Anda di halaman 1dari 55

MAKALAH K3 INDUSTRI

FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN KERJA DI


LABORATORIUM

Disusun Oleh:
Satria Anugerah Suhendra (H1D112017)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2016

UCAPAN TERIMAKASIH KEPADA

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nya dapat menyelesaikan makalah K3 Industri ini tepat pada waktunya
dengan judul Faktor-Faktor Lingkungan Kerja di Laboratorium. Kami juga
berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu selama penyusunan
proposal penelitian ini hingga selesai tepat pada waktunya. Rasa terima kasih ini kami
ucapkan terutama kepada:
1.

Bapak Prof. Dr. H. Sutarto Hadi, M.Si., M.Sc (Rektor Universitas Lambung
Mangkurat), Bapak Dr. Ahmad Alim Bachri, SE., M.Si (PR 1) Wakil Rektor
Bidang Akademik, Ibu Dr. Hj Aslamiah, M.Pd., Ph.D (PR2) Wakil Rektor
Bidang Umum dan Keuangan, Bapak Dr. Ir. Abrani Sulaiman, M.Sc (PR3)
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, dan Bapak Prof. Dr. Ir. H.
Yudi Firmanul Arifin, M.Sc Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama, dan
Humas.

1. Dekan Fakultas Teknik Bapak Dr-Ing. Yulian Firmana Arifin, S.T., M.T, dan
Bapak Meilana Dharma Putra, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Teknik Kimia
Universitas Lambung Mangkurat.
2. Orang tua, keluarga, teman, dan sahabat kami atas semua dukungan dan untaian
doa yang telah diberikan selama ini.
3. Ibu Dr. Qomaritasu Sholihah, Amd. Hyp., ST., M. Kes sebagai dosen K3 Indsutri
di Program Studi Teknik Kimia
Demikian makalah ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi berbagai pihak
khususnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Teknik Kimia, Fakultas Teknik
Universitas Lambung Mangkurat. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun tetap
kami harapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
Banjarbaru,

April 2016
Penyusun

ii

DAFTAR ISI
UCAPAN TERIMAKASIH KEPADA ...................................................... i
KATA PENGANTAR ...............................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................ iii
DAFTAR SINGKATAN ......................................................................... iii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3 Tujuan Umum .................................................................................................. 2
1.4 Tujuan Khusus ................................................................................................. 2
1.5 Batasan Masalah .............................................................................................. 3
1.6 Manfaat Makalah ............................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 4


BAB III METODOLOGI ........................................................................... 8
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................ 11
4.1

Pentingnya Faktor-Faktor Lingkungan Kerja di Laboratorium .............. 13

4.1
Faktor-Faktor Lingkungan Kerja yang Mempengaruhi Akibat dari
Kecelakaan di Laboratorium ............................................................................... 15
4.3
Pencegahan Terhadap Kelalaian Faktor-Faktor Lingkungan Kerja di
Laboratorium ....................................................................................................... 22
4.4

Contoh Kasus Identifikasi Bahaya Kimia di Laboratorium...................... 27

BAB V PENUTUP ....................................................................................... 31


5.1

Kesimpulan ............................................................................................... 31

5.2

Saran ......................................................................................................... 31

BAB VI RINGKASAN ............................................................................ 32

iii

BAB VII STUDI KASUS ........................................................................ 31


DAFTAR PUSTAKA
INDEKS

iv

DAFTAR SINGKATAN

APD

: Alat Pelindung Diri

B3

: Bahan Berbahaya Beracun

Grav

: Gravitasi

ILO

: International Labour Organization

K3

: Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Kkal

: Kilokalori

Lab

: Laboratorium

MSDS : Material Safety Data Sheet


NAB : Nilai Ambang Batas
PP

: Peraturan Pemerintah

P3K

:Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan

SMK3 : Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja

DAFTAR LAMBANG

: Persen

: Satuan Suhu

: Sampai

:Kurang lebih

dB

: Desibel (Satuan)

Mol

: molarity

:meter

:second

: Sama dengan

DAFTAR TABEL
Nilai Ambang Batas Lingkungan Kerja Berdasarkan SNI 16-7063-2004 ...............

Keterangan dari Gambar 4.1 ........................................................................................... 12


Klasifikasi Gas dan Bahayanya ...................................................................................... 36

vi

DAFTAR GAMBAR
Diagram Proses Pembuatan Makalah ...........................................................................

Diagram Pembuatan Sub-Judul Makalah ..................................................................... 11


Tabel Kategori Potensi Bahaya di Lingkungan Kerja ................................................. 23

vii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keselamatan kerja merupakan salah satu hal utama untuk melakukan aktifitas
kerja yang baik. Baik dalam dalam faktor internal maupun faktor eksternal manusia.
Faktor internal meliputi kondisi psikologis, kesehatan, dan fisik. Sedangkan faktor
eksternal meliputi kondisi sosial maupun interaksi dengan karyawan maupun atasan.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan
menjelaskan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja berperan dalam upaya kesehatan
kerja agar tidak mengganggu kesehatan pekerja. Sedangkan berdasarkan UndangUndang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 pada pasal 86 dan 87 menjelaskan
setiap buruh dalam bekerja harus mendapatkan hak baik kesehatan, asusila,
kesehatan, dan perlindungan dir, disamping itu perusahaan harus wajib menerapkan
manajemen K3 demi kelancaran dan keselamatan kegiatan saat bekerja.
Lingkungan fisik dan psikis kerja yang kurang tepat, dapat mengakibatkan tingkat
produktivitas kerja yang rendah sekitar 50%. Sehingga mengakibatkan proses kerja
dan hasil kerja

yang kurang efisien dan akan mengakibatkan pemborosan dana

(Widiastuti, 2011).

Untuk menciptakan kinerja yang tinggi, dibutuhkan adanya

peningkatan kerja yang optimal dan mampu menggunakan potensi sumber daya
manusia dari karyawan untuk menciptakan tujuan organisasi, sehingga akan
memberikan kontribusi positif bagi perkembangan organisasi. Organisasi perlu
memperhatikan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi motivasi karyawan dan
menciptakan lingkungan kerja yang kondusif untuk mendorong terciptanya sikap dan
tindakan yang profesional dalam menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan bidang dan
tanggung jawab masing masing (Wulan, 2011).

Lingkungan kerja yang positif dan sehat merupakan salah satu unsur pokok yang
sangat penting untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Oleh karena itu, perlu
diketahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi lingkungan kerja, salah satunya
adalah lingkungan kerja di laboratorium. Karena faktor-faktor lingkungan kerja
merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui penyebab akibat dari
pengaruh lingkungan kerja yang benar atau salah. Sehingga kita mengetahui cara
pecegahan agar meminimalisir kesalahan kerja di laboratorium.

1.2 Rumusan Masalah


Berikut adalah rumusan masalah pada makalah ini:
1.

Bagaimana peran pengaruh faktor-faktor lingkungan kerja terhadap K3 di


laboratorium?

2. Apa saja faktor-faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi akibat dari


kecelakaan K3 di laboratorium?
3. Bagaimana cara mencegah akibat dari kelalaian faktor-faktor lingkungan kerja?

1.3 Tujuan Umum


Tujuan umum dari makalah ini adalah:
1. Menambah wawasan tentang faktor-faktor lingkungan kerja terhadap ilmu K3
Industri di laboratorium
2. Mendapatkan gambaran tentang studi kasus faktor-faktor lingkungan kerja di
laboratorium dan cara mencegah serta mengatasinya.

1.4 Tujuan Khusus


Berikut adalah tujuan khusus dari makalah ini:
1. Pentingnya faktor-faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi akibat dari
kecelakaan K3 di laboratorium.

2. Jenis-jenis faktor-faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi akibat dari


kecelakaan K3 di laboratorium.
3. Cara mencegah faktor-faktor lingkungan kerja, khususnya di laboratorium.

1.5 Batasan Masalah


Batasan masalah pada makalah ini adalah hanya bersumber pada jurnal penelitian
yang berhubungan dengan K3 industri di laboratorium.

1.6 Manfaat Makalah


Manfaat dari makalah ini adalah diharapakan mampu mempelajari dan
mengaplikasikan ilmu K3 Industri terutama tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
lingkungan kerja agar mahasiswa nantinya mampu mengaplikasikan dan menciptakan
lingkungan kerja yang baik dan kodusif saat bekerja di industri.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Lingkungan kerja adalah suatu krgiatan yang ada di sekitar kerja yang
mempengaruhi pekerja dalam menjalankan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Untuk meningkatkan produktivitasnya maka lingkungan kerja sangat mempengaruhi
kinerja karena lingkungan kerja yang baik akan menciptakan kemudahan pelaksanaan
tugas. Lingkungan kerja ini sendiri terdiri dari lingkungan kerja fisik dan non-fisik
yang melekat dengan karyawan sehingga tidak dapat dipisahkan dari usaha
pengembangan kinerja karyawan (Yunanda: 2013).
Faktor fisik lingkungan kerja (faktor fisik di tempat kerja) dapat berpengaruh
terhadap baik buruknya kinerja tenaga kerja, bahkan dapat berpengaruh terhadap
produktivitas kerja. Faktor fisik yang dimaksud adalah keadaaan fisik suatu
lingkungan atau tempat kerja, yang meliputi kebisingan, temperatur, pencahayaan,
kelembaban udara, getaran, radiasi sinar ultra violet, gelombang elektromagnetik,
warna, serta bau-bauan. Pemerintah Indonesia telah menetapkan nilai ambang batas
fisik lingkungan kerja, yaitu diatur dalam KEP-51/MEN/1999 dan SNI 16-7063-2004
yang dikeluarkan oleh Badan Standar nasional (BSN) tentang Nilai Ambang Batas
(NAB) faktor fisik di tempat kerja (Widiastuti, 2011). Berikut adalah nilai ambang
batas berdasarkan SNI 16-7063-2004
Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Lingkungan Kerja Berdasarkan SNI 16-7063-2004
Parameter

Nilai Intensitas
Pekerjaan Ringan

Pekerjaan Sedang

Pekerjaan Berat

Suhu (0C)

30

26,7

25

Kalori (kkal/jam)

100-200

200-350

350-500

Kebisingan (dB)

85
2

Getaran

4m/s atau 0,40 Grav


0,1 W/cm2

Radiasi Sinar Ultra Ungu

Laboratorium sebagai sarana memperaktekkan teori yang diajarkan memiliki


aktifitas yang bersentuhan secara langsung dan tidak langsung dengan potensi
bahaya. Potensi bahaya atau sering disebut juga sebagai hazard merupakan sumber
risiko yang mengakibatkan kerugian baik pada material, lingkungan maupun
manusia. Pengaruh manifestasi potensi bahaya industrial seringkali tidak hanya
berakibat pada industri dan tenaga kerja saja, tetapi juga mengakibatkan kerugian
pada masyarakat maupun lingkungan sekitar industri, misalnya pada kasus kebakaran,
peledakan atau pencemaran akibat industri. Potensi bahaya yang ada di laboratorium
sering tidak disadari oleh orang-orang yang terlibat di laboratorium dikarenakan
belum adanya standar penilaian dan rendahnya sosialisasi atau pembelajaran
mengenai potensi bahaya sehingga perlu dilakukan identifikasi tingkat bahaya di
laboratorium (Sitepu, 2014).
Kondisi lingkungan kerja dikatakan sebagai lingkungan kerja yang baik jika
manusia bisa melaksanakan kegiatannya dengan optimal dengan sehat,aman dan
selamat. Ketidakberesan lingkungan kerja dapat terlihat akibatnya dalam waktu yang
lama. Lebih jauh lagi keadaan lingkungan yang kurang baik dapat menuntut tenaga
dan waktu yang lebih banyak yang tentunya tidak mendukung diperolehnya
rancangan sistem kerja yang efisien dan produktif. Faktor-faktor yang mempengaruhi
lingkungan kerja fisik yaitu, temperature (suhu), pencahayaan, kebisingan, dan lain lain.

Kondisi

lingkungan

kerja

akan

turut

berpengaruh

terhadap

kinerja

operator/praktikan. Dengan mempertimbangkan seluruh aspek lingkungan kerja fisik


yang memiliki potensi bahaya pada saat proses perancangan sistem kerja beserta
sistem pengendalian,maka kondisi-kondisi bahaya tersebut dapat diantisipasi dan
diberi tindakan-tindakan preventif lainnya. Pengaruh lingkungan kerja fisik terhadap
produktivitas kerja lingkungan kerja fisik merupakan kondisi yang mempengaruhi
terhadap kemampuan manusia, Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya
dengan baik dan mencapai hasil yang optimal apabila lingkungan kerjanya
mendukung manusia akan mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik apabila
ditunjang oleh lingkungan kerja yang baik. penelitian ini bermaanfaat untuk

mengetahui bagaimana kondisi lingkungan kerja fisik yang baik yang meliputi situasi
pencahayaan, temperatur dan kebisingan (Ramadon, 2013).
Memelihara standar kesehatan dan keselamatan yang tinggi di lingkungan
kerja mencakup pengawasan kondisi pekerjaan, termasuk tingkat kebisingan, tingkat
radiasi, temperatur, luka fisik akibat terjatuh atau terkena mesin, terluka atau
terkontaminasi dengan bahan-bahan kimia yang digunakan di tempat berkerja.
Tingkat kesehatan dari seseorang mempunyai pengaruh yang besar terhadap
penampilan dan kapasitas kerjanya. Dengan demikian maka penekanan dalam
program kesehatan kerja tidak hanya pada mengusahakan peningkatan dan
pemeliharaan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun
kesejahteraan sosial pekerja di semua lapangan pekerjaan saja, tetapi juga pada
pencapaian produktivitas kerja yang optimal. Konsep bahwa yang terkena penyakit
akibat kerja (Occupational Disease) hanya pekerja itu sendiri telah berkembang dan
mencakup pula keluarga dari pekerja yang bersangkutan serta masyarakat pada
umumnya. Seorang pekerja dapat membawa debu asbes atau beryllium ke tempat
tinggalnya sehingga dapat mempengaruhi kesehatan keluarganya. Beberapa bahan
kimia seperti timah hitam, formaldehid, pestisida golongan organoklorin, dan karbon
monoksida diduga dapat membahayakan sebuah janin yang dikandung seorang
pekerja wanita tanpa selalu harus membahayakan dirinya sendiri. Tragedi Minamata
(merkuti), Bhopal (zat beracun) dan Chernobyl (bahan radio aktif), telah
mengingatkan kita bahwa kesehatan tidak hanya mempengaruhi mereka yangbekerja
di kawasan industri saja, namun dapat pula membahayakan masyarakat umum.Dari
berbagai studi epidemiologis, disamping penyakit-penyakit akibat kerja dipelajari
pula berbagai faktor yang mengganggu kesehatan di tempat kerja yang kemudian
berkontribusi terhadap timbulnya penyakit. Penyakit-penyakit tersebut disebut
sebagai penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (Occupationalrelated
Disease), dimana pada penyakit yang dimaksud, lingkungan kerja bukan sebagai
penyebab langsung, namun berperan sebagai faktor penyokong (contributing factor)
terhadap timbulnya penyakit. Gangguan psikologis, hipertensi, kardiovaskuler, tukak

lambung dan lain-lain sejenisnya merupakan contoh dari golongan penyakit tersebut
(Putra, 2011).
Perhatian terhadap tenaga kerja diuraikan dengan perlunya peningkatan upaya
perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja melalui pencegahan kecelakaan dan
penyakit akibat kerja, pembinaan lingkungan kerja yang memenuhi syarat kesehatan,
penyelenggaraan upaya kesehatan tenaga kerja dan keluarganya secara menyeluruh,
pembinaan tenaga kerja untuk upaya peningkatan kesehatan kerja, serta penyusunan,
pembakuan dan pengaturan syarat-syarat kesehatan bagi tenaga kerja. Dalam
mengantisipasi kemungkinan timbulnya gangguan kesehatan yang berhubungan
dengan pekerjaan tersebut, pendekatan yang ditempuh selain perlindungan kesehatan
(health protection) seperti imunisasi, sanitasi lingkungan kerja, penyerasian manusia
dan mesin dan lain-lain juga ditempuh cara peningkatan kesehatan (health
promotion). Peningkatan kesehatan merupakan sebuah konsep yang mencakup segala
sesuatu yang dapat meningkatkan kesehatan dan kapasitas kerja dari para pekerja
seperti pencegahan penyakit menular, perbaikan gizi, perkembangan kejiwaan yang
sehat, pemeriksaan kesehatan sebelum kerja dan lain-lain (Arianto, 2014).
Dalam usaha meningkatkan kapasitas produksi dari suatu perusahaan salah
satu faktor pendukung untuk meningkatkan kapasitas tersebut tidak terlepas dari
produktivitas tenaga kerja. Lingkungan kerja merupakan bagian yang cukup penting
dari sebuah perusahaan, karena lingkungan kerja yang tidak sesuai dengan kondisi
dan kebutuhan tenaga kerja dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan kerja. Terdapat
beberapa hal yang terkait dengan lingkungan kerja yaitu lingkungan kerja fisik,
lingkungan kerja kimia dan lingkungan kerja biologis. Jika lingkungan kerja fisik
dalam kondisi tidak memenuhi syarat, maka dapat menyebabkan terjadinya
kecelakaan kerja di unit-unit produksi, yang pada akhirnya secara keseluruhan akan
menurunkan tingkat produktivitas perusahaan (Setyanto, 2011).

BAB III
METODOLOGI
Metodologi pengumpulan data yang diperlukan dalam makalah ini dilakukan
dengan studi literatur. Baik dari jurnal, tesis, skripsi, maupun buku panduan kerja di
laboaratorium. Data dari literatur-literatur tersebut sebagai pendukung yang ada
kaitannya tentang faktor-faktor lingkungan kerja di laboratorium dengan diagram alir
adalah sebagai berikut:

Start

Studi Literatur

Presentasi Pramakalah

Pembuatan Makalah

Peresentasi Hasil
Makalah

Publishing Makalah
dan Hasil Presentasi

Finish

Gambar 3.1 Diagram Proses Pembuatan Makalah


8

Berdasarkan metodologi studi literatur, terdapat sumbaer yang dijadikan


sebagai reverensi utama dan dikumpulakan untuk membahas apa saja yang menjadi
pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Jurnal Kedokteran Meditek: Penyakit Akibat Kerja Disebabkan oleh Faktor Fisik
(Agus, 2011).
2. Jurnal Economia: Pengaruh Kedisiplinan, Lingkungan Kerja dan Budaya Kerja
Terhadap Kinerja Tenaga Pengajar (Arianto, 2014).
3. Jurnal dari Universitas Esa Unggul, Tengerang: Lingkungan Kerja Faktor Kimia
dan Biologi (Arief, 2015).
4. Jurnal Prosiding SNE Politeknik Negeri Batam: Analisa Keselamatan Kerja (K3)
pada Pembelajaran di Laboratorium Program Studi Teknik Mesin Politeknik
Negeri Batam (Hati, 2014).
5. Jurnal dari Unversitas Padjajaran, Bandung: Keselamtan Kerja di Laboratorium
(Muchtaridi, 2015).
6. Jurnal EMBA: Kepemimpinan, Motivasi, dan Lingkungan Kerja Pengaruh
Terhadap Kinerja pada Kanwil Ditjen Kekayaan Negara Suluttenggo dan Maluku
Utara di Manado (Potu, 2013).
7. Jurnal Administrasi Bisnis: Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik dan Non-Fisik
Terhadap Kinerja Karyawan: Studi pada PT. Telkom Area III Jawa-Bali Nusra di
Surabaya (Norianggono, 2014).
8. Jurnal Universitas Negeri Sumatera Utara: Keracunan Bahan Organik dan Gas di
Lingkungan Kerja dan Upaya Pencegahannya (Putra, 2011).
9. Jurnal EKOSAIN: Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik Kerja Terhadap Waktu
Penyelesaian Pekerja (Studi Laboratorium) (Setyanto, 2011).
10. Simposium Nasional RAPI XIII: Identifikasi Tingkat Bahaya di Laboratorium
Perguruan Tinggi (Studi Kasus Laboratorium di Lingkungan Departemen Teknik
Industri Universitas Sumatera Utara) (Sitepu, 2014).
11. Jurnal SETJEN DEPKES RI: Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium
Analisis Kesehatan (Tresnianingsih, 2015).
9

10

12. Jurnal ITS: Evaluasi Ergonomis dalam Proses Perancangan Produk Laboratorium
Ergonomis dan Perancangan Kerja (Wignjosoebroto, 2013).
13. Jurnal dari Universitas Brawijaya: Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap
Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan (Studi pada Perum Jasa Tirta I Malang
Bagian Laboratorium Kualitas Air) (Yunanda, 2013).
14. Jurnal Media Wahana Ekonomika: Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik dan NonFisisk Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Tata Cabang Palembang (Hendri,
2015).
15. Jurnal ITS: Perancangan Lingkungan Kerja dan Alat Bantu yang Ergonomis
untuk Mengurangi Masalah Black Injury dan Tingkat Kecelakaan pada
Departemen Mesin Bubut (Wignjosoebroto, 2013).
Melalui beberapa kumpulan reverensi diatas maka nanti digunakan sebagai
literatur

dalam

makalah

tentang

Faktor-Faktor

Lingkungan

Kerja

Di

Laboratorium dengan metode identifikasi karakteristik bahan bahan kimia dari


kasus-kasus yang akan dibahas pada makalah ini. Dengan metode tersebut diharapkan
faktor-faktor lingkungan kerja di laboratorium akan tercipta lingkungan yang safety
dan ramah lingkungan. Adapun secara umum metode tersebut yakni dengan:
a. Mengidentifikasi jenis atau merek bahan kimia yang digunakan
b. Mengetahui karakterisitik kimia dan fisika bahan-bahan kimia di laboratorium

11

BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan metodologi studi literatur pada bab 3, maka jurnal-jurnal yang


dikumpulakan kemudian dibahas sub judulnya untuk makalah ini adalah sebagai
berikut:

Gambar 4.1 Diagram Pembuatan Sub-Judul Pembahasan Makalah

12

Tabel 4.1 Keterangan dari Gambar 4.1

Simbol

Keterangan

Faktor fisik dari lingkungan kerja

Kedisipilinan dan budaya kerja

Faktor kimia dan biologi lingkungan kerja

Analisis K3 di laboratorium

K3 di laboratorium

Leadership di lingkungan kerja

Pengaruh kondisi fisik dan non-fisik di lingkungan kerja

Bahaya racun di laboratorium

Pengaruh fisik di lingkungan kerja di laboratorium

Identifikasi bahaya di laboratorium

K3 laboratorium

Lingkungan kerja ergonomis

Pengaruh fisik dan non-fisik lingkungan kerja di lab.

Pengaruh fisik dan non-fisik lingkungan kerja

Pengaruh ergonomi lingkungan kerja

MIGD

Faktor-Faktor Lingkungan Kerja Di Laboratorium

Pentingnya Faktor-Faktor Kerja di Laboratorium

II

Faktor-Faktor Lingkungan Kerja yang Berpengaruh di


Laboratorium

III

Pencegahan Terhadap Faktor-Faktor Kecelakann Kerja di


Laboratorium

IV

Contoh

Kasus

Laboratorium

Identifikasi

Bahaya

Bahan

Kimia

di

13

4.1 Pentingnya Faktor-Faktor Lingkungan Kerja di Laboratorium


Faktor-faktor merupakan salah satu parameter yang dijadikan acuan terhadap
penyebab dari suatu kejadian. Suatu kejadian tentunya memiliki sebab, dan sebab
dikarenakan oleh suatu faktor. Pada lingkungan kerja, faktor-faktor merupakan salah
satu bagian yang sangat penting untuk mengetahui penyebab dari kejadian yang dapat
mengganggu pekerjaan. Faktor-faktor dapat diindikasi atau ditelaah lebih awal agar
menghindari terjadinya kecelakaan fatal dalam lingkungan kerja. Contohnya, saat
melakukan pekerjaan yang berat oleh atasan, tentunya hal ini akan menyebabkan
tekanan atau beban kerja meningkat sehingga dapat menyebabkan depresi atau stress,
bahkan gangguan fisik. Hal tersebut tentunya mengganggu psikologis dan fisik
karyawan, dan cara untuk meminimalisir hal tersebut adalah kenali gangguan
sebelum gangguan tersebut datang pada kita, salah satunya adalah kenali faktor-faktor
yang dapat menyebabkan beban kerja berat dan apa akibatnya serta bagaimana cara
mencegahnya. Adapun cara mencegah hal tersebut adalah dengan menciptakan
lingkungan kerja yang sehat, dan berusaha untuk meletakan suatu situasi pada
tempatnya, relaksasi, dan berolahraga. Dari contoh kasus tersebut faktor-faktor sangat
penting untuk lingkungan kerja. Faktor-faktor lingkungan kerja juga dapat
dikembangkan terhadap pencegahan bahkan mengobati situasi masalah yang ada pada
lingkungan kerja (Sholihah, 2014).
Disamping itu, K3 (Keselamatan dan Kesehata Kerja) juga merupakan salah satu
komponene yang sangat penting dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 bertujuan
untuk mencegah dan mengurangi resiko kecelakaan kerja, sehingga penerapan K3
dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan pencegahan penyakit
akibat menjalankan pekerjaaan. Konsep K3 dan implementasi yang dijalankan
merupakan investasi dalam jangka panjang untuk meningkatkan kinerja dan daya
saing perusahaan dimasa yang akan datang (Hati, 2014). Hubungannya antara faktorfaktor lingkungan kerja dengan K3 adalah dengan mengetahui faktor-faktor yang

14

akan dihadapi di lingkungan kerja, kita sudah dapat mengimplemetasikan manajemen


K3. Sehingga dapat dikatkan bahwa faktor-faktor lingkungan kerja merupakan bagian
dari manajemen K3.
Laboratorium merupakan bagian dari lingkungan kerja yang perlu diperhatikan
dalam pengelolaannya. Karena laboratorium merupakan tempat untuk melakukan
suatu obervasi atau penelitian sehingga diperlukan penanganan khusus dalam
mendukung kondisi lingkungan kerjanya. Sehingga, dirasa perlu adanya manajemen
K3 dalam menunjang hal tersebut. Dalam kegiatan laboratorium tentunya kita akan
menghadapi alat atau bahan yang kalau penggunaannya salah akan berdampak pada
kita. Seperti terpapar radiasi, bahan kimia, bahkan akan menyebabkan kelainan pada
keturunan. Sehingga faktor-faktor lingkungan kerja memiliki peran penting untuk
meminimalisir insiden tersebut.
Dari uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa faktor-faktor lingkungan kerja
merupakan bagian dari manajeman K3 yang dirasa perlu untuk diimplementasikan
supaya mengurangi terjadinya kecelakaan kerja baik dari segi fisik maupun non-fisik.
Karena jika terjadi kelalaian dalam lingkungan kerja maka akan berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan (Wignjosoebroto, 2013), khususnya di laboratorium.
Sehingga dengan terciptanya kondisi lingkungan kerja yang baik, maka pekerja dalam
menganalisa bahan di laboratorium serta tuntutan kerja dari perusahaan akan lebih
mudah untuk menciptakan lingkungan kerja yang positif. Perlindungan dan jaminan
keselamatan dan kesehatan kerja dibutuhkan oleh tenaga kerja agar merasa aman,
nyaman, dan tidak terbebani dalam menyelesaikan pekerjaan. Tenaga kerja yang
sehat akan bekerja produktif, sehingga diharapkan mampu meningkatkan
produktivitas kerja yang dapat mendukung pencapaian tujuan perusahaan dalam
membangun dan membesarkan usahanya (Grahanintyas, 2012).

15

4.2 Faktor-Faktor Lingkungan Kerja yang Mempengaruhi Akibat Dari


Kecelakaan K3 Di Laboratorium
Faktor-faktor lingkugan kerja dibagi menjadi faktor lingkungan kerja fisik dan
non-fisik. Menurut Hendri (Hendri, 2015) dalam jurnalnya menyebutkan bahwa
lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan bekerja
yang mempengaruhi karyawan dalam melaksanakan beban tugasnya. Masalah
lingkungan kerja dalam suatu organisasi sangatlah penting, dalam hal ini diperlukan
adanya pengaturan maupun penataan faktor-faktor lingkungan kerja fisik dalam
penyelenggaraan aktivitas organisasi. Lingkungan fisik kantor akan bersentuhan
langsung dengan tubuh kita, melalui media panca indera kemudian mengalir ke dalam
hati sehingga lingkungan fisik kantor yang baik akan menimbulkan perasaan nyaman.
Faktor-faktor fisik lingkungan kerja merupakan komponen yang ada pada lingkungan
kerja seperti kebisingan, penerangan, temperatur, getaran, dan radiasi yang bisa
mempengaruhi kerja (Agus, 2011). Sedangkan faktor non-fiksi merupakan
lingkungan kerja non-fisik adalah lingkungan kerja yang tidak dapat ditangkap
dengan panca indera manusia, akan tetapi lingkungan kerja non-fisik ini dapat
dirasakan oleh para pekerja melalui hubungan-hubungan sesama pekerja maupun
dengan atasan (Hendri, 2015). Faktor-faktor lingkungan kerja non-fisik merupakan
semua keadaan yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan
maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan
(Norianggono, 2014).
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa faktor-faktor lingkungan kerja baik
fisik maupun non-fisik sangan berkaiatan dengan tingkat kenyamanan dan pengaruh
untuk karyawan. Berdasarkan indikatornya, faktor-faktor fisik dari lingkungan kerja
berdasarkan pada penerangan, pewarnaan, udara, tingkat kebisingan, ruang gerak,
kebersihan, dan keamanan (Hendri, 2015). Sedangkan indikator untuk faktor-faktor
lingkungan kerja non-fisik meliputi perasaan, psikologis, interaksi sesama karyawan

16

maupun karyawan dengan atasan, serta tingkat kepuasan karyawan dan semuanya
akan berjalan dengan positif jika dikendalikan dengan:
1. Pengawasan yang dilakukan secara kontinyu dengan menggunakan sistem
pengawasan yang ketat.
2. Suasana kerja yang dapat memberikan dorongan dan semangat kerja yang tinggi.
3. Sistem pemberian imbalan (baik gaji maupun perangsang lain) yang menarik.
4. Perlakuan dengan baik, manusiawi, tidak disamakan dengan robot atau mesin,
kesempatan untuk mengembangkan karier semaksimal mungkin sesuai dengan
batas kemampuan masing-masing anggota.
5. Ada rasa aman dari para anggota, baik di dalam dinas maupun di luar dinas.
6. Hubungan berlangsung secara serasi, lebih bersifat informal, penuh kekeluargaan.
7. Para anggota mendapat perlakuan secara adil dan objektif.
(Hendri, 2012).
Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan
atau tidaknya pekerjaan mereka. Ada perbedaan yang penting antara perasaan ini
dengan dua unsur lainnya dari sikap pegawai. Menurut Davis dan john Strom
(1985:105) Kepuasan kerja adalah perasaan senang atau tidak senang yang relatif
yang berbeda dari pemikiran obyektif dan keinginan perilaku. Ketiga sikap itu
membantu para manajer memahami reaksi karyawan terhadap pekerjaan mereka dan
memperkirakan dampaknya pada perilaku di masa datang. Terdapat lima faktor yang
dapat mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu Need fulfillment (pemenuhan
kebutuhan), Discrepancies (perbedaan), Value attainment (pencapaian nilai), Equity
(keadilan), Dispositional/genetic components (komponen genetik) (Yunanda, 2013).
Disamping itu, kinerja yang dimiliki oleh seseorang dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja. kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan. Penilaian kinerja karyawan selalu dilakukan oleh
setiap perusahaan untuk melihat sejauh mana kinerja yang dihasilkan oleh

17

karyawannya. Kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor, baik dari dalam maupun luar
individu karyawan. Faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan eksternal.
Faktor-faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang
yang berasal dari lingkungan kerja organisasi (Norianggono, 2014).
Faktor-faktor lingkungan kerja berpengaruh juga terhadap kerja di
laboratorium. Berdasarkan klasifikasinya, faktor-faktor lingkungan kerja di
laboratorium terbagi menjadi:
a. Faktor Kimia
Faktor kimia adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat kimia, yang
meliputi bentuk padatan, partikel, cair, gas, kabut, aerosol, dan uap yang berasal dari
bahan- bahan kimia, mencakup wujud yang bersifat partikel adalah debu, awan,
kabut, uap logam, dan asap ; serta wujud yang tidak bersifat partikel adalah gas dan
uap (Arief, 2015). Dampak lingkungan kerja yang tergolong bahaya kimia adalah
sebagai berikut:
1. Debu yang menyebabkan pneumoconioses, di antaranya: silicosis, asbestosis dan
lain-lain.
2. Uap yang di antaranya menyebabkan metal fume fever , darmatitis atau
keracunan.
3. Gas, misalnya keracunan oleh CO, H2S dan lain-lain.
4. Larutan misalnya menyebabkan dermatitis.
Zat-zat kimia yang dapat menyebabkan luka-luka, dan mengenai manusia dengan
berbagai cara. Beberapa zat menyebabkan kerusakan bila mengenai kulit atau bagian
yang paling sensitif dari permukaan paling luar dari tubuh manusia, mata. Zat-zat
kimia yang masuk ke dalam tubuh didistribusikan melalui aliran darah. Bila suatu
toksikan masuk ke dalam tubuh, maka harus diperhatikan organ yang mana yang akan
dirusaknya, berapa lama dia akan tinggal di dalam tubuh dan bagaimana cara
menghilangkannya. Sebagai contoh adalah penyakit kulit akibat kerja dapat berupa
dermatitis dan urtikaria. Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua PAK
(Penyakit Akibat Kerja), terbanyak bersifat nonalergi atau iritasi. Dikenal dua jenis

18

dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak iritan yang merupakan respon


nonimunologi dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme
imunologik spesifik.Keduanya dapat bersifat akut maupun kronis. Bahan penyebab
dermatitis kontak alergi pada umumnya adalah bahan kimia yang terkandung dalam
alat-alat yang dikenakan oleh penderita, yang berhubungan dengan pekerjaan/hobi,
atau oleh bahan yang berada di sekitarnya. Disamping bahan penyebab tersebut, ada
faktor penunjang yang mempermudah timbulnya dermatitis kontak tersebut yaitu
suhu udara, kelembaban, gesekan, dan oklusi (Nuraga, 2008).
Keracunan bahan kimia, dimana dalam keadaan normal, badan manusia
mampu mengatasi bermacam-macam bahan dalam batas-batas tertentu. Keracunan
terjadi apabila batas-batas tersebut dilampui dimana badan tidak mampu
mengatasinya(melalui saluran pencernaan, penyerapan atau pembuangan). Derajat
racun (toxicity), adalah potensi kandungan bahan kimia yang menyebabkan
keracunan. Racun dari bahan kimia sangat beragam (contoh ; beberapa tetesan bahan
kimia bisa mematikan, sementara yang lain baru memberikan efek kalau dikonsumsi
dalam jumlah yang besar). Bahaya kimia (chemical hazard) adalah bahan kimia yang
digolongkan kedalam bahan-bahan berbahaya atau memiliki informasi yang
menyatakan bahwa bahan tersebut berbahaya, biasanya informasi tersebut dalam
lembar data keselamatan (chemical safety data sheet), yang memuat dokumen dan
informasi penting untuk para pengguna yang bertalian dengan sifat kandungan
bahayanya dan cara-cara penggunaan yang aman, ciri-ciri, supplier, penggolongan,
bahayanya, peringatan-peringatan, bahaya dan prosedur tanggap darurat. Faktorfaktor yang menciptakan kondisi intensitas bahaya di area lingkungan tempat kerja
yang berhubungan dengan penggunaan bahan kimia meliputi derajat racun, sifat-sifat
fisik dari bahan, tata cara kerja, sifat dasar, tempat/jalan masuk, kerentanan individu
para pekerja, dan kombinasi faktor-faktor sampai dengan akan menimbulkan situasi
yang berbahaya (Arief, 2015).

19

b. Faktor Biologi
Faktor biologi merupakan bagian dari faktor lingkungan kerja yang meliputi pada
anatomi tubuh, mikroorganisme, maupun virus. Di dalam laboratorium, sering kali
faktor biologi menjadi faktor yang sangat umum, khususnya pada industri pembuatan
pangan, obat-obatan, dan minuman. Akibat jika melakukan kesalahan dalam bekerja
di laboratorium dari faktor biologi akan mengakibatkan adanya infeksi, dan
kontaminasi virus

maupun bakteri patogen (Tresnianingsih, 2015). Di dalam

laboratorium diperlukan di sisi faktor biologi yang perlu diperhatikan adalah


bagaimana cara menggukan bahan-bahan tersebut. Karena jika terjadi kesalahan
dalam menggunakannya bisa berkibat fatal bahkan dapat menular.

c. Faktor Ergonomi
Pengertian Ergonomi dalam buku Sritomo Wignjosoebroto adalah sebagai
disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan
(Wignjosoebroto, 2013). Disiplin ergonomi secara khusus akan mempelajari
keterbatasan dari kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi dan
produk-produk buatannya. Disamping itu, disiplin kerja adalah sikap, tingkah laku
dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari organisasi baik yang tertulis maupun
tidak tertulis. Indikator kedisiplinan kerja adalah sebagai berikut: tujuan dan
kemampuan, teladan pimpinan, balas jasa, keadilan, waskat atau pengawasan, sanksi
hukuman, ketegasan dan hubungan kemanusiaan (Arianto, 2014).
Menurut Tresnianingsih (Tresnianingsih, 2015) dalam jurnalnya mengatakan
bahwa ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara,
proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia
untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan
tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Permasalahan yang berkaitan dengan faktor
ergonomi umumnya disebabkan oleh adanya ketidak sesuaian antara pekerja dan
lingkungan kerja secara menyeluruh termasuk peralatan kerja. Secara khusus disiplin
ergonomi mempelajari keterbatasan dari kemampuan manusia dalam berinteraksi

20

dengan teknologi dan produk-produk buatannya. Dengan ergonomi, manusia tidak


lagi harus menyesuaikan dirinya dengan mesin yang dioperasikan (the man fits to the
design), melainkan sebaliknya yaitu mesin dirancang terlebih dahulu memperhatikan
kelebihan dan kekurangan manusia yang mengoperasikan (the design fits to the man)
sehingga manusia sebagai pusat sistem. Karena manusia sebagai pusat sistem, maka
semua sistem kerja diarahkan pada perancangan yang sesuai dengan manusia itu
sendiri (Christofora, 2014). Sebagian besar pekerja di laboratorium masalah dari
faktor ergonomi sering terjadi, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan
peralatan yang digunakan pada umumnya barang dari negara lain yang desainnya
tidak sesuai dengan standar ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan
dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien
dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress)
dan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).
Disamping itu, faktor kelelahan juga menjadi salah satu penyebab dari faktor
ergonomi jika terjadinya kegiatan yang berlebihan dari batas kemampuan kita.
Menurut Nisa (Nisa, 2013) dalam jurnalnya menyebutkan bahwa kelelahan
merupakan rasa luar biasa atau hilangnya kemauan untuk menghasilkan kekuatan
yang maksimum yang ditandai kurangnya energi dan kurangnya daya tahan tubuh
sehingga terjadi hilang semangat dalam melakukan suatu pekerjaan. Kelelahan
dibedakan menjadi dua yaitu kelelahan mental dan kelelahan fisik. Kelelahan mental
biasa disebut kelelahan umum sedangkan kelelahan fisik biasa disebut kelelahan otot.
Kelelahan umum biasanya ditandai dengan rasa malas untuk melakukan suatu
pekerjaan sedangkan kelelahan otot biasa ditandai dengan nyeri otot atau tegang pada
otot yang dipengaruhi oleh faktor alat mapun psikologi.

d. Faktor Psikososial
Faktor psikososial merupakan salah satu faktor kerja yang berhubungan dengan
dengan psikologi hubungan antara sesama karyawan atau karyawan dengan atasan.

21

Pada faktor ini, kontribusi organisasi sangat berperan dalam perkembangan di


lingkungan kerja. Sehingga untuk meciptakan hal tersebut adalah dengan
meningkatkan lingkungan sosial kerja yang kondusif seperti saling menghargai dan
bahu-membahu dalam pekerjaan sesuai dengan bidang dan keahlian masing-masing,
motivasi juga berpengaruh untuk menciptakan lingkungan yang profesional
(Yunanda, 2013). Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa yang menjadi faktor untuk
menciptakan hal tersebut adalah tergantung pada sumber daya manusia dan
kemampuan karyawan untuk beradaptasi dengan lingkungan untuk menciptakan
manjemen kerja dan kepemimpinan yang baik. Akibat dari kurangnya psikososial
dalam

faktor

lingkungan

pekerjaan,

khususnya

di

laboratorium

menurut

Tresnianingsih (Tresnianingsih, 2015) adalah sebagai berikut:


1. Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati
seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk
memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan
keramahan-tamahan.
2. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3. Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama
teman kerja.
4. Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun
informal.
Dari penjelasan tersebut dapat dikethui bahwa faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap penyebab kecelakaan disebabkan oleh:
a. Faktor manusia: Tindakan-tindakan yang diambil atau tidak diambil, untuk
mengontrol cara kerja yang dilakukan.
b. Faktor material: Risiko ledakan, kebakaran dan trauma paparan tak terduga untuk
zat yang sangat beracun, seperti asam.
c. Faktor Peralatan: Peralatan, jika tidak terjaga dengan baik, rentan terhadap
kegagalan yang dapat menyebabkan kecelakaan.

22

d. Faktor lingkungan: lingkungan mengacu pada keadaan tempat kerja. Suhu,


kelembaban, kebisingan, udara dan kualitas pencahayaan merupakan contoh
faktor lingkungan.
e. Faktor proses: Ini termasuk risiko yang timbul dari proses produksi dan produk
samping seperti panas, kebisingan, debu, uap dan asap.

4.3 Pencegahan Terhadap Kelalaian Faktor-Faktor Lingkungan Kerja di


Laboratorium
Kalalaian bekerja dapat menyebabkan produktivitas terganggu dan merugikan
suatu usaha atau organisasi yang salah satunya disebabkan karena kurang karyawan
mengetahui faktor-faktor lingkungan kerja yang akan dilakukannya. Sebelum
terjadinya hal yang tak diinginkan dalam bekerja, hendaknya kita mencegah kelalaian
tersebut dengan memperhatikan SOP (Standard Operasi Prosedur) yang ada di
perusahaan atau organisasi. Di sinilah pentingnya peran manajemen K3 untuk
mengatur SOP agar karyawan dapat selamat dan mengurangi kelalaian bagi karyawan
untuk beraktifitas di lingkungan kerja sesuai dengan stander hokum nasional dan
internasional. Selain itu, faktor tempat kerja yang aman dan sehat juga sangat penting
agara dapat melanjutkan pekerjaan secara efektif dan sefisien. Menurut ILO bahwa
lebih dari 250 juta terjadi kecelakaan di tempat kerja dan lebih dari 160 juta pekerja
menjadi sakit karena bahaya di tempat kerja, serta 1,2 juta pekerja meninggal akibat
kecelkaan dan sakit di tempat kerja dalam setiap tahunnya, dan berikut adalah gambar
yang menjelaskan potensi bahaya di lingkungan kerja

23

Gambar. 4.1 Tabel Kategori Potensi Bahaya di Lingkungan Kerja


Dari gambar tersebut terlihat bahwa kategori A merupakan kategori potensi bahaya
terhadap faktor fisik. Faktor B merupakan potensi bahaya terhadap kondisi internal
atau tempat kerja. Faktor C merupakan potensi bahaya terhadap fasilitas di
lingkungan kerja. Sedangkan faktor D merupakan potensi bahaya terhadap faktor
psikososial. Berikut adalah pencegahan potensi bahaya dari berbagai lingkungan
kerja, khususnya di laboratorium:
1. Faktor Kimia
a. Menggunakan masker gas untuk senyawa Amonia, Klorin, dll. yang
disediakan di pabrik (Nigam, 2011).
b. Mengikuti training yang memberikan aturan terhadap safety/ prosedur yang
diberikan (Nigam, 2011) di laboratorium.
c. Menggunakan alat pelindung khusus untuk menggunakan bahan kimia yang
sangat sensitif seperti gas, bahan kimia yang mudah terbakar, bahan kimia

24

yang bersifat toxic, dan bahan kimia yang mengandung radiasi tinggi (Nigam,
2011).
d. Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk
diketahui oleh seluruh petugas laboratorium (Tresnianingsih, 2015).
e. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa
(Tresnianingsih, 2015).
f. Dilarang memakai sandal atau sepatu terbuka atau sepatu berhak tinggi
(Muchtaridi, 2015).
g. Pastikan kran air dan gas selalu dalam keadaan tertutup pada sebelum dan
sesudah praktikum selesai (Muchtaridi, 2015).

2. Faktor Biologi
a. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan,
pidemilogi dan desinfeksi.
b. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam
keadaan sehat, punya cukup kekebalan alami untuk bekerja dengan bahan
infeksius, dan dilakukan imunisasi.
c. Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good
Laboratory Practice).
d. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
e. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan
spesimen secara benar.
f. Pengelolaan limbah yang berpotensi menyebabkan infeksi dengan benar
g. Kebersihan diri dari petugas.
(Tresnianingsih, 2015).

3. Faktor Ergonomi
a. Kenali kemampuan fisik terhadap apa yang dikerjakan, seperti penggunaan
mesin yang harus sesuai dengan standard pemakaiannya (Christofora, 2014).

25

b. Olahraga dan istirahat yang cukup dan teratur, serta pergunakan waktu untuk
relaksasi di sela pekerjaan.
c. Kandungan kalori pada tubuh harus dijaga dengan cara makan makanan yang
sehat, agar kebutuhan energi tubuh dapat tercukupi (Christofora, 2014).
d. Kenali spesifikasi dan tingkatkan pengetahuan tentang alat proses yang akan
digunakan (Christofora, 2014).
e. Motivasi dan manjemen kerja perlu ditingkatkan (Potu, 2013).
f. Setiap perusahaan hendaknya selalu menjaga kebersihan lingkungan sebab
selain mempengaruhi kesehatan fisik, juga akan mempengaruhi kesehatan
jiwa seseorang (Almustofa, 2014).
g. Mengatur tingkat intensitas cahaya, kebisingan alat, kemanan di ruang kerja,
seperti megatur bangku dan / atau tikar bantalan untuk berdiri.Desain
workstation sehingga alat-alat mudah dijangkau dan bahu pada posisi netral,
rileks dan lengan lurus ke depan ketika bekerja.
h. Apabila ada alat laboratorium yang tidak sesuai spesifikasi segara laporkan ke
atasan atau pihak perusahhan yang mengani di bidang tesebut.
i. Mengurangi konsentrasi pekerja, akurasi dan perhatian mereka untuk praktek
kerja yang aman.

4. Faktor Psikososial
a. Menciptakan hubungan yang sreasi dan baik dengan sesama karyawan dan
pimpinan agar produktivis kerja meningkat dan kondisi lingkungan kerja
menjadi sehat (Almustofa, 2014).
b. Menjaga hubungan atau komunikasi anggota kerja yang baik di luar jam kerja.
c. Menjaga sikap (attitude) yang baik dalam lingkungan kerja agar kepercayaan,
tanggung jawab, menghargai, dan respon yang baik dalam lingkungan kerja
(Dahlawy, 2008).
d.

Disiplin dalam bekerja sangat diperlukan agar keselarasan dan sistem dalam
lingkungan kerja mejadi lebih baik.

26

e. Kurangi pergaulan negatif pada lingkungan kerja seperti menggunjing,


menghina, dan mencemooh sesama karyawan maupun atasan agar pikiran
positif menjadi baik.
f. Apabila ada masalah sosial dalam lingkungan kerja, segera konsultasi dengan
atasan dan pihak perusahaan yang menangani masalah tersebut.
Dari penjelasan tersebut, diketahui bahwa faktor lingkungan kerja diepengaruhi oleh
kondisi karyawan, lingkungan, psikologi, alat, dan bahan. Untuk mmembentuk
lingkungan kerja yang sehat, dierlukan motivasi, kedisiplinan, keefisienan tenaga,
keterampilan, dan perspektif karyawan terhadap kenyamanan kerja. Pentingnya
Motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan
mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias untuk mencapai
hasil yang optimal. Motivasi semakin penting karena manajer membagikan pekerjaan
pada bawahannya untuk dikerjakan dengan baik dan terintegrasi kepada tujuan yang
diinginkan. Perusahaan tidak hanya mengharapkan karyawan mampu, cakap dan
terampil tetapi yang terpenting mereka memiliki keinginan untuk bekerja dengan giat
dan mencapai hasil kerja yang baik. Sedangkan Kedisiplinan dengan demikian adalah
suatu sikap ketaatan pada aturan. Sifat ini sudah merupakan dasar dari disiplin tanpa
memperhatikan baik atau buruknya aturan tersebut. Disiplin tidak ada kaitannya
dengan nilai yang akan dicapai oleh suatu aturan. Seorang pegawai harus mengetahui
benar suatu aturan dimana ia terlibat didalamnya agar dalam melaksanakan aturan
tersebut dengan sifat disiplin sadar dengan apa yang dilakukannya. Disiplin kerja
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan motivasi, kedisiplinan dengan suatu
latihan antara lain dengan bekerja menghargai waktu dan biaya akan memberikan
pengaruh yang positif terhadap kinerja pegawai. Sedangkan perspektif merupaka
suatu pangdangan tentang baik buruknya lingkungan kerja, perspektif yang baik maka
akan menghasilokan kenyamanan keryawan, khusunya di laboratorium. Keefisienan
tenaga berpengaruh terhadapm daya kita untuk menghasilkan proses kerja menjadi
lebih baik. Keefisienan kerja terikat pada kedisiplinan, keterampilan, dan motivasi

27

kerja. Semakin baik kedisiplinan di dalam lingkungan kerja laboratorium, tingkat


motivasi dan keefiseanan akan menjadi baik, sedangkan karyawan akan
menghasilkan persfektif positif untuk mengembangkan keterampilannya dalam
bekerja di laboratorium.

4.4 Contoh Kasus Identifikasi Bahaya Bahan Kimia di Laboratorium


Identifikasi lingkungan kerja perlu diperhatikan di laboratorium. Sebagai contoh
adalah identifikasi bahan kimia di laboratorium. Apakah sebagian besar bahan-bahan
yang kita gunakan mengandung senyawa berbahaya atau tidak. Nama bahan kimia
merupakan hal yang paling utama dalam identifikasi bahaya bahan-bahan kimia di
laboratorium. Contohnya asam asetil salisilat yang berarti aspirin bagi ahli kimia.
Contoh lain adalah H2S bagi ahli kimia berarti hidrogen sulfida bagi insinyur,
kalsium hipoklorit sama dengan kapur klor, fenol menjadi asam karbolat, dan soda
kue menjadi soda bikarbonat.
Bahan kimia dapat berbentuk padat,cair, atau gas- bukan sifat fisik secara
umum. Misalnya natrium hidroksida (NaOH) yang dapat dibeli sebagai padatan di
drum atau larutan kuat di tankker atau drum; karbon dioksida dapat dibeli sebagai
padatan,cairan, atau gas. Secara umum, panas masuk atau panas keluar diperlukan
untuk pengubahan bentuk, sehingga identifikasi ini menentukan bagaimana dan
dimana bahan kimia harus disimpan. Bahaya dapat terjadi karena beberapa hal,
seperti temperatur yang naik dengan cepat karena kebakaran.dan emisi yang cepat.
Kadar racun yang berbahaya harus dimengerti dengan jelas. Cedera tidak akan
terjadi tanpa pemaparan konsentrasi yang diberikan dan rancangan dan operasi proses
bahan kimia yang menentukan banyaknya pemaparan, konsentrasi dan lain-lain.
Karenanya, dengan rancangan yang benar dan penanganan yang aman, bahaya dapat
dihilangkan atau tanda-tanda potensinya dapat diredakan. Sebagai contoh, asam sulfat
pekat merupakan cairan korosif yang dengan cepat dapat menghancurkan jaringan
badan dan membuat luka bakar. Hal ini disebabkan sifat-sifat racunnya telah
diketahui dan difahami dan cara-cara pencegahan kecelakaannya telah dibuat. Hasil;

28

kontak dengan asam sulfat terjadi dengan cepat dan akut, tetapi meskipun benzene
dalam kuantitas sedikit dikulit tidak merupakan hal yang berbahaya, efek akumulatif
dari sifat-sifatnya dapat memicu anemia yang serius dan kematian.
Nilai Ambang Batas (NAB) dinyatakan dalam bagian per juta seberapa besar
kondisi karyawan dapat terpapar setiap hari tanpa mengalami efek yang berarti.
Tetapi, peringatan harus diberikan bahwa NAB, dalam konteks yang benar, hanya
dapat diinterpretasikan dengan benar oleh personil yang terlatih dalam higiene
laboratorium, dan tidak boleh digunakan sebagai:
a. Indeks relatif atas bahaya atau kadar racun;
b. Alat evaluasi pada gangguan polusi udara;
c. Perkiraan potensi racun pada pemaparan terus-menerus yang tidak berhenti.
Meskipun bahaya yang terditeksi sebagai bau tidak dapat diyakinkan benar, tetapi
tidak ada keraguan bahwa bau khas dari beberapa bahan kimia merupakan indikasi
yang jelas akan adanya bahan kimia tersebut, meskipun bukan konsentrasinya.
Contoh lain, bau dari klorin (Cl2) dapat dikenali dengan tercium pada konsentrasi
yang sangat kecil. Karena tidak ada efek iritasi yang nyata dalam waktu cepat, maka
tidak ada tindakan perbaikan. Konsentrasi maksimum yang diperbolehkan untuk
klorin di udara adalah satu bagian klorin per satu juta bagian udara untuk delepan jam
pemaparan, dan konsentrasi terkecil yang dapat terditeksi oleh manusia pada
umumnya adalah tiga sampai empat bagian klorin per satu juta bagian udara. Semua
cairan akan menguap, tetapi kecepatan penguapannya tergantung pada suhu dan
tekanan dan secara umum cairan panas menguap lebih cepat daripada cairan dingin.
Tekanan uap cairan dan larutan harus diperhatikan, terutama pada suhu ruang. Hal ini
sangat penting bila menyimpan drum berisi cairan berbahaya. Kebocoran dari
beberapa bahan kimia, dapat menimbulkan bahaya. Perbandingan berat jenis antara
uap/gas dengan udara menunjukkan apakah uap pada suhu normal (0C) dan tekanan
normal (76cm-Hg) lebih padat atau lebih renggang daripada udara; karena uap itu
akan naik ke atmosfir atau turun.

29

Pentingnya pengetahuan tentang specfic grafvity terlihat nyata saat menentukan


tindakan yang hrus diambil saat menghadapi kebocoran besar. Perbandingan berat
jenis bahan kimia dengan berat jenis air menunjakan apakah bahan kimia akan
mengambang di atas air atau tenggelam. Semua cairan bocor diarahkan mencapai
saluran buang, dan ledakan dibawah tanah akibat kontaminasi oleh cairan sangat
mudah terbakar dapat membuat kerusakan hebat di area yang luas. Contohnya adalah
petroleum, memiliki berat jenis 0,80, sehingga bocoran akan mengambang di atas air.
Karenanya air tidak direkomendasikan sebagai bahan pemadam untuk kebakaran
petroleum cair, karena air akan tenggelam di bawah petroleum, dan dengan naiknya
volume cairan, maka cenderung memperlebar area kebakaran. Membiarkan
petroleum keluar kesaluran buang hanya akan meningkatkan bahaya. Sebaliknya, bila
cairan karbon disulfida yang sangat mudah terbakar, memiliki titik nyala yang rendah
dan titiok bakar yang rendah, memiliki specific gravity 1,26 terbakar, maka dapat
dikendalikan dengan menggunakan air yang cukup.
Bila bahan kimia yang dapat larut dalam air akan mudah bergabung karena
dapat dijenuhkan dengan air dan setelah pencegahan yang layak telah dilakukan, dan
hal ini dapat dikeluarkan ke sistem efluent. Sehubungan dengan kemampuan
pelarutan bahan kimia ke dalam air, harus pula diperhatikan bahaya yang mungkin
terjadi pada beberapa bahan kimia. Beberapa kasus pernah terjadi yang menimbulkan
cedera serius yang timbul akibat masuknya air ke dalam wadah kosong berbagai
bahan kimia menyebabkan reaksi yang hebat. Sebagai contoh adalah fosfor klorida
yang bukan bahan kimia korosif, tetapi setelah kontak dengan air atau uap air, akan
bereaksi hebat, melepas panas dan uap klorosif asam klorida. Contoh lain adalah
sejumlah natrium sianida dengan air di saluran buang. Reaksi antara natrium sianida
dengan air di saluran buang memperbesar volume gas asam sianida yang mematikan.
Bahan kimia seperti asam sulfat jika bercampur dengan air akan menghasilkan uap air
yang cukup untukdalam air memerlukan penanganan yang tepat.
Beberapa bahan kimia bereaksi hebat dengan bahan kimia lain yang
berhubungan tersebut disebut inkompatibel. Sebagai contoh adalah asetilene yang

30

akan bereaksi hebat dengan klorin. Kcelakaan yang memungkinkan bergabingnya dua
bahan kimia tersebut harus dicegah. Sama halnya dengan asam nitrat yang tidak boleh
dibawa sampai kontak dengan cairan yang mudah terbakar. Bahaya sesungguhnya
dari inkompatibilitas terjadi akibat kesalahan dalam melakukan asesmen, karena
bahan kimia dibawa bersama-sama kurang hati-hati, terjadi reaksi hebat.
Kemungkinan akibat pencampuran yang tidak direncanakan harus selalu diawasi.
Beberapa bahan kimia yang tidak terbakar mampu membantu dengan baik
pembakaran saat berkombinasi dengan bahan kimia lain yang menghasilkan oksigan
dalam jumlah yang besar. Tidak hanya atmosfir dengan cepat dipenuhi oleh oksigen,
tetapi panas reaksi mungkin cukup untukj membuat pembakaran dan kebakaran dapat
terjadi.
Oksidsi adalah kombinasi oksigen bahan kimia denga bahan lain bahannya
dengan cepat dapat memberikan oksigennya ke bahan lain disebut oksidator, seperti
asam nitrat (HNO3), mangan oksida (MnO2), hidrogen peroksida (H2O2), dan asam
kromat (CrO3). Bahan yang mengambil oksigen dari senyawa dan kombinasinya
disebut reduktor, seperti hidrogen, karbon,hidrokarbon, bahan organik, dan lain-lain.
Oksidasi dan reduksi adalah proses yang berlawanan yang selalu terjadi bersamaan,
dan bahan yang inkompatibilitas seperti kalium permanganat (KmnO4), yang
merupakan oksidator kuat, bila tergabung dengan bubuk alumunium, yang
merupakan reduktor kuat, dengan cepat mengibah sifat-sifat alamiahnya dengan
memperlihatkan bahwa kedua bahan tidak boleh disimpan berdekatan.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Faktor-faktor lingkugan kerja sangat berperan penting untuk menciptakan kondisi
lingkungan kerja, khususnya di laboratorium. Adapun faktor-faktor lingkungan
kerja juga bagian dari manajemen K3 sebagai pengatur dalam aktivitas di
lingkungan kerja agar menjadi lebih baik.
2. Secara umum, faktor-faktor lingkungan kerja terbagi menjadi fisik dan non-fisik.
Sedangkan jika secara khusus untuk faktor-faktor lingkungan kerja di
laboratorium terbagi menjadi faktor kimia, biologi, ergonomik, dan psikososial.
3. Pencegahan jika adanya kelalaian dari faktor-faktor lingkungan kerja di
laboratorium didasarkan pada kondisi kerja, alat, bahan, dan psikologi karyawan.
Adapun untuk mengurangi kelalaian kerja tersebut adalah dengan memperhatikan
manajemen K3, meningkatkan motivasi, melatih kedisiplinan dan attitude, dan
mengkodisikan lingkungan kerja agar lebih nyaman dan baik.
4. Salah satu contoh kasus dari pencegahan faktor-faktor lingkungan kerja di
laboratorium adalah keracunan, ledakan bahan-bahan kimia, kebocoran bahan
kimia yang melebihi ambang batas, dan kemudiahan bahan kimia untuk korosi
dan reduksi.

5.2 Saran
Faktor-faktor lingkungan kerja sangat mempengaruhi kondisi fisik dan non-fisik
kita, sehingga diperlukan analisis langsung untuk mengetahui seberapa besar keluhan
karyawan jika mengalami kelalaian akibat melanggar faktor-faktor tersebut.

31

BAB VI
RINGKASAN

Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan salah satu


menajeman yang mengatur aktivitas di dunia kerja. Jika terjadi kelalaian dalm
aktivitas kerja, maka akan menyebabkan kecelakaan yang dapat menggangu kondisi
fisik dan non-fisik karyawan. Hal inilah yang diperlukan untuk mengetahui apa yang
menyebabkan dan apa akibat kelalaian dari insiden tersebut. Salah satunya adalah
dengan cara mempelajari tentang faktor-faktor lingkungan kerja.
Faktor lingkungan kerja di laboratorium menjadi salah satu hal yang harus
diperhatikan di dalam perusahaan. Begitu banyak penjelasan mengenai faktor-faktor
lingkungan kerja di laboratorium. Namun, secara khusus faktor-faktor lingkungan
kerja terbagi menjadi faktor kimia yang dipengaruhi oleh komposisi bahan, MSDS
bahan, dan sifat dari bahan kimia. Dari hal tersebut tentunya kita dapat
mengidentifikasi kelalaian apa saja yang mempengaruhi kondisi fisik dan non-fisik
kita ketika menggunakan bahan kimia tersebut. Faktor biologi dipengaruhi oleh sifat
bahan, kondisi fisik karyawan terutama dalam hal alergi. Faktor ergonomi
berhubungan dengan kenyamanan karyawan dalam bekerja, peoses, dan kondisi fisik
karyawan, serta kondisi lingkungan kerja. Sedangkan faktor psikososial berpengaruh
terhadap kondisi sosia, psikologi, dan ineteraksi dalam lingkungan kerja.
Faktor-faktor lingkungan kerja juga sangat berpengaruh dalam pembentukan
karakter karyawan. Dengan menciptakan karakter yang baik, maka kondisi
lingkungan kerja akan berjalan serasi, harmonis, dan positif. Salah satu kerakter yang
harus ditanamkan di lingkungan kerja laboratorium adalah motivasi, manajemen
kerja, perspektif yang baik, kedisiplinan, dan atitude yang baik.

32

BAB VII
STUDI KASUS

1. Bagaimana peran faktor ergonomi dalam lingkungan kerja?


Jawab:
Peran faktor ergonomi dalam hal ini adalah meningkatkan efektifitas kerja yang
dihasilkan oleh sistem kerja dengan tetap memandang manusia sebagai pusat sistem
untuk mempertahankan dan meningkatkan unsur kenyamanan dan kesehatan.

2. Sebagai calon engineer, khususnya Teknik Kimia, mengapa faktor-faktor


lingkungan kerja di laboratorium penting untuk dipelajari?
Jawab:
Teknik Kimia merupakan salah satu ilmu industri yang sangat penting untuk
dipelajari. Karena ilmu teknik kimia berperan dalam proses, quality cotrol,
pemanfaatan limbah, dan cost pabrik. Karena juga berhubungan dengan quality
control sehingga pembelajaran mengenai laboratorium juga sangat penting. Dimana,
sebagai calon engineer kita harus mengetahui bahan-bahan apa saja yang akan
digunakan pada proses di industri tersebut. Disamping itu, spesifikasi bahan juga
berperan penting karena hal ini berguna untuk menangani bahan tersebut agar
memrlukan proses yang lancar dengan memperhatikan faktor-faktor apa saja jika
terjadi kalalaian penggunaan bahan baku tersebut dan apa akibatnya. Dari sinilah
faktor-faktor lingkungan kerja di laboratorium penting untuk dipelajari.

31

32

3. Diketahui suatu pabrik kimia mengalami kebakaran, jika hal itu terjadi maka
bagaimana cara pencegahannya? (minimal 3)
Jawab:
Dalam kasus ini ada berbagai cara untuk menggulangi kebakan, salah satungya
adalah:
a. Pengendalian Setiap Bentuk Energi :
1) Melakukan identifikasi semua sumber energi yang ada di tempat kerja/
perusahaan baik berupa peralatan, bahan, proses, cara kerja dan lingkungan
yang dapat menimbulkan timbulnya proses kebakaran (pemanasan, percikan
api, nyala api atau ledakan);
2) Melakukan penilaian dan pengendalian resiko bahaya kebakaran
berdasarkan peraturan perundangan atau standar teknis yang berlaku.
b. Penyediaan Sarana Deteksi, Alarm, Pemadam Kebakaran Dan Sarana
Evakuasi:
1) Menganalisa ruangan / tempat kerja, untuk menentukan jenis detektor,
alarm, alat pemadam dan sarana evakuasi yang sesuai dengan kondisi
ruangan/tempat kerja;
2) Melakukan perencanaan dan pemasangan peralatan;
3) Membuat prosedur pemakaian peralatan dan sarana pemadam kebakaran;
4) Membuat tanda pemasangan peralatan pemadam kebakaran dan sarana
evakuasi;
5) Melakukan pelatihan penggunaan peralatan pemadam dan sarana
evakuasi;
6) Melakukan pemeriksaan dan pengujian secara berkala.
c. Pembentukan Unit Penanggulangan Kebakaran Di Tempat Kerja :
1) Menghitung jumlah tenaga kerja yang berada di tempat kerja/ perusahaan.
2) Membentuk unit penanggulangan kebakaran, sesuai dengan jumlah tenaga
kerja dan tingkat resiko bahaya kebakaran, besar, sedang atau kecil. Setiap

33

25 pekerja minimal ada 2 petugas peran kebakaran, tempat kerja yang


mempunyai lebih dari 300 orang atau mempunyai tingkat resiko berat,
perlu adanya regu pemadam, tempat kerja yang memiliki 100 orang tenaga
kerja perlu dan mempunyai, tingkat resiko bahaya sedang dan besar perlu
adanya coordinator penanggulangan kebakaran.
3) Bagi tempat kerja yang mempunyai tingkat resiko besar bahaya
kebakaran, maka perlu ada fire safety supervisor.

4. Jelaskan sifat-sifat bahan baku kimia yang ada di laboratorium?


Jawab:
a. Bahan kimia berbahaya
Bahan berbahaya khususnya bahan kimia adalah bahan-bahan yang pada suatu
kondisi tertentu dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan, pada setiap tingkat
pekerjaan yang dilakukan (penyimpanan, pengangkutan, penggunaan, pembuatan dan
pembuangan).
Secara umum, bahan-bahan kimia berbahaya dapat dikelompokkan menjadi :
b. Bahan kimia mudah meledak
Adalah bahan kimia berupa padatan atau cairan, atau campurannya yang sebagai
akibat suatu perubahan (reaksi kimia, gesekan, tekanan, panas, atau perubahan
lainnya) menjadi bentuk gas yang berlangsung dalam proses yang relative singkat
disertai dengan tenaga perusakan yang besar, pelepasan tekanan yang besar serta
suara yang keras.
c. Bahan kimia mudah terbakar
Adalah bahan kimia bila mengalami suatu reaksi oksidasi pada suatu kondisi tertentu,
Akan menghasilkan nyala API. Tingkat bahaya dari bahan-bahan ini ditentukan oleh
titik bakarnya, makin rendah titik bakar bahan tersebut semakin berbahaya.
e. Bahan kimia korosif

34

Adalah bahan kimia meliputi senyawa asam-asam alkali dan bahan-bahan kuat
lainnya, yang sering mengakibatkan kerusakan logam-logam bejana atau penyimpan.
Senyawa asam alkali dapat menyebabkan luka bakar pada tubuh, merusak mata,
merangsang kulit dan system pernafasan.
f. Bahan kimia radioaktif
Yaitu bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk memancarkan sinar-sinar
radioaktif seperti sinar alfa, beta, sinar gamma, sinar netron, dan lain-lain, yang dapat
membahayakan tubuh manusia.
Suatu bahan kimia dikatakan memiliki sifat berbahaya apabila satu atau lebih dari
sifat-sifat bahaya tersebut diatas terdapat didalam bahan kimia tersebut, yang selain
mudah meledak, dapat pula menjadi bahan kimia beracun dan meracuni kehidupan.
f. Bahan kimia oksidator
Bahan kimia oksidator bersifat eksplosif karena sangat reaktif dan tidak stabil,
mampu menghasilkan oksigen dalam reaksi atau penguraianya sehingga dapat
menimbulkan kebakaran selain ledakan. Bahan oksidator terdiri dari :
Oksidator organik : Permanganat, Perklorat, Dikromat, Hidrogen Peroksida,
Periodat, Persulfat.
Peroksida organik : Benzil Peroksida, Asetil Peroksida, Eteroksida, Asam Parasetat.
Peroksida-peroksida organik dapat pula terbentuk pada penyimpanan pelarut
organik seperti eter, keton, ester, senyawa-senyawa tidak jenuh dsb yang bersifat
eksplosif.
Bahan kimia reaktif
Adalah bahan kimia yang sangat mudah bereaksi dengan bahan-bahan lainnya,
disertai pelepasan panas dan menghasilkan gas-gas yang mudah terbakar atau
keracunan, atau korosi.
Sifat reaktif dari bahan-bahan kimia dapat dibedakan atas dua jenis :
Reaktif terhadap air, yaitu bahan kimia reaktif yang sangat mudah bereaksi dengan
air, mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar.

35

Reaktif tehadap asam, yaitu bahan kimia reaktif yang sangat mudah bereaksi
dengan asam, menghasilkan panas dan gas yang mudah terbakar atau gas-gas beracun
serta bersifat korosif.

h. Bahan reaktif terhadap air


Beberapa bahan kimia dapat bereaksi hebat dengan air, dapat meledak atau terbakar.
Ini disebabkan zat-zat tersebut bereaksi secara eksotermik (mengeluarkan panas)
yang besar atau mengeluarkan gas yang mudah terbakar, contoh :
Alkali (Na, K) dan Alkali tanah (Ca)
Logam Halida (Alumunium tibromida)
Oksida logam anhidrat (CaO)
Oksida non logam Halida (Sulfuril Halida)
Jelas bahan-bahan tersebut harus jauh dari air atau disimpan ditempat yang kering
dan bebas dari kebocoran bila hujan turun, dan bahan reaktif diatas juga reaktif
terhadap asam. Selain itu juga terdapat bahan-bahan lain yang dapat bereaksi dengan
asam secara hebat. Reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis atau menghasilkan
gas-gas yang mudah terbakar atau eksplosif, contoh : Kalium Klorat/perklorat,
Kalium Permanganat, Asam Akromat (CrO).
i. Gas bertekanan
Gas bertekanan telah banyak digunakan dalam industri ataupun laboratorium. Bahaya
dari gas tersebut pada dasarnya adalah karena tekanan tinggi dan juga efek yang
mungkin juga bersifat racun, aspiksian, korosif, dan mudah terbakar yang
diklasifikasikan menjadi:

36

Tabel 7.1 Klasifikasi Gas dan Bahayanya


GAS
Asetilen
Ammonia
Etilen Oksida
Hidrogen
Nitrogen
Klor
Vinil Klorida

Penggunaan
Gas bakar

Bahaya
Mudah
terbakar,
aspiksian
Bahan baku pupuk
Beracun
Sterilisasi
Beracun dan mudah
terbakar
Hidrogenasi,
gas Mudah terbakar dan
karier
meledak
Gas
pencuci, Aspiksian
membuat udara inert
Klorinasi
Beracun, korosif
Produksi plastic
Beracun dan mudah
terbakar

5. Bagaimana cara identifikasi bahan kimia di laboratorium?


Jawab
Bahan-bahan kimia adalah bahan baku yang digunakan dalam proses produksi dan
atau proses kerja serta sisa sisa proses produksi dan atau proses kerja. Potensi bahaya
kimia yang memungkinkan terjadi di lingkungan kerja akibat penggunaan bahan
kimia dalam proses produksi atau proses kerja. Ada dua cara praktis yang dapat
digunakan untuk mengenal bahaya bahan kimia di tempat kerja, yakni :
a. Membaca Diangram Alir Produksi
Dengan melihat secara garis besar tentang diagram alir proses produksi di dalam
suatu industri sehingga dapat diketahui di setiap bagian mana saja yang
memungkinkna untuk menimbulkan bahaya dan dapat dicegah agar tidak
berlanjut ke proses berikutnya.
b. Melakukan Survey Bahan Bahan Kimia di Tempat Kerja
Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk menentukan apakah ada bahaya
potensial dari bahan bahan yang ada di lingkungan kerja. Jadi di dalam survey
ini harus mencatat dan melakukan inventarisasi terhadap semua bahan yang

37

digunakan dalam proses produksi itu maupun yang dihasilkan selama proses
sampai akhir proses.

DAFTAR PUSTAKA

Almustofa R. 20014. Pengaruh Lingkungan Kerja, Motivasi Kerja, Disiplin Kerja


Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Pada Pegawai Perum Bulog Divisi Regional
Jakarta). Skripsi. Universitas Diponegoro: Semarang.

Agus, Hudoyono J. 2011. Penyakit Akibat Kerja Disebabkan Faktor Fisik. Jurnal
Kedokteran Meditek. Vol. 17. No. 43. Januari-April 2011. Universitas Kristen
Krida Wacana: Jakarta.

Arianto, D. A. N. 2014. Pengaruh Kedisiplinan, Lingkungan Kerja dan Budaya Kerja


Terhadap Kinerja Tenaga Pengajar. Jurnla Economia. Vol. 9. No.2. Oktober
2013. Universitas Nahdlatul Ulama: Jepara.

Arief, L. M. 2015. Lingkungan Kerja Faktor Kimia dan Biologi. Higiene Industri.
Universitas Esa Unggul: Tangerang.

Christofora, D. K., Rina Oktaviana, Erna Yuliawati. 2014. Aplikasi Nordic Body Map
Untuk Mengurangi Musculoskeletal Disorder Pada Pengrajin Songket. Jurnal
Ilmiah Tekno. Universitas Bina Darma, Palembang.

Dahlawy, A. D. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (K3) di Area Pengolahan P.T. ANTAM Tbk., Unit Bisinis
Pertambangan Emas Pongkor Kabupaten Bogor. Skripsi. Universitas Negeri
Syarif Hidayatullah: Jakarta.

Grahanintyas, D. Sritomo W., dan Effi L. 2012. Analisa Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) Dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja (Studi Kasus: Pabrik Teh
Wonosari PTPN XII). Jurnal Teknik POMITS. Vol.1.No.1. ITS: Surabaya.

Hati, S. W. 2014. Analisa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada


Pembelajaran di Laboratorium Program Studi Teknik Mesi Politeknik Negeri
Batam. Prosiding SNE Pembangunan Manusia Melalui Pendidikan dalam
Menghadapi ASEAN Economic Community 2015. Politeknik Negeri Batam:
Riau.

Hendri, E. 2015. Pengaruh Lingkugan Kerja Fisik dan Non-fisik Terhadap Kepuasan
Kerja Karyawan pada P.T. Asuransi Wahana Tata Cabang Palembang. Jurnal
Media Wahana Ekonomika. Vo.9 No.3, Oktober 2012. Universitas PGRI:
Palembang.

International Labour Organization. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sarana


Untuk Produktivitas. SCORE: Jakarta.

Muchtaridi. 2015. Keselamatan Kerja di Laboratorium. Universitas Pandjajaran:


Bandung.

Nigam, N. C., A. K. Maheswari, N. P. Rao. 2011. Safety and Health in Chemical


Industry. Indian Farmers Fertiliser Cooperative Ltd., Aonla Unit.

Nisa, A. Z., dan Tri Martiana. 2013. Faktor yang Memepengaruhi Keluhan Kelelahan
pada Gigi di Laboratorium Gigi Surabaya. The Indonesian Journal of
Occupational Safety and Health. Vol. 2.No. 1. Jan-Jun 2013: 61-66. Universitas
Airlangga: Surabaya.

Norianggono, Y. C. P. 2014. Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik dan Non Fisik


Terhadap Kinerja Karyawan: Studi pada P.T. Telkom Area III Jawa-Bali Nusra
di Surabaya). Jurnal Administrasi Bisnis. Vol. 8. No.2. Maret 2014. Universitas
Brawijaya: Malang.

Nuraga, W. Fatma L., L. Meily K.2008. Dermatitis Kontak Pada Pekerjaan yang
Terpajan Dengan Bahan Kimia di Perusahaan Industri Otomitif Kawasan
Industri Cibitung Jawa Barat. Jurnal MAKARA, Kesehatan. Vol. 12. No. 2.
Desember 2008: 63-69. Universitas Indonesia: Depok.

Potu, A. 2013. Kepimipinan, Motivasi, dan Lingkungan Kerja Pengaruh Terhadap


Kinerja Karyawan pada Kanwil Ditjen Kekayaan Negara Suluttenggo dan
Maluku Utara di Manado. Jurnal EMBA. Vol. 1. No.4. Desember 2013. Hal
1208-1218. Universitas Sam Ratulangi: Manado.

Putra, E. D. L. 2011. Keracunan Bahan Organik dan Gas di Lingkungan Kerja dan
Upaya Pencegahannya. Universitas Negeri Sumatera Utara: Medan.

Ramadon, S. Yanti S., dan Desi K. 2013. Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik
Terhadap Produktivitas Kerja. Universitas Hassanudin:Makassar.

Setyanto, R. H., A.A. Subiyanto, dan Wiryanto. 2011. Pengaruh Faktor Lingkungan
Fisik Kerja Terhadap Waktu Penyelesaian Pekerjaan (Studi Laboratorium).
Jurnal EKOSAIN. Vol. III. No.2, Juli 2011. Universitas Sebelas Maret:
Surakarta.

Sholihah, Q., Kuncoro Wahyudi, Dan Rahmi Fauziah. 2014. Predisposition Factors
Analysis Hygienic And Healthy Behaviour Of Family Order In Lontar Pulau
Laut Barat Kotabaru, South Kalimantan, Indonesia. International Journal of
Academic Research. Januari 2014. EBSCO Information Service.
Sitepu H. K., Buchari, Mangara M. T. 2014. Identifikasi Tingkat Bahaya di
Laboratorium Perguruan Tinggi (Studi Kasus Laboratorium di Lingkungan
Departemen Teknik Industri Unversitas Sumatera Utara). Simposium Nasional
RAPI XIII. ISSN 1412-9612. Unversitas Sumatera Utara: Medan.

Tresnaningsih, E. 2015. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Analisis


Kesehatan. Pusat Kesehatan Kerja. SETJEN DEPKES RI: Jakarta.

Widiastuti, R. 2011. Studi Ergonomi Kognitif Untuk Mengetahui Penrunan


Produktivitas Kerja Akibat Kenaikan Tingkat Kebisingan. Universitas
Sarjanawinata: Yogyakarta.

Wignjosoebroto, S., Arief Rahaman,dan Dwi Pramono. 2013. Perancangan


Lingklungan Kerja dan Alat Bantu yang Ergonomis untuk Mengurangi Masalah
Back Injury dan Tingkat Kecelakaan Kerja pada Departemen Mesin Bubut
(Studi Kasus P.T. Atak Indometal Ngingas Waru-Sidoarjo). ITS: Surabaya.

Wignjosoebroto, S. 2013. Evaluasi Ergonomis dalam Proses Perancangan Produk.


Laboratorium Ergonomis dan Pernacangan Kerja. ITS: Surabaya.

Yunanda, M. A. 2013. Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja dan


Kinerja Karyawan (Studi pada Perum Jasa Tirta I Malang Bagian
Laboratorium Kualitas Air). Universitas Brawijaya: Malang.

INDEKS
A
Analisa: 10; 32
Ambang Batas: 4; 24; 26; 27.

B
Bahaya: 5; 13; 14; 18; 19; 23; 24; 25; 26; 27; 32; 33; 34; 35; 36.
Biologi: 7; 15; 29; 30.

C
Cahaya 4; 5; 6; 25.

D
Dampak: 10; 12; 13.
Dermatitis: 13; 14.
Disiplin: 15; 21; 22; 23.

E
Ergonomi: 15; 16; 20; 30; 31.
Efisien: 1; 5; 15; 16; 18; 22.
Efektivitas: 18; 31.

F
Faktor Kerja: 16
Faktor Lingkungan Kerja: 2; 3; 8; 9; 10; 11; 13; 17; 18; 22; 29.
Fisik dan Non-Fifik: 1; 4; 6; 9; 11; 14; 16; 20; 21; 23; 26; 29; 30.

G
Gas: 17; 23; 24; 25; 33; 34; 35; 36.

H
Hipertensi: 6.

I
Intensitas: 4; 14; 21.
Industri: 2; 3; 5; 15; 23; 25; 31; 35; 36.

J
Janin: 6.
Jurnal: 3; 8; 9; 10; 11; 19.

K
Kimia: 6; 7; 10; 13; 14; 19; 20; 23; 24; 25; 26; 27; 28; 29; 30; 31; 32; 33; 34; 35;
36.
Kasus: 2; 5; 9; 27; 32.
K3: 1; 2; 3; 9; 10; 11; 18; 29; 30.

L
Laboratorium: 2; 3; 5; 8; 10; 11; 13; 15; 16; 17; 18; 19; 20; 21; 22; 23; 29; 30;
31; 33; 36.
Lingkungan: 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8; 9; 10; 11; 12; 13; 15; 17; 18; 19; 21; 22; 23;
29; 30; 31; 32; 36.

M
Motivasi: 1; 17; 21; 22; 23; 29.

N
Non-Fisik: 4; 9; 10; 12; 15; 16.

O
Organisasi: 1; 15; 19; 21.

P
Psikologi: 1; 7; 9; 11; 16; 22; 29; 30.
Psikososial: 16; 17; 19; 29; 30.
Persfektif: 23

Q
Quality Control: 33.

R
Risiko: 5; 17; 18.

S
Sehat: 7; 14; 19; 22; 24; 25; 26.
Stress: 13; 20.

T
Tenaga Kerja: 4; 5; 7; 14; 20; 26; 34.

U
Usaha: 4; 7; 14.

V
Value attainment: 16.
Virus: 19.

W
Wujud: 19

Z
Zat: 4; 6; 21.

Anda mungkin juga menyukai