Anda di halaman 1dari 3

Daftar Masalah

Pada pasien didapatkan keluhan sesak napas kronis, terus-menerus, dan tidak
berhubungan dengan udara dingin atau debu. Sesak memberat dengan aktivitas dan berkurang
dengan istirahat. Pada pasien didapatkan keluhan seperti ini, kemungkinan terjadi karena
paru-paru tidak bisa mengkompensasi peningkatan kebutuhan tubuh akan oksigen bisa terjadi
karena airway yang mengalami obstruksi. Didukung dengan adanya dahak kental yang
diproduksi terus menerus oleh pasien.
Pasien juga mengalami batuk sejak belasan tahun yang lalu dan memberat sejak 1
bulan SMRS, dahak (+) warna kuning, darah (+) kurang lebih 1 minggu yang lalu. Batuk
merupakan usaha tubuh untuk mengeluarkan dahak yang ada dalam saluran napas. Batuk
yang bertahun-tahun menunjukkan adanya penumpukan dahak akibat produksi dahak yang
banyak dan tidak bisa dikeluarkan dengan sempurna. Dahak yang berwarna kuning
menunjukkan adanya proses infeksi. Adanya darah menunjukkan pecahnya vaskularisasi
yang akhirnya keluar sebagai batuk darah. Pembuluh darah yang pecah bisa ditemukan dalam
neovaskularisasi pada bronkiektasis yang akhirnya pecah sehingga darah keluar ke airway
dan dikeluarkan tubuh ketika batuk.
Selain itu pasien mengeluhkan nyeri dada, nyeri dada tersebut bisa disebabkan oleh
paru atau jantung. Nyeri dada ini dimungkinkan berasal dari paru, dikarenakan pada pasien
tidak didapatkan adanya keluhan dan hasil pemeriksaan yang mengarah pada kelainan
jantung. Nyeri dada pada jantung lokasinya bersifat menetap, seperti tertekan, dan menjalar.
Pasien juga mengeluhkan demam yang bersifat hilang timbul, keringat malam tanpa
aktivitas, mual dan muntah, serta penurunan nafsu makan dan penurunan BB. Demam yang
hilang timbul ini bisa diakibatkan karena proses infeksi yang berulang. Keluhan keringat
malam tanpa aktivitas biasa didapatkan pada proses metabolisme tubuh yang terganggu, yang
biasanya didapatkan pada klinis TB. Mual dan muntah bisa disebabkan oleh peningkatan
asam lambung.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesan status gizi kurang. Hal ini
dimungkinkan karena ketidakseimbangan antara asupan dan metabolisme pada pasien. Pada
anamnesis didapatkan penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan hingga 3-4 kg
dalam 1 bulan terakhir. Hal tersebut dimungkinan berkaitan dengan penyakit yang diderita
pasien.

Pasien memiliki riwayat merokok selama 50 tahun dan berhenti sejak satu bulan yang
lalu. Dari hasil perhitungan Indeks Brinkman (IB) didapatkan nilai 50 x 11 = 650. Klasifikasi
IB dibagi menjadi 3 kelompok, perokok ringan 0-199, perokok sedang 200-599, serta
perokok berat 600. Dari klasifikasi IB tersebut pasien masuk ke dalam klasifikasi perokok
berat. Merokok merupakan faktor resiko terjadinya beberapa penyakit saluran pernapasan,
termasuk kelainan obstruksi maupun restriksi. Merokok dapat memperburuk fungsi paru dan
mempercepat kerusakan. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh merokok. Hipereaktivitas bronkus, riwayat infeksi saluran napas bawah
berulang, dan defisiensi antitripsin alfa 1 merupakan gangguan yang terjadi pada PPOK.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi napas meningkat yang disebabkan
karena adanya gangguan saluran nafas. Peningkatan frekuensi napas tersebut merupakan
mekanisme kompensasi akibat kebutuhan O2 yang tidak terpenuhi. Adanya ronki basah kasar
pada paru menunjukkan bahwa terjadi gangguan pada saluran pernapasan. Pada saluran napas
dimungkinkan adanya penumpukan mukus di saluran napas.
Dari hasil pemeriksaan fisik juga didapatkan clubbing finger

merupakan tanda

adanya insufisiensi pernapasan yang menyebabkan hipoksia kronik sehingga terjadi


penambahan jaringan ikat lunak di dasar kuku. Tanda-tanda pada clubbing finger di antaranya
adalah adanya jari membulat dan menggelembung (penebalan pada distal jari tangan). Bantal
kuku menjadi cembung dan melengkung, ketika dipalpasi terasa seperti busa. Perubahan
sudut antara kuku dan dasar kuku > 180 (normalnya 160). Juga dapat didapatkan timbulnya
aspek mengkilat pada jari maupun kulit.
Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan neutrofilia dan limfositopenia yang
menunjukkan gambaran shift to the left yang menunjukkan adanya proses pertahanan tubuh
yang dikarenakan infeksi oleh bakteri. Adanya hipoalbuminemia menunjukkan penurunan
albumin dalam sirkulasi darah bisa disebabkan intake yang menurun atau hipermetabolisme
tubuh atau proses infeksi yang kronis.
Dari hasil analisa gas darah didapatkan pH menurun dan HCO3 yang meningkat
menandakan adanya kondisi asidosis respiratorik. Kenaikan nilai HCO 3 yang disertai dengan
kenaikan PCO2 menunjukkan adanya kompensasi. Pada analisa gas darah didapatkan adanya
gangguan difusi dan hipoksemia derajat berat. Gangguan difusi yang terjadi pada pasien ini
disebabkan adanya proses peradangan yang bersifat kronis di saluran pernapasan.

Diagnosis pada ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta


pemeriksaan penunjang. Sesak nafas dan batuk berdahak yang terus menerus merupakan
salah satu gejala dari bronkiektasis dan PPOK. Adanya sputum yang purulen dan batuk
berdarah menunjukkan proses infeksi yang lebih sering terjadi pada pasien bronkiektasis
dibandingkan PPOK. Pada pemeriksaan lain didapatkan gejala nyeri dada, serta clubbing
finger yang mengarah pada bronkiektasis. Pemeriksaan radiologis menunjukkan gambaran
honey-comb appearance yang khas pula pada bronkiektasis.
Tatalaksana bronkiektasis yang diberikan pada pasien di antaranya adalah dengan
pemberian O2. Karena pasien mengalami sesak napas dan hipoksemia derajat berat maka
pasien diberikan O2 7 lpm dengan menggunakan NRM berdasarkan dari hasil perhitungan
koreksi FiO2

Dikarenakan status gizi pasien terkesan kurang dan dari hasil pemeriksaan

pasien mengalami hipoalbuminemia maka pasien dikonsulkan ke bagian gizi dan


mendapatkan terapi diet TKTP 1200 kkal/hari+ ekstra putih telur.
Pasien diberikan NaCl 0,9% 20 tpm untuk mempertahankan kebutuhan cairan
maintenance dan pemasangan akses intravena dilakukan untuk memudahkan pemberian obat
melalui jalur parenteral. Pasien juga diberikan injeksi Ceftriaxone 2gr/24jam. Antibiotik pada
pasien diberikan atas indikasi bronkiektasis eksaserbasi infeksi akut. Tujuan pemberian
antibiotik adalah untuk mengontrol infeksi bronkus serta eksaserbasi tersebut. Pemilihan
antibiotik sebaiknya diberikan berdasarkan hasil uji senstitivitas kuman. Injeksi IV Metil
prednisolone 62,5 mg/ 12 jam juga diberikan pada pasien. Selain pemberian antibiotik pada
pasien ini juga diberikan antiinflamasi berupa injeksi metil prednisolon untuk mengurangi
efek inflamasi pada pasien ini, dengan begitu tidak terjadi penebalan dinding bronkus oleh
karena proses inflamasi sehingga pasien tidak merasa lebih sesak. Pada pasien diberikan Nacetil systein 3x200 mg per oral, yang merupakan jenis mukolitik. Diberikan kepada pasien
untuk mengencerkan dahak agar dapat lebih mudah untuk dikeluarkan. Harapannya agar jalan
napas pasien dapat diperbaiki.
Pasien ini juga diberikan terapi inhalasi berupa nebulisasi fulmaterol dan Ipapropium
Bromide. Fulmaterol berguna sebagai bronkodilator sehingga terjadi pelebaran jalan nafas,
dan ipapropium bromide sebagai anti kolinergik yang berguna untuk meningkatkan motilitas
mukosiliar sehingga dapat mengeluarkan dahak dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai