Anda di halaman 1dari 26

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

LAPORAN KASUS
APRIL 2016

KEDOKTERAN KERJA

TENSION TYPE HEADACHE

OLEH :
kelompok II:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Elisa Vina Jayanti


Desti Monasari Asshagab
Muflih Mahsyar
Diansri Pratiwi Syam
Samsiah
Rizki Amalia Saputri

Pembimbing :
dr. H. Muhammad Sofyan

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Nyeri kepala merupakan gejala umum yang pernah dialami hampir
semua orang dan lebih dari 90% populasi pernah mengalami satu jenis sakit
kepala. Setidak-tidaknya secara episodik selama hidupnya. Di Amerika
Serikat lebih dari 23 juta orang mengalami nyeri kepala, dimana 17,6%
diderita oleh wanita dan 6% pada laki-laki.
Tension headache atau nyeri kepala tipe tegang adalah manifestasi dari
reaksi tubuh terhadap stres, kecemasan, depresi, konflik emosional, kelelahan
atau hostilitas yang tertekan. Respon fisiologis yang terjadi meliputi refleks
pelebaran pembuluh darah ekstrakranial serta kontraksi otot-otot rangka
kepala, leher dan wajah.
Pada penelitian di Amerika, tension headache merupakan penyakit
nyeri kepala primer. Penyakit ini 88% dijumpai pada wanita dan 66% pada
laki-laki dan sekitar 60% serangan sakit kepala jenis ini terjadi pada usia
lebih dari 20 tahun.
Menurut data Biro Statistik Departemen Tenaga Kerja Amerika (2001),
pada periode tahun 1996 1998 terdapat 4.390.000 kasus penyakit akibat
kerja yang dilaporkan, 64 % diantaranya adalah gangguan yang berhubungan
dengan faktor resiko ergonomi. OSHA (2000) menyatakan sekitar 34 % dari
total hari kerja yang hilang karena cedera dan sakit yang diakibatkan oleh
Musculoskeletal Disorders (MSDs) sehingga memerlukan biaya kompensasi
sebesar 15 sampai 20 miliar dolar US.
Hasil studi Depkes tentang profil masalah kesehatan di Indonesia tahun
2005 menunjukkan bahwa sekitar 40,5 % penyakit yang diderita pekerja
berhubungan dengan pekerjaannya, gangguan kesehatan yang dialami
pekerja, menurut studi yang dilakukan tehadap 9.482 pekerja di 12

kabupaten/kota di Indonesia, umumnya berupa penyakit musculoskeletal


(16%), kardiovaskuler (8 %), gangguan syaraf (6 %), gangguan pernapasan (3
%), dan gangguan THT (1,5 %).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesehatan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja


1.

Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kedokteran beserta
prakteknya yang bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan
setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif
atau kuratif terhadap penyakit yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum. Sebagai bagian spesifik
keilmuan dalam ilmu kesehatan,kesehatan kerja lebih memfokuskan lingkup
kegiatannya pada peningkatan kualitas hidup tenaga kerja melalui penerapan
upaya kesehatan yang bertujuan untuk :
1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pekerja.
2. Melindungi dan mencegah pekerja dari semua gangguan kesehatan akibat
lingkungan kerja atau pekerjaannya.
3. Menempatkan pekerja sesuai kemampuan fisik,mental dan pendidikan
atau keterampilannya.
4. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kondisi yang mempengaruhi tingkat produktivitas tenaga kerja adalah
kondisi fisik dan kondisi mental pekerja, khususnya disaat mereka sedang
menghadapi pekerjaannya.Laporan Kesehatan Dunia 2002 menempatkan
risiko kerja pada urutan kesepuluh penyebab terjadinya penyakit dan
kematian
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007,di Indonesia terdapat
106,3 juta angkatan kerja yang tersebar diberbagai lapangan kerja dengan
berbagai permasalahan yang timbul akibat pekerjaannya. Data menunjukkan
bahwa secara umum 68% bekerja disektor informal dan 32% di sektor
formal.

Kondisi setiap pekerja ini sangat dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni :
a. Beban kerja
Setiap pekerjaan apapun jenisnya apakah pekerjaan tersebut memerlukan
kekuatan otot dan/ataupun pikiran, adalah memerlukan beban bagi yang
melakukan, baik berupa beban fisik dan beban mental.
b. Beban tambahan
Disamping beban kerja yang harus dipikul oleh pekerja, pekerja sering
memikul beban tambahan yang berupa kondisi atau lingkungan yang
tidak menguntungkan bagi pelaksanaan pekerjaan. Beban tambahan
inilah yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja.
c. Kemampuan kerja
Kemampuan seseorang dalam melalui pekerjaan berbeda dengan orang
lain, meskipun pendidikan atau pengalamannya sama dan bekerja pada
suatu pekerjaan atau tugas yang sama.
Perbedaan ini disebabkan karena kapasitas orang tersebut berbeda, yang
dipengaruhi oleh nilai gizi dan kesehatan, genetik, dan lingkungan.

2. Penyakit Akibat Kerja


Penyakit akibat kerja adalah penyakit atau gangguan kesehatan
yang diakibatkan oleh pekerjaannya atau lingkungan kerjanya, dan
diperoleh pada waktu melakukan pekerjaan dan masyarakat umum
biasanya tidak akan terkena. Berat ringannya penyakit dan cacat
tergantung dari jenis dan tingkat sakit. Cara menegakkan diagnosa
penyakit akibat kerja agak berbeda dengan diagnosa penyakit-penyakit
umum karena untuk penyakit ini tidak cukup hanya dengan pemeriksaan
klinis dan laboratoris. Akan tetapi, harus pula diperiksa tempat, cara, dan
syarat-syarat kerja. Selain itu sebagai tambahan bagi anamnesis yang
biasa, harus pula dipertanyakan riwayat pekerjaan dari si penderita.

Penyebab Penyakit Akibat Kerja:


1. Golongan Fisik
Bising,radiasi,suhu ekstrem,tekanan udara,vibrasi,penerangan
2. Golongan Kimiawi
Semua bahan kimia dalam bentuk debu,uap,gas,larutan,kabut
3. Golongan Biologik
Bakteri,virus,jamur dan lain-lain
4. Golongan Fisiologik/ Ergonomik
Desain tempat kerja, beban kerja
5. Golongan Psikososial
Stress psikis, monotoni kerja, tuntutan pekerjaan,dan lain-lain.
Secara umum gangguan muskuloskeletal di daerah belakang dapat
terjadi karena posisi duduk, antara lain : neck pain, back pain dan low back
pain. Penelitian mengenai neck pain maupun low back pain telah banyak
dilakukan dan terbukti mempunyai hubungan bermakna dengan posisi tubuh
saat melakukan pekerjaan. Secara teori nyeri kepala tipe tegang otot mudah
terjadi karena beberapa faktor yaitu posisi duduk yang statis terus menerus
selama kerja.

B. Tension Type Headache


1. Definisi
Tension type headache atau nyeri kepala tipe tegang didefinisikan
sebagai rasa berat atau tertekan yang menetap, pada kedua sisi kepala yang
timbul episodik dan berkaitan dengan stres, tetapi dapat berulang hampir
setiap hari tanpa adanya faktor psikologis. Nyeri ini timbul karena
kontraksi terus-menerus otot-otot kepala dan tengkuk yaitu m. splenius
kapitis, m. temporalis, m.maseter, m. sternokleidomastoideus, m.
trapezius, m. servikalis posterior, dan m. levator skapula. Sifat nyerinya
biasanya berupa rasa tertekan atau diikat, dari ringan-berat, bilateral, tidak
6

dipicu oleh aktivitas fisik dan gejala penyertanya tidak menonjol (6,7).
Tension headache ini juga dikenal sebagai stres headache, muscle
contraction headache, psychomiogenic headache, ordinary headache, and
psikogenik headache
2. Etiologi
Etiologi dari tension headache ini belum diketahui secara pasti,
namun diduga disebabkan oleh beberapa faktor pencetus antara lain adalah
cahaya yang menyilaukan, stres psikososial, kecemasan, depresi, stres otot,
marah, terkejut, serta penggunaaan obat untuk tension headache yang
berlebihan.
3. Faktor Resiko
Berdasarkan studi yang dilakukan secara klinik, biomekanika,
fisiologi dan epidemiologi didapatkan kesimpulan bahwa terdapat dua
faktor yang menyebabkan terjadinya cedera otot (MSDs) akibat bekerja,
yaitu:
a. Faktor Pekerjaan
Berdasarkan karakteristik pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang
dalaminteraksinya dengan sistem kerja. Berdasarkan penelitian telah
terbukti bahwa tinjauan secara biomekanik serta data statistik
menunjukkan bahwa faktor pekerjaan berkontribusi pada terjadinya
cedera otot akibat bekerja Berikut ini faktor-faktor pekerjaan yang bisa
menyebabkan terjadinya cederapada otot atau jaringan tubuh :
1)Postur tubuh
Postur tubuh pada saat melakukan pekerjaan yang menyimpang dari
posisi normal ditambah dengan gerakan berulang akan meningkatkan
risiko terjadinya TTH.
2) Pekerjaan statis (static exertions)
Pekerjaan

yang

menuntut

seseorang

tetap

pada

posisinya,

perubahanp osisi dalam bekerja akan menyebabkan pekerjaan

terhenti. Pekerjaan denganpostur yang dinamis, memiliki risiko


musculoskeletal disolder (MSDs) lebihrendah dibandingkan dengan
pekerjaan yang mengharuskan postur statis. Hal ini disebabkan
karena postur tubuh yang statis dapat meningkatkan risiko yang
berhubungan dengan menurunnya sirkulasi darah dan nutrisi
padajaringan otot.
3) Pekerjaan yang membutuhkan tenaga (forceful exertions) atau beban
Force atau tenaga merupakan jumlah usaha fisik yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan tugas atau gerakan. Pekerjaan atau gerakan
yangmenggunakan tenaga besar akan memberikan beban mekanik
yang besar terhadap otot, tendon, ligament, dan sendi. Beban yang
berat akan menyebabkan iritasi, inflamasi, kelelahan otot, kerusakan
otot, tendon, dan jaringan lainnya.
b. Faktor Individu (Personal factors)
Kondisi

dari

seseorang

yang

dapat

menyebabkan

terjadi

musculoskeletal disorder. Berikut adalah beberapa faktor risiko pribadi


yang berpengaruh terhadap kejadian MSDs:
1) Masa Kerja
Masa kerja adalah faktor yang berkaitan dengan lamanya seseorang
bekerja disuatu perusahaan. Terkait dengan hal tersebut, MSDs
merupakan penyakit kronis yang membutuhkan waktu lama untuk
berkembang dan bermanifestasi. Jadi semakin lana waktu bekerja
atau semakin lama seseorang terpajan faktor risiko MSDs ini maka
semakin besar pula risiko untuk mengalami MSDs.
2) Usia
Sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada
tulang dan keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang berusia 30
tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan
jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan
cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot
8

menjadi berkurang. Pendek kata, semakin tua seseorang, semakin


tinggi risiko orang tersebut tersebut mengalami penurunan
elastisitas pada tulang, yang menjadi pemicu timbulnya gejala
MSDs.
Pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia
kerja yaitu 25-65 tahun. Pada usia 35, kebanyakan orang memiliki
episode pertama mereka kembali sakit. Umur mempunyai hubungan
yang sangat kuat dengan keluhan otot, terutama untuk otot leher dan
bahu, bahkan beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa umur
merupakan penyebab utama terjadinya keluhan otot.
3) Jenis Kelamin
Jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot
rangka. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot
wanita lebih rendah daripada pria. Berdasarkan beberapa penelitian
menunjukkan prevalensi beberapa kasus musculoskeletal disorders
lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria.
4) Kebiasaan Olahraga
Aerobic fitness meningkatkan kemampuan kontraksi otot. 80 %
kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena buruknya tingkat
kelenturan (tonus) otot atau kurang berolah raga. Otot yang lemah
terutama pada daerah perut tidak mampu menyokong punggung
secara maksimal. Tingkat keluhan otot juga dipengaruhi oleh tingkat
kesegaran jasmani.

4. Klasifikasi
a. Episodic tension type headache (ETTH)

Terjadi kurang dari 15 hari/ bulan

Kurang dari 15 menit/ jam

Nyeri pada kulit kepala dan otot leher

Resiko bentuk kronis berkembang selama bertahun tahun

b. Chronic tension type headache (CTTH)

Terjadi minimal 15 hari/ bulan atau lebih selama minimal tiga


bulan

20% dari CTTH adalah headache primer

Durasi dan keparahan sama dengan ETTH

5. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang dapat timbul pada tension headache adalah nyeri
kepala yang dirasakan seperti kepala berat, pegal seperti diikat tali yang
melingkari kepala, kencang dan menekan. Kadang-kadang disertai nyeri
kepala yang berdenyut. Bila berlangsung lama, pada palpasi dapat
ditemukan daerah-daerah yang membenjol, keras dan nyeri tekan. Dapat
pula disertai gejala mual, kadang-kadang muntah, vertigo, lesu, sukar tidur,
mimpi buruk, sering terbangun menjelang pagi dan sulit tidur kembali,
hiperventilasi, perut kembung, sedih, hilangnya kemauan untuk belajar
atau bekerja, anoreksia dan keluhan depresi lainnya. Bisa juga nyeri
dirasakan seperti perasaan tegang yang menjepit di kepala dan nyeri
berlokasi di daerah oksipito servikal.
Bentuk akut dikaitkan dengan keadaan stres, kegelisahan dan atau
kelelahan temporer yang biasanya berlangsung satu atau 2 hari. Tipe
kronis biasanya nyeri bersifat bilateral, tidak mereda, dapat berlangsung
siang maupun malam hari, dan berlangsung sampai berbulan-bulan atau

10

bertahun-tahun, terasa menekan, tidak berdenyut dan sering dikaitkan


dengan perasaan gelisah, depresi dan perasaan tertekan.
Nyeri kepala tension headache bisa berupa suatu aktivitas yang dapat
menyebabkan kepala berada pada 1 posisi dalam jangka waktu lama tanpa
bergerak, sehingga menyebabkan sakit kepala, aktivitas tersebut meliputi
pengetikan atau penggunaan computer, pekerjaan halus dengan tangan dan
penggunaan mikroskop. Tidur di dalam suatu ruangan yang dingin atau
tidur dengan posisi leher yang salah dapat mencetuskan sakit kepala jenis
ini.

6. Diagnosis
Tidak ada tes khusus untuk menegakkan diagnosis TTH. Penderita
yang mempunyai riwayat pengobatan dan melakukan pemeriksaan fisik
termasuk evaluasi neurological yang cermat dapat membantu menegakkan
diagnosis. Diagnosis pasti dapat ditentukan dari anamnesa, riwayat medis
dan pemeriksaan fisik.

7. Penatalaksanaan
Pada nyeri kepala tension headache penatalaksanaan yang dilakukan
adalah sebagai berikut :
a. Terapi psikofisiologis
Terapi ini dapat berupa terapi relaksasi, program untuk
mengatasi stres, serta tehnik ayap balik hayati (biofeedback). Dengan
modalitas terapi tersebut, frekuensi tension headache serta beratnya
penyakit dapat berkurang. Strategi pengelolaan stress mungkin sangat
menolong pada tension headache. Perubahan cara hidup mungkin
diperlukan untuk nyeri kepala tension headache kronik. Cara tersebut
meliputi istirahat yang cukup dan latihan, perubahan dalam pekerjaan
atau kebiasaan relaksasi ataupun perubahan yang lain

11

b. Fisioterapi
Terapi ini berupa latihan pengendoran otot-otot, misalnya
latihan relaksasi, yoga, semedi, diatermi, kompres hangat, TENS
(Transcutaneus electrical nerve stimulation) ataupun terapi akupuntur.
Terapi fisik dan teknik relaksasi ini dapat memberikan keuntungan
pada kasus-kasus khusus.
c. Farmakoterapi
Terdiri atas terapi abortif yang bertujuan untuk menghentikan
atau mengurangi serangan penyakit pada tension headache tipe
episodik, serta terapi pencegahan/preventif untuk terapi jangka
panjang yang bermanfaat pada tension headache kronik, namun dapat
juga digunakan pada tension headache tipe episodik. Obata-obatan
yang dapat digunakan pada pengobatan tension headache.

8. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan pada nyeri kepala Tension Headache ini
dapat berupa teknik relaksasi pencegahan dan penghindaran situasi stress.
Pada beberapa orang, suatu pengobatan sehari dapat membantu, secara
khas dapat digunakan Trisiklik antidepresan, bahkan untuk orang-orang
tanpa depresi.
Pencegahan lain meliputi penggunaan bantal yang berbeda atau
mengubah posisi tidur, posisi saat membaca harus benar, saat bekerja atau
melakukan aktivitas lain yang dapat menyebabkan sakit kepala. Latihan
leher dan bahu harus sering terutama saat mengetik, menggunakan
computer atau pekerjaan lain. Selain itu juga harus cukup tidur dan
istirahat atau pemijitan otot dapat mengurangi sakit kepala. Mandi atau
berendam air panas/dingin dapat membebaskan sakit kepala untuk
sebagian orang.
Nyeri kepala Tegang Tension Headache dapat berkurang atau
membaik dengan beberapa cara antara lain.
12

- Relaksasi dan masage tengkuk


- Relaksasi volunter pada otot kering dan mandibula
- Hindari stress dengan strategi manajemen stress
- Postur tubuh yang baik saat bekerja , membaca dan aktivitas lain
- Cukup tidur dan istirahat
- Pijatan pada otot yang tegang

C. Ergonomi
1. Defenisi
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, ergon yang kerja dan nomos
artinya peraturan atau hukum. Sehingga secara harfiahergonomi diartikan
sebagai peraturan tentang bagaimana melakukan kerja, termasuk sikap
kerja. Selanjutnya seirama dengan perkembangan kesehatan kerja ini maka
hal hal yang mengatur antara manusia sebagai tenaga kerja dan peralatan
kerja atau mesin juga berkembang menjadi cabang ilmu tersendiri. Tujuan
dari ergonomi itu sendiri adalah bagaimana mengatur kerja agar tenaga
kerja dapat melakukan pekerjaannya denga rasa aman, selamat, efesien,
efektif dan produktif, disamping juga rasa nyaman serta terhindar dari
bahaya yang mungkin timbul ditempat kerja.
Dua misi pokok ergonomi, adalah :
a. Kondisi tenaga kerja ini bukan saja aspek fisiknya (ukuran anggota
tubuh : tangan, kaki, tinggi badan) tetapi juga kemampuan intelektual
atau berpikirnya. Cara meletakkan dan penggunaan mesin otomatik dan
komputerisasi di suatu pabrik misalnya, harus disesuaikan dengan
tenaga kerja yang akan mengoperasikan mesin tersebut, baik dari segi
tinggi badan dan kemampuannya dalam hal ini yang ingin di capai oleh
ergonomi adalah mencegah kelelahan tenaga kerja yang menggunakan
alat alat tersebut.

13

b. Apabila peralatan kerja dan manusia atau tenaga kerja tersbut sudah
cocok maka kelelahan dapat dicegah dan hasilnya lebih efisien. Hasil
suatu proses kerja yang efisien berarti memperoleh produktivitas kerja
yang tinggi. Dari uraian tersebut berarti memperoleh produktivitas kerja
yang tinggi. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
tujuan utama ergomonik adalah mencegah kecelakaan kerja dan
mencegah ketidakefisienan kerja (meningkatkan produktivitas kerja).
Disamping itu, ergomoni juga dapat mengurangi beban kerja karena
apabila peralatan kerja tidak sesuai dengan kondisi dan ukuran tubuh
pekerja akan menjadi beban tambahan kerja.
Edukasi sikap duduk ergonomis saat bekerja :
1) Sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan bahu berada dibelakang
dengan bokong menyentuh belakangan kursi
2) Gulungan handuk kecil dapat digunakan untuk mempertahankan kurva
tulang belakang
3) Apabila tidak terdapat pendukung lumbal, dapat dilakukan dengan cara
duduk di ujung kursi dan membungkuk sempurna. Tubuh ditegakkan
dan lengkungan tubuh (kurva) dibuat sebisa mungkin, kemudian tahan
beberapa detik. Setelah itu posisi tersebut dilepaskan secara ringan
(sekitar 10 derajat). Keadaan ini merupakan posisi duduk terbaik.
4) Lutut tetap dijaga setinggi/sedikit lebih tinggi dari pinggul (penyangga
kaki dapat digunakan bila perlu)
5) Tungkai tidak menyilang
6) Kaki dijaga tetap rata dengan lantai
7) Hindari duduk dengan posisi yang sama lebih dari 30 menit
8) Ketinggian kursi dan tempat kerja diatur sehingga dapat duduk dekat ke
pekerjaan
9) Siku dan lengan diistirahatkan pada kursi atau meja serta bahu dijaga
agar tetap rileks

14

2. Tempat Duduk
Kriteria tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga orang yang
bekerja dengan duduk merasa nyaman dan otot otot menjadi lebih rileks
dan tidak mengalami penekenan penekanan pada otot, saraf, fasia dan
ligamentum.Kriteria tempat duduk yang direkomendasikan adalah sebagai
berikut :
a. Tinggi alas duduk harus sedikit lebih pendek dari panjang lekuk lutut
sampai ke telapak kaki dengan ukuran antara 38 48 cm.
b. Panjang alas susuk harus labih pendek dari jarak lutut sampai garis
punggung, dengan ukuran yang disarankan adalah 36 cm.
c. Sandaran punggung bagian atas tidak melebihi tepi bawah ujung tulang
belikat dan bagian bawahnya setinggi garis pinggul.
3.

Meja Kerja
Tinggi permukaan atas meja kerja dibuat setinggi siku dan disesuaikan
dengan sikap tubuh pada waktu bekerja. Kriteria umum yang dianjurkan
untuk meja kerja sebagai berikut :
a. Bagi pekerjaan yang memerlukan kekuatan manual yang besar, atau
gerakan gerakan yang bebas, maka meja kerja dianjurkan setinggi
lutut.
b. Untuk sikap berdiri ukuran tinggi meja yang diusulkan pekerjaan yang
membutuhkan ketelitian adalah 10 12 cm lebih tinggi dari siku.
Sedangkan pada pekerjaan yang memerlukan penekanan dangan tangan,
tinggi meja adalah 10 12 cm lebih dari tinggi siku.
c. Tinggi meja untuk sikap duduk yang diusulkan 54 58 cm dari
permukaan daun meja ke lantai, pada wanita ditambah lagi 2 4 cm
untuk menyesuaikan dengan ketinggian sepatu
d. Tebal daun meja dibuat sedemikian rupa agar dapat memberikan
kebebasan bergerak pada kaki
e. Permukaan meja rata dan tidak menyilaukan

15

BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
-

Kepala Keluarga

: Tn. I

Nama

: Ny. S

Umur (tahun)

: 42 Tahun

Pekerjaan

: Administrasi

Alamat Rumah

: Jl.BTN Delta Sudiang E. 45

B. Anamnesis
1. Keluhan
Seorang wanita datang ke poliklinik umum Puskesmas Sudiang
dengan keluhan sakit kepala. Sakit kepala ini dirasakan sejak beberapa
tahun yang lalu, keluhan sakit kepala sering hilang timbul, dan kadang
berlangsung lama. Sakit kepalanya berupa rasa berat dan kencang di
pelipis, kepala bagian belakang, leher, bahu hingga mengganggu aktifitas
sehari-hari. Nyeri tidak dirasakan bertambah dengan aktifitas fisik dan
tidak berkurang saat istirahat. Keluhan dirasakan memberat di sore dan
malam hari hingga mengganggu tidur, pasien juga mengeluh sering
16

terbangun di tengah malam dan susah untuk tidur lagi. Konsentrasi juga
sulit, tidak ada mual atau gangguan penglihatan. Nyeri tidak dirasakan
bertambah saat melihat cahaya dan mendengar suara berisik. Tidak ada
riwayat demam dan trauma kepala

2. Riwayat Pekerjaan
Pasien

bekerja

sebagai

administrasi

dan

lebih

banyak

menghabiskan waktu di depan komputer. Pasien bekerja selama 7 tahun


yang lalu, dimana jam kerja pasien sekitar jam 08 : 00 WITA sampai jam
17:00 WITA. Pasien dalam aktifitasnya lebih banyak duduk untuk
menyusun berbagai jenis laporan.

3. Alat pelindung diri


Pasien tidak menggunakan alat pelindung diri khusus untuk jenis
pekerjaannya

4.

Riwayat penyakit
Pasien mengaku sering berobat ke poliklinik dengan keluhan yang
sama. Pasien sering mengeluhkan nyeri kepala sejak 3 tahun yang lalu,
serangan muncul kira-kira 3 kali dalam 1 bulan dan pasien biasanya
berobat sendiri dengan membeli obat di warung. Tidak ada anggota
keluarga yang menderita nyeri kepala seperti pasien.

C. Hazard/ Faktor Resiko


Faktor resiko timbulnya keluhan pada pasien adalah ergonomi, pasien
mengaku aktifitas yang paling sering dilakukan adalah duduk dan hanya
sesekali pasien berdiri.

D. Pemeriksaan Fisik

17

Status Present
Keadaan Umum

: Tampak baik

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan darah

: 130/80 mmHg

Nadi

: 80x/menit

Pernapasan

: 22x/menit

Suhu

: 36,7oC

BB

: 57 Kg

TB

: 160 cm

IMT

: 19,51 kg/m2

Status Gizi

: Baik

Status Generalis
Kepala
Bentuk

: Tidak ada kelainan

Rambut

: Tidak ada kelainan

Mata

: sklera ikterik (-/-), Konjungtiva pucat (-/-)

Telinga

: Liang lapang (+/+), serumen (-/-)

Hidung

: Deviasi septum (-), sekret (-/-)

Mulut

: Bibir lembab, sianosis (-)

Leher
Bentuk

: Simetris

Trakhea

: Di tengah

KGB

: Tidak teraba pembesaran KGB

JVP

: Tidak meningkat

Thorax
Paru

18

Inspeksi

: Bentuk normal, pergerakan napas simetris kanan


dan kiri

Palpasi

: Fremitus vokal simestris kanan dan kiri

Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi

: vesikuler pada seluruh lapangan paru, rhonki (-/-),


wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi
Palpasi

: Iktus kordiss tidak terlihat


: Iktus Kordis teraba di sela iga V linea
midklavikularis kiri

Perkusi

: Pekak

Auskultasi

: Bunyi Jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: perut datar, simetris

Palpasi

: nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: timpani, nyeri ketuk (-)

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Ekstremitas
Superior

: Tidak ada kelainan

Inferior

: Sensibilitas (+/+),Parastesi (-/-)

Status Lokalis
Regio Occipito Servical, dan shoulder
Inspeksi

: simetris, edema (-), hiperemis (-), tumor (-)

Palpasi

: Nyeri tekan (+)

19

E. Diagnosis Kerja
Tension Type Headache e.c posisi tidak ergonomis

F. Penatalaksanaan
Medikamentosa :
-

Analgetik oral, dikonsumsi setelah makan dan jika nyeri

G. Preventif
a. Apabila terlalu lama beraktivitas di depan komputer atau duduk terlalu
lama dengan tuntutan kerjaan, sebaiknya istirahat sejenak, hal ini berguna
untuk melemaskan otot-otot pada leher. Koreksilah posisi duduk yang baik
dan benar ketika beraktifitas.
b. Gunakan bantal yang empuk dan lembut. Dengan memakai bantal yang
empuk akan menyebarkan beban di seluruh permukaan leher serta kepala.
Selain untuk menghindari tertekuknya posisi leher, dengan kondisi bantal
yang empuk juga bisa membuat peredaran darah menjdai lebih lancar.
Selain itu juga cobalah tidur menggunakan 1 bantal saja, hindari memakai 2
atau 3 bantal selama keluhan nyeri tengkuk dan leher masih ada.

H. Edukasi
1. Hindari stress
2. Cukup tidur dan istirahat
3. Memperbaiki posisi duduk saat bekerja, membaca, dan kativitas lain,
yaitu sikap duduk yang tegak yang diselingi istirahat sedikit
4.
5.
6.
7.

membungkuk.
Melakukan olahraga secara teratur /jalan kaki
Relaksasi/streching dan Pijatan pada otot yang tegang
Kompres dingin dan hangat
Gerakan terapetik

I. Prognosis

20

Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad functionam

: ad bonam

Quo ad sanationam

: ad bonam

BAB V
PEMBAHASAN

Seorang wanita berusia 42 tahun datang ke puskesmas sudiang dengan


diagnose chronic tension type headache. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesa dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan criteria diagnosis American
Haeadache Societ. Pasien ini didiagnosis kerja dengan tension type headache et
causa ergonomis. Tidak ditemukan adanya penyakit lain pada anamnesis maupun
pemeriksaan fisik. Sebab utama dari tension headache sampai saat ini masih
belum diketahui. Namun pencetus nyeri pada tension headache biasanya
disebabkan karena ketegangan otot, dimana terjadi kontraksi terus-menerus otototot kepala dan tengkuk yaitu m. splenius kapitis, m. temporalis, m.maseter, m.
sternokleidomastoideus, m. Trapezius. pada wajah, leher, kepala dan bahu, bisa
juga dicetuskan karena stress, depresi, kecemasan, postur tubuh yang buruk,
bekerja pada posisi yang sama dalam waktu yang lama dan konsumsi obat
analgetik yang berlebihan.
Pada pasien ini dapat ditemukan sebab terjadinya penyakit akibat kerja
adalah ergonomis, dimana pada pasien ini melakukan pekerjaan dengan posisi
duduk, dan waktu kerja yang lebih lama, ditambah tingkat stress akibat beban
kerja pada pasien. Penelitian menunjukkan bahwa lama duduk selama 8 jam per
hari dengan sikap duduk yang salah merupakan faktor risiko terjadinya
muskuloskeletal disorder seperti TTH dan LPB. Adanya faktor usia 30 tahun
dimana bertambahnya usia, kekuatan tulang dan elastisitas otot cenderung

21

menurun. Discus intervertebral mulai kehilangan cairan dan fleksibilitas, yang


mengurangi kemampuan sebagai bantal.
Terapi definitive pada pasien ini adalah dengan pemberian analgetik
dengan beberapa kombinasi obat seperti kafein dan OAINS lainnya. Sebagai obat
preventif dapat diberikan obat antidepresan trisiklik, selektif serotonin reuptake
inhibitors (SSRIs), antikonvulsan dan muscle relaxant. Manajemen tata lakasana
pasien ini lebih diutamakan pada usaha preventif, promotif dan rehabilitative
Pasien harus bisa menghindari dan memanajemen stress. Salah satu jalan
untuk menghindari stress adalah dengan menydiakan waktu untuk relaksasi.
Perbaikan postur tubuh juga dibutuhkan pada pasien tension headache. Postur
tubuh yang baik dapat menghindari ketegangan otot yang memicu tension
headache. Sebagai contoh, saat berdiri usahakan tarik bahu ke belakang, tegakkan
kepala, luruskan tulang belakang. Saat duduk, usahakan paha sejajar dengan lantai
dan tulang belakang lurus. Saat bekerja dalam posisi yang sama dalam waktu
yang lama, usahakan melakukan gerakan peregangan di antaranya
Pijatan dapat mengurangi stress dan mengurangi ketegangan. Hal ini
sangat efektif untuk meringankan ketegangan, tegang otot di kepala bagian
belakang, leher dan bahu. Pada beberapa orang, pijatan juga dapat mengurangi
nyeri. Pijatan yang lembut dilakukan pada otot kepala, leher dan bahu dengan jarijari.
Edukasi yang dilakukan adalah :
-

Istirahat yang cukup

Kompres dingin dan hangat


Pemberian kompres dingin ini bertujuan agar bisa mengurangi rasa sakit dan
menghambat terjadinya pembentukan asam laktat. Langkahnya masukkan es ke
dalam plastik yang sebel;umnya telah diberi sedikir air selanjutnya taruh di
area atau tempat yang sakit. Setelah itu lanjuitkan dengan mengkompres
hangat, tujuannya untuk mengendorkan otot leher. Mengapa demikian sebab
secara alami otot akan mengendur ketika dihangatkan sehingga bisa
mengurangi rasa nyeri.

22

Langkahnya cukup dengan mengkompres hangay pada bagian leher yang sakit,
hal ini juga bisa meresakan ketegangan otot pada bagian leher. Mandi
menggunakan air hangat juga dapat mengurangi terjadinya ketengan otot.
-

Pijat ringan
Dengan dilakukan pemijatan akan melancarkan aliran darah ke bagian area
yang dipijdisini pasien dapat melakukan pijatan sendiri atau meminta orang
lain untuk melakukan pijatan mulai dari kepala bagian belakang, leher hingga
ke bahu.

Streching
Untuk mengurangi rasa sakit pada TTH, dapat dilakukan streching atau
peregangan. Dengan melakukan langkah ini dapat mengembalikan elastisitas
otot, dengan demikian rasa sakit akan bisa berkurang. Perlu diperhatikan
lakukan streching dengan perlahan guna menghindari cedera.

Gerakan terapetik
Setelah melakukan streching, sebaiknya dilanjutkan dengan gerakan kepala,
jika dilakukan dengan benar maka akan cepat penyembuhan problema nyeri
pada leher. Caranya :
1. Lakukan gerakan kepala keatas dan kebawah, dagu ke atas ke arah langitlangit selanjutnya turun tempelkan pada dagu didinding dada. Lakukan
secara berulang.
2. Ketika menunduk, gerakan kepala ke atas kesisi kanan dan kiri. Gerakan ini
akan bisa meregangkan otot bagian belakang leher. Selanjutnya
tengadahkan kepala dan gerakan ke samping kanan dan kiri, hal ini
dimasudkan untu meregangkan otot bagian depan.
3. Putar posis kepala dari kiri dan ke kanan dan begitu sebaliknya.
Lakukanlah gerakan-gerakan tersebut secara perlahan-lahan.

23

BAB VI
PENUTUP

A.

Kesimpulan
1. Tension type headache pada kasus ini disebabkan oleh ketegangan otot
akibat posisi duduk yang tidak ergonomis yang terjadi selama beberapa
tahun dan diperberat oleh faktor usia.
2. Penyakit akibat kerja pada pasien ini terjadi akibat posisi duduk yang sama
dalam melakukan pekerjaan tanpa diselingi istirahat yang cukup.

B. Saran
1. Memperbaiki posisi duduk, yaitu sikap duduk yang tegak yang diselingi
istirahat dan relaksasi yang cukup.
2. Melakukan pendataan terhadap pekerja yang mengalami keluhan nyeri
kepala tipe tegang otot secara berkala agar dapat dilakukan upaya
pencegahan untuk mengurangi angka kesakitan.

24

DAFTAR PUSTAKA

1.

Bennett, G. Cecil Textbook of Medicine 21st Edition Vol.2. Saunders


Company, Philadelphia; 2000. p.2066-2069

2.

Ambre, J.J. 1993. Drug Evaluations Annual. American Medical


Association, Chicago; 1993. p.133-136.

3.

Mardjono. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta; 1988.p.90-91

4.

Price, S.A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4.


EGC, Jakarta; 1994.h.975

5.

Wibowo, Samekto dan Abdul Gofir. Farmakoterapi dalam Neurologi.


Salemba Medika, Jakarta; 2001.h.108-111

6.

A.A.Bgs.Ngr.Nuartha, Harsono et al. Kapita Selekta Neurologi Edisi


Kedua. Gajah Mada University Press, Yogyakarta; 1996.h.243-244

7.

Singh,

Manish

K.

Muscle

Contraction

Tension

Headache.

http://emedicine.com// Diakses pada tanggal 10 Oktober 2006


8.

Bendtsen L. Central Sensitization in Tension type Headache-Possible


Pathophysiological Mechanisms. Cephalalgia 2000;20:486-508

9.

Depkes RI. 2008. Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja Bagi


Petugas Kesehatan. Jakarta.

10. Notoatmodjo S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka


Cipta

25

11. Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Work, and Health. Maryland,


Gaithersburg :Aspen Publishers, Inc
12. Sumarni, Herni. Analisis Faktor Resiko Ergonomi dan Keluhan Subyektif
Terhadap Resiko Terjadinya Musculoskeletal disorders (MSDs) Pada
Karyawan Bagian Produksi Seksi Welding 2A di Plant PT.X Tahun 2008.
Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
2008.

26

Anda mungkin juga menyukai