Anda di halaman 1dari 5

1.

1 LATAR BELAKANG MASALAH


Diabetes adalah penyakit kronis yang diakibatkan karena pankreas
tidak mampu memproduksi cukup insulin atau ketika tubuh tidak dapat
berespon terhadap insulin sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi
glukosa dalam darah atau disebut dengan hiperglikemia. Hiperglikemi
menimbulkan efek umum pada diabetes yang tidak terkontrol sehingga
menyebaabkan kerusakan serius pada system tubuh, terutama sistem saraf
dan pembuluh darah (WHO, 2016). Pada 2014 WHO melaporkan
peningkatan jumlah penderita diabetes dari 108 juta orang pada tahun
1980 menjadi 422 juta orang. Menurut Kementrian Kesehatan RI pada
tahun 2030 prevalensi diabetes melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3
juta orang. Sedangkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, diperoleh
bahwa proporsi penyebab kematian akibat diabetes melitus (DM) pada
kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke 2
yaitu 14,7% dan di daerah pedesaan menduduki ranking ke 6 yaitu 5,8%
(KEMENKES,2009).
Salah satu komplikasi dari diabetes adalah pada mikrovaskular
yaitu ganguan penyembuhan luka (Badr, 2013). Pemderita DM
mempunyai resiko tinggi mengalami infeksi dan amputasi jika luka kronis
berkembang menjadi ulkus diabetikum (Singh et al, 2014). Sekitar 15%
penderita DM dapat mengalami ulkus diabetikum dan merupakan
penyebab morbiditas paling banyak (Mekala et al, 2013). Ulkus diabetes
didefinisikan sebagai ulkus atau luka yang terjadi pada penderita diabetes
sering terdapat pada kaki (Alexiaou & Doupis , 2012). Ulkus diabetes
ditandai dengan adanya neuropati, iskemia, dan infeksi (Pendsey, 2010).
Pada proses penyembuhan luka akut dibagi menjadi dalam 4 fase
hemostasis, fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodeling atau
maturasi (Sen & Roy, 2013). Ganguan penyembuhan luka diabetes
memiliki karakteristik seperti berkurangnya produksi kolagen dan ganguan
pada angiogenesis. Hal itu di sebabkan oleh radikal bebas , salah satunya
adalah Reactive Oxygen Species (ROS). Pada keadaan hiperglikemia
terjadi peningkatan ROS. Tingginys ROS menyebabkan terjadinya stress
oksidatif pada proses penyembuhan luka, sehingga mempengaruhi semua

fase penyembuhan luka (Bard, 2013). ROS secara patologis juga merusak
produksi cytokine lokal yang menyebabkan peningkatan platelet derivate
Growth Faktor, Interleukin 1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF-)
yang mengakibatkan fase inflamasi tidak terkontrol. Disamping itu sintesa
kolagen juga terhambat yang memperlama kontraksi luka (Singh et al,
2014). Akibat dari fase inflamasi yg tidak terkontrol dan sintesa kolagen
yang terhambat mengakibatkan memperpanjang waktu penyembuhan luka.
Kontraksi luka adalah bagian dari fase poliferasi dan merupakan
salah satu proses yang penting dalam penyembuhan luka. Penyempitan
luas area luka disebabkan oleh akumulasi fibroblast yang memberikan
sifat astringen pada daerah sekitar luka. Kontraksi luka dapat mengurangi
terjadinya kontaminasi dan infeksi pada luka, (Vermolen & OLmer, 2012)
Proses penyembuhan luka diabetes yang sangat lama mendorong
untuk di lakukannya penelitian penelitian baru mengenai perawatan luka
diabetes yang lebih efektif dan efisien, salah satunya dengan menggunakan
tanaman obat. Saat ini banyak penelitian yang dilakukan terhadap tanaman
obat terkait manfaat yang dapat di berikan terhadap penyembuhan
berbagai penyakit, termasuk penyembuhan luka. Tingginya ketertarikan
penelitian terhadap tanaman obat disebabkan asumsi bahwa tanaman obat
lebih sehat dibanding produk sintetis dan juga banyak tersedia di alam
(Paarakh, 2010). Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) merupakan
salah satu tumbuhan obat yang banyak tumbuh di Indonesia. Temulawak
diketahui memiliki banyak manfaat antara lain sebagai antihepatitis,
antikarsinogenik, antimikroba, antioksidan, antihiperlipidemia, antiviral,
antiinflamasi, dan detoksifikasi. Komponen utama yang berhasiat sebagai
obat dalam rimpang temulawak adalah kurkumin dan minyak atsiri. Zat ini
berkhasiat untuk menetralkan racun, menghilangkan nyeri sendi,
menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah, sebagai antibakteri,
dan antioksidan atau penangkal senyawa senyawa radikal bebas yang
berbahaya (Susanti, 2009). Komponen senyawa yang bertindak sebagai
antioksidan dari rimpang temulawak adalah flavonoid, fenol dan kurkumin
(Jayaprakhasha, 2006 dalam Bintari dkk, 2013). Kurkumin yang
dikandung temulawak selain mengandung senyawa fenolik,juga memiliki

aktifitas menekan pembentukan NF-kB yang merupakan factor transkripsi


sejumlah gen penting dalam proses imunitas dan inflamasi, salah satunya
untuk membentuk TNF-. Dengan menekan kerja NF-kB maka radikal
bebas dari hasil sampingan inflamasi berkurang (Chattopadhyay et al.,
2006 dalam Bintari dkk, 2013).
Temulawak banyak ditemukan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Jakarta, Yogyakarta, Bali, Sumatra Utara, Riau, Jambi, Kalimatan
Barat dan Timur, Sulawesi Utara dan Selatan (Prana, 2008 dalam Bintari
dkk, 2013). Selain kurkumin dan minyak atsiri rimpang temulawak juga
mengandung pati, kurkuminoid, serat kasar, abu, protein, mineral, minyak
atsiri

yang

terdiri

dari

d-kamfer,

sikloisoren,

mirsen,

tumerol,

xanthorrhizol, zingiberen, zingiberol (Wijayakusuma, 2007 dalam Bintari


dkk, 2013). Pemberian ektrak temulawak pada mencit putih jantan galur
DDY mengakibatkan penurunan glukosa darah pada hari ke 7 setelah
diinduksi aloksan, dosis ektrak temulawak yang diberikan sebanyak 400
mg/kgbb dan diberikan secara peroral (Eka et al, 2015).
Berdasarkan potensi komplek sebagi antioksidan dan penurun
kadar glukosa darah yang mempercepat proses penyembuhan luka dari
temulawak

(Curcuma

xanthorriza

Roxb.)

yang

telah

dijelaskan

sebelumnya maka, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas


ekstrak temulawak sebagai bahan untuk penyembuhan luka khususnya
terhadap proses kontraksi luka pada kondisi hiperglikemi sebagai salah
satu komplikasi diabetes melitus.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
1.2.1 Bagaimana efek pemberian ekstrak temulawak (Curcuma
xanthorriza Roxb.) dapat mempengaruhi prosentase kontraksi
1.2.2

luka pada tikus putih kondisi hiperglikemia?


Bagaimana hubungan pemberian ekstrak temulawak (Curcuma
xanthorriza Roxb.) dengan jumlah kadar presentase yang
berbeda dapat mempengaruhi prosentase kontraksi luka?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak temulawak (Curcuma


xanthorriza Roxb.) secara tropikal terhadap prosentase kontraksi
luka pada tikus putih kondisi hiperglikemia.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui prosentase kontraksi luka tikus kondisi
normal dengan perawatan luka standar tikus pemberian
1.3.2.2

olesan vaselin.
Mengetahui prosentase kontraksi luka tikus kondisi
hiperglikemi dengan perawatan luka mengunakan standar

1.3.2.3

dan pemberian olesan vaselin.


Mengetahui prosentase kontraksi luka tikus kondisi
hiperglikemi

1.3.2.4

perawatan

luka

standar

dan

pemberian krim temulawak 15%.


Mengetahui prosentase kontraksi luka tikus kondisi
hiperglikemi

1.3.2.5

dengan

dengan

perawatan

luka

standar

dan

pemberian olesan vaselin + ektrak temulawak 20%


Mengetahui prosentase kontraksi luka tikus kondisi
hiperglikemi

dengan

perawatan

luka

standar

dan

1.3.2.6

pemberian olesan vaselin + ektrak temulawak 25%


Menganalisis perbedaan prosentase kontraksi luka antara

1.3.2.7

kelompok control dan kelompok perlakuan.


Menganalisis perbedaan prosentase kontraksi luka antara
ketiga kelompok perlakuan.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


1.4.1 Manfaat akademik
1.4.1.1 Dapat di jadikan

sebagai

dasar

teori

untuk

meningkatkan khasanah ilmu pengentahuan masyarakat


dalam

mengunakan

temulawak

sebagai

terapi

alternative mengunakan ekstrak temulawak (Curcuma


xanthorriza Roxb.) yang efektif, alamiah, aman dan
lebih terjangkau dalam terapi penyembuhan luka
1.4.1.2

hiperglikemia.
Menjadi dasar

penelitian

lebih

lanjut

untuk

mengembangkan zat yang terkandung dalam temulawak

(Curcuma xanthorriza Roxb.) sebagai pengobatan


alternative perwatan luka hiperglikemia.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Dapat dijadikan sebagai dasr teori untuk memberikan
informasi pada praktik keperawatan terkait terapi
komplementer untuk perwatan luka hiperglikemia yang
1.4.2.2

bersifat cost effective.


Dapat dijadikan sebagai

bahan

pertimbangan

perusahaan industri obat untuk memproduksi suatu


alternative

baru

ekstrak

temulawak

(Curcuma

xanthorriza aRoxb.) dalam penyembuhan luka.

Anda mungkin juga menyukai