Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
Hipospadia merupakan kelainan dari perkembangan uretra anterior, dimana muara dari
uretra terletak ektopik pada bagian ventral dari penis proksimal hingga glans penis.
Pada abad pertama, ahli bedah dari Yunani Heliodorus dan Antilius, adalah yang pertama
melakukan penanggulangan untuk hipospadia. Dilakukan amputasi dari bagian penis distal dari
meatus. Selanjutnya cara ini diikuti oleh Galen dan Paulus dari Argentina pada tahun 200 M dan
tahun 400 M.
Duplay memulai era modern pada bidang ini tahun 1874 dengan memperkenalkan secara
detail rekonstruksi uretra. Sekarang, lebih dari 200 teknik telah dibuat dan sebagian besar
merupakan rekonstruksi

multi-tahap

yang

terdiri

dari

tahap

darurat

pertama untuk

mengoreksi stenosis meatus, jika diperlukan, dan tahap kedua untuk menghilangkan chordee dan
recurvatum, kemudian pada tahap ketiga, yaitu uretroplasti.
Beberapa masalah yang berhubungan dengan teknik multi-tahap, yaitu membutuhkan
operasi beberapa kali, sering terjadi meatus tidak mencapai ujung glans penis, sering terjadi
striktur atau fistel uretra, dan dari segi estetika dianggap kurang baik.
Pada tahun 1960, Hinderer memperkenalkan teknik perbaikan satu tahap untuk mengurangi
komplikasi dari teknik perbaikan multi-tahap. Cara ini dianggap sebagai rekonstruksi uretra yang
ideal dari segi anatomi dan fungsionalnya, dari segi estetik dianggap lebih baik, komplikasi
minimal, dan mengurangi biaya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Hipospadia sendiri berasal dari dua kata yaitu hypo yang berarti di bawah dan
spadon yang berarti keratan yang panjang. Hipospadia adalah kelainan kongenital, dimana
muara uretra eksterna (MUE) terletak di ventral penis dan lebih ke proximal dari tempat
normalnya (ujung gland penis). Pada pasien dengan hipospadia yang berat, kadang tampak
seperti ambiguous genitalia yang mengakibatkan stres emosional dan beban psikologis bagi
orang tua, dan menjadi pertanyaan mengenai jenis kelamin anak mereka.
Tiga tipe anomali yang terkait dengan hipospadia, yaitu :
1. Pembukaan ektopik meatus urethra yang letaknya diantara glans dan pangkal penis
2. Curvatura ventral (chordee)
3. Preputium yang menutup glans dan kelebihan kulit pada bagian dorsal dan kekurangan
kulit pada bagian ventral penis.
Meatus hipospadik juga bisa ditemukan di daerah preputium dan Chordee sering
dikaitkan dengan hipoplasia korpus spongiosum.
B. INSIDENSI
Hipospadia terjadi pada 1:300 kelahiran bayi laki-laki hidup di Amerika Serikat. Kelainan
ini terbatas pada uretra anterior. Pemberian estrogen dan progestin selama kehamilan diduga
meningkatkan insidensinya. Insidensi hipospadia telah meningkat sejak 15 tahun yang lalu di
negara-negara barat dengan angka kejadian 1 untuk setiap 250 kelahiran bayi laki-laki.
Insidensi lebih tinggi terjadi pada anak dengan riwayat keluarga terdapat hipospadia, dengan
angka kejadian 1:100 kelahiran hingga 1:80 kelahiran bayi laki-laki. Meskipun ada riwayat
familial, namun hingga saat ini belum ditemukan ciri genetik yang spesifik.

C. ANATOMI

Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari buli-buli melalui proses
miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra dilengkapi
dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dan sfingter
uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Secara anatomis
uretra dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Uretra pars anterior, yaitu uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis, terdiri
dari: pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare, dan meatus uretra eksterna.
2. Uretra pars posterior, terdiri dari uretra pars prostatika, yaitu bagian uretra yang
dilengkapi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea.

D. EMBRIOLOGI

Pada embrio yang berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan, yaitu ektoderm dan
endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah, yaitu mesoderm yang
kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan ektoderm dan endoderm, sedangkan di bagian
kaudalnya tetap bersatu membentuk membran kloaka. Pada permulaan minggu ke-6,
terbentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail yang disebut genital tubercle. Di bawahnya,
pada garis tengah, terbenuk lekukan dimana bagian lateralnya terdapat 2 lipatan memanjang
yang disebut genital fold.
Selama minggu ke-7, genital tubercle akan memanjang dan membentuk glans. Ini
adalah bentuk primordial dari penis bila embrio adalah laki-laki, bila wanita akan menjadi
klitoris. Bila terjadi agenesis dari mesoderm, maka genital tubercle tak terbentuk, sehingga
penis juga tak terbentuk.
Bagian anterior dari membrana kloaka, yaitu membrana urogenitalia akan ruptur dan
membentuk sinus. Sementara itu genital fold akan membentuk sisi-sisi dari sinus urogenitalia.
Bila genital fold gagal bersatu di atas sinus urogenitalia, maka akan terjadi hipospadia.

E. ETIOLOGI

Penyebab pasti hipospadia tidak diketahui secara pasti. Beberapa etiologi dari
hipospadia telah dikemukakan, termasuk faktor genetik, endokrin, dan faktor lingkungan.
Pada sekitar 28% penderita ditemukan adanya hubungan familial. Pembesaran tuberkel
genitalia dan perkembangan lanjut dari phallus dan uretra tergantung dari kadar testosteron
selama proses embriogenesis. Faktor lain yang mempengaruhi adalah produksi hormone dari
maternal selama kehamilan terutama pada trimester pertama. Jika testis gagal memproduksi
sejumlah testosteron atau jika sel-sel struktur genital kekurangan reseptor androgen atau tidak
terbentuknya androgen converting enzyme (5 alpha-reductase), maka hal-hal inilah yang
diduga menyebabkan terjadinya hipospadia.
F. KLASIFIKASI
Terdapat beberapa klasifikasi hipospadia yang telah diperkenalkan, tetatpi yang sering
digunakan saat ini adalah berdasarkan letak dari meatus uretra, yaitu :
1. Glandular, muara penis terletak pada daerah proksimal glands penis
2. Coronal, muara penis terletak pada daerah sulkus coronalia
3. Penile shaft
4. Penoscrotal
5. Perineal

Namun, klasifikasi berdasarkan letak dari meatus uretra tidak cukup menggambarkan
tingkat keparahan dari malformasi. Klasifikasi lain yang praktis untuk menentukan prosedur
operasi adalah berdasarkan tingkat divisi dari korpus spongiosum, yaitu :
1. Glandular Hypospadias. Meatus terletak pada glans dibelakang tempat meatus normal.
Meatus tampak sempit, tetapi jarang sekali menyebabkan obstruksi aliran urin.
2. Hypospadias dengan divisi pada distal corpus spongiosum, bisa disertai sedikit atau tanpa
chordee.
3. Hypospadias dengan divisi pada proksimal corpus spongiosum. Tipe ini lebih mudah
ditangani karena teknik operasi untuk mengoreksi chordee dan merekonstruksi uretra telah
lama diperkenalkan.
4. Hypospadias cripples. Tipe ini terjadi pada pasien yang telah menjalani beberapa prosedur
operasi namun gagal, dan meninggalkan jaringan parut, meatus abnormal, striktur, fistula
dan gangguan kosmetik dan psikologis.
G. DIAGNOSIS
Diagnosis hipospadia biasanya jelas pada pemeriksaan inspeksi. Kadang-kadang
hipospadia dapat didiagnosis pada pemeriksaan ultrasonografi prenatal. Jika tidak
teridentifikasi sebelum kelahiran, maka biasanya dapat teridentifikasi pada pemeriksaan
setelah bayi lahir.
Pada orang dewasa yang menderita hipospadia dapat mengeluhkan kesulitan untuk
mengarahkan pancaran urin. Chordee dapat menyebabkan batang penis melengkung ke
ventral yang dapat mengganggu hubungan seksual. Hipospadia tipe perineal dan penoscrotal
menyebabkan penderita harus miksi dalam posisi duduk, dan hipospadia jenis ini dapat
menyebabkan infertilitas.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu uretroskopi dan
sistoskopi untuk memastikan organ-organ seks internal terbentuk secara normal. Excretory
urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas kongenital pada ginjal dan
ureter.

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan jalan pembedahan. Tujuan prosedur
pembedahan pada hipospadia adalah :
1. Membuat penis lurus dengan memperbaiki chordee.
2. Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis (uretroplasti).
3. Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna (kosmetik) dengan
merekonstruksi jaringan yang membentuk radius ventral penis (glans, corpus spongiosum
dan kulit).
Pembedahan dilakukan berdasarkan kondisi malformasinya. Pada hipospadia glanular,
uretra distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa recurvatum. Bentuk seperti ini dapat
direkonstruksi dengan flap lokal (misalnya, prosedur Santanelli, Flip flap, MAGPI [meatal
advance and glanuloplasty], termasuk preputium plasti).
a. Prinsip Pembedahan
1. Eksisi chordee
Setelah insisi dari hipospadia telah dilakukan dan flap telah diangkat, seluruh jaringan
yang dapat mengakibatkan penis menjadi bengkok diangkat dari sekitar meatus dan
dibawah glans. Setelah itu dilakukan tes ereksi artificial. Bila chordee tetap ada, maka
diperlukan reseksi lanjutan. Kurang dari 5% kasus, chordee masih bertahan walaupun
telah dilakukan dua prosedur tersebut, dan ini membutuhkan plikasi dorsal dari corpus
cavernosa. Sejumlah ahli bedah tidak menyetujui tindakan membebaskan urethal plate
karena dikatakan akan membahayakan aliran darah ke daerah tersebut. Mereka lebih
memilih untuk melakukan dorsal corporeal plication secara langsung. Khusus buat
kondisi hipospadia yang paling berat, apabila prosedur Koyanagi yang dipilih, urethral
plate dibagi dua dan diposisikan ke dorsal glans , lalu dipisahkan ke dasar/pangkal penis.
Proses pemisahan yang komplit dari jaringan uretra dari aspek ventral corpora lazimnya
cukup untuk meluruskan penis, walaupun prosedur ini hanya digunakan pada hipospadia
paling parah.

2. Urethroplasti
Pemilihan urethroplasti tergantung kualitas dan lebar dari urethral plate (pelepasan
mukosa uretra mulai dari meatus uretral ektopik sampai ke glans cap). Sekiranya urethral
plate cukup lebar dan baik, ia bisa digunakan untuk menkonstruksi salur uretra (prosedur
Thiersch-Duplay). Namun, jika urethral plate tipis atau sempit, masih terdapat beberapa
opsi. Opsi yang paling popular saat ini yaitu prosedur Snodgrass, di mana urethral plate
di insisi secara longitudinal dari meatus ektopik sehingga ke glans. Alternatif lain adalah
jaringan dengan empat persegi panjang di pisahkan dan di aplikasi ke urethral plate dan
dijahit di pinggirnya (onlay urethroplasty). Jaringan berbentuk empat persegi panjang ini
diambil dari kulit bagian preputium dan diposisikan pada tepi ventral meatus uretral
ektopik (prosedur Mathieu flip-flap) atau bisa dengan pencakokan jaringan, lazimnya
mukosa buccal atau yang jarang dipakai yaitu mukosa vesika urinaria dan kulit. Dalam
kasus yang jarang, urethral plate tidak dipertahankan, dan substitusi penuh dari uretra
yang hilang harus dilakukan dengan menggunakan tabung mukosa preputium (prosedur
Asopa-Duckett) atau tabung mukosa buccal (prosedur Koyanagi)

Gambar 1.0 Prosedur Thiersch-Duplay A: Garis insisi. B dan C: Insisi dilakukan sepanjang
garis tepi urethral plate dan tubularisasi plate dengan memasukkan kateter ukuran 8F (2.64mm)
hingga 10F (3.30mm) D: Melakukan glansplasti, sirkumsisi (penjahitan kulit pada korona)

Gambar 1.1 Posedur Onlay. A: Garis insisi B: Diseksi preputium berbentuk segi
empat C dan D: Mukosa preputium yang sudah didiseksi dipindahkan ke urethral
plate supaya bisa menjadi dasar dan menutup urethral plate. E dan F: Pedicle
dimobilisasi untuk menutup garis suture, dilanjutkan dengan glansplasti, dan
sirkumsisi.

Gambar 1.2 Prosedur Mathieu. A: Garis insisi. B: Diseksi Mathieu flap dan
insisi sepanjang tepi urethral plate.C: Menjahit Mathieu flap di sepanjang tepi

urethral plate yang telah dimasukkan kateter ukuran 8F (2.64-mm) hingga 10F
(3.30-mm). D: glansplasti, dan sirkumsisi.
Sebagai tambahan kepada prosedur standar diatas, beberapa teknik operasi telah
diperkenalkan, misalnya prosedur pembentukan semula glans (glans reshaping) untuk
hipospadia yang sangat distal, dikenal sebagai, meatal advancement and glanuloplasty
incorporated (MAGPI) procedure yang saat ini sudah kurang popular. Prosedur lain adalah
mobilisasi penuh uretra dan prosedur Turner-Warwick yang memiliki kelebihan tidak
menggunakan jaringan non-uretra untuk merekonstruksi uretra seluruhnya.
3. Penile Covering
Apabila penis telah menjadi lurus dan uretra telah direkonstruksi sempurna, banyak
ahli bedah menganjurkan untuk ditutup neouretra dengan jaringan yang masih sihat,
misalnya dengan menggunakan dua penyangga yaitu spongiosum dan diposisikan di
masing-masing sisi lateral uretra (spongioplasti) atau jaringan diambil dari bagian dorsum
penis atau skrotum. Langkah selanjutnya adalah rekonstruksi meatus yang baru
(meatoplasti), membuat glans bagian ventral (glanuloplasti), dan pembentukan mucosal
collar disekeliling glans (prosedur Firlit).

Gambar 1.3 A: Mukosa buccal berbentuk empat segi diambil dari bagian dalam bibir
bawah ; B: Buccal graft (uretroplasti).

1. Beberapa Teknik yang Sering Digunakan oleh Ahli Bedah

1) Hipospadia glanular
Walaupun hipospadia tipe ini sering disebut hipospadia minor, namun untuk
menatalaksananya adalah sukar karena bagian distal uretra sering mengalami
hipoplastik misalnya tidak dikelilingi oleh korpus spongiosum dan dikarenakan
anomali pada tipe ini keliatan minor, jadi sering dianggap hanya memerlukan
tatalaksana yang minimal. Kondisi inilah yang menjadi sebab mengapa prosedur
MAGPI oleh Duckett dipilih sebagai prosedur yang paling popular dipakai bertahuntahun, sangat sederhana untuk diaplikasi dan mudah untuk belajar. Bagaimanapun,
prosedur MAGPI belum dapat memberikan kepuasan jangka panjang, jadi teknik
rekonstruksi distal uretra dan ventral glans yang lebih terperinci dan rumit lebih dipilih
saat ini.
2) Prosedur menggunakan Urethral Plate
Pada prosedur Thiersch-Duplay, penutupan uretra yang telah direkonstruksi dapat
dilakukan jika sayatan yang dibuat pada glans cukup dalam. Urethral plate dibebaskan
dengan cara melakukan insisi secara vertical pada masing-masing pinggirnya.
Selanjutnya urethral plate digulung setelah dimasukkan kateter uretra dan dijahit
dengan menggunakan benang yang dapat diabsorpsi (6-0 hingga 7-0 polidioksanon
atau poliglaktin).
Prosedur Snodgrass bisa dijadikan alternatif jika distal dari urethral plate terlalu
sempit atau tidak cukup untuk digulung. Satu sayatan secara longitudinal pada garis
tengah dibuat pada urethral plate, yang kemudiannya digulung melingkari kateter,
meninggalkan area kosong didalam uretra dan diharapkan di kemudian hari akan
mengalami epitelisasi. Hasil dari teknik ini adalah baik. Di dalam satu literatur,
dinyatakan angka terjadinya komplikasi cuma 9-10% dengan masing-masing stenosis
meatus (3%), fistula (5%), dan striktur uretra (2%) .
3) Prosedur Koff
Mobilisasi komplit uretra (prosedur Koff), adalah teknik lain untuk mereposisikan
meatus uretra ke tempat yang seharusnya walaupun dikira sangat ekstensif oleh
beberapa ahli. Pada teknik ini, seluruh uretra dipisahkan dari aspek anterior korpus
kavernosa dan dipindahkan dari dorsal ke depan/ventral supaya meatus berada di

ujung glans. Panjang uretra dari 5 hingga 15mm bisa didapatkan dengan menggunakan
teknik ini. Panjang tersebut bisa lebih sekiranya uretra dibebaskan lebih proksimal
dengan menggunakan prosedur Turner-Warwick walaupun jarang sekali diperlukan
untuk hipospadia tipe glanular. Prosedur Koff bisa menimbulkan komplikasi fistula
yang sangat jarang terjadi, namun terjadinya stenosis meatus bisa mencapai 20%
kasus, diduga karena terjadi distal iskemi. Ketiga-tiga prosedur ini menarik karena
tidak menggunakan jaringan non-uretra untuk merekonstruksi uretra.
4) Prosedur Mathieu
Pada prosedur ini, dilakukan dua insisi secara paralel pada kedua sisi urethral
plate, hingga ke ujung glans dan

mendalam ke korpus kavernosa. Garis insisi

membatasi a perimeatal skin flap yang dilipat dan dijahit ke pinggir urethral plate.
Selanjutnya, sisi lateral glans didiseksi dari korpus kavernosa. Angka terjadinya
komplikasi dengan prosedur ini adalah jarang dengan masing-masing striktura distal
(1%), fistula (4%), retraksi meatus (0.5%) dan fistula uretrokutaneus (1%).
Dikwatirkan adalah terjadinya half-moon-shaped dari meatus, namun diseksi ekstensif
pada dua sayap glans akan menghasilkan granuloplasti yang baik. Jadi, secara
keseluruhan, hasilnya masih memuaskan.

Gambar 1.4 Prosedur Asopa-Duckett A: Garis insisi. B dan C: Diseksi mukosa preputium
berbentuk segi empat dengan bagian pedikel (kaki). D: Flap ditubularisasi melingkari kateter
ukuran 8F (2.64-mm) sampai 10F (3.30-mm) dan anastomosis secara sirkular dengan uretra natif
dibentuk pada bagian proksimal. E dan F: Pedikel (kaki) menutup garis suture. Glansplasti,
sirkumsisi, dan penutupan oleh kulit dilakukan.

Gambar 1.5 Prosedur Koyanagi A dan B: Garis insisi. C: Mukosa preputium di insisi pada posisi
jam 12 supaya membentuk flap huruf Y. D: Sisi medial dari dua flaps preputium disambung
dan dijahit membentuk dinding belakang dari neouretra. E: Neourethral plate di tubularisasi
menutup kateter ukuran 8F (2.64-mm) sampai 10F (3.30-mm). F: Firlit collar, glansplasti,
sirkumsisi dan penutupan dengan kulit dilakukan.

Gambar 1.6 Mucosal (Firlit) collar mengelilingi glans.


5) Meatal Advancement and Glanuloplasty Incorporated
Prosedur MAGPI lebih kearah membentuk kembali (reshaping) glans dan dalam
hal ini meatus uretra sudah dipindahkan ke ujung penis. Teknik MAGPI ini dapat
digunakan untuk pasien dengan hipospadia glanular distal. Setelah penis terlihat lurus
pada tes ereksi artifisial, insisi sirkumsis dilakukan. Skin hook diletakkan pada tepi
ujung dari saluran uretra glanular lalu kemudian ditarik ke arah lateral. Gerakan ini
dapat meningkatkan transverse band dari mukosa yang nantinya akan diinsisi
longitudinal pada garis tengah. Insisi pada dinding dorsal glanular uretra ini nantinya

akan ditutup dengna jahitan transversal dengan chromic catgut 6-0. Skin hook
ditempatkan pada tepi kulit dari korona pada garis tengah ventral. Dengan traksi distal,
ujung glans ditarik ke depan dan dijahitkan pada garis tengah dengan jahitan
subkutikuler. Epitel glans ditutup dengan jahitan interrupted . Kelebihan kulit dari
prepusium dorsal dapat dijahitkan untuk penutupan kulit.
6) Prosedur Multistage
Prosedur Multistage dilakukan apabila ada indikasi yaitu hipospadia posterior
yang parah dimana urethral plate tidak dapat dipertahankan.Beberapa ahli bedah
plastic seperti Bracka melaporkan hasil yang baik dari segi kosmetik

sekiranya

menggunakan prosedur twostages yang di ilhami oeh teknik Clouteir. Hal yang
dikwatirkan dalam penggunaan prosedur two-stages ini adalah pemakaian kulit untuk
memperbaiki uretra. Pada dekade terakhir abad ke 20, kulit dikatakan sebagai jaringan
yang kurang baik untuk menggantikan uretra karena angka terjadinya striktur utera
sangat tinggi akibat pemakaian tersebut. Hal ini menjadi alasan mengapa prosedur
twostages yang menggunakan mukosa buccal memberikan hasil jangka panjang yang
lebih baik. Dikenal tiga tahapan atau teknik dalam prosedur multistage yaitu :
a) Prosedur Byas
Pada tahap pertama dilakukan chordectomi dan defek pada kulit ventral ditutup
dengan menyambungkan kedua belah preputium. Tahap kedua (uretroplasti)
idealnya dilakukan setelah 6 bulan atau lebih. Pembuatan neouretra harus
disesuaikan dengan ukuran uretra yang sudah ada.
b) Modifikasi kecil
Jika tidak tersedia kulit yang cukup untuk uretroplasti, penis dapat ditanamkan
pada skrotum. Setelah 4 bulan penis kemudian dibebaskan dari skrotum, dimana
sebagian dari kulit skrotum telah menutupi bagian ventral penis.
c) Teknik Belt-Fuqua

Setelah melepaskan chordee dengan insisi buttonhole, preputium selanjutnya di


putar ke ventral dengan ujung glans melewati insisi buttonhole yang telah dibuat,
lalu di jahit dengan baik sehingga tersisa sebagian besar kulit pada distal meatus.
Enam bulan kemudian, uretra dibentuk dengan menggunakan kulit preputim yang
tersisa, kemudian dibuat saluran/terowongan ke dalam glans.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi awal yang bisa terjadi adalah :
1.

Perdarahan: Perdarahan postoperasi jarang terjadi dan biasanya dapat dikontrol dengan
balut tekan. Tidak jarang hal ini membutuhkan eksplorasi ulang untuk mengeluarkan
hematoma dan untuk mengidentifikasi dan mengatasi sumber perdarahan.

2.

Infeksi: Infeksi merupakan komplikasi yang cukup jarang dari hipospadia. Dengan
persiapan kulit dan pemberian antibiotika perioperatif hal ini dapat dicegah.

3.

Edema: Edema lokal dan bintik-bintik perdarahan dapat terjadi segera setelah operasi dan
biasanya tidak menimbulkan masalah yang berarti.

4.

Jahitan yang terlepas.

5.

Nekrosis flap.

Komplikasi lanjut yang bisa terjadi adalah :


1. Ketidakpuasan kosmetis: Komplikasi ini biasa terjadi hasil dari penjahitan yang irregular,
gumpalan kulit (skin blobs), atau kulit bagian ventral yang berlebihan. Jika aspek ventral
glans pendek dan tidak ada mucosal collar disekeliling glans, hasilnya adalah
mengecewakan. Namun yang harus diingat, sering pasien dan ahli bedah masing-masing
mempunyai tanggapan yang berbeda tentang kosmetik.
2. Stenosis atau menyempitnya meatus uretra karena edema atau lesi hipertropi pada tempat
anastomosis. Adanya aliran air seni yang mengecil dapat menimbulkan kewaspadaan atas
adanya stenosis meatus. Stenosis meatus lazimnya mudah untuk ditangani dengan
melakukan operasi meatal revision. Namun, stenosis di proksimal adalah yang paling

parah dan hanya bisa diperbaiki dengan dilatasi uretra, yang tidak memungkinkan untuk
dilakukan pada anak.
3. Fistula uretrokutan: Fistula uretrokutan merupakan masalah utama yang sering muncul
pada operasi hpospadia. Fistula jarang menutup spontan dan dapat diperbaiki dengan
penutupan berlapis dari flap kulit lokal. Fistula yang kecil dan tidak berhubungan dengan
striktur uretra bisa sembuh secara spontan. Lokasi terjadinya fistula sering di proksimal
corona pada sisi lateral. Jika fistula masih bertahan lebih dari 6 bulan setelah prosedur
inisial, salurnya harus di eksisi, di jahit, dan ditutup dengan beberapa lapis jaringan.
Kombinasi diantara fistula dan stenosis uretra adalah biasa, justru itu uretroplasti perlu
diperiksa secara berterusan sebelum fistula ditutup. Fistula yang letaknya di belakang
corona tidak mudah untuk di tutup dan sering mengalami rekurensi jika eksisi dan
penutupan dengan teknik sederhana dilakukan. Jadi, direkomendasikan untuk dilakukan
uretroplasti distal sekali lagi dengan teknik Mathieu flap.
4. Striktur uretra: Komplikasi ini sudah jarang terjadi saat ini, karena ahli bedah telah
mengambil langkah awal dengan tidak melakukan anastomosis sirkular dan memilih
prosedur uretroplasti secara onlay. Gangguan aliran urin yang terus-menerus bisa
menyebabkan kerusakan saluran urin dan vesika urinaria, karena harus memberikan
tekanan yang kuat untuk mengeluarkan urin. Keadaan ini dapat diatasi dengan
pembedahan, dan dapat membutuhkan insisi, eksisi atau reanastomosis.
5. Divertikula: Divertikula uretra dapat juga terbentuk yang ditandai dengan adanya
pengembangan uretra saat berkemih. Striktur pada distal dapat mengakibatkan obstruksi
aliran dan berakhir pada divertikula uretra. Divertikula dapat terbentuk walaupun tidak
terdapat obstruksi pada bagian distal. Hal ini dapat terjadi berhubungan dengan adanya
graft atau flap pada operasi hipospadia, yang disangga dari otot maupun subkutan dari
jaringan uretra asal.
6. Adanya rambut dalam uretra: Kulit yang mengandung folikel rambut dihindari digunakan
dalam rekonstruksi hipospadia. Bila kulit ini berhubungan dngan uretra, hal ini dapat
menimbulkan masalah berupa infeksi saluran kemih dan pembentukan batu saat

pubertas. Biasanya untuk mengatasinya digunakan laser atau kauter, bahkan bila cukup
banyak dilakukan eksisi pada kulit yang mengandung folikel rambut lalu kemudian
diulang perbaikan hipospadia.
7. Ektropion mukosa: Komplikasi ini sudah jarang terjadi dengan penggunaan teknik
uretroplasti onlay. Jika terjadi, sering berbarengan dengan pseudopolips dan memerlukan
untuk di reseksi. Rekurensi sering, yaitu sebagai stenosis meatal sekunder.
8. Balanitis xerotica obliterans (BXO): Komplikasi yang juga jarang terjadi, dikaitkan
dengan inflamasi kronik dan fibrosis dari meatus dan glans. Meatoplasti atau uretroplasti
ulang menggunakan mukosa buccal harus dipertimbangkan jika aplikasi steroid topical
gagal.
9. Uretrocele: Komplikasi ini dikaitkan dengan perbedaan compliance uretra diantara uretra
natif dan uretra yang direkonstruksi. Justru itu, penting untuk menopang uretra dengan
beberapa lapisan jaringan yang bervaskularisasi, untuk mengurangkan perbedaan dari
elastisitas jaringan. Penting juga untuk memeriksa uretrocele tidak berhubungan dengan
stenosis uretra. Komplikasi ini biasa terjadi pada uretroplasti dengan menggunakan
mukosa kandung kemih. Dalam hal ini, eksisi jaringan uretra yang berlebihan dan
tatalaksana stenosis distal adalah diperlukan.
10. Meatal Regression or Glanular Dehiscence.
11. Chordee persisten.
12. Kebocoran traktus urinaria karena penyembuhan yang lama.
J. PROGNOSIS
Secara umum hasil fungsional dari one-stage procedure lebih baik dibandingkan
dengan multi-stage procedures karena insidens terjadinya fistula atau stenosis lebih sedikit,
dan lamanya perawatan di rumah sakit lebih singkat, dan prognosisnya baik.
BAB III

KESIMPULAN

Hipospadia merupakan suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra eksternus (lubang
kencing) terletak di bagian bawah dari penis dan letaknya lebih kearah pangkal penis
dibandingkan normal. Hipospadia biasanya disertai bentuk abnormal penis yang disebabkan
adanya chordee dan adanya kulit di bagian punggung penis yang relatif berlebih dan bagian
bawah yang kurang.
Operasi hipospadia sampai saat ini sangat menantang, dengan tingkat komplikasi yang
signifikan walaupun telah diusahakan operasi seefektif mungkin. Perawatan selama preoperatif
dan perioperatif sangat mempengaruhi kesembuhan. Pada abad ini, tantangan utama yang
dihadapi oleh ahli bedah adalah menemukan jaringan yang adekuat untuk menggantikan uretra
yang hilang/tidak cukup (missing urethra). Hal ini karena kepuasan maksimal belum tercapai
dengan penggunaan jaringan kulit, mukosa buccal atau mukosa kandung kemih sebagai
pengganti. Kultur sel-sel urotelial mungkin bisa dipertimbangkan mengingat bahan yang mudah
untuk ditangani untuk uretroplasti.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pierre D.E. Mouriquand, Delphine Demde, Daniela Gorduza, Pierre-Yves


( 2010) Saunders Pediatric Urology 2nd ed. Hypospadias. Philadelphia : Elsevier
Inc;. p. 526-543.
2. Jack W.McAninch. Smiths (2008) General Urology 17th ed. Disorders of the
Penis & Male Urethra. California : The McGraw-Hill Companies;. p. 629631.
3. Laurence S. Baskin. (2006) Cambridge Pediatric Surgery & Urology 2 nd ed.
Hypospadias . New York : Cambridge University Press;. p. 611-618.
4. AO Sowande, Olajide, Salako. (2009) Experience with transverse preputial
island flap for repair of hypospadias in Ile-Ife, Nigeria. African Journal of
Paediatric Surgery.;6(1):40-43.
5. Antonio Macedo Jr, Riberto Liguori, Sergio L. Ottoni. (2011) Long-term results
with a one-stage complex primary hypospadias repair strategy (the three-in-one
technique). Journal of Pediatric Urology.;7:299-304.
6. Mary E. Adelsberger, Daniel D. Smeak (2009). Repair of extensive perineal
hypospadias in a Boston terrier using tubularized incised plate urethroplasty.
University of Pennsylvania.;50:937942.
7. Sadler TW (1996) Embriologi Kedokteran Langman. Edisi ke-7. Jakarta: EGC
8. Miroslav L. Djordjevic, Sava V. Perovic, Zoran Slavkovic, Nenad Djakovic.
(2006) Longitudinal Dorsal Dartos Flap for Prevention of Fistula after a
Snodgrass Hypospadias Procedure. European Association of Urology.;50:53-57.
9. Amilal Bhat. (2008) General considerations in hypospadias surgery. Indian
Journal of Urology.;24(2):188-194
10. Purnomo B.B. (2000) Uretra dan Hipospadia, Dalam Dasar-dasar Urologi,
Malang,:6,137-138
11. Sastrasupena H. (1995) Hipospadia, Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah,
Binarupa Aksara,Jakarta :428-435

12. Snell, Richard S. (2006) Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai