usus di sekitar letak apendiks, seperti sekum
dan ileum.
m. Garis lemak pra peritoneal menghilang;
n. Skoliosis ke kanan;
o. Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan
akibat paralisis usus-usus lokal di daerah infeksi.

Gambaran tersebut di atas seperti gambaran pertonitis pada umumnya,


artinya dapat disebabkan oleh bermacam-macam kausa. Apabila foto
terlihat gambaran fekolit maka gambaran seperti tersebut di atas
patognomonik akibat apendisitis.6
Laboratorium
Pemeriksaan darah: lekosist ringan umumnya pada apendisitis
sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis
perforasi. Tidak adanya lekositosis tidak menyingkirkan apendisitis.
Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri. Pemeriksaan urin: sedimen
dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit > normal bila apendiks
yang meradang menempel pada ureter atau vesika.6
2.2.7 Diagnosis Banding
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan
sebagai diagnosis banding.6,7
Gastroenteritis.
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit.
Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik
sering

ditemukan.

Panas

dan

leukositosis

kurang

menonjol

dibandingkan apendisitis akut.


Demam Dengue
Demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di
sini didapatkan hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia,
dan hematokrit yang meningkat.
Limpadenitis Mesenterika
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis yang ditandai
dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual,
nyeri tekan perut samar, terutama kanan.
Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri
perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada
anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul terlebih dahulu. Tidak ada
tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi
mungkin dapat mengganggu selama dua hari.
Infeksi panggul

Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut.


Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian
bawah perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai
keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul nyeri hebat
di panggul jika uterus dilayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok
dubur jika perlu untuk diagnosis banding.
Kehamilan diluar kandungan
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak
menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim
dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah
pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan
vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan pada
kuldosentsis didapatkan darah.
Kista ovarium terpuntir
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba
massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal,
ultrasonografi dapat menentukan diagnosis.
Endometriosis eksterna
Endometriosis di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat
endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu
karena tidak ada jalan keluar.
Urolitiasis pielum/ureter kanan
Batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang
ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas.
Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena
dapt memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan
demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan dan
piura.
Penyakit saluran cerna lainnya. Penyakit lain yang perlu
dipikirkan adalah peradangan di perut, seperti divertikulitis Meckel,
perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis,
divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid
abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks.6,7
2.2.8 Penatalaksanaan
Setelah penegakan diagnosis apendisitis dilakukan, tata laksana utama
pada apendisitis adalah Apendektomi. Tata laksana mulai diarahkan

untuk persiapan operasi untuk mengurangi komplikasi pasca-operasi


dan meningkatkan keberhasilan operasi.
1. Medikamentosa
Persiapan operasi dilakukan dengan pemberian medikamentosa
berupa analgetik dan antibiotik spektrum luas, dan resusitasi
cairan yang adekuat. Pasien apendisitis seringkali datang
dengan kondisi yang tidak stabil karena nyeri hebat sehingga
analgetik

perlu

diberikan.

Antibiotik

diberikan

untuk

profilaksis, dengan cara diberikan dosis tinggi, 1-3 kali dosis


biasanya.

Antibiotik

yang

umum

diberikan

adalah

cephalosporin generasi 2 / generasi 3 dan Metronidazole. Hal


ini secara ilmiah telah dibuktikan mengurangi terjadinya
komplikasi post operasi seperti infeksi luka dan pembentukan
abses intraabdominal. 3,4
Pilihan antibiotik lainnya adalah ampicilin-sulbactam,
ampicilin-asam klavulanat, imipenem, aminoglikosida, dan lain
sebagainya. Waktu pemberian antibiotik juga masih diteliti.
Akan tetapi beberapa protokol mengajukan apendisitis akut
diberikan dalam waktu 48 jam saja. Apendisitis dengan
perforasi memerlukan administrasi antibiotik 7-10 hari. 6
2. Apendektomi
Sampai saat ini, penentuan waktu untuk dilakukannya
apendektomi yang diterapkan adalah segera setelah diagnosis
ditegakkan karena merupakan suatu kasus gawat-darurat.
Beberapa penelitian retrospektif yang dilakukan sebenarnya
menemukan operasi yang dilakukan dini (kurang dari 12 jam
setelah

nyeri

dirasakan)

tidak

bermakna

menurunkan

komplikasi post-operasi dibanding yang dilakukan biasa (12-24


jam). Akan tetapi ditemukan bahwa setiap penundaan 12 jam
waktu operasi, terdapat penambahan risiko 5% terjadinya
perforasi.
Teknik yang digunakan dapat berupa, (1) operasi terbuka,
dan

(2)

dengan

Laparoskopi.

Operasi

terbuka

dilakukanndengan insisi pada titik McBurney yang dilakukan

tegak lurus terhadap garis khayalan antara SIAS dan umbilikus.


Di bawah pengaruh anestesi, dapat dilakukan palpasi untuk
menemukan massa yang membesar. Setelah dilakukan insisi,
pemebdahan dilakukan dengan identiifkasi sekum kemudian
dilakukan palpasi ke arah posteromedial untuk menemukan
apendisitis posisi pelvik. Mesoapendiks diligasi dan dipisahkan.
Basis apendiks kemudian dilakukan ligasi dan transeksi.
Apendektomi dengan bantuan laparoskopi mulai umum
dilakukan saat ini walaupun belum ada bukti yang menyatakan
bahwa metode ini memberikan hasil operasi dan pengurangan
kejadian komplikasi post-operasi. Apendekotmi laparoskopi
harus dilakukan apabila diagnosis masih belum yakin
ditegakkan karena laparoskopi dapat sekaligus menjadi
prosedur diagnostik. Sampai saat ini penelitian-penelitian yang
dilakukan masih mengatakan keunggulan dari metode ini
adalah meningkatkan kualitas hidup pasien. Perbaikan nfeksi
luka tidak terlalu berpengaruh karena insisi pada operasi
terbuka juga sudah dilakukan dengan sangat minimal. 2,3,4
Komplikasi pasca-operasi dari apendektomi adalah
terjadinya infeksi luka dan abses inttraabdomen. Infeksi luka
umumnya sudah dapat dicegah dengan pemberian antibiotik
perioperatif. Abses

intra-abdomen dapat muncul akibat

kontaminasi rongga peritoneum. 4


Apendisitis perforasi
Persiapan prabedah: pemasangan sonde lambung dan tindakan
dekompresi. Rehidrasi. Penurunan suhu tubuh. Antibiotika
dengan spektrum luas, dosis cukup, diberikan secara intravena.
Apendisitis dengan penyulit peritonitis umum
Umumnya pasien dalam kondisi buruk. Tampak septik dan
dalam kondisi hipovolemi serta hipertensi. Hipovolemi
diakibatkan oleh puasa lama, muntah dan pemusatan cairan di
daerah proses radang, seperti udem organ intraperitoneal,
dinding abdomen dan pengumpulan cairan dalam rongga usus
dan rongga peritoneal.8

Persiapan prabedah:
a. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
b. Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin
c. Rehidrasi
d. Antibiotika dengan spektrum luas, dosis tinggi dan
diberikan secara intravena
e. Obat-obat penurun panas, phenergen sebagai anti
menggigil,

largaktil

untuk

membuka

pembuluh-

pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi


tercapai.
2.2.9 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah
mengalami pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas
kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.2,7,8
Massa periapendikuler
Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi
ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada
massa periapendikuler yang pendindingannya belum sempurna, dapat
terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi
diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa
periapendikuler yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk
mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi masih mudah. Pada
anak selamanya dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja.
Pasien dewasa dengan massa periapendikuler yang terpancang dengan
pendindingan sempurna, dianjurkan dirawat dahulu dan diberi
antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya
peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang,
dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendektomi efektif
perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi,
akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dngan kenaikan suhu
dan frekuensi nasi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan
massa, serta bertambahnya angka leukosit.
Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya
massa yang nyeri di regio iliaka kanan dan disertai demam,
mengarahkan diagnosis ke massa atau abses periapendikuler. Kadang

keadaan ini sulit dibedakan dari karsinoma sekum, penyakit Crohn,


dan amuboma. Perlu juga disingkirkan kemungkinan antinomikosis
intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekologik sebelum
memastikan biasanya terletak pada anamnesis yang khas.
2.2.10 Prognosis
Bila ditangani dengan baik, prognosis apendiks adalah baik. Secara
umumangka kematian pasien apendiks akut adalah 0,2-0,8%, yang
lebih berhubungan dengan komplikasi penyakitnya daripada akibat
intervensi tindakan.4
Klasifikasi Luka Operasi
Bersih (Klas I)

Non trauma
Tidak ada inflamasi
Traktus respiratorius, digestivus, urogenital, tanpa
menembus
Tidak ada kesulitan dalam operasi
Bersih
Traktus respiratorius, digestivus, menembus tanpa
kontaminasi
sillage yang signifikan
(Klas II)
Apendiktomi
Orofaring
Vagina
Urogenital, menembus tetapi tidak ada infeksi urin
Bilier, menembus tetapi tidak ada infeksi bilier
Kesulitan ringan dalam operasi
Kontaminasi
Kesulitan besar dlam operasi
(Klas III)
Spillage yang banyak dari gastrointestinal
Luka trauma, baru
Menembus urogenital atau bilier, dengan adanya
infeksi urine atau bile
Kotor
dan Inflamasi bakterial akut tanpa nanah
infeksi
Transeksi daerah bersih untuk drainase nanah
(Klas IV)
Luka trauma dengan jaringan mati, benda asing,
kontaminasi fekal, delayed treatment
2.3 Apendisitis Perforata
Adanya fekalit di dalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil), dan
keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya
perforasi apendiks. Dilaporkan insidens perforasi 60% pada penderita di atas
usia 60 tahun. Faktor yang mempengaruhi tingginya insidens perforasi pada
orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya

perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen dan arteriosklerosis.


Insidens tinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis,
anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan
proses pendindingan kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung
cepat dan omentum anak belum berkembang.2,3,4,8
2.3.1 Diagnosis
Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang
ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi
seluruh perut, dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan
defans muskuler di seluruh perut, mungkin dengan pungtum
maksimum di regio iliaka kanan; peristalsis usus menurun sampai
menghilang karena ileus paralitik. Abses rongga peritoneum bisa
terjadi bilamana pus yang menyebar bisa dilokalisasi di suatu tempat,
paling sering di rongga pelvis dan subdiafragma. Adanya massa
intraabdomen yang nyeri disertai demam harus dicurigai abses.
Ultrasonografi dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah.
Abses subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pnuemonia
basal, atau efusi pleura. Ultrasonografi dan foto rontgen dada akan
membantu membedakannya.
2.3.2 Tatalaksana
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk
kuman Gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan
pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan.
Perlu dilakukan laparatomi dengan insisi yang panjang supaya
dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun
pengeluaran fibrin yang adekuat secara mudah, begitu pula
pembersihan kantong nanah.
Karena ada kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, perlu
dianjurkan pemasangan penyalir subfasia, kulit dibiarkan terbuka
untuk kemudian dijahit bila sudah dipastikan tidak ada infeksi. Pada
anak tidak usah dipasang penyalir intraperitoneal karena justru
menyebabkan komplikasi infeksi lebih sering.
2.4 Apendisitis Rekurens
Diagnosis, apendisitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat
serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya

apendektomi, dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini


terjadi bila serangan apendisitis sembuh spontan. Namun, apendiks tidak
pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.
Risiko untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50%. Insidens apendisitis
rekurens adalah 10% dari spesimen apendektomi yang diperiksa secara
patologik. Pada apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi karena
sering penderita datang dalam serangan akut.2,3,4,8
2.5 Apendisitis Kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat: riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan menghilang
setelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut
dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens
apendisitis kronik antara 1-5 %.2,3,4,8

DAFTAR PUSTAKA
1. Arief M, Suprohaita, Wahyu IK, Wieiek S. 2000. Bedah Digestif
dalam Kapita Selekta Kedokteran, Ed:3; Jilid 2; p 302-321. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.
2. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3: Gawat
Abdomen. 2011. Jakarta: EGC; p.406-13.
3. Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit.
Ed 6. Jakarta: EGC.
4. Brunicardi, F Charles, Dana K. Andersen, et.al. Schwartzs Principles of
Surgery Eighth Edition.USA: Mc Graw Hill Companies. 2005. p. 11191135.
5. Townsend, Courtney M, R. Daniel Beauchamp, et.al. .Sabiston Textbook
of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice Eighth
editior. Canada: Sounders Elsevier. 2008. p. 1333-1346.
6. Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah FKUI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Jakarta : BinaRupa Akasara. p.
7. Bickley, Lynn S, Peter G. Szilagyi. Bates Guide to Physical Examination
And History Taking Tenth Edition.China;Wolters Kluwer Lippincott
Williams and Wilkins. 2009. p. 454-455.
8. Grace PA, Borley NR. Surgery at a Glance. 2nd edition. Victoria:
Blackwell Science. 2002. p. 28

BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. FAP
Umur
: 15 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan
: Pelajar
Pendidikan
: SMP
No. RM
: 443081
Tanggal Masuk : 15 Mei 2016
B. ANAMNESIS
Keluhan utama
Nyeri perut kanan bahwa sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 5 jam SMRS pasien mengeluhkan adanya nyeri perut kanan bawah.
Nyeri perut awalnya dirasakan di sekitar pusar dan hilang timbul. Nyeri
kemudian dirasakan di perut kanan bawah dan terus-menerus. Terdapat
riwayat demam sejak 2 hari SMRS, mual (+), dan muntah sebanyak dua kali
berisi makanan. BAK tidak ada keluhan. BAB tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa, asma, sakit jantung, alergi, perawatan, dan operasi
sebelumnya disangkal
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat asma, dan sakit jantung dalam keluarga disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran

: Composmentis Cooporative

Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 89 x/menit

Suhu

: 37,8 C

Pernapasan

: 20 x/menit

Kulit

: Warna sawo matang, turgor kulit baik

Rambut

: Warna hitam, persebaran merata, tidak mudah dicabut

Kepala

: Normocefal, deformitas (-)

Mata

: Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-

Telinga

: Sekret (-), deformitas (-)

Hidung

: Sekret (-), deformitas (-)

Tenggorokan

: Tidak hiperemis, tonsil T1-T1

Gigi dan mulut

: Oral hygine baik

Leher

: JVP 5-2 cm H2O, Pembesaran KGB (-)

Jantung

: S1 S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Paru

: Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-

Abdomen

: Status lokalis

Ekstremitas

: Akral hangat, edema -/-, CRT < 2 detik

Status Lokalis
Inspeksi

: Distensi (-), Darm Contour (-), Darm Steiffung (-)

Palpasi

: Supel, Nyeri tekan dan nyeri lepas di titik McBurney (+),


muscle rigid (+), defans muscular (-), rovsing sign (+),
obturator sign (+)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

D. DIAGNOSA KERJA
Appendisitis Akut
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah:
Hb

: 13,2 g/dl

Ht

: 43 %

Leukosit

: 12.100/ mm3

Trombosit

: 207.000/ mm3

F. TATALAKSANA
Informed consent
Awasi keadaan umum dan vital sign pasien
Terapi medikamentosa
a. IVFD RL 20 tts/I
b. Cefepime inj 2x1gr
c. Ranitidine inj 2x1 amp
d. Ketorolac inj 3x1 amp
Rencana Appendictomy Cito
G. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: bonam

Quo ad functionam

: bonam

Quo ad sanationam

: bonam

FOLLOW UP
16 Mei 2016
Pukul 10.50 WIB
Telah selesai dilakukan Appendictomy dalam general anesthesi.
Laporan operasi:

Posisi supine dalam spinal Anestesi


Disinfeksi lapangan operasi
Insisi transvere di titik McBurney
Buka kutis subkutis, facia, muscle splitting, buka peritonium, kemudian
luksir saecum ke arah craniomedial, Identifikasi tampak apendik edema,

hiperemis dan erektil


Dilakukan appendiktomi dan rawat perdarahan
Jahit luka operasi lapis demi lapis
Operasi selesai

Pukul 14.00 WIB

Pasien sudah dirawat di ruangan CP

Awasi vital sign

Boleh minum jika bising usus (+) dan flatus (+)

IVFD RL 30 gtt/menit

Terapi:
Cefotaxim

2x1 gram

Ketorolac

2x1 amp

PEMBAHASAN
Pasien seorang laki-laki usia 15 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah sejak 5 jam SMRS. Nyeri muncul tiba-tiba dan dirasakan terus-menerus.
Berdasarkan keluhan tersebut maka dapat dipikirkan bahwa pasien mengalami
akut abdomen. Untuk menegakkan penyebab dari akut abdomen maka terlebih
dahulu harus diketahui lokasi nyeri yang dirasakan pasien. Berdasarkan lokasi
nyeri maka dapat ditentukan beberapa diagnosis banding penyebab akut abdomen.
Pada nyeri perut kanan bawah dapat dipikirkan beberapa diagnosis banding
seperti apendisitis, Crohns disease, Meckels diverticulitis,kolik renal, infeksi
saluran kemih, kista ovarium terpuntir, salfingitis, kehamilan ektopik, dll.
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya sempat mengalami
nyeri perut di daerah periumbilical yang dirasakan hilang timbul dan kemudian
berpindah ke perut kanan bawah yang dirasakan terus menerus . Perpindahan
nyeri perut dari daerah periumbilical ke perut kanan bawah ini sangat khas pada
kasus apendisits. Nyeri perut yang dirasakan di daerah periumbilical merupakan
nyeri viseral akibat rangsangan pada peritoneum viseral. Pada saat terjadi distensi
apendiks akibat peningkatan tekanan intralumen maka peritoneum viseral akan
teregang dan memberikan sensasi rasa nyeri. Nyeri dari organ-organ yang berasal
dari midgut (jejenum hingga kolon transversum) akan dirasakan di daerah
periumbilical. Nyeri selanjutnya dirasakan di perut kanan bawah merupakan nyeri
somatik akibat proses peradangan pada apendiks yang berlanjut ke peritoneum
parietal.
Pada pasien juga ditemukan adanya keluhan anoreksia, mual, muntah, dan
demam yang umumnya ditemukan pada pasien dengan apendisitis akut. Diagnosis
banding berupa kelainan pada sistem saluran kemih dan sistem saluran
gastrointestinal lainnya dapat disingkirkan karena dari anamnesis didapat BAK
dan BAB pasien normal.
Dari hasil pemeriksaan fisik umum didapat kondisi pasien dalam keadaan
normal. Dari hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan adanya nyeri tekan di
titik McBurney. Adanya nyeri tekan di titik McBurney menunjukkan bahwa
pasien mengalami apendisitis akut. Pada pemeriksaan lain yaitu Psoas Sign dan

Obturator Sign didapatkan hasil positif. Pada pemeriksaan didapatkan defans


muskular positif. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya
leukositosis (12.100). Pada hitung jenis leukosit dapat ditemukan adanya shift to
the left. Pada pasien tidak dilakukan foto polos abdomen dengan alasan foto polos
abdomen hanya dilakukan jika hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik meragukan
untuk menegakkan diagnosis apendisitis akut.
Untuk membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut pada pasien
dengan nyeri perut kanan bawah dapat digunakan Alvarado score. Nilai Alvarado
score di atas tujuh menunjukkan bahwa kemungkinan besar pasien mengalami
apendisits akut. Nilai Alvarado skor pada pasien ini yaitu 8.
Tatalaksana pada kasus ini adalah dengan appendektomi cito, karena
appendisitis termasuk kasus kedaruratan bedah dan harus segera ditangani dalam
waktu kurang dari 48 jam. Dan diberikan beberapa terapi medikamentosa pada
pasien ini, yaitu IVFD RL, Cefepime, Ranitidine, Ketorolac. Prognosis pada kasus
ini Quo ad vitam, quo ad functionam, dan quo ad sanationam adalah bonam.

Anda mungkin juga menyukai

  • APENDISITIS AKUT
    APENDISITIS AKUT
    Dokumen36 halaman
    APENDISITIS AKUT
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Porto DHF
    Porto DHF
    Dokumen30 halaman
    Porto DHF
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Porto KDS
    Porto KDS
    Dokumen13 halaman
    Porto KDS
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • HEMATOLOGI
    HEMATOLOGI
    Dokumen7 halaman
    HEMATOLOGI
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Portofolio Appendicitis Akut
    Portofolio Appendicitis Akut
    Dokumen9 halaman
    Portofolio Appendicitis Akut
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Whaever
    Whaever
    Dokumen3 halaman
    Whaever
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • 3 Daftar Isi Pemfisorto
    3 Daftar Isi Pemfisorto
    Dokumen2 halaman
    3 Daftar Isi Pemfisorto
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Penanganan Fraktur
    Penanganan Fraktur
    Dokumen41 halaman
    Penanganan Fraktur
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Case BP+Asma
    Case BP+Asma
    Dokumen16 halaman
    Case BP+Asma
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading
    Journal Reading
    Dokumen23 halaman
    Journal Reading
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Assd
    Assd
    Dokumen31 halaman
    Assd
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Candidiasis
    Candidiasis
    Dokumen16 halaman
    Candidiasis
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Kandidiasis Kutis
    Kandidiasis Kutis
    Dokumen70 halaman
    Kandidiasis Kutis
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen25 halaman
    Presentation 1
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Epilepsi Pada Anak
    Epilepsi Pada Anak
    Dokumen40 halaman
    Epilepsi Pada Anak
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Laporan Jaga 21 Mei 2016
    Laporan Jaga 21 Mei 2016
    Dokumen10 halaman
    Laporan Jaga 21 Mei 2016
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Ca Laring
    Ca Laring
    Dokumen20 halaman
    Ca Laring
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
    Dokumen16 halaman
    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Asma
    Asma
    Dokumen26 halaman
    Asma
    Halimah Addjh
    Belum ada peringkat
  • Laporan Jaga 21 Mei 2016
    Laporan Jaga 21 Mei 2016
    Dokumen10 halaman
    Laporan Jaga 21 Mei 2016
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Jadwal Jaga 1
    Jadwal Jaga 1
    Dokumen4 halaman
    Jadwal Jaga 1
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Follow Up
    Follow Up
    Dokumen3 halaman
    Follow Up
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • 1 Cover
    1 Cover
    Dokumen1 halaman
    1 Cover
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Chapter I
    Chapter I
    Dokumen5 halaman
    Chapter I
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Jadwal Jaga
    Jadwal Jaga
    Dokumen1 halaman
    Jadwal Jaga
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Orthoped Undone
    Pemeriksaan Orthoped Undone
    Dokumen46 halaman
    Pemeriksaan Orthoped Undone
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Visus
    Pemeriksaan Visus
    Dokumen19 halaman
    Pemeriksaan Visus
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Ca Mamae
    Ca Mamae
    Dokumen22 halaman
    Ca Mamae
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat
  • Wayan Sukawana, DKK
    Wayan Sukawana, DKK
    Dokumen10 halaman
    Wayan Sukawana, DKK
    Wanda Florencia
    Belum ada peringkat