Anda di halaman 1dari 3

WHO: 6-10% Masyarakat Indonesia Memiliki Keturunan Thalassemia

Berbagai penyakit kelainan darah merupakan penyakit yang relaif sulit untuk
dihindari. Terlebih pengetahuan tentang penyakit ini belum merata hingga ke
daerah. Begitu juga dengan penyakit thalassemia. World Heatlh Organization (WHO)
menyatakan, insiden pembawa sifat thalassemia di Indonesia berkisar 6-10%,
artinya dari setiap 100 orang, 6-10 orang adalah pembawa sifat thalassemia.
Karena penyakit ini merupakan penyaki yang diturunkan, maka penderita penyakit
ini telag terdeteksi sejak masih bayi.

Penyakit kelainan darah ini menyebabkan sel darah (hemoglobin) merah cepat
hancur sehingga usia sel-sel darah menjadi lebih pendek dan tubuh kekurangan
darah. Misalnya jika sel darah merah pada orang sehat bisa bertahan hingga 120
hari, pada penderita thalassemia sel darah merahnya hanya bertahan 20-30 hari.
Penyakit ini muncul dengan gejala diantaranya anemia, pucat, sukar tidur, lemas
dan tidak punya nafsu makan.

Thalassemia dikelompokan menjadi dua jenis. Thalassemi alpha bagi penderita


yang tidak mampu memproduksi protein/gen globin alpha dalam jumlah yang
cukup. Sedangkan thalassemia beta sebutkan bagi mereka yang kekurangan
produksi protein/gen globin beta.

Staf divisi Hemato-Onkologi RSHS, dr. Susi Susanah Sp.A(K), M.Kes menyampaikan,
penyakit ini sudah dapat terlihat sejak bayi berusia 6-7 bulan. Orang tua harus
peka terhadap perubahan bayinya. Jika bayinya sudah terlihat pucat segerakan
dibawa ke dokter agar tau kelainan apa yang diderita bayi, ujarnya.

Setelah diketahui menderita talassemi, dengan metode wawancara dan cek


laboraorium, anak dapat mendapatkan perawatan diantaranya obat-obatan dan
transfus darah untuk memenuhi kebutuhan darahnya. Thalassemia memang tidak
bisa disembuhkan, namun seorang anak yang menderita thalassemia dapat hidup
normal seperti anak lainnya jika mendapatkan perawatan yang tepat katanya.

Ia juga menjelaskan, dengan perkembangan ilmu kedokteran, keberlangsungan


penderita thalassemia kini semakin panjang. Jika pada awal ditemukan thalassemia
skitar tahun 70-an hingga 90-an, penderita thalassemia hanya bertahan hidup

hingga 30 tahun-an, sejak awal tahun 1990 keberlangsungan hidupnya meningkat


hingga usia 50 tahun.

Komplikasi

Saat tubuh memproduksi sel darah merah, tubuh memerlukan zat besi untuk
menguatkan darah namun karena darah penderita thalassemia cepat rusak maka
zat besi dalam tubuh tidak terpakai, tubuh tidak punya mekanisme untuk
menghancurkan zat besi. dan menumpuk di tempat tempat tertentu di dalam
tubuh. Hal itulah yang menyebabkan kulit penderita thalassemia menjadi
menghitam.

Komplikasi yang dapat diderita oleh pasien thalassemia diantaranya adalah


pembengkakan pada hati dan penipisan sumsum tulang. Pembengkakan pada hati
diakibatkan dari berlebihnya zat besi dalam tubuh yang tidak dapat dipakai/diolah
secara sempurna oleh sel darah merah dikarenakan sel darah merah dalam
tubuhnya mudah rusak/hancur.

Akibat anemia yang berat dan lama, sering juga terjadi gagal jantung. Transfuse
darah yang berulang-ulang dalam proses hemolisis (pecahnya membrane
hemolysis)menyebabkan kadar zat besi dalam darah sangat tinggi, sehingga
ditimbun di dalam berbagai jaringan tubuh seperti: hepar, limpa, kulit, jantung, dll.
Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatis). Limpa
yang besar mudah rupture (rusak/pecah) akibat trauma yang ringan saja. Kematia
terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.

Memutus Mata Rantai Thalassemia

Persentase penurunan penyakit thalassemia dari anak sangat tinggi. Jika pasangan
suami istreri yang memiliki gen/pembawa sifat thalassemia, maka kemungkinan
anaknya menderita thalassemia 25 %, pembawa sifat 50%, dan normal 25%.
Pembawa sifat disini maksudnya, orang tersebut secara fisik tetap sehat, namun
memiliki gen dan dapat menurunkannya kepada anaknya.

Data dari klinik thalasemi menyatakan, di RSHS, pada 2013 tercatat 600-700
penderita thalassemia yang menjalani transfuse darah, dan sekira 450 dari pasien
tersebut adalah anak. Angka ini merupakan angka yang besar mengingat data
penderita Thalassemi di seluruh Jawa Barat mencapai sekira 2000 orang.

Penyakit ini dapat dihentikan atau diminimalisir penyebarannya dengan cara


memutus mata rantai genetik pembawa sifat thalassemia. Edukasi mengenai
penyebaran penyakit ini menjadi salah satu cara. Orang dengan pembawa sifat
thalassemia tidak boleh menikah dengan pembawa sifat thalassemia juga. Cara
pencegahannya adalah dengan mengikuti konseling pranikah dan pemeriksaan.
Dengan pemeriksaan ini calon pasangan suami isteri akan mengetahui apakah dia
termasuk pembawa thalasemi ataupun tidak.

Memang susah, tidak semua orang mau cek lab untuk mencari tahu apakah dia
mengidap penyakit tertentu atau tidak. Di Indonesia hal seperti ini masih tabu. Jadi
relative sulit memutus mata rantai thalassemia ungkapnya.

Biaya pemeriksaan thalassemia di laboratorium sekitar 1,1 juta, namun jika ada
paket tertentu dapat lebih murah.

Ia menambahkan, usahakan untuk tidak menikah dengan pasangan yang memiliki


kedekatan dalam hubungan kekeluargaan. Karena jika yang satu memiliki pembawa
sifat thalassemia, dapat dicurigai kerabat dekat-pun memiliki pembawa sifat yang
serupa.

Anda mungkin juga menyukai