Anda di halaman 1dari 9

1.

ANATOMI UVEA
Uvea atau traktus uvealis merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri
atas iris, badan siliar, dan koroid.

Iris merupakan suatu membran datar sebagai lanjutan dari badan siliar ke depan
(anterior). Di bagian tengah iris terdapat lubang yang disebut pupil yang berfungsi untuk
mengatur besarnya sinar yang masuk mata. Pada iris terdapat 2 macam otot yang mengatur
besarnya pupil, yaitu :
1. Musculus dilatator yang melebarkan pupil
2. Musculus sfingter yang mengecilkan pupil
Kedua otot tersebut memelihara ketegangan iris sehingga tetap tergelar datar. Dalam
keadaan normal, pupil kanan dan kiri kira-kira sama besarnya, keadaan ini disebut isokoria.
Apabila ukuran pupil kanan dan kiri tidak sama besar, keadaan ini disebut anisokoria.
Badan siliar berbentuk cincin yang terdapat di sebelah dalam dari tempat tepi kornea
melekat di sklera. Badan siliar merupakan bagian uvea yang terletak antara iris dan koroid.
Badan siliar menghasilkan humor akuos. Humor akuos ini sangat menentukan tekanan bola
mata (tekanan intraokular = TIO). Humor akuos mengalir melalui kamera okuli posterior ke
kamera okuli anterior, kemudian lewat trabekulum meshwork menuju canalis Schlemm,
selanjutnya menuju kanalis kolektor masuk ke dalam vena episklera untuk kembali ke
jantung.
Koroid merupakan bagian uvea yang paling luar, terletak antara retina (di sebelah
dalam) dan sklera (di sebelah luar). Koroid berbentuk mangkuk yang tepi depannya berada di
cincin badan siliar. Koroid adalah jaringan vascular yang terdiri atas anyaman pembuluh
darah. Retina tidak menimpali (overlapping) seluruh koroid, tetapi berhenti beberapa

millimeter sebelum badan siliar. Bagian koroid yang tidak terselubungi retina disebut pars
plana.
I.

KLASIFIKASI UVEITIS

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis
yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi uveitis dibedakan
menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis, etiologis, dan
patologis. Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada
oreng dewasa dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui.

1. Klasifikasi Anatomis
a) Uveitis anterior
Merupakan inflamasi yang terjadi terutama pada iris dan korpus siliaris atau
disebut juga dengan iridosiklitis.
b) Uveitis intermediet
Merupakan inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer yang disertai
dengan peradangan vitreous.
c) Uveitis posterior
Merupakan inflamasi yang mengenai retina atau koroid.
d) Panuveitis
Merupakan inflamasi yang mengenai seluruh lapisan uvea.
2. Klasifikasi Klinis
a) Uveitis akut
Uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat
simptomatik.
b) Uveitis kronik
Uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan
atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik.
3. Klasifikasi Etiologis
a) Uveitis infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh infeksi virus, parasit, dan bakteri

b) Uveitis non-infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh kelainan imunologi atau autoimun.
4. Klasifikasi patologis
a) Uveitis non-granulomatosa
Infiltrat dominan limfosit pada koroid
b) Uveitis granulomatosa
Infiltrat dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa multinukleus
II.

UVEITIS ANTERIOR

DEFINISI
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar (pars
plicata), kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata, kornea dan sklera.
Peradangan pada uvea dapat mengenai hanya pada iris yang di sebut iritis atau mengenai
badan siliar yang di sebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut
iridosiklitis atau uveitis anterior.

KLASIFIKASI
Menurut klinisnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis anterior akut yaitu uveitis
yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat simptomatik dan uveitis
anterior kronik uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan
atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik. Pada kebanyakan
kasus penyebabnya tidak diketahui.
Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis: yang nongranulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa. Penyakit peradangan traktus uvealis
umumnya unilateral, biasanya terjadi pada oreng dewasa dan usia pertengahan. Uveitis nongranulomatosa terutama timbul di bagian anterior traktus uvealis ini, yaitu iris dan korpus
siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan terlihatnya infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma
dengan jumlah cukup banyak dan sedikit mononuklear. Uveitis granulomatosa yaitu adanya
invasi mikroba aktif ke jaringan oleh bakteri. Dapat mengenai uvea bagian anterior maupun
posterior. Infiltrat dominan sel limfosit, adanya aggregasi makrofag dan sel-sel raksasa
multinukleus. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di kamera
okuli anterior.

Perbedaan Uveitis granulomatosa dan non-granulomatosa


Non- Granulomatosa
Onset

Akut

Granulomatosa
Tersembunyi

Nyeri

Nyata

Tidak ada atau ringan

Fotofobia

Nyata

Ringan

Penglihatan Kabur

Sedang

Nyata

Merah Sirkumneal

Nyata

Ringan

Keratic precipitates

Putih halus

Kelabu besar (mutton fat)

Pupil

Kecil dan tak teratur

Kecil dan tak teratur

Sinekia posterior

Kadang-kadang

Kadang-kadang

Noduli iris

Tidak ada

Kadang-kadang

Lokasi

Uvea anterior

Uvea anterior, posterior,difus

Perjalanan penyakit

Akut

Kronik

Kekambuhan

Sering

Kadang-kadang

PATOFISIOLOGI
Badan siliar berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humor aqueus) yang
memberi makanan kepada lensa dan kornea. Dengan adanya peradangan di iris dan badan
siliar, maka timbullah hiperemi yang aktif, pembuluh darah melebar, pembentukan cairan
bertambah, sehingga dapat menyebabkan glaukoma sekunder. Selain oleh cairan bilik mata,
dinding pembuluh darah dapat juga dilalui oleh sel darah putih, sel darah merah, dan eksudat
yang akan mengakibatkan tekanan osmose cairan bilik mata bertambah dan dapat
mengakibatkan glaukoma.
Cairan dengan lain-lainya ini, dari bilik mata belakang melalui celah antar lensa iris,
dan pupil ke kamera okuli anterior. Di kamera okuli anterior, oleh karena iris banyak
mengandung pembuluh darah, maka suhunya meningkat dan berat jenis cairan berkurang,
sehingga cairan akan bergerak ke atas.
Di daerah kornea karena tidak mengandung pembuluh darah, suhu menurun dan berat
jenis cairan bertambah, sehingga di sini cairan akan bergerak ke bawah. Sambil turun sel-sel
radang dan fibrin dapat melekat pada endotel kornea, membentuk keratik presipitat yang dari
depan tampak sebagai segitiga dengan endapan yang makin ke bawah semakin besar. Di
sudut kamera okuli anterior cairan melalui trabekula masuk ke dalam kanalis Schlemn untuk
menuju ke pembuluh darah episklera. Bila keluar masuknya cairan ini masih seimbang maka
tekanan mata akan berada pada batas normal 15-20 mmHg. Sel radang dan fibrin dapat pula

menyumbat sudut kamera okuli anterior, sehingga alirannya terhambat dan terjadilah
glaukoma sekunder. Galukoma juga bisa terjadi akibat trabekula yang meradang atau sakit
(Wijana,1993)
Elemen darah dapat berkumpuk di kamera okuli anterior dan timbullah hifema (bila
banyak mengandung sel darah merah) dan hipopion (yang terkumpul banyak mengandung sel
darah putihnya). Elemen-elemen radang yang mengandung fibrin yang menempel pada pupil
dapat juga mengalami organisasi, sehingga melekatkan ujung iris pada lensa. Perlekatan ini
disebut sinekia posterior. Bila seluruh iris menempel pada lensa, disebut seklusio pupil
sehingga cairan yang dari kamera okuli posterior tidak dapat melalui pupil untuk masuk ke
kamera okuli anterior, iris terdorong ke depan, disebut iris bombe dan menyebabkan sudut
kamera okuli anterior menyempit, dan timbullah glaukoma sekunder.
Perlekatan-perlekatan iris pada lens menyebabkan bentuk pupil tidak teratur. Pupil
dapat pula diisi oleh sel-sel radang yang menyebabkan organisasi jaringan dan terjadi oklusi
pupil. Peradangan badan siliar dapat pula menyebabkan kekeruhan pada badan kaca, yang
tampak seperti kekeruhan karena debu. Dengan adanya peradangan ini maka metabolisme
pada lensa terganggu dan dapat mengakibatkan katarak. Pada kasus yang sudah lanjut,
kekeruhan badan kaca pun dapat mengakibatkan organisasi jaringan yang tampak sebagai
membrana yang terdiri dari jaringan ikat dengan neurovaskularisasi dari retina yang disebut
retinitis proloferans. Pada kasus yang lebih lanjut lagi dapat mengakibatkan ablasi retina.

GEJALA KLINIS dan PEMERIKSAAN FISIK


Keluhan pasien dengan uveitis anterior adalah mata sakit, mata merah, fotofobia,
penglihatan turun ringan dengan mata berair. Keluhan sukar melihat dekat pada pasien uveitis
dapat terjadi akibat ikut meradangnya otot-otot akomodasi. Pupil kecil akibat peradangan otot
sfingter pupil dan terdapatnya edema iris. Pada proses akut dapat terjadi miopisi akibat
rangsangan badan siliar dan edema lensa. Pada pemeriksaan slit lamp dapat terlihat flare di
bilik mata depan dan bila terjadi inflamasi berat dapat terlihat hifema atau hipopion. Pada
uveitis non-granulomatosa dapat terlihat presipitat halus pada dataran belakang kornea. Pada
uveitis granulomatosa dapat terlihat presipitat besar atau mutton fat noduli Koeppe
(penimbunan sel pada tepi pupil) atau noduli Busacca (penimbunan sel pada permukaan iris).

III.

UVEITIS INTERMEDIATE
Uveitis intermediate disebut juga siklitis, uveitis perifer atau pars planitis adalah

peradangan intraokular terbanyak kedua. Tanda uveitis intermediet yang terpenting yaitu
adanya peradangan vitreus. Uveitis intermediet biasanya bilateral dan cenderung mengenai
pasien remaja akhir atau dewasa muda. Pria lebih banyak yang terkena dibandingkan wanita.
Gejala- gejala yang khas meliputi floaters dan penglihatan kabur. Nyeri, fotofobia dan mata
merah biasanya tidak ada atau hanya sedikit. Temuan pemeriksaan yang menyolok adalah
vitritis seringkali disertai dengan kondensat vitreus yang melayang bebas seperti bola salju
(snowballs) atau menyelimuti pars plana dan corpus ciliare seperti gundukan salju (snowbanking). Peradangan bilik mata depan minimal tetapi jika sangat jelas peradangan ini lebih
tepat disebut panuveitis. Penyebab uveitis intermediate tidak diketahui pada sebagian besar
pasien, tetapi sarkoidosis dan multipel sklerosis berperan pada 10-20% kasus. Komplikasi
uveitis intermediate yang tersering adalah edema makula kistoid, vaskulitis retina dan
neovaskularisasi pada diskus optikus.

IV.

UVEITIS POSTERIOR
Uveitis posterior adalah peradangan yang mengenai uvea bagian posterior yang

meliputi retinitis, koroiditis, vaskulitis retina dan papilitis yang bisa terjadi sendiri-sendiri
atau secara bersamaan. Gejala yang timbul adalah floaters, kehilangan lapang pandang atau
scotoma, penurunan tajam penglihatan. Sedangkan pada koroiditis aktif pada makula atau
papillomacular bundle menyebabkan kehilangan penglihatan sentral dan dapat terjadi ablasio
retina.
V.

PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi uveitis adalah mencegah komplikasi yang mengancam penglihatan,

menghilangkan keluhan pasien, dan jika mungkin mengobati penyebabnya. Ada empat
kelompok obat yang digunakan dalam terapi uveitis, yaitu midriatikum, steroid, sitotoksik,
dan siklosporin. Sedangkan uveitis akibat infeksi harus diterapi dengan antibakteri atau
antivirus yang sesuai.
a. Kortikosteroid topikal, periokuler, sistemik (oral, subtenon, intravitreal) dan
sikloplegia
b. Pemberian antiinflamasi non steroid

c. Pemberian obat jenis sitotoksik seperti

ankylating agent (siklofosfamid,

klorambusil), antimetabolit (azatrioprin, metotrexat) dan sel T supresor


(siklosporin)
d. Terapi operatif untuk evaluasi diagnostik (parasentesis, vitreus tap dan biopsi
korioretinal untuk menyingkirkan neoplasma atau proses infeksi) bila diperlukan.
e. Terapi untuk memperbaiki dan mengatasi komplikasi seperti katarak, mengontrol
glaukoma dan vitrektomi.
f. Midriatikum berfungsi untuk memberikan kenyamanan pada pasien, mencegah
pembentukan sinekia posterior, dan menghancurkan sinekia. Memberikan
kenyamanan dengan mengurangi spasme muskulus siliaris dan sfingter pupil
dengan menggunakan atropin. Atropin tidak diberikan lebih dari 1-2 minggu.
g. Steroid topikal hanya digunakan pada uveitis anterior dengan pemberian steroid
kuat, seperti dexametason, betametason, dan prednisolon. Komplikasi pemakaian
steroid adalah glaukoma, posterior subcapsular cataract, komplikasi kornea, dan
efek samping sistemik
VI.

DIAGNOSIS BANDING
Penting untuk menentukan apakah lesi yang terjadi akibat inflamasi, tumor, proses

vaskuler, atau proses degenerasi. Meksipun flare dan sel di COA merupakan tanda utama
uveitis, tapi bukan merupakan suatu tanda diagnostik pasti uveitis karena proses nekrotik atau
metastasis neoplasma juga dapat menyebabkan proses inflamasi. Debris seluler vitreus juga
dapat terjadi akibat proses degeneratif seperti retinitis pigmentosa atau retinal detachment.
Beberapa kelainan yang sering di kelirukan dengan uveitis antara lain :
a. Konjungtivitis dibedakan dengan adanya sekret dan kemerahan pada konjungtiva
b. Keratitis di bedakan dengan adanya pewarnaan atau defek pada epitel atau adanya
penebalan atau infiltrat pada stroma
c. Glaukoma akut sudut tertutup ditandai dengan peningkatan tekanan intra okular,
kekeruhan dan edema kornea dan sudut bilik mata depan yang sempit.
VII.

KOMPLIKASI
Komplikasi terpeting yaitu terjadinya peningkatan tekanan intraokuler (TIO) akut

yang terjadi sekunder akibat blok pupil (sinekia posterior), inflamasi, atau penggunaan
kortikosteroid topikal. Katarak juga dapat terjadi akibat pemakaian kortikosteroid.
Penggunaan siklopegik dapan mengganggu akomodasi pada pasien yang berusia diatas 45
tahun. Peningkatan TIO dapat menyebabkan atrofi nervus optikus dan kehilangan penglihatan

permanen. Komplikasi lain meliputi corneal band-shape keratopathy, katarak, pengerutan


permukaan makula, edema diskus optikus dan makula, edema kornea, dan retinal detachment.

VIII. PROGNOSIS
Prognosis uveitis tergantung pada banyak hal diantaranya derajat keparahan, lokasi,
dan penyebab peradangan. Secara umum, peradangan yang berat perlu waktu lebih lama
untuk sembuh serta lebih sering menyebabkan kerusakan intraokular dan kehilangan
penglihatan dibandingkan dengan peradangan ringan atau sedang. Selain itu uveitis anterior
cenderung lebih cepat merespon pengobatan dibandingkan dengan uveitis intermediet,
posterior atau difus. Umumnya kasus uveitis anterior prognosisnya baik bila di diagnosis
lebih awal dan diberi pengobatan yang tepat. Prognosis visual pada iritis kebanyakan pulih
dengan baik tanpa adanya katarak, glaukoma dan uveitis posterior. Keterlibatan retina, koroid
atau nervus optikus cenderung memberi prognosis yang lebih buruk.

DAFTAR PUSTAKA

Vaughan & Asbury. 2007. Oftalmologi Umum Edisi 17 (hl 150-153). Jakarta : EGC.
Ilyas, H. Sidarta, prof, dr. 2005. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3 (hl 6-10, 172-174, 199).

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Diagnosis etiologik uveitis anterior (diakses

tanggal

16

Februari

2012)

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14DiagnosisEtiologik087.pdf/14DiagnosisEtiologik

087.pdf
Uveitis Anterior http://yumizone.wordpress.com/2009/02/24/uveitis-anterior/ (di akses

tanggal 18 Februari 2012)


Uveitis anterior granulomatosa http://www.scribd.com/doc/79552912/13/Uveitis-

anterior-granulomatosa (di akses tanggal 19 Februari 2012)


Iritis dan Uveitis http://emedicine.medscape.com/article/798323-overview (di akses
tanggal

Anda mungkin juga menyukai