Anda di halaman 1dari 17

Acara VI

KEJU

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM


TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU
Disusun oleh:
Jessica Kezia Harel
13.70.0098

Kelompok : D5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2016

1.

TOPIK DAN TUJUAN PRAKTIKUM

1.1. Topik

Praktikum pembuatan keju dilaksanakan pada Kamis, 2 Juni 2016 dimulai pukul 15.00
WIB di Laboratorium Rekayasa Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Soegijapranata. Di dalam praktikum ini dibuat dua jenis soft cheese yang berbeda yaitu
Ricotta dan Queso Blanco Cheese. Pada praktikum ini bahan yang digunakan setiap
kelompok berbeda-beda. Kelompok D1 menggunakan susu sapi segar, kelompok D2
menggunakan susu full cream cair, kelompok D3 menggunakan susu skim cair,
kelompok D4 menggunakan susu skim yang dicampur dengan susu full cream dengan
perbandingan 1 : 1, dan kelompok D5 menggunakan susu skim ditambah dengan susu
full cream dengan perbandingan 1 : 2. Setelah keju selesai dibuat dilakukan pengamatan
meliputi derajat keasaman dan uji sensori yang meliputi tekstur, warna, aroma, dan rasa.

1.2. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui prinsip pembuatan soft cheese yang
berdasarkan pada koagulasi dengan menggunakan kombinasi asam dan panas serta
untuk mengetahui variasi jenis susu terhadap kualitas soft cheese yang dihasilkan.

2.

HASIL PENGAMATAN

2.1. Ricotta Cheese

Hasil pengamatan pembuatan keju Ricotta dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Keju Ricotta


Kel.
D1
D2
D3
D4
D5

Bahan
Susu sapi segar
Susu full cream cair
Susu skim cair
Susu skim + full cream (1:1)
Susu skim + full cream (1:2)

pH
5,5
5,5
5,5
5,5
5,5

Tekstur
+
++
++
+
+

Keterangan:
Warna:
+
: putih
++
: putih kekuningan
+++
: kuning
++++ : sangat kuning

Rasa:
+
++
+++
++++

Aroma:
+
: tidak beraroma
++
: aroma susu
+++
: aroma keju
++++ : sangat beraroma keju

Tekstur:
+
: cair
++
: kurang lembut
+++
: lembut
++++ : keras

Warna
+++
+
+
+
+

Aroma
+++
++++
+++
+++
+++

Rasa
++
++++
+
+++
+++

: tidak asin
: kurang asin
: asin
: sangat asin

Pada proses pembuatan keju ini digunakan bahan yang berbeda-beda. Pada kelompok D1
menggunakan susu sapi segar, kelompok D2 menggunakan susu full cream, kelompok D3
menggunakan susu skim cair, kelompok D4 menggunakan susu skim yang ditambah dengan
susu full cream dengan perbandingan 1 : 1 dan kelompok D5 menggunakan susu skim
ditambah dengan susu full cream dengan perbandingan 1 : 2. Dari hasil pengamatan yang
didapatkan dapat dilihat bahwa semua kelompok menghasilkan pH 5,5. Tekstur dari keju
yang dihasilkan adalah cair hingga kurang lembut sedangkan dari segi warna dihasilkan
warna yang putih. Namun pada kelompok D1 warna dari keju yang dihasilkan adalah kuning.
Untuk aroma semua kelompok menghasilkan aroma keju yang terasa. Rasa keju kelompok
D4 dan D5 adalah asin sedangkan kelompok D2 sangat asin. Kelompok D1 memiliki rasa
yang kurang asin sedangkan kelompok D3 menghasilkan rasa yang tidak asin.

2.2. Queso Blanco Cheese

Hasil pengamatan pembuatan Queso Blanco Cheese dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Pembuatan Keju Queso Blanco


Kel
D1
D2
D3
D4
D5

Bahan
Susu sapi segar
Susu full cream cair
Susu skim cair
Susu skim + full cream (1:1)
Susu skim + full cream (1:2)

pH
5,5
6,0
5,5
5,5
5,5

Tekstur
++
+++
++
++
++

Warna
+++
++
+
+
+

Keterangan:
Warna:
+
: putih
++
: putih kekuningan
+++
: kuning
++++ : sangat kuning

Rasa:
+
++
+++
++++

Aroma:
+
: tidak beraroma
++
: aroma susu
+++
: aroma keju
++++ : sangat beraroma keju

Tekstur:
+
: cair
++
: kurang lembut
+++
: lembut
++++ : keras

Aroma
++
+++
+
++
+

Rasa
+
+++
++
++++
+++

: tidak asin
: kurang asin
: asin
: sangat asin

Dari hasil pengamatan di atas didapatkan pH keju adalah 5,5 untuk setiap kelompok kecuali
kelompok D2 mempunyai pH 6,0. Tekstur keju Queso Blanco yang dihasilkan adalah kurang
lembut untuk setiap kelompok kecuali pada kelompok D2 yang memiliki tekstur lembut. Dari
segi warna, keju kelompok D1 adalah kuning sedangkan kelompok D2 adalah putih
kekuningan dan pada kelompok D3 D5 memiliki warna putih pada keju yang dihasilkan.
Aroma keju Queso Blanco yang dihasilkan adalah aroma keju pada kelompok D2, kelompok
D1 dan D3 memberikan aroma susu sedangkan pada kelompok D3 dan D5 tidak ada aroma
apapun dari keju yang dihasilkan. Kelompok D1 memiliki keju dengan rasa tidak asin,
kelompok D3 memiliki keju dengan rasa kurang asin, kelompok D2 dan D5 memiliki rasa
yang asin sedangkan kelompok D4 mempunyai rasa yang sangat asin pada keju yang
dihasilkan.

2.3. Foto Produk

Hasil pembuatan keju kloter D. Pada bagian atas merupakan keju Queso Blanco dan di
bagian bawah merupakan keju Ricotta. Secara berurutan dari kiri ke kanan adalah kelompok
D1, D2, D3, D4, dan D5.

3.

PEMBAHASAN

Keju merupakan produk olahan susu hasil koagulasi oleh enzim rennet. Dari jurnal
Pengaruh Metode Pasteurisasi dan Jenis Starter yang Berbeda Terhadap pH, Kadar Air dan
Total Solid Keju Lunak Susu Kambing Peranakan Ettawa oleh Rahmawati (2014) dikatakan
bahwa keju adalah sebuah produk susu yang dihasilkan dari penggumpalan protein susu
terutama kasei susu. Keju dibagi menjadi dua kelompok yaitu keju keras dan keju lunak. Pada
keju, bagian cair susu akan terkoagulasi sehingga dapat membentuk substansi padat yang
berbentuk seperti gel yang disebut dengan curd sedangkan air dan zat terlarut yang terpisah
dari curd disebut dengan whey. Keju memiliki kandungan protein yang tinggi sehingga keju
dapat digunakan sebagai pengganti daging. Dari jurnal penelitian yang berjudul Total Bahan
Padat, Kadar Protein, dan Nilai Kesukaan Keju Mozarella dari Kombinasi Susu Kerbau dan
Susu Sapi yang dilakukan oleh Sari dkk (2014) mengatakan bahwa di dalam 100 gram soft
cheese menghasilkan 30-40% protein susu.

Berdasarkan Irvine & Hill (1985) keju terbuat dari seluruh atau sebagian komponen susu
dengan koagulasi protein susu menggunakan enzim, bakteri penghasil asam, atau senyawa
asam. Dari jurnal Pengaruh Bahan Pengasam dan Kondisi Susu Sapi Terhadap
Hasil/Rendemen, Keasaman, Kadar Air dan Ketegaran (Firmness) Keju Tipe Mozarella oleh
Arinda dkk (2013) yang mengatakan bahwa pengasaman dapat dilakukan dengan
penambahan asam seperti asam asetat ataupun asam sitrat sehingga akan menghasilkan keju
tipe mozarella yang biasanya berwarna putih. Asam sitrat dan asam asetat telah banyak
digunakan dalam pembuatan makan karena berfungsi sebagai pengawet dan akan
memengaruhi hasil rendemen, kekerasan, daya potong, dan elastisitas yang berbeda pada
keju. Keju dapat diklasifikasikan berdasarkan metode produksinya. Pada umumnya, keju
yang keras menggunakan asam dan temperatur yang tinggi sedangkan keju lunak dan semi
lunak dibuat dengan menggunakan asam yang tidak terlalu tinggi.

Keju dapat digolongkan berdasarkan konsistensinya, yaitu :


1. Keju Segar (fresh/unrippened)
Keju tanpa proses pematangan dengan rasa netral, tidak terlalu asin, mengandung air
lebih dari 70% dan berbentuk krim. Contoh : Cottage, Philadelphia dari Amerika
Serikat, Ricotta, dan Mozarella.

6
2. Keju Lunak
Memiliki konsistensi empuk, lembut, agak sulit dioles. Dalam proses pembuatannya,
curd dipotong sebesar bola pingpong dan dimatangkan selama 2-4 minggu. Contoh :
Brie, Camembert dari Perancis, Limburger yang sangat bau dari Belgia, dan Feta dari
Yunani.
3. Keju Semi Keras
Keju dengan tekstur agak empuk namun ketika diiris memiliki bentuk yang tetap.
Contoh : Bel Paese dari Italia, sebagian besar blue cheese seperti Stilton dari Inggris,
Gorgonzola dari Italia, dan Roquefort dari Perancis.
4. Keju Iris
Dalam proses pembuatannya, gumpalan yang terbentuk dipotong-potong sebesar
kacang polong, keju dimatangkan 4-12 minggu. Contoh : Edamer dan Gouda dari
Belanda serta Cheddar dari Inggris.
5. Keju Keras
Selama proses pembuatannya, gumpalan yang terbentuk dipotong menjadi sangat
halus sebesar butiran gandum. Masa pematangan keju ini minimal 3 bulan bahkan
keju yang sangat keras mencapai 3 tahun. Keju keras memiliki umur simpan yang
panjang. Contoh : Parmesan dari Italia dan Emmentaler dari Swiss.

(Irvine, 1982)

Ricotta merupakan keju lunak yang berasal dari Italia. Dalam bahasa Itali, Ricotta berarti
memasak kembali whey sisa hasil pembuatan keju yang lain. Tekstur keju ini sangat rapuh.
Secara umum, komposisi Ricotta adalah 2,5% lemak, 16% protein, 3,5% laktosa, 1% abu,
dan 20-23% total padatan. Umur simpan Ricotta sangat pendek karena kadar air yang tinggi.
Keju Ricotta memiliki kisaran pH 5,6 6,0 (Nafaji & Moatamedzadegan, 2001). Queso
Blanco merupakan keju yang berasal dari Meksiko dan terbuat dari susu sapi atau kombinasi
susu sapi dan kambing. Karakteristik Queso Blanco mirip dengan Ricotta yaitu lembut dan
tidak memerlukan proses pematangan. pH keju Queso Blanco berkisar antara 4,6 6,7. Keju
ini dapat dibuat dari susu full cream dan digumpalkan dengan rennet. Whey yang dihasilkan
ditekan dan diperas untuk menciptakan tekstur yang elastis (Permainy et al., 2013).

Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan keju adalah susu. Berdasarkan Irvine & Hill
(1985), kualitas susu sangat memengaruhi kualitas produk akhir dari olahan susu yang

7
dihasilkan. Susu full cream merupakan susu yang memiliki kandungan lemak yang tinggi
yaitu tidak kurang dari 26%. Semakin tinggi kadar lemak susu maka keju yang dihasilkan
semakin lembut, harum, dan menarik. Sebaliknya jika kadar lemak rendah maka keju akan
berwarna pucat dan keras (Novidia, 2003). Sebelum susu diproses ada baiknya susu
dilakukan pasteurisasi terlebih dahulu. Hal ini berdasarkan jurnal penelitian Yield dan
Komposisi Keju Lunak (Soft Cheese) Dari Susu Sapi Yang Dibuat Dengan Teknik Direct
Acidification Menggunakan Ekstrak Buah Lokal oleh Sumarmono dan Suhartati (2012)
yang mengatakan bahwa pasteurisasi susu dibutuhkan untuk mengurangi populasi bakteri
patogen dan bakteri pembusuk yang akan memengaruhi proses pembuatan keju.

Menurut Novidia (2003) terdapat beberapa prinsip dasar dari pembuatan keju, yaitu :
1. Pasteurisasi Susu
Menggunakan suhu sekitar 70C untuk membunuh seluruh bakteri patogen.
2. Pengasaman Susu
Bertujuan supaya enzim rennet dapat bekerja secara optimal. Pengasaman ini
dilakukan dengan penambahan jus lemon, asam tartrat, cuka, dan bakteri
Streptococcus lactis. Fermentasi S. Lactis akan mengubah laktosa menjadi asam laktat
yang membuat derajat keasaman susu rendah dan rennet menjadi efektif.
3. Penambahan enzim rennet
Rennet memiliki daya kerja yang kuat sehingga cukup ditambahkan dalam
konsentrasi yang kecil. Perbandingan antara rennet dan susu adalah 1 : 5000. Curd
akan terbentuk setelah sekitar 30 menit penambahan rennet. Setelah terbentuk curd
yang padat pada suhu 40C maka dilakukan pemisahan curd dan whey.
4. Pematangan keju (ripening)
Mikroba yang digunakan selama proses pembuatan keju akan menghasilkan keju
dengan rasa, aroma, dan tekstur yang spesifik. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi
penyimpanan seperti temperatur dan kelembaban udara di ruang tempat pematangan.
Dalam beberapa jenis keju, bakteri dapat mengeluarkan gelembung udara sehingga
menyebabkan keju yang dihasilkan menjadi berlubang-lubang.

8
Faktor-faktor yang memengaruhi jenis dan variasi keju antara lain :
-

Derajat keasaman susu pada proses pembuatan curd.

Jenis mikroorganisme yang digunakan.

Komposisi nutrisi di dalam susu.


Semakin tinggi kadar lemak dalam susu maka keju akan semakin lembuut, harum, dan
menarik. Kadar lemak susu rendah maka keju akan berwarna pucat dan keras.

Temperatur dan kandungan lembab dalam proses produksi.

Lama proses pematangan keju.

3.1. Prinsip Pembuatan Ricotta dan Queso Blanco

Untuk pembuatan Ricotta cheese pertama-tama susu sebanyak 750 ml dipasteurisasi terlebih
dahulu pada suhu 72C selama 15 detik. Proses pasteurisasi ini sesuai dengan Rehm & Redd
(1995) yang mengatakan bahwa tujuan pasteurisasi adalah untuk mengurangi jumlah bakteri
patogen, menghindari resiko kontaminasi mikroorganisme yang merugikan, menghancurkan
mikroorganisme osmophilic dan thermophilic, menginaktivasikan enzim lipase dan protease,
mengurangi pemisahan lemak, dan menghambat perubahan akibat reaksi oksidasi. Setelah itu
ditambahkan cuka sebanyak 7,5 ml dan diaduk secara perlahan selama 1 menit. Proses
pengasaman yang dilakukan ini sesuai dengan Irvine dan Hill (1985) yang mengatakan
bahwa penurunan pH akan membuat jaringan protein di dalam curd mengalami sineresis.
Penambahan asam ini akan menyebabkan koagulasi protein sehingga akan diperoleh
konsentrasi sebagian komponen susu. Asam akan bereaksi dengan seluruh protein susu
sehingga terjadi koagulasi yang sempurna dan akan terbentuk curd serta beberapa zat terlarut
yang disebut whey. Selain untuk membentuk curd, pengasaman ini juga akan memengaruhi
cita rasa dari keju yang dihasilkan (Purwadi, 2010).

Langkah berikutnya ditambahkan garam sebanyak 15 gram. Setelah penambahan garam


maka akan langsung terbentuk curd dari larutan susu yang menggumpal. Penambahan garam
ini akan menyebabkan dehidrasi (sineresis) lanjutan dari whey yang masih tersisa. Hal ini
dapat menimbulkan kehalusan dan emulsifikasi lemak (Rehm & Reed, 1995). Adapun Irvine
& Hill (1985) menambahkan bahwa garam akan menghambat pertumbuhan bakteri yang
tidak diinginkan karena garam akan memperkecil jumlah pertambahan asam, menurunkan
kadar air, dan pengawet. Berikutnya wadah ditutup dengan kain saring dan didiamkan selama
2 jam. Kemudian curd yang terbentuk dipisahkan dari whey dengan cara memeras kain

9
saring. Hal ini sesuai dengan Kosikowski & Mistry (1997) yang mengatakan bahwa
penyaringan dengan kain saring bertujuan untuk memisahkan whey dan untuk
mengonsentrasikan curd agar lebih mudah terpisah. Kemudian keju yang terbentuk diambil
untuk dilakukan pengujian pH menggunakan kertas lakmus dan pengujian karakteristik fisik
keju.

Dalam proses pembuatan keju Queso Blanco diawali dengan pasteurisasi susu sebanyak 750
ml dengan suhu 80C selama 2 menit. Kemudian dilakukan penambahan garam sebanyak 15
gram dan diaduk secara perlahan. Penambahan garam ini berdasarkan pernyataan Guinee
(2004) memiliki tujuan untuk proses dehidrasi lebih lanjut dari whey yang tersisa,
menurunkan tingkat keasaman, dan menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan
serta untuk memperoleh curd yang padat. Selanjutnya larutan cuka dimasukkan ke dalam
susu yang telah dipasteurisasi tersebut. Larutan cuka ini dibuat dengan cara mengencerkan 10
ml cuka dengan 5 ml akuades. Pengasaman yang dilakukan dengan penambahan larutan cuka
atau larutan asam bertujuan untuk menurunkan pH, membantu proses koagulasi, mendukung
proses sineresis, mencegah kerusakan akibat pertumbuhan bakteri (Irvine & Hill, 1985). Hal
ini didukung oleh pernyataan Kosikowski & Mistry (1997) yang mengatakan bahwa
penambahan cuka bertujuan untuk menurunkan pH, membantu sineresis sehingga
mengakibatkan curd yang terbentuk lebih kecil dan lembut.

Pemanasan dan pengasaman pada proses pembuatan keju dalam praktikum kali ini akan
menyebabkan denaturasi dan pemutusan ikatan disulfida dari protein, sehingga akan terjadi
presipitasi dan terbentuknya curd. Suhu pemanasan saat pembentukan curd pada pembuatan
queso blanco ini harus lebih tinggi dari suhu pasteurisasi. Oleh karena itu, di dalam
praktikum ini menggunakan suhu 80C. Hal ini sesuai dengan teori dari Hill (2006) yang
menyatakan bahwa pada pembuatan keju queso blanco susu harus dipanaskan pada suhu
85C sebelum dilakukan penyaringan. Setelah dilakukan pemanasan maka selanjutnya
campuran tersebut diaduk secata perlahan hingga merata dan didiamkan selama 10 menit.
Lalu dilakukan penyaringan untuk memisahkan curd hingga seluruh whey terpisah. Tahapan
ini sesuai dengan Novidia (2003) bahwa pemisahan curd dan whey perlu dilakukan di dalam
pembuatan keju. Langkah terakhir setelah terbentuk keju dilakukan pengecekan karakteristik
fisik secara sensori meliputi tekstur, warna, aroma, dan rasa lalu dilakukan juga pengecekan
pH dengan kertas lakmus.

10

3.2. Pengaruh Komposisi Bahan Terhadap Karakteristik Keju

Bahan yang digunakan setiap kelompok berbeda-beda. Untuk kelompok D1 menggunakan


susu sapi segar, kelompok D2 menggunakan susu full cream, kelompok D3 menggunakan
susu skim cair, kelompok D4 menggunakan susu skim + full cream (1 : 1), dan kelompok D5
menggunakan susu skim + full cream (1 : 2). Dari hasil pengamatan dapat dilihat hasil
pembuatan keju Ricotta menunjukkan pH keju 5,5 untuk setiap kelompok. Hal ini sesuai
dengan Farkey & Vedamuthu (2002) yang mengatakan bahwa keju ricotta memiliki kisaran
pH antara 5,6 6,0 sedangkan untuk keju Queso Blanco yang dihasilkan memiliki pH 5,5
untuk kelompok D1, D3 D5 kecuali kelompok D2 yang memiliki pH 6,0. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Ellis (2010) bahwa pH keju Queso Blanco berkisar antara 4,6 6,7. pH
yang asam ini disebabkan karena penambahan cuka pada proses pembuatan keju. Derajat
keasaman keju dipengaruhi jenis asam yang digunakan. Rehm & Redd (1995) menambahkan
bahwa sineresis pada curd juga dipengaruhi oleh ukuran curd, suhu, gerakan curd dalam
whey, dan kandungan lemak.

Tekstur keju ricotta diketahui bahwa kelompok D2 dan D3 menghasilkan tekstur kurang
lembut sedangkan kelompok D1, D4, dan D5 menghasilkan tekstur yang cair. Keju queso
blanco mendapatkan tektstur kurang lembut untuk semua kelompok kecuali kelompok D2
yang menghasilkan tekstur lembut. Berdasarkan jurnal penelitian Pengaruh Penambahan
Susu Segar Terhadap Kadar Air, Protein, Lemak, pH, dan Tekstur Keju Ricotta oleh
Setiawan dkk (2015) menyatakan bahwa susu memiliki kandungan lemak sebesar 3,4% yang
dapat meningkatkan kandungan lemak didalam keju yang dibuat. Tekstur keju sangat
dipengaruhi oleh komposisi lemak, protein, kalsium, dan pH (Novidia, 2003). Semakin tinggi
kadar lemak di dalam susu maka keju yang dihasilkan akan lembut, harum, dan menarik.
Oleh sebab itu pada kelompok D2, keju queso blanco yang dihasilkan memiliki tekstur yang
lembut. Adapun di dalam praktikum ini ada keju dengan tekstur yang cair dan kurang lembut.
Hal ini dikarenakan dalam praktikum tidak dilakukan penambahan enzim rennet yang
menyebabkan pembentuk curd menjadi tidak optimal sehingga keju tidak memiliki
konsistensi yang padat. Konsentrasi cuka juga memengaruhi tekstur keju yang dihasilkan.
Semakin banyak cuka yang ditambahkan maka curd yang terbentuk akan semakin sedikit
(McSweeney, 2007).

11
Pada ricotta cheese, warna tertinggi ada pada keju yang menggunakan bahan susu sapi segar
yang menunjukkan hal yang sama pada queso blanco cheese dimana warna dengan nilai
tertinggi ada pada kelompok D1 yang menggunakan bahan susu sapi segar. Pada kedua
kelompok ini didapatkan warna keju yang kuning dibandingkan dengan kelompok lain yang
memiliki warna keju yang putih. Jika dilihat dari komposisi bahan maka hasil yang
didapatkan ini tidak sesuai dengan pernyataan Novidia (2003) yang mengatakan bahwa jika
kadar lemak di dalam susu rendah maka keju akan berwarna pucat. Seharusnya pada susu full
cream warna keju lebih kuning dibandingkan dengan susu segar maupun susu skim. Semakin
kaya kandungan susu maka keju akan menjadi berwarna keemasan (Carr, 1992). Selain itu
warna keju juga dipengaruhi oleh waktu pemeraman. Semakin lama waktu pemeraman maka
keju yang dihasilkan semakin keemasan. Warna putih dan kekuningan ini disebaban karena
adanya koloid yang terdispersi di dalam kasein dan kalsium fosfat. Pigmen yang memberi
warna kekuningan pada keju adalah karoten dan riboflavin (Bennion & Hughes, 1975).

Aroma keju ricotta yang dihasilkan setiap kelompok sama yaitu aroma keju kecuali
kelompok D2 yang sangat beraroma keju sedangkan untuk keju queso blanco dihasilkan
aroma yang berbeda-beda. Kelompok D3 dan D5 tidak memiliki aroma apapun sedangkan
kelompok D1 dan D4 memiliki aroma susu dan kelompok D2 memiliki aroma keju. Hasil ini
sesuai dengan Novidia (2003) yang mengatakan bahwa semakin tinggi kadar lemak di dalam
susu yang digunakan maka keju yang dihasilkan akan semakin harum. Seperti diketahui
bahwa susu full cream memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan susu yang
lainnya maka keju dengan bahan susu full cream memiliki aroma yang lebih harum
dibandingkan kelompok yang lainnya. Menurut Potter & Hotchkiss (1987) dikatakan bahwa
untuk mendapatkan aroma keju yang kuat maka diperlukan proses pemeraman paling tidak
selama 60 hari hingga mencapai 12 bulan atau lebih. Pembentukan aroma keju ini dijelaskan
lebih lanjut oleh Webb et al. (1974) bahwa pembentukan flavor keju terjadi pada saat keju
berada dalam tahap pematangan. Pada tahap ini terjadi proteolisis dan lipolisis yang akan
memengaruhi flavor pada keju.

Untuk rasa pada ricotta cheese dihasilkan rasa yang sangat asin pada kelompok D2 dengan
bahan susu full cream sedangkan pada keju queso blanco rasa sangat asin ada pada kelompok
D4 dengan bahan susu skim yang ditambahkan dengan susu full cream dengan perbandingan
1 : 1. Rasa keju yang lain berkisar antara kurang asin sampai asin sedangkan untuk kelompok
D1 pada pembuatan keju queso blanco tidak memiliki rasa asin sama sekali. Berdasarkan

12
Rahman et al. (1992), rasa asin keju berasal dari penambahan garam yang dilakukan dalam
proses pembuatan. Perbedaan rasa pada masing-masing kelompok ini dapat disebabkan
karena reaksi pengikatan garam-garam kalsium berbeda-beda. Garam kalsium pada keju
dapat menghambat garam NaCl masuk ke dalam keju. Namun, saat proses koagulasi asam
yang ditambahkan akan menurunkan kandungan kalsium tersebut sehingga garam NaCl dapat
dengan mudah masuk ke dalam keju dan memberikan rasa asin pada keju.

4.

KESIMPULAN

Keju merupakan produk olahan susu hasil koagulasi oleh enzim rennet.

Curd yang terbentuk merupakan bagian cair dari susu yang terkoagulasi sehingga
membentuk substansi padat seperti gel.

Prinsip pembuatan keju Ricotta dan Queso Blanco adalah koagulasi protein dengan
penggunaan asam.

Perbedaan dari pembuatan Ricotta dan Queso Blanco pada praktikum ini adalah suhu dan
waktu pasteurisasi, penambahan cuka, penambahan garam, dan pemeraman.

Pasteurisasi berguna untuk membunuh bakteri patogen yang merugikan.

Penambahan garam bertujuan utnuk sineresis whey dan memberi rasa asin pada keju.

Pendiaman selama 2 jam bertujuan untuk membuat curd dan whey semakin terpisah.

Semakin tinggi kadar lemak dalam susu maka keju yang dihasilkan menjadi semakin
lembut, harum, dan menarik.

Kandungan lemak yang rendah akan membuat keju menjadi keras dan berwarna pucat.

Warna, rasa, dan aroma keju dipengaruhi oleh waktu pemeraman dan kandungan lemak
dalam susu.

Semarang, 10 Juni 2016


Praktikan,

Asisten Dosen

Jessica Kezia Harel

Rr Panulu P. M.

13.70.0098

13

5.

DAFTAR PUSTAKA

Arinda, A. F., Sumarmono, J., dan Mardiati S. (2013). Pengaruh Bahan Pengasam dan
Kondisi Susu Sapi Terhadap Hasil/Rendemen, Keasaman, Kadar Air dan Ketegaran
(firmness) Keju Tipe Mozarella. Jurnal Ilmu Peternakan. 1 (2): 455-462.
Bennion, M & O. Hughes. (1975). Introductory Foods. Macmillan Publishing Co., Inc. New
York.
Carr, S. (1992). Pocket Cheese Book. Mitchell Beazley Publishers. London.
Farkey, N. Y. & E. R. Vedamuthu. (2002). Microbiology of Soft Cheeses. Di dalam
Robinson, R. K. (Ed.). Diary Microbiology Handbook: The Microbiology of Milk and
Milk Products 3rd Ed. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Guinee, T.P. 2004. Salting and Role of Salt in cheese. J.Dairy Techno. 57: 99-109.
Hill, A. R. 2006. Cheese Technology. Academic Press, Canada.
Irvine, D.M. & A.R. Hill. (1985). Cheese Technology. Pergamon. Oxford.
Irvine, D.M. (1982). Cheddar Cheese. Departement Agriculture & Food. Toronto.
Kosikowski, F.V., & V.V. Mistry. (1997). Cheese and Fermented Milk Foods. Volume
1:Origins and Principles . 3rd ed. Westport, Conn.: F.V. Kosikowski.
McSweeney, P.L.H. 2007. Cheese Problems Solved. England: CRS Pr.
Nafaji, M.B.H. and A. Moatamedzadegan. 2001. Process Optimization of Ricotta Cheese
According to Iranian Preferences. J. Agric. Sci. Technol. Vol. 3: 237-240
Novidia, E. (2003). Keju, Produk Olahan Susu yang Kaya Nutrisi. Harian Pikiran Rakyat
Minggu. Jakarta.
Potter, N. N. & Hotchkiss, J. H. (1987). Food Science Fifth Edition. Chapman & Hall, Inc.
New York.
Permainy, A,. S. Wasito dan K. Widayaka. 2013. Pengaruh Dosis Rennet yang Berbeda
Terhadap Kadar Protein dan Lemak Keju Lunak Susu Sapi. Jurnal Ilmiah Peternakan
1(1):208-213.
Purwadi. 2010. Kualitas Fisik Keju Mozarella dengan Bahan Pengasam Jus Jeruk Nipis.
Universitas Brawijaya, Malang.
Rahman, A, et al. (1992). Teknologi Pengolahan Susu. IPB. Bogor.
Rahmawati, Dian, Sumarmono, J., dan Kusuma W. (2014). Pengaruh Metode Pasteurisasi
dan Jenis Starter yang Berbeda Terhadap pH, Kadar Air dan Total Solid Keju Lunak
Susu Kambing Peranakan Ettawa. Jurnal Ilmu Ternak Vol 1 No 9, 46-51.

14

15
Rehm, H. J. & G. Reed. (1995). Biotechnology Second, Completely Revised Edition. VCH
Publisherrs Inc. New York, USA
Sari, Nazera A., Sustiyah, A., dan Anang M. L. (2014). Total Bahan Padat, Kadar Protein,
dan Nilai Kesukaan Keju Mozarella dari Kombinasi Susu Kerbau dan Susu Sapi. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan. 3 (4).
Setiawan, F. D., Purwadi, dan Djalal R. (2015). Pengaruh Penambahan Susu Segar Terhadap
Kadar Air, Protein, Lemak, pH dan Tekstur Keju Ricotta. Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya. Malang.
Sumarmono, J., dan F. M. Suhartati. (2012). Yield dan Komposisi Keju Lunak (Soft Cheese)
Dari Susu Sapi Yang Dibuat Dengan Teknik Direct Acidification Menggunakan
Ekstrak Buah Lokal. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 1 No. 3.
Webb, D.H., A.H. Johnson, J.A. Alford. (1974). Fundamentals of Dairy Chemistry. Avi
Publishing Co. Westport.

6.

LAMPIRAN

6.1. Laporan Sementara


6.2. Jurnal

16

Anda mungkin juga menyukai