URETEROLITHIASIS DEXTRA
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti
Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Radiologi
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Pembimbing :
dr. Ana Majdawati, Sp. Rad, M. Kes
Disusun oleh :
Putri Pertiwi
20110310064
2016LEMBAR PENGESAHAN
Pada tanggal,
Juni 2016
Disusun oleh :
Putri Pertiwi
20110310064
Mengetahui,
Pembimbing
BAB II
STATUS PASIEN
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. AN
Umur
: 42 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Suku bangsa
: Jawa
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
Status
: Menikah
: 65-99-49
Tanggal Masuk
: 19 Mei 2016
: disangkal.
Riwayat keganasan
: disangkal.
: disangkal.
: disangkal.
: disangkal.
: disangkal.
: disangkal.
: disangkal.
: disangkal.
: disangkal.
: disangkal.
: disangkal.
: disangkal.
: disangkal.
4
: Sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Vital sign
: TD : 140 / 80 mmHg,
N : 90 x/menit,
R : 20 x/menit,
S : 36,30C
1) Kepala
- Bentuk
- Rambut
: mesochepal, simetris
: warna hitam, mudah dicabut (-)
Distribusi merata, rontok (-)
: (-)
- Nyeri tekan
2) Mata
- Palpebra
: edema (-/-) ptosis (-/-)
- Konjungtiva
: anemis (-/-)
- Sclera
: ikterik (-/-)
- Pupil
: reflek cahaya (+/+), isokor
- Exopthalmus
: (-/-)
- Lapang pandang
: tidak ada kelainan
- Lensa
: keruh (-/-)
- Gerak mata
: normal
- Tekanan bola mata
: nomal
- Nistagmus
: (-/-)
3) Telinga
- otore (-/-)
- deformitas (-/-)
- nyeri tekan (-/-)
4) Hidung
- nafas cuping hidung (-/-)
- deformitas (-/-)
- discharge (-/-)
5) Mulut
- bibir sianosis (-)
- bibir kering (-)
- lidah kotor (-)
6) Leher
- Trakhea
: deviasi trakhea (-)
- Kelenjar lymphoid
: tidak membesar, nyeri (-)
- Kelenjar thyroid
: tidak membesar
- JVP
: nampak, 5+2 cm
7) Dada
5
a) Paru
- Inspeksi
Palpasi
8) Abdomen
- Inspeksi
- Auskultasi
- Perkusi
- Palpasi
9) Ekstrimitas
- Superior
-
Inferior
B. Status lokalis
Regio costo vertrebalis dextra et sinistra
Inspeksi
: Datar
Palpasi
: Tidak teraba massa, nyeri tekan pada bimanual kanan dan kiri (-), ballotemen
tidak jelas.
Perkusi
: Nyeri ketok kostovertebra kanan (-), nyeri ketok costo vertebral kiri (-)
Kiri
Kanan
6
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Bulging (-)
Ginjal tidak teraba
Bulging (-)
Ginjal teraba
Ballotement (-)
Nyeri ketok (-)
Ballotement (-)
Nyeri ketok (-)
Regio Suprapubik
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Timpani
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
DARAH RUTIN
Hemoglobin
19 Mei 2016
13,1
Nilai Rujukan
13 18 g/dl
Hematokrit
39
40 52 %
Eritrosit
4,28
Leukosit
9.200
299.000
150.000 400.000/ul
MCV
91,8
80 96 fl
MCH
30,5
27 32 pg
MCHC
33,2
32 36 g/dl
PPT
13,1
11-15
APTT
KIMIA KLINIK
Ureum
29,4
13
25-35
Nilai rujukan
15 40 mg/dL
Kreatinin
0,1
< 1,3
Trombosit
2. Rontgen Thorax
3. Pemeriksaan BNO-IVP
Deskripsi:
Dilakukan pemeriksaan BNO/IVP pada penderita dengan Hidronefrosis Kanan,
memakai kontras soluble non-ionik 350/50 CC IV, reaksi alergi (-)
BNO :
Tulang-tulang intak
IVP :
Menit 5:
Nefrogram kedua ren tampak serentak, bentuk, letak, ukuran dan densitas normal.
Tampak kontras mengisi kedua SPC. Bentuk calices kanan blunting, pelvis agak
melebar, tak tampak massa/batu.
Menit 15-30:
Tampak kontras mengisi kedua SPC, kedua ureter dan VU. Caliber ureter kanan
tampak melebar sampai setinggi VS 2, opasitas di proyeksi ureter kanan tampak
terlumuri kontras. VU: bentuk, letak, dan ukuran normal, tak ampak massa/batu.
Menit 45:
Residu urin minimal, bayangan semiopaq di ureter kanan setinggi VS 2 yang
terlumuri kontras tampak menetap
V. RESUME
Pasien perempuan, usia 42 tahun datang dengan keluhan kencing bercampur
darah sejak satu tahun yang lalu. Warna merah keluar disepanjang episode
bekemih. Nyeri saat berkemih (-), nyeri pinggang kanan dan pinggang kiri
disangkal. Riwayat kebiasaan pasien mengaku jarang mengkonsumsi air putih.
Pemeriksaan USG di poli urologi didapatkan hidronefrosis kanan.
Pemeriksaan penunjang BNO-IVP didapatkan kesan ureterolithiasis kanan dan
hidronefrosis grade 2-3. Pemeriksaan labaratorium fungsi ginjal didapatkan hasil
normal.
VI.
DIAGNOSIS KLINIS
Hidronefrosis Dextra
Ureterolithiasis Dextra
VII.
DIAGNOSIS KERJA
Hidronefrosis Dextra
Ureterolithiasis Dextra
VIII.
RENCANA PENATALAKSANAAN
RENCANA DIAGNOSIS
1
Urinalisis
Makroskopis : Warna, berat jenis, pH
Mikroskopis : Eritrosit, leukosit, epitel, kristal, bakteri dan jamur
Pemeriksaan laboratorium :
a Darah rutin
b
Pemeriksaan Radiologis
Foto polos thorax
USG (dilakukan di poli urologi)
BNO, IVP
RENCANA TERAPEUTIK
Terapi Konservatif:
1
Non farmakologis
a
Farmakologis
a
Analgesik: ketorolac 2 x 30 mg
IVFD RL 20 tpm
3
Terapi operatif
a. Litotripsy
b. URS (Ureterorenoscopy)
RENCANA EDUKASI
Rendah protein, karena protein akan memacu eksresi kalsium urin dan
menyebabkan suasana urin menjadi lebih asam
Rendah oksalat
Rendah
garam,
karena
natriuresis
hiperkasiuria
XII.
Rendah purin
: Dubia ad bonam
Quo ad sanamtionam
: Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam
: Dubia ad bonam
akan
memacu
timbulnya
BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi 5
Batu di dalam saluran kemih (calculus uriner) adalah massa keras
seperti batu yang berada di ginjal dan salurannya dan dapat menyebabkan nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi.
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (nephrolith) maupun di dalam
kandung kemih (vesicolith). Proses pembentukan batu ini disebut urolithiasis
(Purnomo, 2007).
B.
Etiologi 6,7
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh
yang berasal dari lingkungan sekitarnya (Soeparman, 2001).
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1.
Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2.
Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3.
Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien
perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah (Sjamsuhidayat, 2004):
1.
Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir
tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2.
3.
Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4.
Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit
batu saluran kemih.
5.
Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk
atau kurang aktivitas atau sedentary life.
C. Epidemiologi 8
Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit
batu mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan
berubah sesuai dengan perkembangan kehidupan suatu bangsa. Berdasarkan
pembandingan data penyakit batu saluran kemih di berbagai negara, dapat
disimpulkan bahwa di negara yang mulai berkembang terdapat banyak batu
saluran kemih bagian bawah, terutama terdapat di kalangan anak.
Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih
relatif rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu saluran
kemih bagian atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat banyak batu
saluran kemih bagian atas, terutama di kalangan orang dewasa. Pada suku
bangsa tertentu, penyakit batu saluran kemih sangat jarang, misalnya suku
bangsa Bantu di Afrika Selatan.
Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak
kejadian di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12%
untuk pria dan 7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering ditemukan pada
wanita daripada pria (Pearle, 2005).
D.
Patogenesis9,10,11
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama
pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine),
yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada
pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis
seperti pada hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik
merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada
dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaankeadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal
yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang
kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga
menjadi kristal yang lebih besar (Gleen, 2005).
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan
belum cukup mampu menyumbat saluran kemih. Untuk itu agregat kristal
menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini
bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang
cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi
oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, laju aliran urine di dalam
saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang
bertindak sebagai inti batu (Sjamsuhidayat, 2004).
Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel
dan jus anggur.
6. Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini
disebabkan oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal,
dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu
absorbsi garam empedu.
7. Ginjal Spongiosa Medula
Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik
(tidak dijumpai predisposisi metabolik).
8. Batu Asam Urat
Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan
hiperurikosuria (primer dan sekunder).
9. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan
organisme yang memproduksi urease. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar
membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal.
Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea
splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi
bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi:
CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2 (Netter, 2006).
Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya adalah
matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple
phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease, walaupun dapat pula
terbentuk dari campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat (Netter,
2006).
Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium,
ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amoniun fosfat
(MAP) atau (Mg NH4PO4.H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3. Karena
terdiri atas 3 kation Ca++ Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal dengan nama
batu triple-phosphate. Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya
adalah Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobacter, Pseudomonas dan
Stafilokokus. Meskipun E.coli banyak menyebabkan infeksi saluran kemih,
namun kuman ini bukan termasuk bakteri pemecah urea (Netter, 2006).
E. Manifestasi Klinis8,10,11
Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat
karena distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis, dapat
bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala batu
saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Keluhan
yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu,
dan penyulit yang telah terjadi.
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada
pinggang. Nyeri ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan kolik.
Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun
ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih.
Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat
sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri
(Pearle, 2005).
Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat saluran
kemih, biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter (ureteropelvic
junction), dan ureter. Nyeri bersifat tajam dan episodik di daerah pinggang
(flank) yang sering menjalar ke perut, atau lipat paha, bahkan pada batu ureter
distal sering ke kemaluan. Mual dan muntah sering menyertai keadaan ini
(Oswari, 1995).
Nyeri nonkolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik mungkin
didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit
akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika
disertai infeksi didapatkan demam-menggigil (Rasyad, 2005).
F. Diagnosis12
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan
diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik,
laboratorium dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya
obstruksi saluran kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal. Secara radiologik,
batu dapat radioopak atau radiolusen. Sifat radioopak ini berbeda untuk berbagai
jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga jenis batu yang dihadapi (Scanlon,
2007).
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih
yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal
(ureum dan kreatinin), dan menentukan sebab terjadinya batu.
Urinalisis berguna untuk mendiagnosis penyakit ginjal atau infeksi
salurah kemih dan untuk mendeteksi adanya penyakit metabolik yang tidak
berhubungan dengan ginjal. Warna, tampilan dan bau urine diperiksa, serta ph,
protein, keton, glukosa, dan bilirubin diperiksa dengan strip reagen. Berat jenis,
diukur dengan urinometer, dan pemeriksaan mikroskopis sedimentasi urine
dilakukan untuk mendeteksi sel darah merah atau sel darah putih di dalam urine.
Pemeriksaan makroskopis meliputi pemeriksaan sedimen, kristal dan bakteria.
Pemeriksaan radiologi BNO atau Blass Nier Overzicht adalah suatu
pemeriksaan didaerah abdomen / pelvis untuk mengetahui kelainan-kelainan
pada daerah tersebut khususnya pada sistem urinaria. IVP atau Intra Venous
Pyelography merupakan pemeriksaan radiografi pada sistem urinaria (dari
ginjal hingga blass) dengan menyuntikkan zat kontras melalui pembuluh darah
vena. Tujuan pemeriksaan untuk menggambarkan anatomi dari pelvis renalis
dan sistem calyses serta seluruh tractus urinarius dengan penyuntikan kontras
media positif secara intra vena. Pemeriksaan ini dapat diketahui kemampuan
ginjal mengkonsentrasikan bahan kontras tersebut (Netter, 2006).
G. Diagnosis Banding8,10,11,15
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut,
misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika
dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan, perlu
dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu, atau
apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu juga dipertimbangkan
adneksitis (Oswari, 2004).
Filling defect karena adanya obstruksi bisa disebabkan oleh batu pada
saluran kemih, fibrosis pada saluran kemih terutama pada ureter atau adanya
massa tumor atau keganasan. Analisis yang tepat menentukan terapi pasien
sehingga terapi akan lebih efektif dan efisien (Ezimora, et. al., 2012).
Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan
apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga diingat bahwa
H.
Radioopasitas
Kalsium
Opak
MAP
Semiopak
Urat/Sistin
Non opak
Tabel 1. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih
2.
ginjal. Sensitivitas USG adalah 78,4% tergantung pada ukuran batu dan
jumlah batu pada urinary tract, sedangkan spesifitas dari pemeriksaan
USG adalah sebesar 97% (Riddel, et. al., 2013)
4.
CT-Scan non kontras (NCCT) merupakan pemeriksaan gold standard untuk medeteksi
adanya batu di ureter dengan sensitivitas 98% dan spesifitas 97%. Kelemahan dari
pemeriksaan ini adalah radiasi yang tinggi serta harganya yang relatif lebih mahal
dibandingkan dengan pemeriksaan radiologi yang lain.
I.
5.
6.
7.
8.
DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatase alkali serum.
Penatalaksanaan8,13,14
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya
harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi
untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu
telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi
sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter
atau hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih,
harus segera dikeluarkan.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti
diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu
yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat
menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang
menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih.
Pilihan terapi antara lain :
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan
pemberian diuretikum, berupa :
b. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
c. -blocker
d. NSAID
ESWL
merupakan
alat
pemecah
batu
ginjal
dengan
c.
d.
4.
Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai
untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL,
pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi
untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu
di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau
pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi
nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami
pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau
infeksi yang menahun.
5.
Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter
terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam
penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai
tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter
yang melekat (impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya
yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya
kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per
tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.
Pencegahan14
J.
Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin 2-3 liter
per hari.
2.
3.
4.
Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:
1.
Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan
menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2.
Rendah oksalat.
3.
4.
Rendah purin.
Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita
hiperkalsiuri tipe II.
K.
Komplikasi
Dibedakan
komplikasi
akut
dan
komplikasi
jangka
panjang.
sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL.
Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang
lebih singkat dibandingkan PNL.
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi
keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi
terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali
pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka
mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai,
khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau mengalami sepsis dan
komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat urologi di Indonesia, risiko
kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.
Komplikasi ESWL meliputi
urosepsis (1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat trauma
parietal dan viseral. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca ESWL,
dijumpai adanya perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali
normal setelah 15 hari. Belum ada data mengenai efek jangka panjang pasca
ESWL pada anak.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang
memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus
akibat perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin. Pada
satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi
terbuka meliputi leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam (24,1%), dan
perdarahan pascaoperasi (1,2%). Pedoman penatalaksanaan batu ginjal pada
anak adalah dengan ESWL monoterapi, PNL, atau operasi terbuka.
L.
Prognosis13
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak
batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin
buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat
mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya
infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal
Pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan
bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada
sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan
PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula
oleh pengalaman operator.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang
saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran
kemih, atau infeksi.
2. Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu.
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaankeadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).
3. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan
rencana terapi antara lain Foto Polos Abdomen, Pielografi Intra Vena (PIV),
Ultrasonografi, CT-Scan non-kontras, pemeriksaan mikroskopik urin, analisis
batu, kultur urin, ureum, kreatinin, elektrolit.
4. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang
menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu.
5. Komplikasi batu pada saluran kemih adalah obstruksi dan infeksi sekunder, serta
komplikasi dari terapi, baik invasif maupun noninvasif.
6. Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu dan
adanya infeksi serta obstruksi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.