Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh:
saluran distribusi dan promosinya tanpa dibarengi dengan strategi harga yang tepat akan
mengakibatkan tujuan perusahaan tersebut menjadi gagal tercapai.
Melihat dari realita kenyataan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa posisi harga disini
sangatlah penting dan menentukan, dan oleh karena itulah yang melatarbelakangi kami untuk
meneliti lebih dalam serta mempelajari dan menganalisis studi kasusnya tentang harga, terutama
strategi harga yang diterapkan oleh perusahaan KFC.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi
Harga merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam pemasaran suatu produk karena
harga adalah satu dari empat bauran pemasaran / marketing mix (4P = product, price, place,
promotion / produk, harga, distribusi, promosi). Harga adalah suatu nilai tukar dari produk
barang maupun jasa yang dinyatakan dalam satuan moneter.
Harga merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu perusahaan karena harga menentukan
seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh perusahaan dari penjualan produknya baik
berupa barang maupun jasa.
Menetapkan harga terlalu tinggi akan menyebabkan penjualan akan menurun, namun jika harga
terlalu rendah akan mengurangi keuntungan yang dapat diperoleh organisasi perusahaan.
B. Fungsi
Pada Dasarnya ada empat jenis tujuan pentapan harga, yaitu:
1. Tujuan berorirntasi pada harga
Asumsi teori ekonomi klasik menyatakan bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga
yang dapat menghasilkan laba yang tinggi. Tujuan ini dikenal dengan istilah
maksimalisasi laba. Dalam era persaingan global yang kondisinya sangat kompleks dan
banyak variabel yang berpengaruh terhadap daya saing setiap perusahaan, maksimalisasi
laba sangat sulit dicapai, karena sukar sekali untuk memperkirakan secara akurat jumlah
penjualan yang dapat dicapai pada tingkat harga tertentu. Dengan demikian, tidak
mungkin suatu perusahaan dapat mengatahui secara pasti tingkat harga yang dapat
menghasilkan laba maksimum.
2. Tujuan berorientasi pada volume
Dikenal dengan istilah volume pricing objectives. Harga ditetapkan sedemikian rupa agar
dapat mencapai target volume penjualan, nilai penjualan atau pangsa pasar. Tujuan ini
banyak diterapkan oleh perusahaan penerbangan, lembaga pendidikan, perusahaan tour
and travel, pengusaha bioskop dan pemilik bisnis pertunjukan lainnya, serta
penyelenggaraan seminar-seminar. Bagi sebuah perusahaan penerbangan, biaya
penerbangan untuk satu pesawat yang terisi penuh maupun yang hanya terisi separuh
tidak banyak berbeda. Oleh karena itu, banyak perusahaan penerbangan yang berupaya
memberikan insentif berupa harga spesial agar dapat meminimisasi jumlah kursi yang
tidak terisi.
3. Tujuan berorientasi pada citra
Citra perusahaan dapat dibentuk melalui strategi penetapan harga. Perusahaan dapat
menetapkan harga tinggi untuk membentuk atau mempertahankan citra prestisius.
Sementara itu harga rendah dapat digunakan untuk membentuk nilai citra tertentu (image
of value), misalnya dengan memberikan jaminan bahwa harganya merupakan harga yang
terendah di suatu wilayah tertentu. Pada hakikatnya, baik penetapan harga tinggi maupun
rendah bertujuan untuk meningkatkan persepsi konsumen terhadap keseluruhan bauran
produk yang ditawarkan perusahaan.
Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap harga, bila suatu perusahaan
menemukan harganya, maka para pesaingnya harus menurunkan pula harga mereka.
Kondisi seperti ini yang mendasari terbentuknya tujuan stabilisasi harga dalam industriindustri tertentu yang produknya sangat terstandarisasi (misalnya mnyak bumi). Tujuan
stabilisasi dilakukan dengan jalan menetapkan harga untuk mempertahankan hubungan
yang stabil antara harga suatu perusahaan dan harga pemimpin industri.
5. Tujuan-tujuan lainnya
Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah maasuknya pesaing,
mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau menghindari
campur tangan pemerintah. Organisai non profit juga dapat menetapkan tujuan penetapan
harga yang berbeda, misalnya untuk mencapai partical cost recovery, full cost recovery,
atau untuk menetapkan social price.
c. Posisi suatu produk dalam gaya hidup pelanggan, yakni menyangkut apakah produk
tersebut merupakan simbol status atau hanya produk yang digunakan sehari-hari;
d. Manfaat yang diberikan produk tersebut kepada pelanggan,
e. Harga produk-produk substitusi,
f. Pasar potensial bagi produk tersebut,
g. Sifat persaingan non-harga,
h. Perilaku konsumen secara umum,
i. Segmen-segmen dalam pasar.
Paling sedikit ada tujuh metode penetapan harga yang termasuk dalam metode penetapan
harga berbasis permintaan, yaitu skimming pricing, penetration pricing, prestige pricing, price
lining pricing, odd-even pricing, demand-backward pricing, dan bundle pricing.
1. Skimming Pricing
Strategi ini diterapkan dengan jalan menetapkan harga tinggi bagi suatu produk baru
atau inovatif selama tahap perkenalan, kemudian menurunkan harga tersebut pada saat
persaingan mulai ketat. Strategi ini baru bisa berjalan baik jika konsumen A tidak
sensitif terhadap harga, tetapi lebih menekankan pertimbangan-pertimbangan kualitas,
inovasi, dan kemampuan produk tersebut dalam memuaskan kebutuhannya.
Bila segmen pasar yang tidak sensitif terhadap harga ini telah terpuaskan (dilayani
dengan baik), maka perusahaan akan menurunkan harganya untuk menarik segmen
pasar lainnya, yakni segmen yang lebih sensitif terhadap harga. Kadangkala penurunan
harga ini diikuti pula dengan sedikit modifikasi produk. Misalnya novel 'The Chamber'
John Grisham ditawarkan pertama kali dalam edisi hardcover, kemudian beberapa
waktu kemudian diproduksi pula edisi buku saku untuk Menjangkau segmen pasar
lainnya.
2. Penetration Pricing
Dalam strategi ini perusahaan berusaha memperkenalkan suatu produk baru dengan
harga rendah dengan harapan akan dapat memperoleh volume penjualan yang besar
dalam waktu relatif singkat. Selain itu strategi ini juga bertujuan untuk mencapai skala
ekonomis dan mengurangi biaya per unit. Pada saat yang bersamaan strategi penetrasi
juga dapat mengurangi minat dan kemampuan pesaing, karena harga yang rendah
menyebabkan marjin yang diperoleh setiap perusahaan menjadi terbatas.
3. Prestige Pricing
Harga dapat digunakan oleh pelanggan sebagai ukuran kualitas atau prestise suatu
barang/jasa. Dengan demikian bila harga diturunkan sampai tingkat tertentu, maka
permintaan terhadap barang atau jasa tersebut akan turun.
Prestige pricing merupakan strategi menetapkan tingkat harga yang tinggi
sehingga konsumen yang sangat peduli dengan statusnya akan tertarik dengan produk,
dan kemudian membelinya. Produk-produk yang sering dikaitkan dengan prestige
pricing antara lain permata, berlian, parfum, porselin, limousin, jaket kulit, dan
lain-lain. Produk-produk ini malah sulit laku bila dijual dengan harga murah.
4. Price Lining
Price Lining digunakan apabila perusahaan menjual produk lebih dari satu jenis. Harga
untuk lini produk tersebut bisa bervariasi dan ditetapkan pada tingkat harga tertentu
yang berbeda. Misalnya harga lini produk pakaian wanita ditetapkan pada tingkat
harga Rp 50.000,001- Rp 79.000,00; dan Rp 99.000,00.
Price lining bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
a. Produsen menjual setiap item barang dengan harga yang sama kepada pengecer.
Kemudian pengecer menambahkan persentase markup yang berbeda untuk
masing-masing item, sehingga tingkat harganya berbeda. Kriteria yang mendasari
pembedaan tersebut adalah warna, model, dan permintaan yang dihadapi.
b. Produsen merancang produk dengan tingkat harga yang berbeda-beda dan pengecer
menambahkan persentase markup yang relatif sama, sehingga harga jual yang ditawarkan
kepada konsumen akhir akan bervariasi.
Biasanya variasi tingkat harga yang baik berkisar antara 3 hingga 4 macam tingkat
harga. Bila terlampau banyak, maka justru akan membingungkan konsumen.
5. Odd-Even Pricing
Bila kita masuk ke sebuah supermarket, kerapkali kita menjumpai barang-barang yang
ditawarkan dengan harga yang 'ganjil', misainya Rp 1.595,00 dan Rp 9.975,00
Pertanyaan yang bisa muncul adalah bukankah harga-harga tersebut sebenarnya sama
saja dengan Rp 1.600,00 dan Rp 10.000,00? Apalagi saat ini sulit mencari kembalian
Rp 5,00, Rp 10,00 dan Rp 25,00, bahkan seringkali malah diganti dengan permen.
Harga-harga tersebut ditetapkan dengan metode odd-even pricing, yakni harga
yang besarnya mendekati jumlah genap tertentu. Masih banyak kelompok konsumen
yang menganggap bahwa harga Rp 9.975,00 masih di bawah Rp 10.000,00, artinya
bila dibayar dengan Rp 10,000,00 maka masih ada kembaliannya. Harga sebesar Rp
9.975,00 masih berada dalam kisaran Rp 9.000,00-an, bukan Rp 10.000,00-an. Pada
praktiknya memang untuk satuan atau kuantitas yang kecil, strategi ini kurang
mengena sasaran. Tetapi bila menyangkut satuan atau kuantitas besar ataupun
dikaitkan dengan pembelian (belanjaan) berbagai macam produk lainnya, maka
hasiInya akan lebih efektif.
6. Demand-Backward Pricing
Perusahaan kadangkala memperkirakan suatu tingkat harga yang bersedia dibayar
konsumen untuk produk-produk yang relatif mahal seperti halnya shopping goods
(misalnya pakaian dan sepatu untuk anak-anak dan wanita; mainan anak-anak).
Kemudian perusahaan yang bersangkutan menentukan marjin yang harus dibayarkan
kepada wholesaler dan retailer. Setelah itu barulah harga jualnya dapat ditentukan. Jadi
proses ini berjalan ke belakang, sehingga istilahnya disebut demand backward pricing.
1. Customary Pricing
Metode ini digunakan untuk produk-produk yang harganya ditentukan oleh faktor faktor
seperti tradisi, saluran distribusi yang terstandarisasi, atau faktor persaingan lainnya.
Penetapan harga yang dilakukan berpegang teguh pada tingkat harga tradisional. Perusahaan
berusaha untuk tidak mengubah harga di luar batas-batas yang diterima. Untuk itu
perusahaan menyesuaikan ukuran dan isi produk guna mempertahankan harga. Contoh
produk yang harganya biasa ditetapkan dengan metode ini antara lain beras, gula, dan
makanan ringan.
2. Above, At, or Below Market Pricing
Umumnya sangat sulit untuk mengidentifikasi harga pasar spesifik untuk suatu produk atau
kelas produk tertentu. Oleh karena itu, seringkali ada perusahaan yang menggunakan
pendekatan subyektif dalam memperkirakan harga pesaing atau harga pasar. Berdasarkan
patokan subyektif tersebut, kemudian perusahaan secara cermat memilih strategi penetapan
hargi yang berada di atas, sama, atau di bawah harga pasar tersebut.
Above-market pricing dilaksanakan dengan jalan menetapkan harga yang lebih tinggi
daripada harga pasar. Metode ini hanya sesuai digunakan oleh perusahaan yang sudah
memiliki reputasi atau perusahaan yang menghasilkan barang ini, barang prestise. Ini
dikarenakan konsumen kurang memperhatikan aspek harga dalam pembeliannya, tetapi
mereka lebih mengutamakan kualitas atau faktor garga prestise yang terkandung dalam
produk yang dibeli. Contoh perusahaan yang menerapkan metode ini adalah perusahaan jam
tangan Rolex dan perusahaan busana rancangan Christian Dior.
Dalam at-market pricing, harga ditetapkan sebesar harga pasar, yang ini seringkali
dikaitkan dengan harga pesaing. Metode ini juga sering disebut going rate atau imitative
pricing. Contoh perusahaan yang menerapkan strategi ini adalah Sears, Revlon, dan produsen
kemeja Arrow (Duett Peabody & Company). Strategi ini banyak digunakan dalam kondisi:
Biaya sulit diukur dan dirasakan bahwa harga yang berlaku ditetapkan berdasarkan
pendapat sebagian besar perusahaan di dalam industri.
Penyesuaian dengan harga yang berlaku umum dipandang sebagai cara yang tidak akan
merusak keseimbangan dalam industri.
Sulit mengetahui reaksi pembeli dan pesaing terhadap perbedaan antara harga jual
perusahaan dan harga rata-rata dalam industri (harga pasar).
Sementara itu below-market pricing yang harganya ditetapkan di bawah harga pasar,
bereaksi dengan menurunkan harga. Dan ketiga, produk yang dijadikan penglaris bisa turun
citra/prestisenya.
Ada kalanya strategi ini diselewengkan menjadi bait-and-switch pricing, dimana
harga ditetapkan rendah untuk memikat pelanggan agar datang ke toko, tetapi ketika mereka
sampai di toko, perusahaan berusaha menawarkan model-model produk yang lebih mahal.
Pramuniaga berupaya memikat dan membujuk pelanggan untuk membeli model lain yang
marjinnya lebih besar dan lebih mahal harganya. Di Amerika Serikat praktik seperti ini
dianggap ilegal, karena seringkali mengecoh atau menipu pelanggan.
4. Sealed Bid Pricing
Metode ini menggunakan sistem penawaran harga dan biasanya melibatkan agen pembelian
(buying agency). Jadi, bila ada perusahaan atau lembaga yang ingin membeli suatu produk,
maka yang bersangkutan menggunakan jasa agen pembelian untuk menyampaikan
spesifikasi produk yang dibutuhkan kepada para calon produsen. Setiap calon produsen
diminta untuk menyampaikan harga penawarannya untuk kuantitas yang dibutuhkan. Harga
penawaran tersebut harus diajukan dalam jangka waktu tertentu, kemudian diadakan
semacam lelang untuk menentukan penawaran terendah yang memenuhi syarat untuk
melaksanakan kontrak pembelian.
1. Untuk melayani para pelanggan yang tidak terlalu sensitif terhadap harga, selagi
persaingan belum ada.
2. Untuk menutup biaya-biaya promosi dan riset dan pengembangan secepat mungkin
melalui marjin yang besar.
3. Untuk berjaga-jaga terhadap kemungkinan terjjadinya kekeliruan dalam penetapan harga,
karena akan lebih jauh mudah untuk menurunkan harga awal yang disarankan konsumen
terlampau mahal daripada menaikkan harga awal yang terlalu murah agar dapat menutup
semua biaya yang dikeluarkan.
b. Penetration Pricing
Dalam Strategi ini harga ditetapkan relatif rendah pada tahap awal Product Life Cycle.
Tujuannya adalah agar dapat meraih pangsa pasar yang bebas dan sekaligus
menghalangi masuknya para pesaing. Ada beberapa situasi yang sesuai dengan
penetapan strategi ini, diantaranya:
1. Produk yang dihasilkan memiliki daya tarik tertentu bagi pasar
2. Banyak segmen pasar yang sensitif terhadap harga
3. Harga awal yang rendah mengurangi iminat pesaing untuk memasuki pasar.
4. Biaya produksi perunit dan biaya pemasaran menurun drastis seiring dengan
meningkatnya volume produksi.
Hasil yang dapat diperoleh dari strategi ini adalah tingkat penjualan dan pangsa pasar
yang tinggi, dan skala ekonomis yang pada gilirannya menyebabkan biaya menjadi
lebih rendah dan daya saing perusahaan semakin besar. Ada empat bentuk harga yang
biasanya dipergunakan dalam penetration pricing, yaitu:
1. Restrained Price
Harga yang ditetapkan dengan tujuan untuk mempertahankan tingkat harga
tertentu selama periode inflasi. Dalam hal ini kondisi lingkungan menjadi dasar
dalam menentukan tingkat hara yang ditetapkan.
2. Elimation Price
Merupakan harga yang ditentukan pada suatu tingkat tertentu yang dapat
menyebabkan pesaing-pesaing tertentu keluar dari persaingan.
3. Promotional Price
Harga yang ditetapkan rendah dengan kualitas yang relatif sama, dengan tujuan
untuk mempromosikan produk tertentu
4. Keep-Out price
Harga yang ditetapkan pada suatu tingkat tertentu sehingga dapat mencegah para
pesaing memasuki pasar.
3. Sebagian besar wiraniaga akan terbiasa melakukan penurunan harga. Ini mengurangi
peranan harga sebagai alat persaingan dan menyebabkan turunnya harga.
BAB III
ANALISIS KASUS
A.
Profil Perusahaan
PT Fastfood Indonesia Tbk. adalah pemilik tunggal waralaba KFC di Indonesia, didirikan
oleh Gelael Group pada tahun 1978 sebagai pihak pertama yang memperoleh waralaba KFC
untuk Indonesia. Perseroan mengawali operasi restoran pertamanya pada bulan Oktober
1979 di Jalan Melawai, Jakarta, dan sukses outlet ini kemudian diikuti dengan pembukaan
outlet-outlet selanjutnya di Jakarta dan perluasan area cakupan hingga ke kota-kota besar
lain di Indonesia antara lain Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar, dan Manado.
Keberhasilan yang terus diraih dalam pengembangan merek menjadikan KFC sebagai bisnis
waralaba cepat saji yang dikenal luas dan dominan di Indonesia.
Bergabungnya Salim Group sebagai pemegang saham utama telah meningkatkan
pengembangan Perseroan pada tahun 1990, dan pada tahun 1993 terdaftar sebagai emiten di
Bursa Efek Jakarta sebagai langkah untuk semakin mendorong pertumbuhannya.
Kepemilikan saham mayoritas pada saat ini adalah 79,6% dengan pendistribusian 43,8%
kepada PT Gelael Pratama dari Gelael Group, dan 35,8% kepada PT Megah Eraraharja dari
Salim Group; sementara saham minoritas (20,4%) didistribusikan kepada Publik dan
Koperasi.
Perseroan memperoleh hak waralaba KFC dari Yum! Restaurants International (YRI),
sebuah badan usaha milik Yum! Brands Inc., yaitu sebuah perusahaan publik di Amerika
Serikat yang juga pemilik waralaba dari empat merek ternama lainnya, yakni Pizza Hut,
Taco Bell, A&W, dan Long John Silvers. Lima merek yang bernaung dibawah satu
kepemilikan yang sama ini telah memproklamirkan Yum! Group sebagai fast food chain
terbesar dan terbaik di dunia dalam memberikan berbagai pilihan restoran ternama, sehingga
langsung kualitas produk, layanan, dan fasilitas yang tersedia di KFC, dibandingkan dengan
yang diharapkan.
Kinerja Perseroan dalam pertumbuhan penjualan same store menjadikannya salah satu KFC
franchise market terbaik di Asia dengan pertumbuhan rata-rata 8,5% pada tahun 2007 dan
akan terus mempertahankan posisi ini. Pengembangan merek yang kontinu melalui strategi
pemasaran yang inovatif, keunggulan operasional, dan pertumbuhan dua digit yang
konsisten dalam penjualan dan pengembangan restoran, telah menganugrahi Perseroan
berbagai penghargaan dari Asia Franchise Business Unit dari Yum! Restaurants
International.
Perseroan berkomitmen tinggi untuk mempertahankan visi kepemimpinan dalam industri
restoran cepat saji, dengan terus memberikan kepuasan Yum! di wajah konsumen.
Dukungan dari para pemegang saham, keahlian manajemen yang terbina baik, dedikasi dan
loyalitas karyawan, dan yang terpenting adalah kontinuitas kunjungan konsumen,
memastikan Perseroan dapat mencapai visi ini. Perseroan percaya bahwa dengan
menciptakan dan mengembangkan budaya yang mendalam dan kuat dimana setiap karyawan
memberikan perbedaan, menghidupkan Customer and Sales Mania di restoran-restoran
KFC, memberikan perbedaan merek KFC yang sangat kompetitif, menjalin kesinambungan
proses dan hubungan antar karyawan, dan meraih hasil-hasil yang konsisten, akan secara
pasti membangun KFC bukan saja menjadi merek yang paling digemari di Indonesia, juga
KFC sebagai sebuah perusahaan yang hebat.
B.
Analisis KASUS
Di dalam makalah ini, kami mengambil kasus perbedaan harga antara harga KFC
dengan harga pesaingnya yaitu McDonald, dan mengambil kasus perbedaan harga antara
KFC Indonesia dengan KFC di Negara lain, yaitu Negara Malaysia dan Singapura. Semua
itu kami cantumkan dibawah ini.
Jenis Produk
O. R Burger
Harga
Rp 18. 182
Rp 16.364
Rp 26.364
Rp 11. 818
Jenis Produk
Harga
Rp 16. 182
nasi+1coke)
Rp 21. 636
Chicken McD (2
Rp 26. 000
ayam+1nasi+ 1coke)
BigMac
Rp 20 .727
Melihat kasus diatas maka kami dapat menganalisis bahwa didalam menganalisa harga
dan tawaran pesaing maka perusahaan harus mempertimbangkan kemungkinankemungkinan harga yang ditentukan permintaan pasar dan reaksi harga pesaing. Perusahaan
tersebut seharusnya pertama-tama mempertimbangkan harga pesaing terdekat, jika tawaran
perusahaan tersebut mengandung ciri-ciri diferensiasi positif yang tidak ditawarkan pesaing
terdekat, maka nilainya bagi pelanggan seharusnya dievaluasi dan ditambahkan pada harga
pesaing tersebut. Sehingga perusahaan dapat menetapkan harga yang lebih mahal
dibandingkan dengan harga pesaingnya, tetapi jika tawaran pesaing tadi mengandung
beberapa ciri yang tidak ditawarkan perusahaan tersebut, maka nilainya bagi pelanggan
seharusnya dievaluasi dan dikurangkan dari harga perusahaan tersebut, sehingga harga
perusahaan tersebut akan lebih rendah daripada harga pesaingnya. Sedangkan jikalau antara
satu perusahaan dengan perusahaan pesaing yang lain tidak terdapat beberapa ciri-ciri
perbedaan yang signifikan maka harganya akan relatife sama.
Melihat contoh data diatas kami membandingkan antara produk KFC yaitu Kombo
Hitlist dengan harga Rp 26.364 dan produk McD yaitu Chiken McD dengan harga 26.000,
jika dilihat komponen komponen yang ditawarkan dua jenis produk itu hampir sama yaitu :
2 ayam+1 nasi + 1 minuman maka harga yang ditetapkan KFC akan hampir sama dengan
harga yang ditetapkan oleh pesaingnya. Oleh karena itu sebenarnya KFC tidak mempunyai
keunikan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan pesaingnya dan oleh karena itu
harga keduanya hampir sama.
Jenis Produk
Harga
Rp 18. 182
Rp 16.364
Rp 26.364
O. R Burger
Paket Goceng
Rp 11. 818
Rp 5.000
KFC Singapore
Jenis Produk
Harga
KFC Malaysia
Jenis Produk
Harga
Snack Plate
2 pieces Chicken
1 Butter Bun
1 Coleslaw (R)
1 Whipped Potato (R)
RM
Dinner Plate
3 pieces Chicken
1 Butter Bun
1 Coleslaw (R)
1 Whipped Potato (R)
2-Piece Chicken
RM
RM
6.05(Rp. 15.221.8)
RM
43.55(Rp. 109.571.8)
RM
9.05(Rp.22.769.8)
RM
RM
14.90(Rp. 37.488.4)
Melihat contoh data diatas dimana kami mencari data produk KFC dengan harga yang
paling murah di tiga Negara tersebut. Melihat data diatas kami dapat melihat bahwa KFC
Indonesia mematok harganya paling murah adalah Rp. 5000 (paket goceng), sedangkan KFC
Malaysia mematok harga yang paling murah adalah sebesar Rp. 15.221,8 (2-Piece Chiken)
dan KFC Singapore mematok harga paling murah sebesar Rp. 33.962.5 (Oriental Chiken
Salad Meal). Setelah melihat kondisi seperti ini maka kami dapat menganalisa bahwa dalam
penetapan harganya KFC menggunakan metode penetapan harga geografis. Yaitu penetapan
harga berdasarkan kemampuan daya beli setiap geografis atau wilayah yang berbeda-beda.
terdiri dari dua buah, dan karena itu maka terlihat jelas kalau semakin bagus kualitas
paketnya maka harganya akan semakin mahal.
Oleh karena itu maka KFC menetapkan harga yang lebih murah untuk Indonesia, itu
semua bermaksud untuk menyesuaikan produk KFC dengan daya beli masyarajkat Indonesia
.
c. Methode Penetapan Harga Diskriminatif
Perusahaan-perusahaan sering menyesuaikan harga dasarnya untuk mengakomodasi
perbedaan pelanggan, atau perbedaan produk,dan inilah yang dinamakan dengan methode
penetapan harga diskriminatif.
Diskriminasi harga terjadi apabila (price discrimination) suatu perusahaan menjual dua
produk atau lebih yang berbeda. Dalam diskriminasi ini , penjual (KFC) tersebut
mengenakan harga yang terpisah dan berbeda tergantung daripada intensitas kualitasnya.
Semakin bagus kualitasnya maka harganya akan semakin mahal dibandingkan dengan
produk yang lainnya, dan sebaliknya.
Penetapan harga diskriminatif juga dapat terjadi jikalau perusahaan akan menjual dua
produk atau lebih yang berbeda dan dalam menentukan harganya tergantung dari intensitas
permintaannya.
Tetapi dalam contoh kasus KFC ini, KFC menetapkan dan membeda-bedakan harga
tergantung daripada intensitas kualitasnya.
Kesimpulan
KFC (Kentucky Fried Chicken) adalah salah satu perusahaan fast food global yang memiliki
anak perusahaan di Indonesia. Di dalam strategi penetapan harganya maka perusahaan KFC
haruslah menggunakan method-methode yang tepat dalam menentukan harganya karena harga
merupakan unsur penting bauran pemasaran. Harga adalah satu-satunya yang menghasilkan
pendapatan dan yang unsure yang lainnya menghasilkan biaya.
Penetapan harga yang tepat sangatlah penting untuk perusahaan global seperti KFC, ini
dikarenakan wilayah-wilayah dimana tempat KFC beropersi memiliki kemampuan daya beli
yang berbeda-beda, sehingga dalam penetapan harganya haruslah tepat supaya bisa diterima oleh
masyarakat setempat, dan mampu bersaing dengan perusahaan lainnya yang sejenis dan menjadi
pesaing di wilayah dimana KFC beroperasi dan itulah yang menyebabkan adanya perbedaan
perbedaan harga produk KFC antara satu Negara dengan Negara yang lainnya tergantung dari
kemampuan daya beli masyarakat di Negara tersebut.
Adapun dalam menetapkan harga, KFC menggunakan tiga methode, yang pertama adalah
methode penetapan harga umum, method penetapan harga geografis dan methode penetapan
harga diskriminatif.
Methode penetapan harga umum adalah methode penetapan harga berdasarkan harga
pesaing. Selanjutnya methode penetapan harga geografis, methode penetapan harga geografis
adalah methode dimana perusahaan (KFC) menentukan harga yang berbeda-beda diantara
Negara-negara yang menjadi tempat beroperasinya tergantung daripada kemampuan daya beli
masyarakatnya. Dan selanjutnya adalah methode penetapan harga diskriminatif, method ini dapat
diartikan sebagai methode dimana perusahaan menetapkan harga yang berbeda beda untuk setiap
produknya tergantung dari intensitas permintaan ataupun intensitas kualitasnya.
Di dalam menentukan harganya, KFC juga menggunakan adaptasi bukan standarisasi, ini
berarti harga yang ditetapkan oleh KFC disesuaikan dengan kemampuan daya beli masyarakat
setempat, bukan dengan menggunakan harga standarisasi yang berarti harga di setiap Negara
pasarnya disamakan.
Adapun segmen yang dipilih oleh KFC adalah ALL SEGMEN, yaitu berlaku untuk semua
kalangan, baik kalangan ekonomi bawah, kalangan ekonomi menengah dan kalangan ekonomi
atas. Ini terbukti dengan harga KFC yang terjangkau oleh berbagai kalangan.
Daftar Pustaka
Kotler, Philip, 2002. Manajemen Pemasaran, Jilid I, Edisi Indonesia, Jakarta,Edisi
Milenium,Edisi Kesepuluh , Penerbit PT. Prenhallindo.
Kotler, Philip, 2002. Manajemen Pemasaran, Jilid II, Edisi Indonesia, Jakarta,Edisi
Milenium,Edisi Kesepuluh, Penerbit PT. Prenhallindo.
Kotler, Philip dan Armstrong, Gary, 2001.Prinsip - prinsip Pemasaran, Jilid 2, Jakarta,Edisi
Kedelapan,Penerbit Erlangga.
www.kfc.com.my/
www.kfc.com.sg/
www.kfcindonesia.com/
www.kfc.com/
en.wikipedia.org/wiki/KFC
id.wikipedia.org/wiki/Kentucky_Fried_Chicken
Tambahan
Daftar Harga.
Jenis Produk
Harga
Rp 18. 182
Rp 16.364
O. R Burger
Rp 26.364
Rp 11. 818
Jenis Produk
Harga
Rp 16. 182
nasi+1coke)
Rp 21. 636
Chicken McD (2
Rp 26. 000
ayam+1nasi+ 1coke)
BigMac
Rp 20 .727
KFC Singapore
Jenis Produk
Harga
KFC Malaysia
Jenis Produk
Snack Plate
Harga
RM
2 pieces Chicken
1 Butter Bun
1 Coleslaw (R)
1 Whipped Potato (R)
Dinner Plate
3 pieces Chicken
1 Butter Bun
1 Coleslaw (R)
1 Whipped Potato (R)
2-Piece Chicken
RM
RM
RM
43.55(Rp. 109.571.8)
RM
RM
RM
6.05(Rp. 15.221.8)
9.05(Rp.22.769.8)
14.90(Rp. 37.488.4)