Anda di halaman 1dari 19

Bab 2

Studi Literatur

2.1. Konsep Cost Reduction


Usaha me-manage aktivitas yang berhubungan dengan proses produksi dapat
mengurangi biaya produksi dengan mengeliminasi biaya yang seharusnya tidak
perlu terjadi. Hal inilah yang dimaksud dengan usaha melakukan cost reduction.
Cost reduction memfokuskan pengurangan biaya pada penyebab timbulnya
pemborosan yaitu kualitas. Pengurangan biaya hanya merupakan hasil dari quality
improvement yang dilaksanakan untuk menghasilkan produk jika di dalam proses
pembuatan produk, perusahaan mampu melaksanakan peningkatan kualitas secara
berkelanjutan, biaya pembuatan produk akan berkurang sebagai hasil dari
peningkatan kualitas tersebut. Oleh karena itu, dalam strategi cost reduction
pengurangan biaya terjadi sebagai hasil dari peningkatan bertahap terhadap
kualitas, keandalan dan kecepatan.
Terkadang pengertian cost reduction disamakan dengan cost cutting. Melainkan
bahwa cost reduction adalah manajemen biaya (cost management). Cost
management mengatur proses-proses dari pengembangan produksi dan penjualan
produk atau jasa yang berkualitas baik dengan biaya rendah. Pada umumnya
manajer mencoba mengurangi biaya hanya dengan berhemat, misalnya dengan
memecat karyawan, restrukturisasi dan menekan pemasok. Saat ini tuntutan
konsumen makin meningkat, mereka bukan saja menghendaki produk dengan
harga yang murah tetapi juga yang memiliki kualitas yang baik dan pemenuhan
kebutuhan yang tepat pada waktu tersebut tidak akan tercapai (Imai 1999,h.42).
Cara terbaik dalam mengurangi biaya adalah mengeliminasi kelebihan
penggunaan sumber daya dalam proses produksi. Aktivitas-aktivitas yang
dilakukan dalam usaha mengurangi biaya khususnya biaya produksi adalah :
1. Meningkatkan kualitas proses kerja sehingga dapat mengurangi kesalahan.

2. Meningkatkan produktivitas
3. Mengurangi tingkat persediaan
4. Memperpendek atau mengeliminasi lini produksi
5. Mengurangi gangguan pada mesin atau mesin yang berhenti selama proses
produksi agar tidak menimbulkan kelebihan Work In Process
6. Mengurangi tempat atau ruang
7. Mempersingkat waktu tempuh produksi.
Jadi tujuan perusahaan melakukan cost reduction bukan hanya untuk mencapai
standar yang ditetapkan tapi juga untuk mengurangi biaya secara bertahap di
bawah standar agar terdapat efisiensi usaha, sehingga biaya yang dikeluarkan
dapat diminimumkan dan laba yang diperoleh maksimal. Disamping itu kualitas
produk tetap dipertahankan sehingga kualitasnya tidak menurun dan tidak
mempengaruhi penjualan produk tersebut.
2.2. Kaizen Costing
Kaizen merupakan istilah yang digunakan oleh bangsa Jepang untuk melakukan
perbaikan yang berkelanjutan (Continuous Improvement). Salah satu bentuk usaha
kaizen berwujud pengurangan biaya produksi perusahaan. Dalam bahasa Jepang,
kaizen costing dikenal dengan genka kaizen yang berasal dari kata genka yang
berarti harga pokok dan kaizen berarti penyempurnaan berkesinambungan.
Menurut Cooper (1995) Kaizen Costing is a continuos improvement applied to
cost reduction in the manufacturing stage of a products life. Kaizen costing
adalah

sistem

yang

mendukung

proses

pengurangan

biaya

secara

berkesinambungan pada tahap produksi. Tujuan dari kaizen costing adalah


mengurangi biaya yang terjadi pada proses produksi dengan melakukan perbaikan
yang berkesinambungan (Continuous Improvement) pada setiap kegiatan produksi
perusahaan sehingga tercapai efisiensi dan efektivitas secara terus menerus.
Kaizen costing tidak hanya sekedar ditujukan untuk mengurangi biaya, tetapi juga
untuk meningkatkan kualitas produk dan keamanan dari proses produksi atau

usaha perusahaan tersebut. Kaizen costing lebih memfokuskan pada proses


produksi perusahaan dan bertujuan mengeliminasi aktivitas-aktivitas yang tidak
efisien yang mungkin terjadi selama dalam proses produksi tersebut. Hal ini
dipertegas oleh Cooper (1995) The aim of kaizen costing program is to remove
unnecessary inefficiencies from production process.
Pengurangan biaya merupakan jantung dari kaizen costing program. Menurut
Hilton (1997) The Japanese word refers to continual and gradual improvement
through small betterment activities, rather than large or radical improvement
made through innovation of large investment intechnology.
Badan usaha yang menerapkan kaizen costing hanya melakukan perubahan kecil
namun berkesinambungan. Hal ini disebabkan karena peningkatan kearah yang
lebih baik (improvement) adalah tujuan dan tanggungjawab setiap pekerja, mulai
dari tingkat manager sampai dengan level terendah dalam setiap aktivitas, serta
dilakukan kapan saja.
2.3. Kaizen Costing Dalam Strategi Cost Reduction
Berdasarkan paradigma continuous improvement, setiap periode tertentu,
produsen merencanakan improvement yang akan dilakukan terhadap sistem dan
proses pembuatan produk. Rencana improvement tersebut dinyatakan dalam cost
reduction target yang akan dicapai dalam periode tertentu, yang didukung dengan
rencana pengurangan dan penghilangan berbagai aktivitas penambah nilai (valueadded activities). Fokus perhatian produsen diarahkan kepada cost reduction
target yang merupakan selisih antara target cost dengan estimated actual cost yang
diperkirakan akan terjadi selama periode tertentu.
Cost Reduction Target = Target Cost Estimated Actual Cost ......(2.1)
Penentuan Cost reduction target (Target Usaha Kaizen), yang hendak dicapai
adalah sebagai berikut :
Cost Reduction Target = HPPAktual - HPPtarget ....... (2.2)
Dalam standart costing, fokus perhatian produsen terletak pada bagaimana
mencapai standart cost yang telah ditetapkan sebelumnya atas dasar kondisi

proses produksi terkini. Di lain pihak, kaizen costing memfokuskan perhatian


produsen ke arah cost reduction target yang didasarkan pada kondisi proses
produksi yang improvementnya direncanakan akan dilaksanakan dalam periode
tertentu.
2.4. Activity Based Costing (ABC)
Berikut ini adalah penjelasan mengenai metode Activity Based Costing (ABC),
mulai dari definisi hingga pada langkah-langkah penerapannya.
2.4.1. Definisi Activity Based Costing (ABC)
Beberapa ahli manajemen memberikan definisi Activity Based Costing (ABC)
sebagai berikut :
1.

Hicks (1992) mengemukakan definisi Activity Based Costing adalah :


Activity Based Costing merupakan suatu konsep dasar perhitungan biaya
dengan dasar pemikiran bahwa produk dihasilkan melalui aktivitas dan bahwa
aktivitas dapat digunakan untuk menghitung biaya. Dalam Activity Based
Costing (ABC), sistem didesain sedemikian rupa sehingga banyak biaya-biaya
yang tidak dapat dihubungkan secara langsung kepada produk dapat
ditentukan melalui aktivitas yang dilaluinya dan biaya untuk masing-masing
aktivitas kemudian dibebankan ke produk dimana hal itu membuat kebutuhan
aktivitas didasarkan pada konsumsi masing-masing produk pada aktivitas.

2.

Definisi menurut CAM-1 (Consortium for Advanced Manufacturing


International), Activity Based Costing adalah :

Suatu metode untuk mengukur biaya dan kinerja dari kegiatan


yang terkait dengan proses dan objek biaya.

Membebankan biaya kegiatan-kegiatan berdasarkan besarnya


pemakaian sumber daya dan membebankan biaya pada objek biaya, seperti
produk atau pelanggan, berdasarkan besarnya pemakaian kegiatan.

3.

Mengenali hubungan kausal antara pemacu biaya dengan kegiatan.


Rayburn (1993) mendefinisikan Activity Based Costing Sebagai berikut :
Activity Based Costing (ABC) menyatakan bahwa pelaksanaan dari suatu
aktivitas akan menimbulkan konsumsi sumber daya yang dicatat sebagai

biaya. Kalkulasi biaya berbasis transaksi merupakan nama lain dari Activity
Based Costing (ABC). Tujuan Activity Based Costing (ABC) adalah
mengalokasikan biaya ke transaksi dari aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan
dalam suatu organisasi, dan kemudian mengalokasikannya dengan tepat pada
produk sesuai dengan pemakaian aktivitas setiap produk.
4.

Mose, Davis dan Hartgraves (1991) mendefinisikan Activity Based


Costing sebagai berikut :
Pengalokasian dan pengalokasian kembali biaya ke objek biaya dengan dasar
aktivitas yang menyebabkan biaya Activity Based Costing (ABC) berdasarkan
premis/dasar

pemikiran

bahwa

aktivitas

menyebabkan

biaya

harus

dialokasikan ke objek biaya dengan dasar aktivitas biaya tersebut


dikonsumsikan. Activity Based Costing (ABC) menelusuri biaya produk
dengan dasar aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut.
5.

Gorrison (1991) mendefinisikan Activity Based Costing sebagai berikut :


Suatu metoda kalkulasi biaya yang menciptakan suatu kelompok biaya untuk
setiap kejadian atau transaksi (aktivitas) dalam suatu organisasi yang berlaku
sebagai pemicu biaya. Biaya overhead kemudian dialokasikan ke produk dan
jasa dengan dasar jumlah dari kejadian atau transaksi tersebut yang produk
atau jasa dihasilkan.

6.

Horngren (1993) mendefinisikan Activity Based


Costing Sebagai berikut :
Suatu pendekatan kalkulasi biaya yang memfokuskan pada aktivitas sebagai
objek biaya yang fundamental. Activity Baced Costing menggunakan biaya
dari aktivitas tersebut sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya ke objek
biaya yang lain seperti produk jasa dan pelanggan.

7.

Hansen dan Mowen, mendefinisikan Activity Based


Costing sebagai berikut :
Suatu sistem kalkulasi biaya yang pertama kali menelusuri biaya ke aktivitas
dan kemudian ke produk.

8.

Ostrenga (1992) mendefinisikan Activity Based


Costing sebagai berikut :

Activity Based Costing is a technique for accumulating cost for a given cost
object that represent the total and true economic resources required for
consumed by object. The object may be product, service, product line, service
line, customer segmen or chanel distribution.
2.4.2. Langkah-langkah Penerapan Metode Actvity Based Costing

(ABC)

Langkah-langkah dalam menerapkan metode Activity Based Costing adalah


sebagai berikut:
1.

Mengidentifikasi aktivitas yang relevan


Dalam Activity Based Costing (ABC), aktivitas didefinisikan sebagai
sekelompok proses atau prosedur yang saling berhubungan secara bersamasama membentuk pekerjaan khusus perusahaan.
Kunci untuk mendefinisikan aktivitas adalah membagi operasi perusahaan ke
dalam aktivitas yang relevan. Pada tahap awal pembuatan daftar aktivitas,
lebih baik mengidentivikasikan lebih banyak aktivitas daripada terlalu sedikit.
Selanjutnya aktivitas-aktivitas tersebut dapat digabungkan ke dalam suatu
activity center, untuk mendapatkan definisi yang lebih tepat. Aktivitas sebuah
perusahaan dapat di identifikasikan dengan meninjau diagram perusahaan dan
lay out fasilitas, juga dapat dilakukan dengan wawancara dengan anggota
perusahaan untuk menentukan apa yang mereka do for living.

2.

Pengelompokan
Setelah aktivitas di identifikasikan dan didefinisikan, langkah selanjutnya
adalah mengatur cost center (merupakan perincian biaya dimana biaya-biaya
diakumulasikan dan di distribusikan). Cost center adalah tingkatan terendah
yang rinci tempat biaya dikumpulkan dan di distribusikan. Cost center terdiri
dari sebuah aktivitas atau sekelompok aktivitas. Perlu diingat bahwa untuk
keakuratan, bukan presisi, sejumlah aktivitas dapat di kelompokkan agar
record yang detail terjaga dan analisis data menjadi minimum sehingga
diperoleh tingkat akurasi yang tinggi.

Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan yaitu :

Materiality

Untuk tiap aktivitas harus diperhatikan, tidak saat ini, tetapi juga masa depan
berdasarkan rencana perusahaan. Apakah stasiun operasi tetap akan berdiri
sendiri atau kemungkinan akan digabungkan dengan stasiun lain.

Profil Biaya
Terdiri dari Cost Driver (Pemacu Biaya) utama dan application rate. Jika
sebuah aktivitas memiliki profil biaya yang unik lebih baik menjadikan
aktivitas tersebut sebagai Cost Center yang terpisah dari yang lainnya.

3. Identifikasi Elemen Utama Biaya


Elemen biaya dapat dipandang sebagai line dalam budget atau sebagai account
dalam daftar pengeluaran. Dalam situasi ini hanya elemen biaya tidak
langsung yang dipertimbangkan, elemen biaya langsung dapat langsung
dibebankan ke produk.
Contoh pemisahan elemen biaya adalah:
Biaya Utility : Listrik, gas, air, dan lain-lain diperlukan secara

berbeda.

Supplies : Supplies utama dapat dikelompokkan ke beberapa cost


center dan ditangani sendiri.

Fringe benefit : Biaya di kendalikan oleh headcount, gross payroll,


hours worked atau dasar yang lain.

4. Analisa Hubungan antara Aktivitas Dengan Biaya


Setiap aktivitas didefinisikan dan dikelompokkan ke dalam cost center dan
elemen biaya utama disusun langkah selanjutnya adalah menentukan
hubungan antara aktivitas aktivitas dan biaya, inti langkah ini adalah
menentukan biaya yang berkaitan dengan suatu cost center.
5. Identifikasi Cost Driver
Setelah diperoleh hubungan umum antara aktivitas dengan biaya, pemicu
khusus yang menimbulkan biaya di cost center yang spesifik harus
diidentifikasikan. Cost driver diidentifikasikan sebagai faktor yang digunakan
untuk mengukur bagaimana biaya terjadi dan cara untuk membebankan pada

aktivitas atau produk. Pemicu biaya digunakan untuk mengetahui konsumsi


biaya pada aktivitas dan konsumsi aktivitas pada produk. Secara praktis,
pemicu biaya menunjukkan dimana biaya harus dibebankan dan seberapa
besar biayanya.
Pemicu biaya adalah penyebab terjadinya biaya, sedangkan aktivitas adalah
dampaknya. Dalam sistem Activity Based Costing (ABC) digunakan berbagai
macam pemicu biaya, beberapa pemicu biaya yang digunakan adalah:

Kelompok tenaga kerja (Labour group): Rupiah tenaga kerja, jam kerja,
rupiah tenaga kerja langsung, jam tenaga kerja langsung. Kelompok ini
dipakai dalam aktivitas yang elemen biaya utamanya adalah tenaga kerja atau
pada aktivitas yang biaya aktivitasnya berubah secara paralel dengan
perubahan tenaga kerja. Rupiah tenaga kerja sering dipakai sebagai pemicu
biaya asuransi kompensasi tenaga kerja pada beberapa instansi jam tenaga
kerja digunakan sebagai pemicu kontribusi pensiun. Jam kerja dapat
digunakan untuk memacu konsumsi utilitas.

Kelompok waktu operasi (operating time group): cell time, line time,
machine time, cycle time. Digunakan sebagai pemicu biaya pada suatu grup
operasi pekerjaan yang merupakan operasi dari suatu peralatan tunggal atau
beberapa peralatan. Jenis pemicu biaya ini dapat dibagi menjadi 2 sub grup
yaitu machine hour / cycle time and line / cell time.

Kelompok throughtput (throughtput group): potong, galon, satu muatan


truk, satu muatan tanker, ton digunakan sebagai pemicu biaya bila biaya utama
dari suatu aktivitas ditentukan oleh unit throughtputnya.

Kelompok kepemilikan (occupancy group): ukuran pabrik, lokasi


peralatan, nilai peralatan. Merupakan pemicu biaya yang yang tepat untuk
mendistribusikan biaya tetap (fixed cost), berdasarkan lokasi aktivitas atau
aset. Sebagai contoh, depresiasi bangunan, pajak bangunan, pemeliharaan
eksterior atau pelayanan keamanan didistribusikan berdasarkan luas area per
aktivitas. Depresiasi peralatan atau biaya atau biaya sewa guna didistribusikan
kepada aktivitas yang terjadi dilokasi aset tersebut. Kelompok pemicu ini
jarang sekali digunakan sebagai dasar untuk penentuan biaya yang terjadi

(how much cost), tetapi sering dipakai untuk menentukan biaya yang harus
didistribusikan.

Permintaan (Demand)
Dipakai sebagai pemicu bila distribusi biaya pada aktivitasatau pada tujuan
biaya didasarkan pada permintaan. Contohnya adalah perawatan, biaya
perawatan akan didistribusikan pada aktivitas atau tujuan biaya yang
memerlukan pelayanan perawatan saja. Distribusi biaya yang akurat akan
didapat berdasarkan estimasi atau permintaan aktual perawatan. Sama halnya
dengan kelompok occupancy, kelompok permintaan ini jarang digunakan
untuk menentukan biaya yang terjadi, lebih sering digunakan untuk
menentukan dimana biaya harus didistribusikan.

Surrogate cost driver: Pemasaran, akunting, pembelian


Merupakan data atau ukuran yang sudah tersedia dilapangan dan praktis untuk
digunakan dalam mendistribusikan suatu biaya ke aktivitas lain atau
departemen lain, apabila pemicu biaya yang secara teoritis benar (ideal) sulit
diukur datanya. Ada beberapa aktivitas yang pemicu biayanya sulit ditentukan
dengan tepat. Contohnya adalah biaya material dan biaya konversi. Kedua
pemicu biaya ini sering dipakai pada perusahaan kecil dan menengah.

6.

Membuat Cost Flow Pattern


Rancangan cost flow pattern yang baik merupakan hal yang kritis untuk
keefektifan sistem activity based costing (ABC) yang dibuat. Selanjutnya akan
dijelaskan mengenai hal hal yang perlu diketahui dalam merancang cost
flow pattern.
Activity Based Costing (ABC) menganalisa biaya tidak langsung perusahaan.
Factory overhead cost merupakan biaya material tidak langsung, tenaga kerja
tidak langsung dan semua biaya manufacturing yang tidak dapat dengan
mudah dibebankan kepada satuan kerja yang spesifik. Factory overhead cost
meliputi semua biaya manufacturing kecuali material langsung dan tenaga
kerja langsung.

Menurut Hicks (1992), jenis jenis biaya tidak langsung terdiri dari:

Salaries and Wages

Merupakan seluruh biaya gaji yang dikeluarkan perusahaan seperti biaya


pekerja langsung dan gaji tidak langsung, gaji, upah overtime dan shift, bonus,
biaya pegawai saat tidak bekerja, dan biaya lain seperti upah libur, dan biaya
kesehatan pegawai. Biaya

tenaga langsung merupakan biaya

yang

dialokasikan pada karyawan yang bekerja secara langsung terlibat didalam


proses produksi perusahaan. Sedangkan biaya overhead pabrik atau factory
overhead terdiri dari biaya bahan tidak langsung, pekerja tidak langsung, dan
semua biaya pabrikasi lainnya yang tidak dapat dibebankan secara langsung
pada produk tersebut. Biaya overhead pabrik terdiri dari tiga (3) bagian, yaitu
sebagai berikut :
1.

Biaya bahan tidak langsung pabrik, merupakan bahan baku


yang secara tidak langsung digunakan dalam produksi.

2.

Biaya tenaga kerja tidak langsung pabrik, merupakan biaya


yang dikeluarkan perusahaan dalam bentuk upah atau penghasilan untuk
pekerja yang aktivitas kerjanya tidak berhubungan secara langsung dengan
proses produksi.

3.

Data biaya tidak langsung pabrik, merupakan biaya-biaya


yang diperlukan untuk membantu kegiatan operasi perusahaan dilantai
produksi. Biaya-biaya tersebut adalah biaya pemeliharaan mesin-mesin,
depresiasi mesin, biaya listrik, dan biaya air.
Fringe Benefit

Merupakan biaya pegawai yang belum termasuk gaji. Kadang kadang


didasarkan pada keuntungan penjualan untuk membedakannya dengan biaya
pada saleries dan wages. Yang termasuk fringe benefit adalah asuransi
kesehatan, asuransi kerja, state dan federal unemployment taxes, the employer
portion of FICA, dana pensiun, asuransi kecelakaan dan pembinaan pegawai.
Specific Assignment Cost

Yang termasuk dalam kategori ini adalah seluruh biaya operasi tidak langsung
yang belum tercantum dalam kedua kategori biaya sebelumnya. Biaya ini
diturunkan dari fakta bahwa setiap biaya harus dikelompokkan ke cost center
tertentu.

7. Menghitung Besarnya Biaya Per-Cost Center


Dalam menghitung biaya per-cost center, biaya dibagi menjadi 2 yaitu biaya
langsung dan biaya tidak langsung (overhead). Untuk perhitungan biaya
langsung adalah dengan membebankan secara langsung berdasarkan
banyaknya produk yang dihasilkan, sedangkan untuk biaya tidak langsung
harus ditentukan berdasarkan proporsi produk yang dihasilkan.
2.5. Pengertian Depresiasi
Depresiasi adalahsebagian dari harga perolehan aktiva tetap yang secara sistematis
dialokasikan menjadi biaya setiap periode akuntansi. Comittee on terminology
dari AICPA memberikan definisi sebagai berikut :
Akuntansi depresiasi adalah suatu sistem akuntansi yang bertujuan untuk
membagikan harga perolehan atau nilai dasar lain dari aktiva tetap berwujud,
dikurangi nilai sisa (jika ada), selama umur kegunaan unit itu yang ditaksir
(mungkin berupa suatu kumpulan aktiva-aktiva) dalam suatu yang sistematis dan
rasional. Ini merupakan proses alokasi, bukan penilaian.
Sebab- sebab depresiasi
Faktor-faktor yang menyebabkan depresiasi bisa dikelompokkan menjadi dua,
yakni :
a.

Faktor-faktor fisik
Faktor-faktor fisik yang mengurangi fungsi aktiva tetap adalah aus karena
dipakai (wear and tear), aus karena umur (deterioration and decay) dan
kerusakan-kerusakan.

b.

Faktor-faktor fungsional
Faktor-faktor fungsional yang membatasi umur aktiva tetap antara lain,
ketidakmampuan aktiva untuk memenuhi kebutuhan produksi sehingga perlu
diganti dan karena adanya perubahan permintaan terhadap barang atau jasa
yang dihasilkan, atau karena adanya kemajuan teknologi sehingga aktiva
tersebut tidak ekonomis lagi jika dipakai.

Faktor-faktor dalam Menentukan Biaya Depresiasi

Ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan beban depresiasi
setiap periode. Faktor-faktor itu ialah :

a.

Harga perolehan (cost)


Yaitu uang yang dikeluarkan atau utang yang timbul dan biaya-biaya lain yang
terjadi dalam memperoleh suatu aktiva dan menempatkannya agar dapat
digunakan.

b.

Nilai sisa (residu)


Nilai sisa suatu aktiva yang didepresiasi adalah jumlah yang diterima bila
aktiva itu dijual, ditukarkan atau cara-cara lain ketika aktiva tersebut sudah
tidak dapat digunakan lagi, dikurangi dengan biaya-biaya yang terjadi pada
saat menjual/menukarnya.

c.

Taksiran umur kegunaan


Taksiran umur kegunaan suatu aktiva dipengaruhi oleh cara-cara pemeliharaan
dan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dianut dalam reparasi. Taksiran umur
ini bisa dinyatakan dalam satuan perode waktu, satuan hasil produksi atau
satuan jam kerjanya.

Metode Perhitungan Depresiasi


Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung beban depresiasi
periodik. Untuk dapat memilih salah satu metode hendaknya dipertimbangkan
keadaan-keadaan yang mempengaruhi aktiva tersebut. Metode-metode itu ialah :
a.

Metode Garis Lurus (Straight Line Method)


Metode ini adalah metode depresiasi yang paling sederhana dan banyak
digunakan. Dalam cara ini beban depresiasi tiap periode jumlahnya sama
(kecuali kalau ada penyesuaian-penyesuaian). Depresiasi tiap tahun dihitung
sebagai berikut:
Depresiasi

HP NS
.........................................................(2.1)
n

Keterangan:
HP = Harga perolehan (cost).
NS = Nilai sisa (residu).

n
b.

= Taksiran umur kegunaan.

Metode Jam Jasa (Service Hours Method)


Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa aktiva (terutama mesin-mesin)
akan lebih cepat rusak bila digunakan sepenuhnya (full time) dibanding
dengan penggunaan yang tidak sepenuhnya (part time). Depresiasi per jam
dihitung sebagai berikut:
Depresiasi per jam

HP NS
...............................................(2.2)
n

Keterangan:
HP = Harga perolehan.
NS = Nilai sisa.
n
c.

= Taksiran jam jasa.

Metode Hasil Produksi (Productive Output Method)


Dalam metode ini umur kegunaan aktiva ditaksir dalam satuan jumlah unit
hasil produksi. Beban depresiasi dihitung dengan dasar satuan hasil produksi,
sehingga depresiasi tiap periode akan berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi
dalam hasil produksi. Depresiasi per unit produk dihitung sebagai berikut:
Depresiasi/unit

HP NS
..................................................(2.3)
n

Keterangan:
HP = Harga perolehan.
NS = Nilai sisa.
n
d.

= Taksiran hasil produksi (unit).

Metode Beban Berkurang (Reducing Charge Method)


Dalam metode ini beban depresiasi tahun-tahun pertama akan lebih besar
daripada beban depresiasi tahun-tahun berikutnya. Metode ini didasarkan pada
teori bahwa aktiva yang baru akan dapat digunakan dengan lebih efisien
dibandingkan dengan aktiva yang lebih tua.
Ada 4 cara untuk menghitung beban depresiasi yang menurun dari tahun ke
tahun, yaitu:
1)

Metode jumlah angka tahun (sum of years digits method)


Di dalam metode ini depresiasi dihitung dengan cara mengalikan bagian
pengurang (reducing fractions) yang setiap tahunnya selalu menurun

dengan harga perolehan dikurangi nilai residu. Bagian pengurang ini


dihitung sebagai berikut:
Pembilang = bobot (weight) untuk tahun yang bersangkutan;
Penyebut

= jumlah angka tahun selama umur ekonomis aktiva atau


jumlah angka bobot (weight).

Jika aktiva itu umur ekonomisnya panjang, maka penyebut (jumlah angka
tahun) bisa dihitung dengan rumus sebagai berikut:

n 1

Jumlah angka tahun n

...............................................(2.4)

n = umur ekonomis
2)

Metode saldo menurun (declining balance method)


Dalam cara ini beban depresiasi periodik dihitung dengan cara mengalikan
tarif yang tetap dengan nilai buku aktiva. Tarif ini dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
T 1 n

NS
................................................................(2.5)
HP

Keterangan:

3)

= Tarif.

= umur ekonomis.

NS

= Nilai sisa.

HP

= Harga perolehan.

Double declining balance method


Dalam metode ini, beban depresiasi tiap tahunnya menurun. Untuk dapat
menghitung beban depresiasi yang selalu menurun, dasar yang digunakan
adalah persentase depresiasi dengan cara garis lurus. Persentase ini
dikalikan dua dan setiap tahunnya dikalikan pada nilai buku aktiva tetap.
Karena nilai buku selalu menurun maka beban depresiasi juga selalu
menurun.

4)

Metode tarif menurun (declining rate on cost method)


Di samping metode-metode yang telah diuraikan di muka, kadang-kadang
dijumpai cara menghitung depresiasi dengan menggunakan tarif (%) yang
selalu menurun. Tarif (%) ini setiap perode dikalikan dengan harga
perolehan.

Penurunan

tarif

(%) setiap

periode

dilakukan

tanpa

menggunakan

dasar

yang

pasti,

tetapi

ditentukan

berdasarkan

kebijaksanaan pimpinan perusahaan. Karena tarif (%)-nya setiap peride


selalu menurun maka beban depresiasinya juga selalu menurun.
2.6.

Analisis Aktivitas (Activity Analysis)

Menurut Hansen dan Mowen (1997) Activity analysis is the process of


indentifying, describing and evaluating activities an organization perform.
Ada 4 langkah yang dilakukan dalam analisa aktivitas (Hansen dan
Mowen,1997.h,394) yaitu:
a.

Aktivitas apa yang dikerjakan.

b.

Berapa banyak orang yang terlibat dalam aktivitas tersebut.

c.

Waktu dan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas.

d.

Penaksiran value aktivitas bagi perusahaan.

Ostrenga, Ozan, Mcllhatan, Harwood (1992), mengkategorikan aktivitas menjadi


3, yaitu:
a.

Real value Added Activities, yaitu aktivitas yang benar-benar bernilai


dimata konsumen yang harus dilakukan oleh perusahaan.

b.

Bussiness Value Added Activities, yaitu aktivitas yang tidak memiliki


nilai dimata konsumen tetapi bernilai bagi perusahan.

c.

Non Value Added Activities, yaitu aktivitas yang tidak bernilai baik bagi
perusahaan maupun konsumen. Jadi harus diminimalkan bahkan di hapus.

Aktivitas penambah nilai (Value added activities) adalah aktivitas untuk


mempertahankan perusahaan atau bagiannya tetap bertahan dalam bisnisnya
(kegiatan produksi atau jasa). Beberapa aktivitas penambah nilai merupakan
aktivitas yang harus dilaksanakan (required activities) dan beberapa aktivitas
penambah nilai lain merupakan aktivitas kebijakan (discretionary activities).
Aktivitas penambah nilai yang berupa aktivitas kebijakan harus memenuhi
persyaratan berikut ini:
1.

Aktivitas
perubahan keadaan.

tersebut

menyebabkan

2.

Perubahan keadaan tidak dapat dicapai


dengan aktivitas sebelumnya.

3.

Aktivitas

tersebut

memungkinkan

aktivitas lain dapat dilaksanakan.


Aktivitas bukan penambah nilai (Non Value Added) merupakan aktivitas yang
tidak diperlukan dalam menghasilkan value bagi customer. Aktivitas yang tidak
memenuhi salah satu dari tiga kriteria aktivitas penambah nilai tersebut diatas
merupakan aktivitas bukan penambah nilai. Penyimpangan dari dua karakteristik
utama merupakan ciri khas aktivitas bukan penambah nilai.
Contoh analisis aktivitas dalam fase produksi
Dalam proses pembuatan produk diperlukan throughtput time yang merupakan
keseluruhan waktu yang diperlukan untuk mengolah bahan baku menjadi produk
jadi. Throughtput time dibagi menjadi empat komponen seperti dalam Gambar
2.1. Pada gambar tersebut dituliskan berbagai jenis waktu yang membentuk
throughtput time dan dua jenis aktivitas yang mengkonsumsi tersebut yaitu
aktivitas penambah nilai (Value added activities) dan aktivitas bukan penambah
nilai (Non value added activities).

Value added activities


Throughput = Procesing + Inspection + Moving + Waiting / Storage
time
time
time
time

Non value added activities


Gambar 2.1 Unsur waktu yang membentuk throughtput time dan jenis aktivitas yang
mengkonsumsi waktu tersebut.

Proses produksi yang ideal akan menghasilkan throughput time yang sama dengan
processing time.
Ukuran efisiensi proses produksi dihitung dengan membandingkan processing
time dengan throughput time yang dikenal dengan istilah Manufacturing Cycle
Efficiency (MCE). Seberapa besar aktivitas bukan penambah nilai dikurangi dan

dihilangkan dari proses pembuatan produk dapat dapat diukur dengan MCE
dengan format:
MCE

Processing Time
Throughput Time

.........(2.3)

Jika proses pembuatan produk menghasilkan MCE sebesar 1, maka aktivitas


bukan penambah nilai dapat dihilangkan dalam proses pengolahan produk,
sehingga customer produk tersebut tidak dibebani dengan biaya-biaya untuk
aktivitas bukan penambah nilai bagi mereka, sebaliknya jika proses pembuatan
produk menghasilkan MCE kurang dari satu berarti proses pengolahan produk
masih mengandung aktivitas bukan penambah nilai bagi customer.
Dalam rangka pengelolaan aktivitas, maka perlu diketahui aktivitas yang bukan
penambah nilai perlu dikurangi dan dihilangkan serta aktivitas penambah nilai
yang perlu dijadikan efisien dalam pelaksanaannya, serta bagaimana cara
pengelolaannya. Dalam kegiatan manufaktur, terdapat lima golongan aktivitas
bukan penambah nilai (Hansen dan Mowen, 1995), yaitu:
1.

Pembuatan Skedul. Penyusunan skedul


adalah penggunaan waktu dan sumber daya untuk menentukan kapan berbagai
produk yang berbeda dimasukkan ke dalam proses produksi dan bagaimana
berbagai produk tersebut di produksi.

2.

Pemindahan.

Pemindahan

adalah

aktivitas yang menggunakan waktu dan sumber daya untuk memindahkan


bahan baku, produk dalam proses, dan produk jadi dari satu departemen ke
departemen yang lain.
3.

Penantian. Penantian adalah aktivitas


yang di dalamnya bahan baku dan produk dalam proses menggunakan waktu
dan sumber daya dalam menunggu proses berikutnya.

4.

Inspeksi. Inspeksi adalah aktivitas


yang mengkonsumsi waktu dan sumber daya untuk menjamin produk yang
dihasilkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang telah ditetapkan.

5.

Penyimpanan.

Penyimpanan adalah

aktivitas yang menggunakan waktu dan sumber daya selama produk dan
bahan baku disimpan sebagai persediaan.

Kelima golongan aktivitas tersebut merupakan aktivitas yang sebenarnya tidak


menambah nilai bagi customer, sehingga dalam jangka panjang harus dihilangkan
dari proses pembuatan produk. Cara yang ditempuh untuk meningkatkan efisiensi
pelaksanaan

aktivitas

penambah

nilai

dan

mengurangi

serta

akhirnya

menghilangkan aktivitas bukan penambah nilai dalam pengelolaan aktivitas


adalah :
1.

Activity Reduction
Berusaha menurunkan waktu dan sumber daya dengan meningkatkan efisiensi
aktivitas yang perlu dan menyusun strategi untuk memperbaiki aktivitas yang
tidak menambah nilai sampai dapat di eliminasi.

2.

Activity Elimination
Pendekatan ini menganggap bahwa ada beberapa aktivitas yang tidak
diperlukan. Jika aktivitas ini dapat diidentifikasikan maka badan usaha
berusaha melepaskan diri dari aktivitas tidak menambah nilai tersebut.

2. Activity Selection
Melakukan pemilihan untuk aktivitas yang paling efisien dari sekumpulan
aktivitas yang berbeda yang di sebabkan oleh strategi persaingan, misalnya
memilih strategi perancangan produk dengan biaya yang paling murah jika
faktor yang lain sama.
4.

Activity Sharing
Meningkatkan efisiensi dari aktivitas yang perlu dengan menggunakan skala
ekonomi. Dengan demikian kuantitas pemicu biaya (cost driver) meningkat
tanpa peningkatan biaya dari pemicu biaya perunit dan jumlah biaya yang
dibebankan ke produk yang mengkonsumsi aktivitas menjadi lebih rendah.

Jadi perusahaan yang melakukan analisis aktivitas mengarah pada penghematan


biaya dengan perbaikan yang berkelanjutan, ini dipertegas oleh Hansen dan
Mowen (1997) Activity analysis is the key to achieving cost reduction objective
continuos improvement carries with it the objective of cost reduction. Competitive

condition dictate that companies must deliver product the customer want, ontime,
and at the lowest possible cost.

Anda mungkin juga menyukai