Anda di halaman 1dari 7

Asal Usul Penyebab Terjadinya

Asal Usul Penyebab Terjadinya Tragedi Sampit hingga saat ini masih simpang siur. Saya
bertanya dari berbagai narasumber dan searching di Google, hasilnya berbeda-beda pendapat.
Ada yang mengatakan tragedi ini berawal dari kasus pencurian ayam, kasus perkelahian
remaja antar etnis, kasus kesenjangan sosial, dll. Namun dari berbagai pendapat itu, saya bisa
menyimpulkan bahwa tragedi kerusuhan sampit ini sebenarnya berawal dari masalah
sepele/kecil yang bisa diselesaikan secara kekeluargaan atau jalur hukum yang ada tanpa
harus mengorbankan ratusan bahkan ribuan nyawa. Akan tetapi masalah2 sepele itu terjadi
berulang-ulang dan tanpa penyelesaian yang maksimal, sehingga menimbulkan suasana yang
rentan akan konflik yang lebih besar. Dari beberapa sumber ada beberapa kasus yang telah
terjadi berlarut-larut hingga memuncak pada kerusuhan sampit.
1. 1972, Palangka Raya, seorang gadis Dayak digodai dan diperkosa, terhadap kejadian
itu diadakan penyelesaian dengan mengadakan perdamaian menurut hukum adat.
2. 1982, terjadi pembunuhan oleh orang Madura atas seorang suku Dayak, pelakunya
tidak tertangkap, pengusutan / penyelesaian secara hukum tidak ada.
3. 1983, Kasongan, seorang warga Kasongan etnis Dayak di bunuh (perkelahian 1 (satu)
orang Dayak dikeroyok oleh 30 (tigapuluh) orang madura). Terhadap pembunuhan
atas
4. 1996, Palangka Raya, seorang gadis Dayak diperkosa di gedung bioskop Panala dan
di bunuh dengan kejam (sadis) oleh orang Madura, ternyata hukumannya sangat
ringan.
5. 1997, Barito Selatan orang Dayak dikeroyok oleh orang Madura dengan perbandingan
kekuatan 2:40 orang, dengan skor orang Madura mati semua, tindakan hukum
terhadap
orang
Dayak: dihukum berat. Orang Dayak tersebut diserang dan mempertahankan diri
menggunakan ilmu bela diri? dimana penyerang berhasil dikalahkan semuanya.
6. 1997, Tumbang Samba, ibukota Kecamatan Katingan Tengah, seorang anak laki-laki
bernama Waldi mati terbunuh oleh seorang suku Madura yang ? tukang jualan sate?.
Si belia Dayak mati secara mengenaskan, ditubuhnya terdapat lebih dari 30
(tigapuluh) bekas tusukan. Anak muda itu tidak tahu menahu persoalannya, sedangkan
para anak muda yang bertikai dengan si tukang sate telah lari kabur ?.Yang tidak
dapat dikejar oleh si tukang sate itu, si korban Waldi hanya kebetulan lewat di tempat
kejadian.
7. 1998, Palangka Raya, orang Dayak dikeroyok oleh 4 (empat) orang Madura,
pelakunya belum dapat ditangkap karena melarikan diri dan korbannya meninggal,
tidak ada penyelesaian secara hukum.
8. 1999, Palangka Raya, seorang petugas Tibum (ketertiban umum) dibacok oleh orang
Madura, pelakunya di tahan di Polresta Palangka Raya
9. 1999, Palangka Raya, seorang Dayak dikeroyok oleh beberapa orang suku Madura,
masalah sengketa tanah; 2 (dua) orang Dayak dalam perkelahian tidak seimbang itu
mati semua, sedangkan pembunuh lolos, malah orang Jawa yang bersaksi dihukum

1,5 tahun karena dianggap membuat kesaksian fitnah terhadap pelaku pembunuhan
yang melarikan diri itu.
10. 1999, Pangkut, ibukota Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin Barat, terjadi
perkelahian massal dengan suku Madura, gara-gara suku Madura memaksa
mengambil emas pada saat suku Dayak menambang emas. Perkelahian itu banyak
menimbulkan korban pada ke dua belah pihak, tanpa penyelesaian hukum.
11. 1999, Tumbang Samba, terjadi penikaman terhadap suami-isteri bernama IBA oleh 3
(tiga) orang Madura; pasangan itu luka berat. Dirawat di RSUD Dr. Doris Sylvanus,
Palangka Raya, biaya operasi /perawatan ditanggung oleh Pemda Kalteng. Para
pembacok / pelaku tidak ditangkap, katanya? sudah pulang ke pulau Madura sana!.
(Tiga orang Madura memasuki rumah keluarga IBA dengan dalih minta diberi
minuman air putih, karena katanya mereka haus, sewaktu IBA menuangkan air di
gelas, mereka
12. 2000, Pangkut, Kotawaringin Barat, 1 (satu) keluarga Dayak mati dibantai oleh orang
Madura, pelaku pembantaian lari, tanpa penyelesaian hukum. Tahun 2000, di
Palangka Raya, 1 (satu) orang suku Dayak di bunuh / mati oleh pengeroyok suku
Madura di depan gedung Gereja Imanuel, Jalan Bangka. Para pelaku lari, tanpa proses
hukum.
13. 2000, Kereng Pangi, Kasongan, Kabupaten Kotawaringin Timur, terjadi pembunuhan
terhadap SENDUNG (nama kecil). Sendung mati dikeroyok oleh suku Madura, para
pelaku kabur / lari, tidak tertangkap, karena lagi-lagi ?katanya? sudah lari ke Pulau
Madura, proses hukum tidak ada karena pihak
14. 2001, Sampit (17 s/d 20 Februari 2001) warga Dayak banyak terbunuh / dibantai.
Suku Madura terlebih dahulu menyerang warga Dayak.

Kejadian-Kejadian Sebelum Puncak Kerusuhan (Perang


Terbuka antara Dayak dan Madura)
Tanggal 18 Februari 2001
1. Pkl.01.00 WIB terjadi peristiwa pertikaian antar etnis diawali dengan terjadinya
perkelahian antara Suku Madura dengan kelompok Suku Dayak di Jalan Padat Karya,
yang mengakibatkan 5 (lima) orang meninggal dunia dan 1 (satu) orang luka berat
semuanya dari Suku Madura.
2. Pkl. 08.00 WIB terjadi pembakaran rumah Suku Dayak sebanyak 2 (dua) buah rumah
yang  dilakukan oleh kelompok Suku Madura dan 1 (satu) buah rumah Suku
Dayak dirusak dan dijarah oleh kelompok Suku madura. Kejadian ini mengakibatkan
3 (tiga) orang meninggal semuanya dari Suku Dayak.
3. Pkl. 09.30 WIB pengiriman Pasukan Brimob Polda dari Kalimantan Selatan sebanyak
103 personil dengan kendali BKO Polda Kaliteng untuk pengamanan di Sampit dan
tiba Pkl. 12.00 WIB

4. Pkl. 10.00 WIB sebanyak 38 (tiga puluh delapan) orang tersangka dari kelompok
Suku Dayak atas kejadian tersebut di atas diamankan ke MAPOLDA Kalteng di
Palangka Raya dan menyita beberapa macam senjatantajam sebanyak 62 buah.
5. Pkl. 20.30 WIB ditemukan 1 (satu) orang mayat dari kelompok Suku Dayak di Jalan
Karya Baru, Sampit.
Tanggal 19 Februari 2001
1. Pkl. 02.00 WIB terjadi pembakaran 1 (satu) buah mobil Kijang milik Suku Madura di
Jalan Suwikto, Sampit.
2. Pkl. 16.00 WIB ditemukan mayat sebanyak 4 (empat) orang dan 1 (satu) orang luka
bakar semuanya dari Suku Dayak di Jalan Karya Baru, Sampit.
3. Pkl. 17.00 WIB diadakan sweeping oleh Petugas aparat keamanan terhadap kelompok
Suku Madura dan kelompok Suku Dayak di Sampit.
4. Penangkapan 6 (enam) orang Suku Dayak tersangka berdasarkan hasil pemeriksaan
terhadap tersangka yang telah ditahan sebelumnya, dan diamankan di Polres Kotim.
5. Pkl. 22.00 WIB Wakil Gubernur Kalimantan Tengah dan DANREM 102/PP
bersama  pasukan dari Yonif 631/ATG sebanyak 276 orang menuju Sampit dan
tiba Pkl. 03.00 WIB.
6. Pada tanggal 18 dan 19 Februari 2001 kota Sampit sepenuhnya dikuasai oleh Suku
Madura yang menggunakan senjata tajam dan bom molotov.
Tanggal 20 Februari 2001
1. Pkl. 08.30 WIB diadakan pertemuan antara DANREM 102/PP, KAPOLDA dan Wakil
Gubernur dan MUSPIDA Kabupaten Kotawaringin Timur dengan tokoh masyarakat
di Sampit ( Tokoh Dayak, Madura dan Tokoh Masyarakat Sampit) untuk
mengupayakan penghentian pertikaian dan dilanjutkan dengan pemantauan ke lokasi
pertikaian dengan mengadakan dialog dengan warga yang bertikai.
2. Warga yang ketakutan karena kerusuhan dan sweeping disertai pembakaran rumah
yang dilakukan oleh Suku Madura terhadap Suku Dayak mengungsi ke Gedung Balai
Budaya Sampit, Gedung DPRD Kotawaringin Timur dan Rumah Jabatan Bupati
Kotawaringin Timur sebanyak 702 KK (2.850 orang) bukan Suku Madura dan
sebagian warga non Madura mengungsi ke Palangka Raya.

Kronologis Perang Terbuka antara Dayak dan Madura


18 Februari warga Madura mula menguasai Sampit. Dengan mengacung-acungkan senjata,
puluhan warga Madura pawai keliling kota. Mereka menggunakan berbagai kendaraan, mulai
roda dua sampai roda empat. Mereka tak hanya berpawai. Setiap bertemu warga Dayak,
mereka mengejar dan membunuhnya. Sedikitnya, sepuluh rumah dibakar.Tujuh orang tewas
saat warga Madura menguasai Sampit. Bahkan, seorang ibu muda hamil tujuh bulan ikut

dibunuh dengan dirobek perutnya. Itu fakta, kata Bambang Sakti, tokoh muda Dayak asal
Sungai Samba. Situasi itu membuat Sampit Minggu malam mencekam. Listrik padam total.
Pembakaran di perkampungan warga di Jalan Baamang berlangsung sporadis. Pengungsi
mulai membanjiri gedung pertemuan di depan rumah jabatan bupati sampit. Tapi, kemudian
dialihkan ke kantor bupati. Yang mengungsi bukan hanya warga Madura. Juga Dayak dan
Cina. Mereka berdesak-desakan mengungsi. Ini terjadi karena mereka belum tahu betul siapa
yang menguasai jalanan di Sampit malam itu: Madura atau Dayak. Di pengungsian, Madura
dan Dayak malah rukun. Saya saat itu ikut mengungsi,’ ujar seorang wartawan lokal.
Untuk menghadang orang Dayak keluar-masuk Sampit, warga Madura melakukan penjagaan
di pertigaan Desa Bajarum yang mengarah kota Kecamatan Kota Besi. Penjagaan juga terjadi
di Perenggean, Kecamatan Kuala Kuayan, dan desa-desa pedalaman Hilir Mentayan. Selama
berpawai itu, warga Madura terus berteriak-teriak mencari tokoh Dayak. Mana Panglima
Burung? Mana tokoh Dayak? tantang mereka.
Tak hanya itu, seorang tokoh Madura melakukan orasi lewat pengeras suara, Sampit akan
jadi Sampang kedua, Sampit jadi Sampang Kedua. Mereka juga memasang spanduk:
Selamat datang orang Dayak di kota Sampang, Serambi Mekkah. Spanduk itu yang kami
cari sekarang, kata Bambang Sakti. Bambang juga bilang telah menemukan sejumlah bom di
rumah-rumah warga Madura. Ini bukan isapan jempol, tuturnya. Sedikitnya, pasukan
Dayak sudah menyerahkan 300 bom yang ditemukan di rumah warga Madura. Begitu juga
beberapa pucuk pistol. Tidak tahu bagaimana tindak lanjutnya, jelasnya. Kabarnya, bombom itu dirakit di Jawa, lalu dikirimkan ke Sampit. Tapi, sumber Jawa Pos menyebutkan,
bom rakitan dibuat di Sampit. Lalu, didistribusikan ke berbagai warga Madura di kecamatan.
Mereka bilang bom itu untuk mempertahankan diri jika sewaktu-waktu diserang warga
Dayak. Tapi, karena bom itu pula, 112 warga Madura di Kecamatann Perenggean dibantai di
lapangan kecamatan. Ini setelah warga Dayak menemukan bom di rumah seorang warga
Madura
Melihat aksi penguasaan warga pendatang itu, warga Dayak tak tinggal diam. Mereka lantas
membawa bala bantuan pasukan dari Dayak pedalaman. Warga Dayak yang tiba lebih dulu
melakukan perlawanan sporadis. Selasa malam (20 Februari), peta kekuatan mulai berbalik.
Warga Dayak pedalaman dari berbagai lokasi daerah aliran sungai (DAS) Mentaya,seperti
Seruyan, Ratua Pulut, Perenggean, Katingan Hilir, bahkan Barito berdatangan ke kota Sampit
melalui hilir Sungai Mentaya dekat pelabuhan. Pasukan Dayak pedalaman yang rata-rata
berusia muda tak lebih 25 tahun membekali diri dengan berbagai ilmu kebal. Jumlahnya
sekitar sekitar 320 orang. Pasukan itu lalu menyusup ke daerah Baamang dan sekitarnya,
pusat permukiman warga Madura. Meski dalam jumlah kecil, kemampuan bertempur
pasukan khusus Dayak sangat teruji. Buktinya, mereka mampu memukul balik warga Madura
yang terkosentrasi di berbagai sudut jalan Sampit. Dengan ilmu kebal, mereka melawan
ribuan warga Madura. Bahkan, mereka sanggup menghadapi bom yang banyak digunakan
warga
Madura.
Dalam bentrok terbuka, seorang warga Madura melemparkan bom ke arah pasukan Dayak.
Tapi, bom dapat ditangkap dan dilemparkan kembali ke arah kerumunan Madura. Meledak.
Puluhan warga Madura tewas seketika. Selain kebal senjata, pasukan Dayak pedalaman tidak
mempan ditembak. Mereka justru memunguti peluru untuk dikantongi. Karena itu, polisi juga
keder. Sejak itu, mental Madura pun langsung down. Strategi yang diterapkan warga Dayak
dalam serangan balik cukup jitu. Selain masuk lewat Baamang, sekitar empat perahu penuh
pasukan dayak tidak langsung merapat ke bibir sungai. Mereka berhenti di seberang sungai
Mentaya. Baru berenang menuju kota pinggir sungai di tepian kota Sampit. Strategi ini untuk

menghindari pengawasan orang Madura. Lantas, secara tiba-tiba, mereka muncul dan
menyerang permukiman Madura. Madura pun dibuat kocar-kacir. Pasukan Dayak pedalaman
terus bergerak ke kantong-kantong tokoh Madura. Seperti, Jalan Baamang III, Simpong atau
dikenal Jalan Gatot Subroto, dan S. Parman. Rumah tokoh Ikatan Keluarga Madura (Ikama)
Haji Marlinggi yang cukup megah di Jalan DI Panjaitan tak luput dari sasaran. Banyak
pengawal penguasa Pelabuhan Sampit itu yang terbunuh. Sebagian lari. Sejumlah becak
bekas dibakar berserakan di halaman rumah yang hancur. Rumah tokoh Madura lain seperti
Haji Satiman dan Haji Ismail juga dihancurkan. Tidak terkecuali rumah Mat Nabi yang
dikenal sebagai jagonya Sampit. Padahal, rumah tokoh-tokoh Madura yang berada di Sampit,
Samuda, maupun Palangkaraya tergolong cukup mewah. Serangan pasukan inti Dayak
kemudian diikuti warga Dayak lain. Mereka mencari rumah dan warga di sepanjang kota
Sampit. Ratusan warga Madura dibunuh secara mengenaskan, lalu dipenggal kepalanya.
Hari-hari berikutnya gelombang serangan suku Dayak terus berdatangan. Bahkan, sebelum
menyerang, seorang tokoh atau panglima Dayak lebih dulu membekali ilmu kebal kepada
pasukannya. Karena itu, saat melakukan serangan, biasanya mereka berada dalam alam
bawah sadar. Uniknya, mereka juga dibekali indera penciuman tajam untuk membedakan
orang Madura dan non-Madura. Dari jarak sekitar 200 meter, baunya sudah tercium, ujar
Itu tak berlebihan. Saat ada evakuasi, di tengah jalan seorang warga Madura disusupkan. Dia
dikelilingi warga non Madura. Sebelum masuk ke loksi penampungan, mereka kena sweeping
Dayak. Meski orang itu ada di tengah pengungsi, masih juga tercium dan disuruh turun.
Tanpa ampun, laki-laki tadi dibantai. Agar serangan ke perkampungan Madura terkendali,
para komando warga Dayak menggunakan Hotel Rama sebagai pusat komando penyerangan.
Bahkan, di hotel itulah pasukan diberi ramuan ilmu kekebalan oleh para panglima. Saat
digerebek, aparat menemukan beberapa kepala manusia. Tapi, para tokohnya sempat
meloloskan diri. Kini, di depan hotel bertingkat dua itu dibentangkan police line. Berada di
atas angin, pasukan Dayak lalu melebarkan serangan ke berbagai kota Kecamatan
Kotawaringin Timur. Sasaran pertama, Samuda, ibu kota Kecamatann Mentaya Hilir Selatan,
dan Parebok yang banyak dihuni warga Madura. Samuda dan Parebok jadi sasaran setelah
Sampit karena banyak tokoh Madura tinggal di daerah itu. Di Parebok juga ada Ponpes
Libasu Taqwa. Ponpes yang diasuh Haji Mat Lurah ini juga dijadikan tempat berlindung
banyak warga Madura. Warga Madura di kecamatan lain pun tidak lepas dari buruan.
Misalnya, Kuala Kuayan. Ratusan korban jatuh dengan kepala terpenggal. Kini, warga Dayak
praktis menguasai hampir seluruh wilayah Kalimantan Tengah. Kecuali Pangkalan Bun. Kota
ini aman karena hampir tak ada warga Madura yang tingga di semua kota kecamatan.
Penghuninya, saat itu, banyak yang lari menyelamatkan diri ke hutan, baik Palangkaraya,
Sampit, maupun Samuda.

Total Jumlah Korban Kerusuhan Sampit


Dalam pelayaran menyusuri Sungai Mentaya (70 km), ABK dan pengungsi bisa Melihat
puluhan mayat yang mengapung di sepanjang sungai, dan sejumlah Bangunan rumah warga
Madura dan Pasar Sampit/Pasar Ganal yang tinggal temboknya yang hangus. Dikatakan
seorang pengungsi yang bekerja di penggergajian kayu, PT Sempagan Raya Sampit, Abdul
Sari (30), bahwa yang tampak di sungai saja ada puluhan yang mengapung dan tersangkut di
pinggir. Sementara yang hanyut dan tenggelam lebih dari 200 warga etnis Madura. Ini baru
yang di sungai, belum yang terserak di pinggir sepanjang Jl. Masjid Nur Agung saja tidak
kurang dari 200 mayat, katanya. Sementara di Jl. Sampit Pangkalan Bun, saat ini masih
banyak mayat yang bergelimpangan di tepi jalan. Mayat-mayat itu hanya ditutupi dengan
batu koral yang dibungkus karung sak. Tidak ada yang menolong untuk dimakamkan, kami
tidak mungkin untuk melakukan itu. Sedang untuk bisa lolos dari kejaran dan tebasan

mandau Dayak saja sudah bersyukur. Abdul Sari juga mengatakan, sekarang pasukan Dayak
tidak lagi membedakan siapa yang akan dibunuh. Awalnya yang diserang hanya etnis
Madura, tapi kini semua pendatang, termasuk orang Jawa, dan Cina. Mereka bukan hanya
ditebas lehernya saja, tapi juga dipenggal jadi beberapa potong. Di mata etnis Madura, polisi
setempat sudah kehilangan kepercayaannya lagi. Mereka (warga etnis Madura) mengaku,
siangnya di sweeping dan senjatanya disita petugas, dan mereka (petugas) mengatakan,
semua sudah aman dan tidak ada apa-apa lagi. Maka warga etnis Madura di Jl. Sampit
Pangkalan Bun tenang-tenang saja dan percaya pada petugas. Ternyata malamnya diawali
dengan suara kuluk, kuluk, kuluk, sebentar kemudian pasukan Dayak muncul dan
membunuhi warga Madura.
Tidak ada yang tersisa, mereka yang menyerah maupun yang lari dibunuh. Umumnya mereka
diserang pada malam hari, ratusan Dayak dengan suara kuluk, kuluk, sambungmenyambung muncul dari segala penjuru. Esoknya warga etnis Madura mati mengenaskan
dengan badan tanpa kepala lagi. Parebuk Menurut warga etnis Madura yang ikut KRI Teluk
Ende, Sopian (56), warga yang banyak mati dari daerah Parebuk, Semuda. Karena warga
Madura yang ada di sini tidak menghindar tapi melakukan perlawanan sengit. Saat ini di
sana yang tersisa tinggal wanita dan anak-anak, kata Sopian. Sopian yang datang ke
pengungsian dengan jalan menyusuri sungai mengatakan, dia berjalan sambil sembunyisembunyi di antara pohon hutan yang cukup lebat. Ternyata setelah 7 hari di pengungsian ia
hanya melihat beberapa warga Madura dari Semuda. Berarti ada sedikitnya 500 orang
Madura yang tewas melawan Dayak di Semuda. Kalau masih hidup seharusnya perjalanan
mereka tidak lebih dari satu atau dua hari saja, kata Sopian. Sopian bersama pengungsi lain
yang ada di pengungsian pun mengaku masih dibayang-bayangi pasukan suku Dayak.
Bahkan ada isu bahwa kamp pengungsian di halaman Pemda Sampit akan diserbu oleh
Dayak. Hal ini membuat warga Madura yang ada di pengungsian menjadi resah, di samping
mereka sudah ketakutan, juga mereka sudah tidak memiliki senjata lagi. Menurut Kilan,
sejumlah orang Dayak membawa mayat orang Madura dengan geledekan keliling kota. Tidak
sampai di situ, geledekan yang berisi orang Madura ditinggal begitu saja di depan Polres
Sampit, Jl. Sudirman.Kekesalan warga Madura terhadap oknum polisi di Polsek Jl. Ba
Amang Tengah semakin menjadi, seperti yang diungkapkan oleh Somad yang mendatangi
kantor Polsek. Ia minta perlindungan setelah dikejar-kejar oleh sekitar 50 Dayak, Somad
minta diantar ke tempat pengungsian. Kapolsek bukannya menolong tapi justru memanggil
Dayak yang ada di sekitar situ. Somad mengaku lari ke belakang, dengan melompat lewat
pintu belakang Polsek ia akhirnya lolos lari ke semak-semak. Ia sempat merangkak sejauh
300 m sebelum lepas dari kejaran Dayak dan lari ke hutan. Dari hutan ini ia menyusuri tepian
hutan dan akhirnya sampai ke tempat pengungsian. Ia pun bersyukur karena bisa ketemu
dengan anak istrinya. Seorang pengungsi, Choiri (40), dari Pasuruan mengatakan, ada
peristiwa yang sangat mengenaskan dari daerah Belanti Tanjung Katung, Sampit. Sebanyak 4
truk pengungsi Parengkuan yang dibawa oleh orang yang mengaku petugas dengan
mengatakan akan dibawa ke tempat penampungan pengungsi di SMP 2, akhirnya dibantai
habis. Ternyata mereka yang mengaku petugas adalah pasukan Dayak, orang Madura disuruh
turun dan dibantai. Jika tiap truk berisi 50 pengungsi berarti ada 200 pengungsi yang tewas
dibantai, kata Choiri. Choiri mengatakan, yang dibantai itu semuanya wanita dan anak anak.
Begitu jemputan yang kedua tiba, yang diangkut adalah orang laki-laki dewasa, justru mereka
selamat tidak di tempat pengungsian karena dikawal oleh Brimob dari Jakarta. Liar
Pengakuan seorang pengungsi, Titin (19), asli Lumajang, yang tinggal di Jl. Pinang 20
Sampit mengatakan, suaminya yang asli Dayak Kapuas yang kini ikut pasukan Dayak. Ia
menceritakan, suaminya pernah bercerita padanya, mengapa orang Dayak menjadi pandai

berkelahi dan larinya cepat bagai kijang. Awalnya suaminya enggan menjadi pasukan Dayak
untuk membunuhi orang Madura. Tapi karena dihadapkan pada satu di antara dua pilihan,
jadi pasukan atau mati, terpaksa suaminya memilih jadi pasukan Dayak. Saat itu ia disuruh
minum cairan yang membuatnya ia menjadi berani, kemudian alisnya diolesi dengan minyak
yang membuat ia melihat bahwa orang Madura itu berwujud anjing dan akhirnya harus
diburu dan dibunuh. Makanya orang Dayak tidak punya takut, tidak punya rasa kasihan, ini
menurut Titin karena sudah diberi minuman dan olesan minyak tertentu. Sehingga mereka
mirip dengan jaran kepang yang sedang kesurupan, mungkin mereka kerasukan roh nenek
moyangnya dan membunuh sesuai dengan perintah panglima perang suku Dayak. (R
Dewanto Nusantoro)

Akhir Konflik
Kerusuhan sampit yang menjalar hingga kesegala penjuru kalimantan tengah benar-benar
berakhir sekitar bulan Maret pertengahan. Untuk memperingati akhir konflik ini dibuatlah
perjanjian damai antar suku dayak dan madura. Perjanjian itu tertulis dalam sebuah buku
yang berisi beberapa persyaratan dan hal-hal lainnya. Selain itu untuk memperingati
perjanjian damai itu, dibangun sebuah tugu perdamaian di Sampit.

Tambahan:
1. Hingga saat ini di kota Sampit masih terlihat bekas-bekas kerusuhan 13 Tahun silam,
bekas pembakaran rumah, gedung, dan rumah2 kosong yang tak jelas penghuninya
2. Terdapat kuburan masal bagi korban kerusuhan sampit, jika ingin inforasi lebih detail
mengenai kuburan masal korban tragedi sampit bisa baca Di Sini.
3. Ketika terjadi kerusuhan para pasukan dayak mengidentikan dirinya dengan kain
berwarna merah yang diikat di kepala/senjata yg digunakan.
4. Tidak sampai 1 tahun dari akhir kerusuhan, orang-orang madura mulai berdatangan ke
sampit lagi.
5. Setelah akhir kerusuhan presiden Abdurrahman Wahid melakukan kunjungan ke
Sampit.
6. Sejak akhir kerusuhan hingga sekarang Sampit mengalami perkembangan dan
kemajuan yang pesat baik dibidang ekonomi maupun industri.
7. Sampit kini menjadi kota yang damai, sejahtera, penduduknya rukun, dan jangan takut
ketika mendengar kata ''Sampit''. Jangan takut juga untuk berkunjung atau berwisata
ke kota Sampit.
Nah itu tadi informasi terkait Asal Mula Penyebab Kerusuhan Sampit (KALTENG). Semoga
dengan informasi ini kita bisa menjadi lebih baik dan harmonis dalam berhubungan antar
etnis yang berbeda. Terima kasih dan Wassalamualaikum w w.

. http://remajasampit.blogspot.com/2014/11/asal-mula-penyebab-kerusuhan-sampit.html

Anda mungkin juga menyukai