Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh
Rahmi Aulia
NIM 135060101111001
DILATOMETER TEST
ABSTRACT
Dalam perencanaan suatu gedung tentu harus memperhatikan aspek stabilitas tanah yang
mendukung. Untuk menganalisis masalah stabilitas tanah seperti daya dukung, stabilitas
lereng, tekanan tanah ke samping pada turap, kekuatan geser dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan data teknis tanah untuk keperluan perencanaan pondasi, diperlukan
adanya suatu penyelidikan tanah. Penyelidikan tanah biasanya terdiri dari 3 (tiga) tahap,
yaitu: pengeboran (boring) atau penggalian lobang uji, pengambilan contoh tanah
(sampling), dan pengujian contah tanah laboratorium(loboratory testing) atau di lapangan
(in-situ testing). Pada konferensi geoteknik sedunia tahun 2009 mengindikasikan bahwa
untuk pengujian dilapangan, Cone Penetration Test (CPT) dan Flat Dilatometer Test
(DMT) merupakan pengujian yang paling cepat dan nyaman. Paper ini akan
mendeskripsikan mengenai deskripsi kerja dan pengaplikasian teknis dari DMT.
A. PENDAHULUAN
Flat Dilatometer Test (DMT) adalah salah satu pengujian di lapangan yang ditemukan 30
tahun yang lalu. DMT biasa digunakan untuk semua kota-kota industry. Standar yang
digunakan antara lain adalah ASTM dan Eurocode. DMT sudah menjadi objek monograf
yang rinci oleh ISSMGE Technical Commite TC16.
Beberapa fitur utama dari DMT antara lain
1|P age
Telah banyak penelitian dilakukan dengan uji DMT oleh para ahli geoteknik, namun
sebagian besar dilakukan pada tanah sedimen, yang menghasilkan banyak persamaan
korelasi empiric. Pengujian Flat Dilalometer dilapangan pada tanah residual tropis
vulkanik dengan tujuan untuk mempelajari manfaat yang diperoleh dari uji DMT dilakukan
oleh Hadi U Moeno. Penelitian ini dilakukan pada tanah residul tropis jenis volkanik yang
banyak dijumpai di Indonesia dan banyak digunakan sebagai tanah pondasi maupun tanah
bahan urugan. Pengujian lapangan dilakukan di beberapa lokasi, dimana terdapat tanah
residual volkanik tropis warna merah. Lokasi penelitian di fokuskan pada lokasi Resor
Dago Pakar sebagai lokasi primer, daerah Bandung Utara, yang mempunyai endapan tanah
residual cukup tebal dengan luas daerah kurang lebih 450 Ha.
B. FLAT DILATOMETER
Flat Plate Dilatometer atau Marchetti Dilatometer dan selanjutnya disingkat DMT, adalah
salah satu alat uji penetrasi in-situ yang masih baru digunakan dalam bidang penyelidikan
geoteknik dewasa ini. Uji DMT, merupakan uji penetrasi in-situ yang sederhana untuk
mengukur modulus tanah. Alat ini berupa sebuah pisau (blade) yang datar dan di tengahnya
terdapat suatu pelat bundar (membran) yang dapat bergerak ke luar secara horisontal jika
dikembangkan dengan tekanan. DMT adalah suatu metode uji yang menggunakan alat baca
tekanan melalui pelat daun runcing yang didorong masuk ke dalam tanah, untuk membantu
memperkirakan stratigrafi tanah dan tegangan lateral dalam keadaan diam (at rest lateral
stresses), modulus elastisitas dan kuat geser pasir, lanau dan lempung.
2|P age
Flat Dilatometer Test (DMT) dibuat dan dikembangkan di Italia oleh Silvano Marchetti
pada tahun 1975. Pada awalnya diperkenalkan di Amerika Utara dan Eropa pada tahun
1980 dan saat ini telah digunakan di lebih dari 40 negara sebagai alat uji penetrasi in-situ
dalam bidang investigasi geoteknik. Peralatan DMT, metode pengujian dan korelasi awal
disajikan dan digambarkan oleh Marchetti pada tahun 1980 dalam In-situ Test by Flat
Dilatometer, dan selanjutnya DMT telah secara luas digunakan dan di kalibrasi terhadap
endapan tanah yang diuji di seluruh dunia. Telah banyak penelitian dilakukan dengan uji
DMT oleh para ahli geoteknik, namun sebagian besar dilakukan pada tanah sedimen, yang
menghasilkan banyak persamaan korelasi empiris. Keuntungan yang dapat diperoleh dari
pengujian DMT sangat anyak, antara lain mendapatkan parameter geoteknik sepanjang
kedalaman pengujian dalam keadaan asli, mengurangi pengaruh disturbansi pada tanah
yang diuji di laboratorium.
Peralatan uji ini terdiri atas mata pisau nirbaja yang meruncing dengan baji bersudut 180,
yang didorong masuk secara vertikal ke dalam tanah pada interval kedalaman 200 mm
(atau interval alternatif 300 mm) dengan kecepatan 20 mm/det. Mata pisau (panjang 240
mm, lebar 95 mm dan tebal 15 mm) dihubungkan ke alat ukur tekanan di permukaan tanah
melalui pipa kawat khusus melewati batang bor (drill rod) atau batang konus (cone rod).
Suatu membran baja fleksibel berdiameter 60 mm yang dipasang pada salah satu sisi dari
mata pisau yang dipompa secara pneumatik, digunakan untuk menghasilkan dua jenis
tekanan.
3|P age
Komponen DMT
Peralatan dasar dari pengujian DMT bias dilihat pada gambar dibawah ini
Dilatometer Blade
Pisau (Blade) memiliki lebar 95 mm dan tebal 15 mm. Pisau ini memiliki ujung
tombak yang berfungsi untuk menembus tanah. Sudut tepi puncak adalah 24 0-320.
Panjang dari bagian runcing ke ujung bawah tombak adalah sebesar 50 mm. Pisau
dapat dengan aman menahan gaya dorong hingga 250 kN. Pelat bundar (Membran)
berasal dari baja dengan diameter 60 mm. Ketebalan dari pelat bundar tersebut
adala 0,2 mm.
4|P age
Control Unit
Unit control berada pada permukaan tanah dan digunakan untuk mengukur tekanan
pada setiap kedalaman. Unit konntrol biasanya meliputi dua pengukur tekanan
(pressure
gages),
pressure
source
quick
connect,
pneumatic-electrical
cable,galvanometer dan sinyal audio buzzer (diaktifkan oleh listrik yang berasal
dari pisau) yang cepat saat membaca berbagai macam tekanan tiap kedalamannya,
serta ada pula katup untuk mengontrol aliran gas dan system ventilasi.
Pneumatic-Electrical Cable
Kabel listrik menyediakan pneumatic dan listrik secara continue diantara unit
control dan pisau dilatometer. Kabel ini terdiri dari kawat stainless yang tertutup
oleh nilon tabung dengan konektor logam khusus di kedua ujungnya. Jenis kabel
yang biasa digunakan ada dua tipe yaitu kabel non-diperpanjang (Non-extandable
cable) dan kabel diperpanjang (Extandable cable).
6|P age
7|P age
Gambar 9. Hasil Uji Dilatometer pada tanah lempung di Bangkok (Shibuya dan Hanh,
2001)
8|P age
A dan B dikoreksi terhadap kekakuan membran dan gage zero offset untuk
menentukan nilai tekanan po dan p1 dengan menggunakan persamaan:
0 = 1,05 ( + ) 0,05( + )
(1)
1 =
(2)
Dengan :
= Gage zero offset (bacaan gage saat dilepas pada tekanan atmosfir)
= 10
0
(3)
Dimana:
0
= Tekanan air pori in-situ pada saat pisau DMT belum ditusukkan.
9|P age
antara p1 dan po adalah kecil untuk tanah lempung dan besar untuk tanah pasir.
Menurut Marchetti (1980) jenis tanah dapat diidentifikasi sebagai berikut :
Lempung
Lanau
Pasir
0 0
(4)
normal
(normally
consolidated)
yang tidak
(5)
10 | P a g e
11 | P a g e
12 | P a g e
Gambar 10. Grafik untuk menentukan jenis tanah dan unit weight
(Geotechnical Testing Journal, ASTM, Vol. 9, No. 2, pp. 93-101, Fig. 2.
Copyright ASTM INTERNATIONAL.)
(6)
13 | P a g e
KD
ke
OCR
telah
dikonfirmasi
oleh
banyaknya
perbandingan.
(Jamiolkowski,dll.1988)
Gambar 11. Korelasi Kd-OCR untuk tanah kohesif dibeberapa tempat yang
bervariasi(Kamei dan Iwasaki 1995)
OCR pada tanah pasir
OCR pada tanah berpasir menggunakan rasio MDMT/qc. Variasi tipe tanah
berpasir juga mempengaruhi nilai OCR. Untuk tanah NC, M DMT/qc =-10 in
dan untuk tanah OC, MDMT/qc = 12-24 in.
tersebut
karena
adalah
bilah
perkiraan
penjajal
yang
adalah bagan
yang dapat
menggunakan
persamaan
(8)
(9)
Persamaan (8) digunakan untuk data CC yang diperoleh dari pasir buatan.
Sedangkan, persamaan (9) yang berasal dari modifikasi koef terakhir
digunakan untuk memprediksikan nilai KO dari pasir sungai alami.
2. Paramater Kekuatan
(10)
(11)
15 | P a g e
3. Parameter Deformasi
Constrain Modulus M
Modulus M yang ditentukan dari data DMT adalah modulus tangen vertika
teralirkan tidak terbatasi (one-dimensional) pada tegangan 0 dan
merupakan besaran yang sama dari hasil uji oedometer yang biasa ditetapkan
sebagai
= 1/.
(1 + )(1 2)
(1 )
profil modulus geser (Go) juga mempunyai pola dan bentuk yang sama
dengan ketiganya. Mengingat persamaan korelasi empiris untuk modulus
geser (Go) hanya fungsi dari modulus dilatometer (Ed), maka kriteria kondisi
perbedaan dan persamaan pada kedalaman tertentu berlaku juga pada nilai
modulus geser (Go).
Berat volume
17 | P a g e
Gambar 13. Plotting hasil pengujian DMT lokasi Graha Permai dan Graha Kusuma,
Resor Dago Pakar pada Marchetti Chart (Moeno,2011)
Pola dan bentuk OCR tanah residual di lokasi penelitian ini mirip dengan pola dan
bentuk OCR untuk tanah sedimen pada umumnya, namun diperkirakan bukan karena
proses pembebanan yang mangakibatkan pola dan bentuk tersebut. Kemiripan ini lebih
karena proses pelapukan yang terjadi, dimana pada derajat pelapukan yang tinggi maka
nilai OCR akan tinggi (bagian atas dekat permukaan), dan pada derajat pelapukan yang
rendah nilai OCR akan rendah (bagian kedalaman yang lebih dalam)
Gambar 15. Profil Ko terhadap kedalaman (D) dilokasi RDP, Graha Permai dan
Graha Kusuma
19 | P a g e
Gambar 16. Profil kuat geser tak teralirkan, Cu lokasi Graha Permai dan Graha
Kusuma, Resor Dago Pakar
5. Sudut geser dalam (safe)
Hasil dari sudut geser dalam (friction angle) pada penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 17. Terlihat bahwa nilai sudut geser dalam (jsafe) semakindalam
kedudukannya semakin kecil nilainya. Berdasarkan klasifikasi Marchetti, tanah di
daerah penelitian terdiri dari Clayey Silt Silty Sand, dengan tanah yang diklasifikan
sebagai Silty Sand dijumpai pada kedalaman lebih dari 10.00 m. Oleh karena itu nilai
sudut geser dalam yang diperoleh kiranya tidak realistis untuk jenis tanah tersebut.
Namun demikian, nilai ini masih bisa diterima bila dihubungkan dengan sifat
sementasi terhadap tanah yang dijumpai, karena derajat sementasi terhadap tanah
cukup mempengaruhi kuat gesernya.
Nilai safe dari persamaan Marchetti (1980, 1997) tidak dimaksudkan untuk
mendapatkan nilai estimasi yang benar, tetapi sebagai nilai batas bawah, sehingga
apabila tersedia data nilai j yang lebih tinggi daripada nilai yang diperoleh dari
persamaan Marchetti, maka nilai ini sebaiknya digunakan dalam praktek.
20 | P a g e
Gambar 18. Profil Constrained Modulus (M) untuk lokasi Graha Permai dan Graha
Kusuma, Reso Dago Pakar
Terlihat pada Gambar 18 bahwa nilai M dari kedua lokasi penelitian menunjukkan
perbedaan yang besar pada kedalaman 0,20 m sampai 2,00 m dan pada kedalaman
antara 4,00 m sampai 5,00 m. Namun untuk kedalaman selanjutnya (> 2,00 m dan >
5,00 m) nilai M cenderung sama. Pola profil dengan kondisi ini persis sama dengan
pola dan kondisi untuk profil kuat geser tanah (cu), dan dengan alasan yang sama hal
21 | P a g e
ini mungkin terjadi yaitu perbedaan mengenai tingkat pelapukan dan sementasi dari
kedua lokasi penelitian.
Demikianlah ternyata tingkat pelapukan dan sementasi sangat mempengaruhi nilai
constrained modulus (M) dan juga kuat geser (cu).
22 | P a g e
D. KESIMPULAN
Flat Dilatometer merupakan sebuah alternative dari pengujian di lapangan. Pengujian Flat
Dilatometer ini sangat unggul dan bermanfaat karena hamper seluruh parameter tana yang
dominan dapat diprediksi dalam keadaan asli tanpa gangguan keasliannya, mengingat
penelitian dengan Flat Dilatometer sudah lebih dari 30 tahun dilakukan pada tanah
sedimen.
Keunggulan lain dari pengujian ini adalah menghemat waktu dan biaya, karena tidak
diperlukan lagi pekerjaan pemboran, pengambilan contoh tanah dan pengujian
laboratorium, untuk mendapatkan parameter geoteknik yang diperlukan.
Dari hasil pengujian Dilatometer (DMT) diperoleh banyak parameter geoteknik sepanjang
kedalaman pengujian melalui persamaan persamaaan korelasi empiris yang dibuat oleh
Marchetti, di mana parameter geoteknik yang dapat diprediksi melalui data hasil uji DMT
antara lain klasifikasi tanah, Gs, m, Ko, OCR, cu, safe, M, E, dan Go.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Hadi U Moeno didapatkan perbedaan antara pengujian
DMT dengan pengujian lainnya. Karena pada dasarnya DMT sangat sensitive terhadap
ukiran tanah berbutir halus di lapangan. Maka dari itu disarankan untuk melakukan
penelitian komprehensif dengan alat Flat Dilatometer untuk tanah residual tropis, guna
melihat apakah persamaan persamaan korelasi empiris dari Marchetti masih berlaku
untuk diterapkan pada Tanah Residual Tropis, terutama telaah tentang faktor disturbansi
pada pengujian laboratorium dan sementasi tanah pada pengujian DMT.
23 | P a g e
E. REFERENSI
Marchetti, S.1980. In situ Tests by Flat Dilatometer, Journal of the Geotechnical
Engineering Division, ASCE, Vol. 106, No. GT3, Proc. Paper 15290, March, pp.
299-321.
Marchetti, S. & Crapps, D.K.. 1981. Flat DilatometerManual. Internal Report of G.P.E.
Marchetti, S. 1997. The Flat Dilatometer: Design Application. Proc. Third International
Geotechnical Engineering Conference, Keynote lecture, Cairo University, Jan, 421448
Marchetti, S.1999. On the Calibration of the DMT Membrane. Internal Technical Note,
Draft 28 March
ASTM International, 2001, Standard Test Method for Performing the Flat Dilatometer
(DMT), ASTM D 6635-01, Annual Book of ASTM Standard Vol. 04.08, Vol. 04.09.
Moeno,Hadi U.2011. Penentuan Parameter Geoteknik Tanah Residual Tropis Melalui
Pengujian Dilatometer. Jurnal Teknik Sipil Vol. 18 No.1 April 2011
Das,Braja. 2011. Principles of Foundation Engineering, SI Seventh Edition. United State
Marchetti S., Monaco P., Totani G. & Calabrese M.. 2001. The Flat Dilatometer Test
(DMT) in soil investigations A Report by the ISSMGE Committee TC16. ISSMGE
Bowles, Joseph E. Analisis dan Desain Pondasi alih Bahasa Pantur Silahap. Erlangga
24 | P a g e