(CVA-IVH)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Medikal
di Ruang 26s RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang
OLEH:
ADINDA MAWADA RAHMA
140070300011174
3. FAKTOR RESIKO
a. Usia tua
b. Kebiasaan merokok
c. Alkoholisme
d. Tekanan darah lebih dari 120 mmHg.
e. Lokasi dari Intracerebral hemoragik primer.
f. Perdarahan yang dalam, pada struktur subkortikal lebih beresiko menjadi
intraventrikular hemoragik, lokasi yang sering terjadi yaitu putamen (35-50%),
lobus(30%), thalamus (10-15%), pons (5%-12%), caudatus (7%) dan serebelum
(5%). Adanya perdarahan intraventrikular meningkatkan resiko kematian yang
berbanding lurus dengan banyaknya volume IVH.
4. PATOFISIOLOGI
Hipertens
i
abnormalitas formasi
vaskuler otak
Nyeri kepala
Peningkatan TIK
Gangguan kesadaran
(penurunan)
Penekanan pada
area tertentu pada
otak dapat
menyebabkan
gangguan fisiologis
otak seperti
:gangguan bicara
(area broca),
gangguan gerak,
dll
5. GEJALA
Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut dan penurunan kesadaran yang
berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada pemeriksaaan biasanya di dapati
hipertensi kronik. Gejala dan tanda tergantung lokasi perdarahan. Herniasi uncal dengan
hiiangnya fungsi batang otakdapat terjadi. Pasien yang selamat secara bertahap
mengalami pemulihan kesadaran dlam beberapa hari. Pasien dengan perdarahan pada
lobus temporal atau lobus frontal dapat mengalami seizure tiba-tiba yang dapat diikuti
kelumpuhan kontralateral (Ropper, 2005 Dalam khoirul 2009).
Pasien usia tua dengan tekanan darah normal yang mengalami PIS atau perdarahan
intraserebellar karena amyloid angiopathybiasanya telah menderita penyakit Alzheimer
atau demensia progresif tipe Alzheimer dan dalam perjalanannnya perdarahan dapat
memasukirongga subarakhnoid.(Gilroy, 2000, Dalam khoirul 2009).
Defisit Kognitif.
Kehilangan memori jangka pendek dan panjang.
Penurunan lapang perhatian.
Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Alasan abstrak buruk.
Perubahan Penilaian.
6)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Defisit Emosional.
Kehilangan kontrol-diri.
Labilitas emosional.
Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress.
Depresi.
Menarik diri.
Rasa takut, bermusuhan, dan marah.
Perasaan Isolasi.
6. PROGNOSA
Prognosa IVH akan sangat buruk apabila merupakan hasil dari perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hipertensi, dan prognosa akan bertambah buruk
apabila hydrocephalus mengikuti. Hal ini dapat menyababkan peningkatan TIK dan
dapat menyebabkan hernia otak. Darah yang berada pada ventrikular otak dapat
menggumpal dan akan menyumbat aliran dari CSF sehingga dapat terjadi
hydrochepalus yang dapat dengan cepat meningkatkan TIK dan dapat menyebabkan
kematian. Kemudian, produk-produk pemecahan bekuan darah dapat merangsang
pelepasan agen-agen inflamsi yang dapat merusak granulasi dari arachnoid,
menghalangi reabsorbsi CSF dan dapat menyebabkan hydrochepalus permanen.
7. KOMPLIKASI
a. Hidrosefalus (Octaviani, 2011)
Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan kemungkinan disebabkan karena
obstruksi cairan sirkulasi serebrospinal atau berkurangnya absorpsi meningeal.
Hidrosefalus dapat berkembang pada 50% pasien dan berhubungan dengan
keluaran yang buruk.
Terapi hidrosefalus pada pasien dilanjutkan dengan konsul ke bagian bedah saraf
dengan rencana tindakan VP shunt cito. Ventriculoperitoneal (VP) Shunt merupakan
tehnik operasi yang paling popular untuk tatalaksana hidrosefalus, yaitu LCS
dialirkan dari ventrikel otak ke rongga peritoneum. Sebuah studi tentang
hidrosefalus menunjukkan rasio kesuksesan perbaikan gejala dan tanda klinis pada
50%- 90% penelitian pada anjing yang mendapatkan tatalaksana
ventriculoperitoneal shunting.
b. Perdarahan ulang (rebleeding) (Octaviani, 2011)
Dapat terjadi setelah serangan hipertensi. Tindakan medis untuk mencegah
perdarahan ulang setelah SAH dari AHA Guideline 2009: 1). Tekanan darah
sebaiknya dimonitor dan dikontrol untuk mengimbangi risiko stroke, hipertensi yang
berhubungan dengan perdarahan ulang, dan mempertahankan CPP (cerebral
perfusion pressure). 2). Tirah baring saja tidak cukup untuk mencegah perdarahan
ulang setelah SAH. Dapat dipertimbangkan strategi tatalaksana yang lebih luas,
bersamaan dengan pengukuran yang lebih definitif. 3). Meskipun studi yang lalu
menunjukkan keseluruhan efek negatif dari antifibrinolitik, bukti sekarang
menyarankantatalaksana awal dengan pemberian antifibrinolitik jangka pendek
dilanjutkan dengan penghentian antifibrinolitik dan profilaksis melawan hipovolemi
dan vasospasme
c. Vasospasme. (Octaviani, 2011)
Beberapa laporan telah menyimpulkan hubungan antara intraventricular
hemorrhage (IVH) dengan kejadian dari vasospasme serebri, yaitu: 1). Disfungsi
arteriovena hipotalamik berperan dalam perkembangan vasospasme intrakranial.
2). Penumpukkan atau jeratan dari bahan spasmogenik akibat gangguan dari
sirkulasi cairan serebrospinal. Rekomendasi tatalaksana vasospasme serebri dari
AHA Guideline pada SAH, yaitu: Nimodipin oral diindikasikan untuk mengurangi
keluaran yang buruk yang berhubungan dengan SAH aneurisma (I, A). Nilai dari
pemberian antagonis kalsium secara oral atau intravena masih belum jelas. Dosis
oral yang dianjurkan adalah 60 mg setiap 6 jam.
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis klinis dari PIVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum CT scan meskipun
gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH, namun CT Scan kepala
diperlukan untuk konfirmasi. CT sangat sensitif dalam mengidentifikasi perdarahan akut
dan dipertimbangkan sebagai baku emas. Rekomendasi AHA Guideline 2010 untuk
pencitraan pada kasus stroke adalah:
a. Computed Tomography-Scanning (CT- scan).
e.
f.
g.
h.
i.
10.
PEMERIKSAAN FUNGSI MOTORIK
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri, impuls
berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal medulla spinalis dan
bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan.
a. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
b. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada berbagai
persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti dan
berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan
pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.
Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut
kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama. Pada
tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan
otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan ekstensi
extremitas klien.
Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji
tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan
tangan.
Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.
c. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif menahan
tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya dapat dilihat dan
diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovetts (memiliki
nilai 0 5)
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau
gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.
11.
PEMERIKSAAN FUNGSI SENSORIK
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara pemeriksaan
sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab itu sebaiknya
dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang lain (tetapi ada yang
menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena pasien belum lelah dan
masih bisa konsentrasi dengan baik).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien terhadap beberapa
stimulus. Pemeriksaan harus selalu menanyakan kepada klien jenis stimulus.
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan
geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness)
atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik
(kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh
klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada perlengkapan
refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
a. Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
12.
PEMERIKSAAN FUNGSI REFLEKS
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks
hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+)
2 = normal (++)
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
4 = hyperaktif, dengan klonus (++++)
Refleks-refleks yang diperiksa adalah :
a. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih 30 0.
Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan
refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi
dari lutut.
b. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90 0 , supinasi dan lengan bawah
ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada
tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi
sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran
gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
c. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 , tendon triceps diketok dengan
refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi
ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebabkanar keatas sampai
otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
d. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki
yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan
plantar fleksi kaki.
e. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau
digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang
digores.
Reflek Patologis
a. Babinski
Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior.
Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning) jari jari kaki.
b. Chaddock
Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar malleolus
lateralis dari posterior ke anterior. Respons : seperti babinski.
c. Oppenheim
d.
e.
f.
g.
h.
a. Pasien dengan nilai GCS <8, dan dengan bukti klinis herniasi transtentorial, atau
dengan IVH yang nyata atau hidrosefalus dipertimbangkan untuk monitor dan
tatalaksana TIK. Cerebral perfusion pressure (CPP) 50-70 mmHg beralasan
untuk dipertahankan tergantung dari autoregulasi serebri.
b. Drainase ventrikuler sebagai terapi untuk hidrosefalus beralasan pada pasien
dengan penurunan tingkat kesadaran.
c. Terapi hidrosefalus pada pasien dilanjutkan dengan konsul ke bagian bedah
saraf dengan rencana tindakan VP shunt cito. Ventriculoperitoneal (VP)
Shuntmerupakan tehnik operasi yang paling popular untuk tatalaksana
hidrosefalus,yaitu LCS dialirkan dari ventrikel otak ke rongga peritoneum.Menurut
Butler et gambaran klinis pada PIVH dapat berbeda tergantung dari jumlah
perdarahan dan daerah kerusakan otak di sekitarnya. Pada CT Scan kepala
pasien tampak bahwa darah sebagian besar mengisi ventrikel sebelah kiri, hal ini
yang menjelaskan terdapatnya hemiparesis dekstra pada pasienini. Kerusakan
pada reticular activating system (RAS) dan talamus selama fase akut dari
perluasan perdarahan dapat menyebabkan menurunnya derajat kesadaran
.
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah merupakan tahap awal dari proses perawatan yaitu suatu pendekatan
yang sistematis dimana sumber data, diperoleh dari klien, keluarga klien.
1.
Anamnesia/Identitas.
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, bangsa/suku, pendidikan,
bahasa yang digunakan dan alamat rumah.
2.
Keluhan Utama.
Biasanya pada klien mengeluh sakit kepala, kadang-kadang nyeri, awalnya bisa
pada waktu melakukan kegiatan.
3.
Riwayat Penyakit Sekarang.
Klien biasanya datang dengan keluhan pusing yang sangat, parase pada extrimitis,
yang didapat sesudah bangun tidur baik sinistra atau dextra, gangguan fokal,
menurunnya sensasi sensori dan tonus otot biasanya tanpa disertai kejang,
menurunnya kesadaran seperti CVA Bleeding.
4.
Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien dengan CVA didapat hipertensi, aktivitas dan olahraga yang tidak adekuat,
kadang klien juga cidera kepala di masa mudah dan punya riwayat DM.
5.
Riwayat Kesehatan Keluarga.
Dari pihak keluarga resesif mempunyai riwayat DM dan hipertensi atau punya
anggota keluarga yang punya atau pernah mengalami CVA Bleeding maupun infark
6.
Riwayat Kesehatan Lingkungan.
Resiko tinggi terjadi CVA berada pada lingkungan yang kurang sehat seperti gizi
yang jelek, aktivitas yang kurang adekuat dan pola hidup yang kurang sehat
7.
Riwayat Psikososial.
Riwayat psikososial sangat berpengaruh dalam psikologi klien dengan timbul gejalagejala yang dialami dalam proses penerimaan terhadap penerimaan terhadap
penyakitnya.
8.
Pola Sehari-hari :
1.
Pola Nutrisi dan Metabolisme
Biasanya pada klien dengan CVA makanan yang disukai atau tidak disukai oleh
klien, mual muntah, penurunan nafsu makan sehingga mempengaruhi status
nutrisi
2.
Pola Eliminasi.
Kebiasaan dalam BAB didapatkan ,sedangkan kebiasaan BAK akan terjadi
retensi, konsumsi cairan tidak sesuai dengan kebutuhan.
3.
Pola aktivitas dan latihan
Biasanya klien dengan CVA tidak bisa melakukan aktivitas, badan terasa lemas,
muntah dan terpasang infus.
4.
Pola tidur dan istirahat.
Biasanya klien sebelum tidur, lama tidur siang dan malam karena nyeri kepala
yang hebat maka kebiasaan tidur akan terganggu.
5.
Pola persepsi dan konsep diri.
Didalam perubahan konsep diri itu bisa berubah bila kecemasan dan kelemahan
tidak mampu dalam mengambil sikap.
6.
Pola sensori dan kognitif
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan
dan kemampuan dalam merawat diri.
7.
Pola reproduksi sexual
Pada pria reproduksi dan seksual pada klien yang telah/sudah menikah akan
terjadi perubahan
8.
Pola hubungan dan peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan peran dan peran
serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.
9.
Pola penanggulangan stress
Stress timbul apabila seorang klien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya.
11. Pola tata dan kepercayaan.
Timbulnya distress dalam spiritual pada klien, maka klien akan menjadi cemas
dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
# Pemeriksaan Fisik :
1.
Keadaan umum
Biasanya klien CVA mengalami badan lemah, nyeri kepala, penurunan kesadaran,
tensi meningkat, suhu, nadi, pernafasan.
2.
Kepala dan leher
Keadaan rambut, kepala simetris atau tidak, ada tidaknya benjolan kepala, panas
atau tidak, maka simetris atau tidak, keadaan sclera, puppi reflek terhadap cahaya,
hidung simetris atau ada tidaknya polrip, epistaksis mulut, leher simetris serta ada
pembesaran kelenjar tiroid
3.
Thorax dan abdomen
Biasanya klien CVA tidak terdapat kelainan, bentuk dada simetris.
4.
Sistem respirasi
Apa ada pernafasan abnormal, tidak ada suara tambahan dan tidak terdapat
pernafasan cuping hidung
5.
Sistem kardio vaskuler
Pada umumnya klien dengan CVA ditemukan tekanan darah normal/meningkat akan
tetapi bisa didapatkan Tachicardi atau Bradicardi
6.
Sistem integument
Pada umumnya klien CVA turgor kulit menurun, kulit bersih, wajah pucat, berkeringat
banyak
7.
Sistem eliminasi
Pada sistem eliminasi urine dan alvi biasanya tidak ditemukan kelainan
8.
Sistem muskulos keletal
Apakah ada gangguan pada extriminitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan
9.
Sistem endoksin
Apakah didalam penderita CVA ada pembesaran kelenjar tiroid dan tonsil
10.
Sistem persyarafan
Apakah kesadaran itu penuh atau apatis, somnolen dan koma dalam klien CVA
Diagnosa yang Mungkin Muncul
Severe
deviation
from normal
range
Substantial
deviation
from normal
range
Moderate
deviation from
normal range
Mild
deviation
from normal
range
No deviation
from normal
range
Tekanan intracranial
Tekanan sistolik
Tekanan diastolic
MAP
v
v
v
v
Indicator
Headache
Carotid bruit
Decreased level of
consciousness
Impaired neurological
reflexes
severe
substantial
moderate
mild
v
none
V
V
Intervensi
1. Intracranial pressure (ICP) Monitoring
a. Mengkaji dengan alat monitoring ICP
b. Memeberikan informasi kepada pasien dan keluarga
c. Set alarm monitor
d. Monitor kualitas dan karakteristik gelombang ICP
e. Monitor status neurological
2. Cerebral perfusion promotion
a. Konsultasikan dengan dokter untuk menetukan
hemodinamik
b. Memberikan analgesic sesuai order
c. Memberikan antikoagulan sesuai order
d. Memberikan antiplatelet sesuai order
e. Monitor tekanan darah
f. Monitor MAP
parameter
Severely
compromised
Substantially
compromised
Moderately
compromised
Midly
compromised
Not
compromised
Balance
Coordination
Muscle movement
Joint movement
Moves with ease
V
V
V
V
V
NIC:
1. Exercise Therapy: balance
a) Menentukan kemampuan pasien untukmengikuti latihan
b) Mengevaluasi kemampuan sensori (penglihatan, pendengaran)
c) Menyediakan tempat yang aman untuk latihan
d) Kaji respon klien selama latihan
2. Joint mobility
a) Menetukan keterbatasan gerak sendi
b) Kolaborasi dengan therapist dalam mengembangkan program latihan
c) Mengkaji tingkat nyeri sebelum melakukan latihan
d) Melindungi klien dari trauma selama latihan
e) Membantu klien untuk posisi yang optimal dalam melakukan
passive/aktive joint movement
f) Mendorong klien melakukan latihan ROM aktif
g) Mengajari PROM dan membantu AROM jika diindikasikan
h) Berikan pujian yang positif untuk
3) Defisit perawatan diri: Mandi
Setelah dilaukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam klien nampak bersih
dan terawat.
NOC
Indicators
Severely
compromised
Cuci muka
Mandi
badan
bagian atas
Mandi
badan
bagian bawah
Memebersihkan
area perineal
Mengeringkan
badan
Substantially
compromised
Moderately
compromised
Midly
compromised
V
V
Not
compromised
V
V
V
NIC:
Self-care Assistance: Bathing/Hygiene
1. Mempertimbangkan budaya pasien ketika akan memandikan
2. Mempertimbangkan usia pasien ketika akan memandikan
3. Menetukan jumlah dan jenis bantuan yang dibutuhkan
4. Menyiapkan alat-alat mandi (handuk, sabun, deodorant, dan kebutuhan
mandi lainnya)
5. Menyediakan lingkungan yang terapeutik dan mejaga privacy klien
6. Bantu klien menggosok gigi dengan tepat
7. Bantu klien membersihkan badannya
8. Monitor kebersihan kuku klien.
9. Monitor integritas kulit klien.
DAFTAR PUSTAKA
Arboix, Adria, dkk. 2012. Spontaneous Primary Intraventricular Hemorrhage: Clinical
Features and Early Outcome. Medical Journal of Neurology International Scholarly
Research Network. 2012 (07) 22 : 1-7.
Boderick, Joseph, Connoly, Sander. 2007. Penuntun Manajemen Perdarahan
Intraserebral Spontan Usia Dewasa. AHA Journal. 2007 (04) 5 :1-36.
Deputy,
Stephen.
2009.
Neurological
Emergencies.
http://facesofneurosurgery.blogspot.com/2011/10/
acute-management-of-adult.html,
diakses 01 September 2013.
Hinson, Holly E, dkk. 2010. Management of Intraventricular Hemorrhage. NIH (national
Institute of Health) Journal of Nourology. 2010 (03) 2 :1-16.
Kumar, raj, dkk. 2007. Delayed intraventricular hemorrhage with hydrocephalus following
evacuation of post traumatic acute subdural hematoma. Indian Journal of
Neurotrauma (IJNT). Vol. 4, No. 2. 2007 (06) 5 :119-122.
Octaviani, Donna, dkk. 2011. Perdarahan Intra Ventrikuler Primer. Jurnal Indonesian
Medical Association. Volume: 61. 2011. (05) 5: 210-217.
Batticaca, F.B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.