Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi Cedera Kepala
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi
setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan
jaringan otak atau kombinasinya

(Standar Pelayanan Medis

,RS

Dr.Sardjito). Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan


kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi
akibat kecelakaan lalu lintas.(Mansjoer Arif ,dkk ,2000)
1.2

Pendahuluan
Cedera kepala adalah cedera yang mengenai kepala dan otak, baik yang
terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Tulang tengkorak yang tebal
dan keras membantu melindungi otak. Tetapi meskipun memiliki helm
alami, otak sangat peka terhadap berbagai jenis cedera. Otak bisa terluka
meskipun tidak terdapat luka yang menembus tengkorak.
Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang
berlawanan.

Cedera

percepatan-perlambatan

kadang

disebut

coup

contrecoup (bahasa Perancis untuk hit-counterhit). Cedera kepala yang berat


dapat merobek, meremukkan atau menghancurkan saraf, pembuluh darah
dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada
jalur

saraf,

perdarahan

atau

pembengkakan

hebat.

Perdarahan,

pembengkakan dan penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama


yang ditimbulkan oleh pertumbuhan massa di dalam tengkorak. Karena
tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan tekanan bisa
merusak atau menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam
tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong otak ke bawah. Otak
sebelah atas bisa terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak
dengan batang otak, keadaan ini disebut herniasi.
Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak
melalui lubang di dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula
spinalis. Herniasi ini bisa berakibat fatal karena batang otak mengendalikan
fungsi vital (denyut jantung dan pernafasan). Cedera kepala yang
1

tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan kerusakan otak yang hebat.


Usia lanjut dan orang yang mengkonsumsi antikoagulan (obat untuk
mencegah pembekuan darah), sangat peka terhadap terjadinya perdarahan
disekeliling otak (hematoma subdural).
1.3

Anatomi
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tampak perlindungan tersebut, otak yang lembut akan
mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Dan begitu rusak,
neuron tidak dapat diperbaiki lagi. Tepat diatas tengkorak terletak galea
aponeurotika yaitu jaringan fibrosa, padat, dapat digerakan dengan bebas,
yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Diantara kulit dan
galea terdapat lapisan lemak dan lapisan membran dalam yang mengandung
pembulu-pembuluh darah besar yang bila robek, sukar mengadakan
vasokontriksi sehingga dapat menyebabkan kehilangan darah bermakna.
Tepat dibawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena
emisaria dan diploika, pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulit
sampai ke dalam tengkorak.

Gambar 1: Tabula dan pembuluh darah di kepala.

Tulang tengkorak terdiri dari dua dinding atau tabula yang dipisahkan
oleh tulang berongga. Dinding luar disebut tabula eksterna dan dinding
bagian dalam disebut tabula interna yang mengandung alur-alur yang berisi
arteria meningea anterior, media, dan posterior. Apabila arteria tersebut
terkoyak maka akan tertimbun dalam ruang epidural.
Meningens terdiri dari tiga lapis dari luar ke dalam yaitu dura mater,
arakhnoid, dan pia mater. Dura adalah membran yang liat, semitranlusen,
tidak elastis dan melekat erat dengan permukaan dalam tengkorak.

Gambar 2 : Lapisan meningens dan tempat perdarahan.


Fungsinya (1) melindungi otak, (2) menutupi sinus-sinus vena, (3)
membentuk periosteum tabula interna. Bagian tengah dan poterior disuplai
oleh a. Meningea media yang bercabang dari a. Vertebralis dan a. Carotis
interna. Arakhnoid adalah membran fibrosa halus dan elastis, membran ini
tidak melakat dengan dura mater, ruangan antara kedua membran disebut
ruang subdural. Vena-vena otak yang melewati ruangan ini hanya
mempunyai sedikit jaringan penyokong sehingga mudah sekali terkena
cedera dan robek pada trauma kepala. Diantara arakhnoid dan pia mater
terdapat ruang subarakhnoid yang melebar dan mendalam pada daerah
tertentu dan memungkinkan sirkulasi cairan serebrospinal. Pia mater adalah

membran halus yang memiliki sangat banyak pembuluh darah halus dan
merupakan satu-satunya lapisan meningeal yang masuk ke dalam semua
sulkus dan membungkus semua girus.
1.4

Patofisiologi
Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi
primer. Lesi primer ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan,
tulang tengkorak, jaringan otak, saraf otak maupun pembuluh-pembuluh
darah di dalam dan di sekitar otak. Pada tulang tengkorak dapat terjadi
fraktur linier (70% dari fraktur tengkorak), fraktur impresi maupun
perforasi. Fraktur linier pada daerah temporal dapat merobek atau
menimbulkan aneurisma pada arteria meningea media dan cabangcabangnya; pada dasar tengkorak dapat merobek atau menimbulkan
aneurisma a. karotis interna dan terjadi perdarahan lewat hidung, mulut dan
telinga. Fraktur yang mengenai lamina kribriform dan daerah telinga tengah
dapat menimbulkan rinoroe dan otoroe (keluarnya cairan serebro spinal
lewat hidung atau telinga.
Fraktur impresi dapat menyebabkan peningkatan volume dalam
tengkorak, hingga menimbulkan herniasi batang otak lewat foramen
magnum. Juga secara langsung menyebabkan kerusakan pada meningen dan
jaringan otak di bawahnya akibat penekanan. Pada jaringan otak akan
terdapat kerusakan-kerusakan yang hemoragik pada daerah coup dan
countre coup. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali
disertai adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Tekanan
dan trauma pada kepala akan menjalar lewat batang otak kearah kanalis
spinalis; karena adanya foramen magnum, gelombang tekanan ini akan
disebarkan ke dalam kanalis spinalis. Akibatnya terjadi gerakan ke bawah
dari batang otak secara mendadak, hingga mengakibatkan kerusakan
kerusakan di batang otak. Saraf otak dapat terganggu akibat trauma
langsung pada saraf, kerusakan pada batang otak, ataupun sekunder akibat
meningitis atau kenaikan tekanan intrakranial.
Kerusakan pada saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh fraktur lamina
kribriform di dasar fosa anterior maupun countre coup dari trauma di daerah

oksipital. Pada gangguan yang ringan dapat sembuh dalam waktu 3 bulan.
Dinyatakan bahwa 5% penderita tauma kapitis menderita gangguan ini.
Gangguan pada saraf otak II biasanya akibat trauma di daerah frontal.
Mungkin traumanya hanya ringan saja (terutama pada anak-anak), dan tidak
banyak yang mengalami fraktur di orbita maupun foramen optikum. Dari
saraf-saraf penggerak otot mata, yang sering terkena adalah saraf VI karena
letaknya di dasar tengkorak. Ini menyebabkan diplopia yang dapat segera
timbul akibat trauma, atau sesudah beberapa hari akibat dari edema otak.
Gangguan saraf III yang biasanya menyebabkan ptosis, midriasis dan
refleks cahaya negatif sering kali diakibatkan hernia tentorii. Gangguan
pada saraf V biasanya hanya pada cabang supraorbitalnya, tapi sering kali
gejalanya hanya berupa anestesi daerah dahi hingga terlewatkan pada
pemeriksaan. Saraf VII dapat segera memperlihatkan gejala, atau sesudah
beberapa hari kemudian. Yang timbulnya lambat biasanya cepat dapat pulih
kembali, karena penyebabnya adalah edema. Kerusakannya terjadi di
kanalis fasialis, dan seringkali disertai perdarahan lewat lubang telinga.
Banyak didapatkan gangguan saraf VIII pada. trauma kepala, misalnya
gangguan pendengaran maupun keseimbangan. Edema juga merupakan
salah satu penyebab gangguan. Gangguan pada saraf IX, X dan XI jarang
didapatkan, mungkin karena kebanyakan penderitanya meninggal bila
trauma sampai dapat menimbulkan gangguan pada saraf-saraf tersebut.
Akibat dari trauma pada pembuluh darah, selain robekan terbuka yang dapat
langsung terjadi karena benturan atau tarikan, dapat juga timbul kelemahan
dinding arteri. Bagian ini kemudian berkembang menjadi aneurisma.

Gambar 3: Patofisiologi cedera kepala


1.5

Klasifikasi Cedera Kepala

Berdasarka
n
mekanisme
Cedera
kepala
tertutup

Cedera
kepala
terbuka

Berdasarka
n beratnya
cedera
kepala
ringan

cedera
kepala
sedang

cedera
kepala
berat

Berdasarkan
morfologi
Fraktura
tengkorak

Kulit

Vulnus

Kalvaria

Basilar

Lesi
Intrakranial

Fokal

Diffuse

Laserasi

Linear atau
stelata

Kontusio
serebri

Konkusi
ringan

Hematom
subkutan,

Depressed
atau
nondepresse
d

Hematom
epidural

Konkusi
klasik

Hematom
subdural

Cedera
aksonal
difusa

Hematom
subgaleal

Perdarahan
subarakhnoi
d
Perdarahan
intraserebral

Gambar 4: Klasifikasi cedera kepala.


1.6

Berdasarkan Mekanisme
Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan penetrans
atau terbuka. Walau istilah ini luas

digunakan dan berguna untuk

membedakan titik pandang, namun sebetulnya tidak benar-benar dapat


dipisahkan. Misalnya fraktura tengkorak depres dapat dimasukkan kesalah
satu golongan tersebut, tergantung kedalaman dan parahnya cedera tulang.
Sekalipun demikian, untuk kegunaan klinis, istilah cedera kepala tertutup
biasanya dihubungkan dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan,
dan cedera kepala penetrans lebih sering dikaitkan denganluka tembak dan
luka tusuk.
1.

Trauma kepala terbuka


Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi
duramater. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk
otak. Fraktur longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus

akustikus interna, foramen jugularis dan tuba eustachius. Setelah 2-3 hari
akan tampak battle sign (warna biru dibelakang telinga diatas os mastoid)
dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga). Perdarahan dari telinga dengan
trauma kepala hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar
tengkorak. Fraktur basis tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto
rontgen, karena terjadi sangat dasar. Tanda-tanda klinik yang dapat
membantu mendiagnosa adalah :
a.

Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os


mastoid )

b.

Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )

c.

Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma langsung )

d.

Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )

e.

Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)

Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis dan


perdarahan.

Gambar 5: Tanda Cedera Kepala.


2.

Trauma kepala tertutup


Secara klasik kita kenal pembagian : komosio, kontusio dan laserasio
serebri. Pada komosio serebri kehilangan kesadaran bersifat sementara
tanpa kelainan PA. Pada kontusio serebri terdapat kerusakan dari jaringan
otak, sedangkan laserasio serebri berarti kerusakan otak disertai robekan

duramater. Trauma kepala dapat menyebabkan cedera pada otak karena


adanya aselerasi, deselerasi dan rotasi dari kepala dan isinya. Karena
perbedaan densitas antara tengkorak dan isinya, bila ada aselerasi,
gerakan cepat yang mendadak dari tulang tengkorak diikuti dengan lebih
lambat oleh otak. Ini mengakibatkan benturan dan goresan antara otak
dengan bagian-bagian dalam tengkorak yang menonjol atau dengan
sekat-sekat duramater. Bila terjadi deselerasi (pelambatan gerak), terjadi
benturan karena otak masih bergerak cepat pada saat tengkorak sudah
bergerak lambat atau berhenti. Mekanisme yang sama terjadi bila ada
rotasi kepala yang mendadak. Tenaga gerakan ini menyebabkan cedera
pada otak karena kompresi (penekanan) jaringan, peregangan maupun
penggelinciran suatu bagian jaringan di atas jaringan yang lain. Ketiga
hal ini biasanya terjadi bersama-sama atau berturutan. Kerusakan
jaringan otak dapat terjadi di tempat benturan (coup), maupun di tempat
yang berlawanan (countre coup). Diduga countre coup terjadi karena
gelombang tekanan dari sisi benturan (sisi coup) dijalarkan di dalam
jaringan otak ke arah yang berlawanan; teoritis pada sisi countre coup ini
terjadi tekanan yang paling rendah, bahkan sering kali negatif hingga
timbul kavitasi dengan robekan jaringan. Selain itu, kemungkinan
gerakan rotasi isi tengkorak pada setiap trauma merupakan penyebab
utama terjadinya countre coup, akibat benturan-benturan otak dengan
bagian dalam tengkorak maupun tarikan dan pergeseran antar jaringan
dalam tengkorak. Yang seringkali menderita kerusakan-kerusakan ini
adalah daerah lobus temporalis, frontalis dan oksipitalis.
A. Komusio serebri ( Gegar otak )
Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan
(kurang dari 10 menit ). Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda
didepan mata dan linglung. Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan
kadang ingatan) sekejap, setelah terjadinya cedera pada otak yang tidak
menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio menyebabkan
kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang
nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan,

10

tergantung kepada goncangan yang menimpa otak di dalam tulang


tengkorak. Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan
rasa mengantuk yang abnormal; sebagian besar penderita mengalami
penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari. Beberapa penderita
merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa,
depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala
ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu,
jarang lebih dari beberapa minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan
dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma
pasca konkusio. Sindroma pasca konkusio masih merupakan suatu tekateki; tidak diketahui mengapa sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu
cedera kepala yang ringan. Para ahli belum sepakat, apakah penyebabkan
adalah cedera mikroskopi atau faktor psikis. Pemberian obat-obatan dan
terapi psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih
perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala
yang lebih serius yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang
beberapa hari setelah terjadinya cedera. Jika sakit kepala, kebingungan
dan rasa mengantuk bertambah parah, sebaiknya segera mencari
pertolongan medis. Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang
lebih berat, maka tidak diperlukan pengobatan. Setiap orang yang
mengalami cedera kepala diberitahu mengenai pertanda memburuknya
fungsi otak. Selama gejalanya tidak semakin parah, biasanya untuk
meredakan nyeri diberikan asetaminofen. Jika cederanya tidak parah,
aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari pertama.
B. Kontusio serebri (Memar otak )
Merupakan perdarahan kecil / ptechie pada jaringan otak akibat
pecahnya pembuluh darah kapiler. Pada jaringan otak akan terdapat
kerusakan-kerusakan yang hemoragik pada daerah coup dan countre
coup, dengan piamater yang masih utuh pada kontusio dan robek pada
laserasio serebri. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal
sering kali disertai adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang
akut. Sebagai kelanjutan dari kontusio akan terjadi edema otak.Penyebab

11

utamanya adalah vasogenik, yaitu akibat kerusakan B.B.B. (blood brain


barrier).

Disini

dinding

kapiler

mengalami

kerusakan

ataupun

peregangan pada sel-sel endotelnya. Cairan akan keluar dari pembuluh


darah ke dalam jaringan otak karena beda tekanan intra vaskuler dan
interstisial yang disebut ekanan perfusi. Bila tekanan arterial meningkat
akan mempercepat terjadinya edema dan sebaliknya bila turun akan
memperlambat.

Edema

jaringan

menyebabkan

penekanan

pada

pembuluh-pembuluh darah yang mengakibatkan aliran darah berkurang.


Akibatnya terjadi iskemia dan hipoksia. Asidosis yang terjadi akibat
hipoksia ini selanjutnya menimbulkan vasodilatasi dan hilangnya auto
regulasi aliran darah, sehingga edema semakin hebat. Hipoksia karena
sebab-sebab lain juga memberikan akibat yang sama. Jika otak
membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan
otak; pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak.
Gejala dari kontusio adalah pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi,
menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan
kecemasan. Biasanya gejala berlangsung selama beberapa hari sampai
beberapa minggu. Sindroma pasca konkusio yaitu kesulitan dalam
bekerja, belajar dan bersosialisasi. Kontusio serebri dan robekan otak
lebih serius daripada konkusio. MRI menunjukkan kerusakan fisik pada
otak yang bisa ringan atau bisa menyebabkan kelemahan pada satu sisi
tubuh yang diserati dengan kebingungan atau bahkan koma.
C. Perdarahan intracranial
Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak
dengan tulang tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi karena
cedera atau stroke. Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam
pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau diantara
pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak (hematoma
epidural). Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT
scan atau MRI. Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan
menimbulkan gejala dalam beberapa menit. Perdarahan menahun
(hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut dan membesar

12

secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari.
Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan
dan pada akhirnya menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas
juga akan menyebabkan otak bagian atas atau batang otak mengalami
herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan kesadaran
sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh,
gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa
juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.
Hematoma epidural
Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak
diantara meningens dan tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah
tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki
tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar. Gejala berupa sakit
kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa
jam kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam
kemudian muncul lagi dan lebih parah dari sebelumnya. Selanjutnya bisa
terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan
koma. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung kepada CT
scan darurat. Pada pemeriksaan dengan CT-Scan akan tampak gambaran
massa hiperdens dengan bentuk bikonveks (double convex sign), atau ada
pula yang menyebutnya sebagai gambaran football shaped yang secara
tipikal terletak di bagian temporal tengkorak. Hematoma epidural diatasi
sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak
untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan
penyumbatan sumber perdarahan.
Hematoma subdural
Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling
otak. Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat
atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih
ringan. Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling
sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada
alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama

13

beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan


dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah dan didapatkan
gambaran hiperdens berbentuk konkaf atau menyerupai bulan sabit, atau
sering disebut crescentic sign. Hematoma subdural pada bayi bisa
menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih
lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali
diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang
menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui
pembedahan.
Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:
1). Sakit kepala yang menetap
2). Rasa mengantuk yang hilang-timbul
3). Linglung
4). Perubahan ingatan
5). Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
1.7

Berdasarkan Beratnya
A. Cedera kepala ringan (GCS 13-15)
Biasanya terjadi penurunan kesadaran dan apabila ada penurunan
kesadaran hanya terjadi beberapa detik sampai beberapa menit saja. Tidak
ditemukan kelaianan pada pemeriksaan CT-scan, LCS normal, dapat terjadi
amnesia retrograde.
B. Cedera kepala sedang (GCS 9-12)
Dapat terjadi penurunan kesadaran yang berlangsung hingga beberapa
jam. Sering tanda neurologis abnormal, biasanya disertai edema dan
kontusio serebri. Terjadi juga drowsiness dan confusion yang dapat bertahan
hingga beberapa minggu. Fungsi kognitif maupun perilaku yang terganggu
dapat terjadi beberapa bulan bahkan permanen.
C. Cedera kepala berat (GCS <8)
Terjadi hilangnya kesadaran yang berkepanjangan atau yang disebut
koma. Penurunan kesadaran dapat hingga beberapa bulan. Pasien tidak
mampu mengikuti, bahkan perintah sederhana, karena gangguan penurunan
kesadaran. Termasuk juga dalam hal ini status vegetatif persisten. Tanpa

14

memperdulikan nilai SKG, pasien digolongkan sebagai penderita cedera


kepala berat bila :
1. Pupil tak ekual
2. Pemeriksaan motor tak ekual.
3. Cedera kepala terbuka dengan bocornya CSS atau adanya jaringan otak
yang terbuka.
4. Perburukan neurologik.
5. Fraktura tengkorak depressed.
1.8

Berdasarkan Morfologi
Cedera kulit : vulnus, laserasi, hematom subkutan, hematom subgaleal
Luka dapat menimbulkan perdarahan, pembengkakan setempat, nyeri
setempat, nyeri pada pergerakan dan dirawat sebagaimana mestinya.
Perdarahan

subgaleal

dapat

besar

sekali

hingga

menimbulkan

pembengkakan yang hebat dan bentuk kepala menjadi besar tidak teratur.
Pada keadaan ini perlu diberi balut yang menekan dan bila teraba lunak
dapat dipungsi untuk mengeluarkan darah yang cair.
Fraktur tengkorak
Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak.
Mungkin tampak pada kalvaria atau basis, mungkin linier atau stelata,
mungkin terdepres atau tidak terdepres. Fraktur tengkorak biasanya terjadi
pada tempat benturan. Garis fraktur dapat menjalar sampai basis cranii.
Patah tulang tengkorak bisa melukai arteri dan vena, yang kemudian
mengalirkan darahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah
tulang di dasar tengkorak bisa merobek meningens. Cairan serebrospinal
(cairan yang beredar diantara otak dan meningens) bisa merembes ke
hidung atau telinga yang menandakan adanya fraktur basis cranii. Depresi
pada kepala atau muka (sunken eye) menandakan terjadi fraktur maksila.
Bakteri kadang memasuki tulang tengkorak melalui patah tulang tersebut,
dan menyebabkan infeksi serta kerusakan hebat pada otak. Sebagian besar
patah tulang tengkorak tidak memerlukan pembedahan, kecuali jika pecahan
tulang menekan otak atau posisinya bergeser.
Cedera aksonal difusa

15

Kerusakan akson oleh karena adanya proses akselerasi dan deserelasi


yang terjadi pada otak sewaktu terjadinya trauma kepala. Otak memiliki
beberapa lapisan yang membentuknya. Pada saat terjadinya trauma, lapisan
lapisan ini akan ikut bergeser. Pergerakkan tiap lapisan ini akan berbeda
beda. Ilustrasi dibawah ini menunjukkan adanya penarikan neuron akibat
perbedaan waktu pergeseran yang bias menyebabkan akson teregang,
terpuntir, terputus, dan terjepit. Akibatnya cairan dan ionic akan masuk ke
axon dan menyebakan pembengkakkan, yang nantinya akan menyebakkan
kerusakkan neuron. Akson terputus dan akson bagian distal akan terpisah.
Pada stadium lanjut, akan terjadi kematian akson pada ujung distal
1.9

Penanganan Cedera Kepala


Penanganan awal terdiri dari Air way, breahting, circulation, dan menilai
GCS. Penanganan juga dilakukan sesuai dengan berat ringannya cedera
kepala serta dilakukan pada observasi saat di rumah sakit ataupun saat sudah
pulang ke dari rumah sakit. Pencegahan pada dasarnya dilakukan untuk
mengurangi peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma. Upaya
pencegahan yang dilakukan yaitu:
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah pencegahan yang mencakup sebelum
peristiwa terjadinya.Seperti pengatur lalu lintas, memakai sabuk
pengaman dan memakai helm.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang mencakup saat peristiwa
terjadi yang dirancang untuk meminimalkan beratnya cedera yang terjadi.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi
yang lebih berat, penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala
akibat kecelakaan lalu lintas, untuk mengurangi kecacatan dan
memperpanjang harapan hidup.
Prognosis dari cedera kepala dilihat dari skor GCS yang penting dalam
menentukan tingkat kesadaran dan berat ringannya cedera kepala

Anda mungkin juga menyukai