Anda di halaman 1dari 8

Pengertian Fraktur

Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang, penyebab terbanyak
adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga dapat
berpengaruh terhadap kejadian fraktur. 5
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang berupa retakan, pengisutan
ataupun patahan yang lengkap dengan fragmen tulang bergeser. 20
Etiologi Fraktur
Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur
diantaranya peristiwa trauma(kekerasan) dan peristiwa patologis.
1. Peristiwa Trauma (kekerasan)
a) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya kekerasan itu,
misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil, maka tulang akan patah tepat di tempat
terjadinya benturan. Patah tulang demikian sering bersifat terbuka, dengan garis patah
melintang atau miring.
b) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam hantaran
vektor kekerasan. Contoh patah tulang karena kekerasan tidak langsung adalah bila seorang
jatuh dari ketinggian dengan tumit kaki terlebih dahulu. Yang patah selain tulang tumit,
terjadi pula patah tulang pada tibia dan kemungkinan pula patah tulang paha dan tulang
belakang. Demikian pula bila jatuh dengan telapak tangan sebagai penyangga, dapat
menyebabkan patah pada pergelangan tangan dan tulang lengan bawah.
c) Kekerasan akibat tarikan otot
Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang. Patah tulang akibat
tarikan otot biasanya jarang terjadi. Contohnya patah tulang akibat tarikan otot adalah patah
tulang patella dan olekranom, karena otot triseps dan biseps mendadak berkontraksi.
2. Peristiwa Patologis
a) Kelelahan atau stres fraktur
Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan aktivitas berulang ulang pada suatu
daerah tulang atau menambah tingkat aktivitas yang lebih berat dari biasanya. Tulang akan

mengalami perubahan struktural akibat pengulangan tekanan pada tempat yang sama, atau
peningkatan beban secara tiba tiba pada suatu daerah tulang maka akan terjadi retak tulang.
b) Kelemahan Tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu tulang akibat penyakit
infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya osteoporosis, dan tumor pada tulang. Sedikit
saja tekanan pada daerah tulang yang rapuh maka akan terjadi fraktur.
Klasifikasi Fraktur
Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar,
bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.
1. Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar
Fraktur dapat dibagi menjadi :
a) Fraktur tertutup (closed),bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar.
b) Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut
R. Gustillo), yaitu:
b.1. Derajat I :
i. Luka <1 cm
ii. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
iii. Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan
iv. Kontaminasi minimal
b.2. Derajat II :
i. Laserasi >1 cm
ii. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi
iii. Fraktur kominutif sedang
iv. Kontaminasi sedang
b.3. Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskular
serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur terbuka derajat III terbagi atas:

i. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi
luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma
berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
ii. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi masif.
iii. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan
jaringan lunak.
2. Berdasarkan bentuk patahan tulang
a) Transversal
Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang atau
bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini biasanya mudah dikontrol dengan
pembidaian gips.
b) Spiral
Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat torsi ekstremitas atau
pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak.
c) Oblik
Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis patahnya membentuk
sudut terhadap tulang.
d) Segmental
Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang yang retak dan ada yang
terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darah.
e) Kominuta
Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya keutuhan jaringan dengan
lebih dari dua fragmen tulang.
f) Greenstick
Adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap dimana korteks tulang
sebagian masih utuh demikian juga periosterum. Fraktur jenis ini sering terjadi pada anak
anak.

g) Fraktur Impaksi
Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada
diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.
h) Fraktur Fissura
Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang berarti, fragmen biasanya
tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.
3. Berdasarkan lokasi pada tulang fisis
Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng pertumbuhan, bagian ini relatif
lemah sehingga strain pada sendi dapat berakibat pemisahan fisis pada anak anak. Fraktur
fisis dapat terjadi akibat jatuh atau cedera traksi. Fraktur fisis juga kebanyakan terjadi karena
kecelakaan lalu lintas atau pada saat aktivitas olahraga. Klasifikasi yang paling banyak
digunakan untuk cedera atau fraktur fisis adalah klasifikasi fraktur menurut Salter Harris :
a) Tipe I : fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan, prognosis
sangat baik setelah dilakukan reduksi tertutup.
b) Tipe II : fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul melalui tulang metafisis ,
prognosis juga sangat baik denga reduksi tertutup.
c) Tipe III : fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan epifisis dan kemudian
secara transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan. Prognosis cukup baik
meskipun hanya dengan reduksi anatomi.
d) Tipe IV : fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng pertumbuhan dan terjadi melalui
tulang metafisis. Reduksi terbuka biasanya penting dan mempunyai resiko gangguan
pertumbuhan lanjut yang lebih besar.
e) Tipe V : cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens dari gangguan pertumbuhan
lanjut adalah tinggi.
Untuk lebih jelasnya tentang pembagian atau klasifikasi fraktur dapat dilihat pada gambar
berikut ini :

Epidemiologi Fraktur
Distribusi Frekuensi
a) Berdasarkan Orang
Fraktur lebih sering terjadi pada laki laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45
tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh
kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak dilakukan oleh laki laki menjadi
penyebab tingginya risiko fraktur. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering
mengalami fraktur daripada laki laki yang berhubungan dengan meningkatnya insidens
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada menopause.
Tahun 2001, di Amerika Serikat terdapat lebih dari 135.000 kasus cedera yang disebabkan
olahraga papan selancar dan skuter. Dimana kasus cedera terbanyak adalah fraktur 39% yang
sebagian besar penderitanya laki laki dengan umur di bawah 15 tahun. Di Indonesia, jumlah
kasus fraktur yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas 4 kali lebih banyak terjadi pada laki
laki daripada perempuan.
b) Berdasarkan Tempat dan Waktu
Di negara maju, masalah patah tulang pangkal paha atau tulang panggul merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang mendapat perhatian serius karena dampak yang ditimbulkan bisa
mengakibatkan ketidakmampuan penderita dalam beraktivitas. Menurut penelitian Institut
Kedokteran Garvan tahun 2000 di Australia setiap tahun diperkirakan 20.000 wanita
mengalami keretakan tulang panggul dan dalam setahun satu diantaranya akan meninggal
karena komplikasi.
Di negara negara Afrika kasus fraktur lebih banyak terjadi pada wanita karena peristiwa
terjatuh berhubungan dengan penyakit Osteoporosis. Di Kamerun pada tahun 2003,
perbandingan insidens fraktur pada kelompok umur 50 64 tahun yaitu, pria 4,2 per 100.000

penduduk, wanita 5,4 per 100.000 penduduk. Angka yang lebih tinggi di Maroko pada tahun
2005 insidens fraktur pada pria 43,7 per 100.000 penduduk dan wanita 52 per 100.000
penduduk.
Di Indonesia jumlah kasus fraktur akibat kecelakaan lalu lintas meningkat seiring pesatnya
peningkatan jumlah pemakai kendaraan bermotor. Berdasarkan laporan penelitian dari
Depkes RI tahun 2000, di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung terdapat penderita fraktur
akibat kecelakaan lalu lintas sebanyak 444 orang.
Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu karena
trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya:
seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat
tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep
mendadak berkontraksi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur)
dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang
dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel
tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen.
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta
saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.

Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.

Anda mungkin juga menyukai