Anda di halaman 1dari 10

Sektor pertanian merupakan sektor ekonomi paling dominan bila diperhatikan berdasarkan struktur

ekonomi Kabupaten Banyuwangi. Khusus dalam sektor pertanian ini, terdapat dua sub sektor
didalamnya yang sangat potensial, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan dan sub sektor
perikanan laut. Peranan sub sektor tanaman bahan makanan dapat menyumbang produksi padi
Jawa Timur, dikarenakan Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu daerah lumbung padi.
Sedang peranan sub sektor perikanan laut cukup terbukti bahwa di Kecamatan Muncar merupakan
penghasil berbagai jenis biota laut berskala nasional.
Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang mempunyai
luas wilayah terbesar, sehingga dengan adanya ketersediaan luas daerah tersebut, kesempatan
untuk dijadikan sebagai lahan pertanian akan mempunyai peluang besar. Namun perlu dipahami
pula

bahwa

tidak

semua

tanah

mempunyai

tingkat

kesuburan

yang

sama.

Berdasarkan pemanfaatan luas lahan yang digunakan oleh para petani, mulai kawasan Selatan ke
arah

Utara

yang melebar ke arah Barat merupakan daerah potensi tanaman bahan

makanan,terutama tanaman padi banyak ditanam di kawasan ini, bahkan sebagain besar dari
kawasan tersebut pola tanam padi dalam satu tahunnya bisa dilakukan hingga tiga kali.
Pada tahun 2011 produksi padi telah mengalami penurunan sebesar 8,71 persen dibanding tahun
2010. Kalau diperhatikan trend dari produksi padi pada tahun 2008 hingga 2010menunjukkan pola
meningkat, namun pola ini tidak berlanjut pada tahun 2011. Penurunan ini perlu dijaga agar tidak
terus terjadi ditahun 2012. Penurunan yang terjadi tersebut, akan menimbulkan banyak penafsiran.
Diantara penafsiran yang ada adalah, lahan pertanian setiap tahun diduga telah mengalami
pengurangan lahan sebagai akibat digunakan untuk kepentingan lain. Misalnya digunakan sebagai
daerah pemukiman maupun pemanfaatan yang lain. Resikonya produksi tanaman bahan makanan
akan

menurun

sebanding

dengan

berkurangnya

lahan

pertanian

tersebut.

Selama tiga tahun terakhir ini, menurut catatan Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan, Peternakan
dan Kehutanan Kabupaten Banyuwangi diperoleh informasi peningkatan produksi padi yang diikuti
dengan meningkatnya luas panen. Naiknya produksi jagung yang diikuti dengan turunnya luas
panen. Adapun beberapa jenis tanaman bahan makanan yang lain mempunyai produksi yang
berfluktuasi. Selain tanaman bahan makanan yang berpotensi tinggi di Kabupaten Banyuwangi,

tanaman perkebunan juga mempunyai potensi yang tidak kalah pentingnya bila dibanding dengan
tanaman bahan makanan. Misalnya saja tanaman kelapa dan kopi, dua jenis tanaman perkebunan
ini kontribusinya terhadap kehidupan penduduk Kabupaten Banyuwangi dapat dikatakan cukup
besar.Potensi lain adalah produksi hasil hutan, diduga sebagai akibat dari luas dan potensi produksi
kehutanan yang dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi, institusi yang menangani jumlahnya mencapai
tiga Perum, yaitu Perum Perhutani Utara, Selatan dan Barat. Selain itu, dengan mengingat letak
geografis Kabupaten Banyuwangi yang mempunyai garis pantai yang begitu panjang bahkan
sepanjang Selat Bali, potensi ikan serta biota laut lainnya sudah dikenal sejak dahulu di negeri ini.
Dalam penelitian yang pernah dilakukan oleh Universitas Gajah Mada yang bekerja sama dengan
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, memberikan indikasi tentang melimpahnya berbagai jenis ikan
dan biota laut yang terkandung didalamnya. Namun dalam pengelolaannya masih jauh untuk bisa
dikatakan optimal.
Umumnya para nelayan yang ada masih menggunakan cara-cara tradisional, meski dengan caracara tradisional, produksi yang telah diraih oleh para nelayan di kawasan pantai Kabupaten
Banyuwangi dapat dikategorikan sebagai jumlah produksi yang besar. Bahkan bila dihitung nilainya
dalam setahun bisa mencapai nominal miliaran rupiah. Selain produksi ikan dan biota laut yang
begitu melimpah ruah, jenis ikan air tawar juga mempunyai produksi yang cukup tinggi. Ikan air
tawar ini umumnya menyebar disetiap kecamatan.
http://banyuwangikab.go.id/page/bda/pertanian.html
diambil hari jumat jam 11.00wib
TEMPO.CO, Banyuwangi - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat lahan pertanian padi di
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, menyusut 4.780 hektare. Padahal Banyuwangi selama ini
menjadi lumbung padi Jawa Timur, kata Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS
Banyuwangi Mohammad Ruslan kepada wartawan, Kamis, 14 Agustus 2014. Ladang jagung juga
menyempit 8.881 hektare.
Lahan pertanian padi pada 2012 seluas 122.441 hektare. Setahun kemudian berkurang menjadi
117.661 hektare. Menyusutnya lahan pertanian ini menyebabkan jumlah produksi padi anjlok dari
798.831 ton menjadi 772.774 ton.

Produksi jagung pun begitu. Bahkan penyempitan lahan jagung terjadi sejak 2011. Pada tahun itu,
lahan pertanian jagung tercatat 29.728 hektare. Pada 2012, lahan jagung hanya seluas 22.032
hektare sehingga menyusut 7.696 hektare. Setahun berikutnya, lahan jagung kembali menyusut
1.185 hektare. Saat ini lahan jagung tinggal 20.847 hektare. Dampaknya, panen jagung juga melorot
dari 189.373 ton pada 2011 menjadi 130.719 ton pada 2013.
Menurut Ruslan, berkurangnya produksi padi dan jagung menyebabkan sumbangan pertanian
terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) juga turun dari 44,45 persen pada tahun 2012
menjadi 43,47 persen pada tahun 2013. (Baca: Lahan Menyusut, Produksi Padi NTB Merosot)
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas membenarkan terjadi penurunan luas area pertanian padi.
Menurut dia, lahan padi berkurang karena petani beralih ke komoditas jeruk dan buah naga.
Komoditas baru itu dianggap lebih menjanjikan. Kami tidak bisa melarang petani beralih ke
komoditas lain yang lebih menguntungkan, kata Bupati.
Alih fungsi lahan pertanian juga diperuntukkan bagi permukiman. Menurut dia, kebutuhan rumah
sangat tinggi seiring pertambahan penduduk di daerahnya. Dalam setahun, kata dia, ada 24 ribu
bayi yang dilahirkan. Namun saat ini pemerintah Banyuwangi telah memulai program rumah susun
sewa. Tujuannya, rumah susun akan lebih menghemat pemakaian lahan.
http://www.tempo.co/read/news/2014/08/14/090599643/Setahun-Sawah-Banyuwangi-Menyusut4000-Hektare diambil hari jumat jam 12.00 wib
KETAHANANPANGAN DI BANYUWANGI
Ketahanan pangan Indonesia saat ini sudah menjadi prioritas Pembangunan Pertanian lima
tahun kedepan. Hal ini dikarenakan Indonesia sebagai salah satu negara agraris terbesar di
kawasan Asia, mengalami tekanan dalam pengadaan produksi pangan sehingga terjadi
defisit, sehingga berdampak pada peningkatan impor beras Indonesia pada tahun 2010
hingga 2013. Peningkatan tajam terjadi pada tahun 2010 2011 dimana terjadi peningkatan
dari 0,6 juta ton beras hingga 2,5 juta ton (BPS, 2012).
Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu daerah yang mempunyai potensi produksi
pangan terbesar di Indonesia, dengan kontribusi pengadaan pangan sebesar 17% dari total
nasional dan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional serta berperan
sebagai salah satu lumbung pangan nasional (Departemen Pertanian, 2012).
Propinsi Jawa Timur sebagai lumbung pangan nasional MENGHARUSKAN menyediakan
surplus pangan, terutama beras, sebesar lima juta ton terhadap penyediaan beras nasional
pada akhir tahun 2014. Jumlah ini adalah 50% dari total surplus nasional yang sebesar 10
juta ton (Republika Online, 25 Februari 2013). Pada tahun 2012, Jawa Timur mampu
menghasilkan surplus beras sebesar 4,4 juta ton, dan pada tahun 2013 surplus beras juga

meningkat sebesar 0,97 persen dari tahun sebelumnya, yakni mencapai 4,44 juta ton
(Republika Online, 2013).
Ironisnya, produksi pangan Propinsi Jawa Timur saat ini sedang mengalami penurunan,
terutama produksi padi. Produksi padi mulai tahun 2010 sampai akhir 2013, berturut-turut
sebesar : 11.643.773 ton, 10.576.543 ton, 12.198.707 ton, dan 12.049.342 ton. (BPS,
2013). Kondisi ini tentu mempersulit program surplus pangan yang sedang dilakukan
pemerintah, dan salah satu kabupaten/kota yang mengalami penurunan produksi pangan
adalah Kabupaten Banyuwangi.
Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu lumbung pangan yang mempunyai kontribusi
terbesar terhadap penyediaan pangan Jawa Timur sebesar 6,6% , dan merupakan yang
terbesar kedua setelah Kabupaten Jember dengan kontribusi sebesar 7,7% (Survei Pertanian
Produksi Padi dan Palawija Jawa Timur, 2012). Namun seperti halnya Jawa Timur, pada tahun
2010 2011 terjadi penurunan produksi padi di Kabupaten Banyuwangi sebesar 13%, dan
penurunan ini merupakan yang terbesar dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Timur
(Indikator Pertanian Propinsi Jawa Timur, 2012).
Penurunan produksi pertanian salah satunya disebabkan oleh adanya konversi lahan
pertanian menjadi non pertanian (Isa, 2006). Pada dasarnya, konversi lahan pertanian
adalah pengurangan luas lahan pertanian, dalam hal ini pengurangan luas lahan tanaman
pangan. Dengan demikian, jika terjadinya pengurangan luas lahan pertanian pangan tidak
diimbangi dengan peningkatan produktivitas hasil pertanian pangan, maka produksi pangan
cenderung akan mengalami penurunan.
Di Kabupaten Banyuwangi, pada tahun 2012 telah menghasilkan produksi gabah sebesar
798.831 ton, naik sedikit dibanding tahun sebelumnya yaitu 2011. Namun jika dibandingkan
dengan prediksi produksi Jawa Timur dan Nasional, dimana Banyuwangi diharapkan mampu
menjadi salah satu lumbung padi nasional, masih belum tercapai. terjadi penurunan luas
lahan pertanian pangan, khususnya lahan sawah. Dengan kondisi produktivitas yang relatif
tetap tiap tahunnya, yaitu antara 6,1 Ton/Ha hingga 6,5 Ton/Ha, tercatat bahwa terjadi
penurunan luas lahan sawah sekitar 1400 Ha atau sekitar 2% dari total lahan sawah di
kabupaten tersebut (BPS, Banyuwangi Dalam Angka, 2012).
Penurunan tersebut merupakan salah satu yang terbesar di Jawa Timur, dan penurunan luas
lahan ini diikuti dengan penurunan produksi padi sekitar 105.000 ton atau sekitar 13% dari
tahun sebelumnya (Indikator Pertanian Propinsi Jawa Timur, 2012). Adanya penurunan luas
lahan sawah di Kabupaten Banyuwangi mengiindikasikan bahwa diperlukan suatu upaya
pengendalian konversi lahan pertanian pangan.
Bertolak belakang dengan kecenderungan di atas, jumlah penduduk akhir-akhir ini terus
mengalami peningkatan sehingga kebutuhan bahan panganpun semakin bertambah.
Pemenuhan kebutuhan pangan tersebut banyak menemui permasalahan diantaranya adalah
fenomena perubahan iklim global yang berpengaruh pada tingkat produksi dan distribusi
bahan pangan, penyempitan lahan pertanian akibat penggunaan di bidang non pertanian,
dan tingginya tingkat degradasi lahan sehingga menyebabkan berkurangnya hasil panen.
Oleh sebab itu diperlukan strategi baru untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan melalui
beberapa cara antara lain :
1. Intensifikasi Pertanian, pemaksimalan produksi dengan lahan yang sudah ada,
dengan penyegaran lahan menggunakan pupuk organik dan juga pemakaian pupuk
anorganik yang berimbang, dan melakukan Rehabilitasi lahan-lahan sebagai upaya
mengurangi dampak keracunan bagi tanah.

2. Ektensifikasi Pertanian, dengan pemanfaatan lahan-lahan milik lembaga-lembaga


yang mengelola bidang kehutanan dalam program PHBM (Penanaman Hutan
Bersama Masyarakat).
3. Pemanfaatan lahan pekarangan
4. Diversifikasi bidang pertanian.

http://bisnisbanyuwangi.net/menurunnya-produksi-pangan-di-banyuwangi.html
Diambil hari jumat jam 12.30

Sehari Kirim 6 Ton, Transaksi Rp 210 Juta


BANYUWANGI dikenal sebagai lum bung jeruk di Jawa Timur
setelah tanaman padi. Saat ini, sentra-sentra je ruk tersebar berada
di wilayah Pesanggaran, Tegaldlimo, Bangorejo, dan Pur woharjo. Di
kawasan itu, ratusan hek tare lahan pertanian penuh tanaman je ruk
keprok (Citrus reticulata/Nobilis l). Bagi petani jeruk, berkebun buah
rasa manis itu cukup menjanjikan. Gudang ukuran 510 meter itu
penuh kotak yang terbuat dari kayu.
Di dalamnya berisi jeruk yang sudah dipilah-pilah; ada yang
berukuran super, se dang, dan kecil. Buah-buah itu siap di kirim ke
luar Banyuwangi. Beberapa orang sibuk mengepak buah jeruk
dan selanjutnya diangkut ke truk Colt Disel. Itulah kesibukan yang
terlihat di rumah Agus Suprapto di Dusun Kaliboyo, Desa Kra denan,
Kecamatan Purwoharjo. Pria be rusia 37 tahun sudah bertahuntahun menekuni bisnis jeruk manis. Selain se bagai pengepul, Agus
juga memiliki la han jeruk berhektare-hektare.
Praktis, setiap hari kesibukan bos UD Amalia Buah itu cukup padat.
Ini proses penge pakan, Mas. Jeruk-jeruk ini siap dik irim ke luar
kota. Kita harus hari-hati me nata jeruk ini agar tidak
membusuk, ujar Agus kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi, Kamis
kemarin (23/5). Jeruk dalam kemasan itu siap dikirim ke Jakarta,
Kediri, Jawa Tengah, dan Bali. Da lam sehari, Agus mampu mengirim
4 sampai 5 truk colt diesel. Satu truk berisi 6 ton jeruk. Jika

diasumsikan harga per kilo gram jeruk dari petani Rp 7.000, da lam
satu truk nilainya Rp 42 juta.
Jika pakai armada 5 truk, sehari bisa transaksi jeruk Rp 210 juta.
Bisnis jeruk itu ter gantung cuaca. Kalau hujan terus, jeruk dalam
pohon bisa membusuk. Kita bisa rugi besar, ucap penghobi ad
venture off road itu. Agus bukan orang lama di dunia jeruk di
Banyuwangi. Dia menekuni bisnis ini se jak tahun 1999. Awalnya dia
beli jeruk kiloan ke petani untuk dijual lagi. Dari pe ngalaman dan
keuletan ini, usahanya terus berkembang.
akhirnya merangkak menjadi skala besar.

Usaha

kiloan

itu

Dia mencoba nebas (menyewa ta naman jeruk petani) untuk dirawat


sen diri. Hasilnya sungguh luar biasa. Saat ini Agus memiliki lahan
sewa ta naman jeruk seluas 40 hektare di dae rah Bangorejo
dan sekitarnya. Kalau la han punya sendiri cuma 3,5 hektare,
imbuhnya. Sistem sewa memang berlaku di ka langan pebisnis
jeruk. Sesuai perjanjian, la manya sewa bisa sampai 5 tahun. Bi
asanya, jeruk-jeruk yang siap di-tebas itu berusia 1-2 tahun atau
saat awal berbuah.
Begitu lahan-lahan itu ja tuh ke tangan Agus, dia berusaha me
rawat dengan baik bagaimana bisa menghasilkan buah jeruk yang
benar-benar super. Dia menceritakan, tahun 2010 dia menyewa
lahan jeruk seluas seperempat hektare dengan nilai Rp 40
juta. Berkat tangan dingin Agus, tanaman jeruk itu kini tumbuh
subur. Buahnya sung guh luar biasa. Dalam satu pohon bisa
menghasilkan 50-70 kg jeruk. Andai saja lahan seperempat
hektare itu di-tebas-kan tahun ini, bisa laku Rp 120 sampai Rp 125
juta. Saya sewa dari petani tahun 2010 .
BUAH LOKAL LEBIH DIGEMARI
DAYA pikat jeruk lokal Banyuwangi ter nyata tidak kalah mentereng
dengan jeruk impor. Sensasi rasa manis dengan sedikit kombinasi
asam justru menjadi daya tarik tersendiri bagi jeruk hasil pro duksi
para petani Bumi Blambangan ter sebut. Setidaknya itu terbukti

dengan tren penjualan buah jeruk di pasaran. Sahwi, 38, seorang


pedagang buah mengatakan, jumlah permintaan jeruk lokal jauh
lebih tinggi dibandingkan jeruk impor.
Pria yang sehari-hari menjajakan da gangan di Pasar Banyuwangi itu
mengatakan, sehari rata-rata dia mampu me masarkan 0,5 kuintal
jeruk lokal. Pen jualan sebanyak itu jauh lebih besar dibandingkan
dengan jumlah penjualan jeruk impor yang hanya sebanyak
2,5 Kilogram (Kg) per hari. Menurut Sahwi, konsumen lebih
memilih membeli jeruk lokal lantaran sensasi rasanya lebih segar
dibandingkan jeruk impor jenis ponkam. Rasa jeruk ponkam melulu
manis.
Sedangkan

rasa

jeruk lokal

ada

sedikit

kombinasi

rasa

asamnya. Selain itu, kandungan air jeruk ponkam lebih sedikit, ung
kapnya. Sahwi menuturkan, hal lain yang di tengarai mengakibatkan
jeruk lokal le bih digemari konsumen adalah selisih har ga yang
cukup mencolok. Dikatakan, harga jeruk lokal Banyuwangi hanya
se besar Rp 14 ribu per Kg. Sementara itu, se kilo jeruk ponkam
dilego ke tangan kon sumen dengan harga mencapai Rp 25 ribu per
Kg.
Susi, 31, seorang pembeli mengatakan, perbedaan harga yang
cukup signifi kan antara jeruk lokal dan jeruk impor terse but,
bukanlah satu-satunya per timbangan. Saya memilih jeruk lokal
karena ada sedikit sensasi rasa asam pada jeruk lokal. Itulah
keunggulannya, kata dia.
SETAHUN PRODUKSI 134 RIBU TON WILAYAH
Banyuwangi Se latan tampaknya patut me nyandang predikat sentra
peng hasil jeruk. Bayangkan, ri buan hektare (ha) lahan per tanian
yang tersebar di wi layah Kecamatan Bangorejo, Pur woharjo,
Tegaldlimo, Pesanggaran, Siliragung, Cluring, Te galsari, dan
Gambiran, kini di tanami pohon buah yang kaya kandungan vitamin

C tersebut. Hebatnya, dalam se tahun, total produksi buah jeruk


di Banyuwangi mencapai ra tusan ribu ton.
Hal yang tidak kalah membang gakan, ratusan ribu ton buah jeruk
made in Banyuwangi tersebut tidak hanya sukses merajai pasar
lokal. Lebih dari itu, buah jeruk produksi para pe tani Bumi
Blambangan juga telah sukses merambah pasar na sional. Sejumlah
kota besar di tanah air, di antaranya, Jakarta, Bandung,
Denpasar, Ba likpapan, dan Samarinda, me rupakan pasar tetap
jeruk Ba nyuwangi tersebut. Kepala Dinas Pertanian, Kehu tanan,
dan Perkebunan (Disper tahutbun) Banyuwangi, Ikrori Hudanto
mengatakan, 8.171 ha.
Dari total ribuan ha lahan tanaman jeruk ter se but, 35 persen di
antaranya ber lokasi di wilayah Kecamatan Ba ngorejo. Menurut
Ikrori, mayoritas je ruk yang ditanam petani Ba nyuwangi
merupakan varietas unggulan, yakni je ruk Siam. Rata-rata dalam
setahun, sehektare
lahan
tanaman jeruk
itu
mampu
memproduksi 165,08 ton buah
tersebut. Pada
tahun
2012,

yang kandungan kaya serat


total
produk si
jeruk
di

Banyuwangi men capai 134.890 ton, ujarnya kemarin (25/5).


Ikrori
menambahkan,
se
jumlah langkah
untuk
me

ng

antisipasi serangan hama sudah dilakukan Dis per ta hutbun


Banyuwangi. Salah satu nya adalah dengan be kerja sama dengan
Balai Penga wasan Sertifi kasi Benih Dinas Pertanian pusat untuk
membentuk kelompok pe nan gkar ibit jeruk Harapan kami,
seluruh benih yang ditanam para petani sudah besertifi kat. Itu
penting un tuk meminimalkan potensi se rangan hama.
Sebab, kalau be nih tidak besertifi kat, asalusulnya tidak jelas, sulit
di
pertanggungjawabkan, paparnya. Tidak
cukup
hanya
memper hatikan
proses
pra-tanam. Dis
pertahutbun
juga
berupaya me ngedukasi para petani pada proses penanganan pas
ca panen. Kami telah me m be rikan bantuan keranjang, gunting,
dan packing house ke pa da asosiasi petani je ruk. Diharapkan,

petani mem per la kukan penanganan dengan baik mulai proses


petik hingga pengepakan, kata dia.
Dispertahutbun juga telah memfasilitasi pe la tihan good agri culture
product ke pada para anggota kelompok tani, pengurus pertanian la
pa ngan (PPL), dan sejumlah stakeholder yang lain. Kepala Bidang
Holtikultura pada
Dispertahutbun,
Syaiful lah
menambahkan,
selain di pasarkan lokal, buah jeruk Banyuwangi juga dipasarkan ke
kota-kota besar di Pulau Jawa, Bali, hingga Kalimantan. Sekitar 80
persen jeruk hasil produksi petani Banyuwangi dipasarkan di luar
daerah, pungkasnya.
CUACA BURUK RUGI MILIARAN RUPIAH
TIDAK
selamanya
bertani
jeruk menjanjikan.

Ternyata,

menekuni bisnis buah rasa manis dan kecut itu ada pasangsurut nya. Petani boleh berjaya ka rena harga jeruk di pasaran cu
kup tinggi. Dari petani Rp 7.000, dan harga jual di pasaran bisa
menembus angka Rp 15 ribu per kg. Namun, manis bisnis jeruk te
tap saja ada pahitnya. Tahun 2010 lalu bos-bos besar buah je ruk
dilanda krisis. Tahun itu musim hujan tidak bisa diprediksi. Jelang
musim ke marau, hujan masih mengguyur Ba nyuwangi.
Kondisi itu benarbenar menjadi petaka bagi pe tani jeruk. Cuaca
buruk men jadi momok bagi petani. Ta hun 2010 membuat
petani jeruk Banyuwangi trauma, ujar se orang petani jeruk asal
Srono, Agus
Agianto,
33. Data
yang
diperoleh
koran ini
menyebutkan, krisis jeruk itu mengakibatkan petani rugi be sar.
Gara-gara badai krisis itu, Agus Suprapto, bos UD Amalia Buah di
Kecamatan Purwoharjo menderita kerugian Rp 750 juta. Gara-gara
krisis itu juga Agus sampai opname ke rumah sakit.
Bos yang levelnya di atas Agus ada yang menanggung ke rugian Rp
2 miliar. Kita sudah keluarkan uang banyak ke petani, tapi hasilnya
jeblok gara-gara diserang cuaca buruk, tandas Agus. Selain
persoalan cuaca, yang men jadi momok petani jeruk adalah
membanjirnya buah impor. Entah itu dari China mau pun Thailand.

Yang pasti, harga jeruk impor jauh lebih murah dibanding harga
jeruk lokal. Kami mendukung langkah pemerintah membatasi im
por buah dari luar negeri.
Ka lau tidak dibatasi, petani

bisa gulung

tikar.

Susah-susah

menanam jeruk, harganya malah diacak-acak dengan buah im


por, timpal Agus Agianto yang juga sebagai pemilik jasa eks
pedisi pengiriman
buah-buahan
itu. Sebagaimana
diketahui,
pemerintah melalui Direktorat Jen deral Pengolahan dan Pe masaran
Hasil Pertanian Ke menterian Pertanian (Kementan) sesuai dengan
Permentan No. 60 Tahun 2012,ha nya membolehkan izin
impor untuk 10
ke Indonesia.

komoditas

horti kultura

yang

boleh

masuk

Sementara itu, 13 produk hortikultura dilarang masuk. Tiga belas


produk tersebut yaitu kentang, kubis, wortel, cabe, nanas, melon,
pisang, mangga,
pepaya,
heliconia. Aneh nya, meski

durian,
krisan, anggrek
dan
dibatasi, buahbuah impor tersebut

masih membanjiri pasaran. (RADAR)


https://www.kabarbanyuwangi.info/manisnya-bertani-jeruk.html
diambil jumat 14.00wib

Anda mungkin juga menyukai