Anda di halaman 1dari 22

PENDAHULUAN

Dulu penyakit stroke hanya menyerang kaum lanjut usia (lansia). Seiring dengan
berjalannya waktu, kini ada kecenderungan bahwa stroke mengancam usia produktif bahkan
di bawah usia 45 tahun. Penyakit stroke pun ternyata bisa menyerang siapa saja tanpa
memandang jabatan ataupun tingkatan sosial ekonomi.1 Stroke adalah keadaan darurat medis
dan dapat menyebabkan kerusakan neurologis yang permanen, komplikasi, dan kematian. Ini
adalah penyebab utama kecacatan orang dewasa di Amerika Serikat dan Eropa dan penyebab
utama kedua kematian di seluruh dunia.2 Pengobatan yang tepat dapat meningkatkan
kemungkinan bertahan hidup dan meningkatkan tingkat pemulihan yang dapat diharapkan.
Peningkatan pengobatan dari semua jenis stroke telah menghasilkan penurunan drastis dalam
tingkat kematian dalam beberapa dekade terakhir.3
Stroke sebelumnya dikenal medis sebagai kecelakaan serebrovaskular atau
cerebrovascular accident (CVA), adalah kerusakan yang cepat dari fungsi otak akibat
gangguan pada suplai darah yang menuju ke otak. Hal ini dapat disebabkan oleh iskemia
yang disebabkan oleh penyumbatan (trombosis, emboli arteri), atau perdarahan (kebocoran
darah).4 Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah adanya tanda-tanda klinik
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler.5
Menurut WHO, rehabilitasi ialah semua tindakan yang ditujukan untuk mengurangi
dampak disabilitas/handicap, agar memungkinkan penyandang cacat berintegrasi dengan
masyarakat. Prinsip rehabilitasi medik pada stroke ialah mengusahakan agar sedapat mungkin
pasien tidak bergantung pada orang lain.6 Tujuan rehabilitasi stroke adalah lebih ke arah
meningkatkan

kemampuan

fungsionalnya

daripada

ke

arah

memperbaiki

defisit

neurologisnya.7
Dalam penanganan penderita diperlukan adanya satu tim yang terdiri dari berbagai
disiplin keahlian, agar tercapai hasil yang sebaik-baiknya. Tim rehabilitasi medik terdiri dari
dokter, fisioterapis, terapi okupasi, ortotis prostetis, ahli bina wicara, psikolog, pekerja sosial
medik, dan perawat rehabilitasi.6

TINJAUAN PUSTAKA
I.

Definisi
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskuler (Hendro Susilo, 2000).4
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, cepat
berupa defisit neurologis vokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih dan
langsung menimbulkan kematian. Semata-mata disebabkan oleh peredaran darah otak
non traumatik (Mansjoer A. Dkk).4
Stroke adalah kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan oleh
gangguan suplai darah ke bagian otak (Brunner & Sudarth, 2000).4
Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa stroke adalah
kematian mendadak sebagian dari sel-sel otak akibat kekurangan oksigen. Stroke terjadi
ketika aliran darah ke otak mengalami kerusakan sehingga fungsi otak menjadi
terganggu. Hal ini disebabkan oleh penyumbatan atau pecahnya arteri yang menuju ke
otak.8

II.

Epidemiologi
Kasus stroke meningkat di negara maju seperti Amerika dimana kegemukan dan
junk food telah mewabah. Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi
750.000 kasus stroke baru di Amerika. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap 45
menit, ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke.9
Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah
jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh
no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Diperkirakan ada 500.000
penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali,
sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga
sisanya mengalami gangguan fungsional berat. Kecenderungannya menyerang generasi
muda yang masih produktif.9

Usia lanjut adalah salah satu faktor risiko stroke yang paling signifikan. 95%
stroke terjadi pada usia 45 tahun lebih dan 2/3 dari stroke terjadi pada usia >65 tahun.
Namun, sekarang stroke dapat terjadi pada semua usia.10
III. Klasifikasi
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan
menjadi :
1. Stroke Hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng
disebabkan pecahnya pembuluh darah otak.11 Pembuluh darah yang pecah
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di
otak dan merusaknya. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita
hipertensi.12 Umumnya terjadi pada saat melakukan aktivitas, namun juga dapat
terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling
banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol. 11 Stroke hemoragik terbagi
menjadi intracerebral hemorrhage (ICH), subarachnoid hemorrhage (SAH), dan
cerebral venous thrombosis.13
2. Stroke Non Hemoragik
Aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada
dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat di sepanjang
jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. 12 Dapat berupa iskemia, emboli,
spasme ataupun trombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat
cukup lama atau bangun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik
dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak.11 Hampir sebagian
besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.12
Klasifikasi Oxford Community Stroke Project (OCSP, juga dikenal sebagai Bamford
atau Klasifikasi Oxford) membaginya berdasarkan gejala awal dan episode stroke
yaitu total anterior circulation infarct (TACI), partial anterior circulation infarct
(PACI), lacunar infarct (LACI), dan posterior circulation infarct (POCI).14
Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan
penyakitnya, yaitu:11
1. TIA (Trans Ischemic Attack)

Yaitu gangguan neurologi sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan
gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. RIND (Reversible Ischemic Neurologis Deficit)
Gangguan neurologi setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1
minggu dan maksimal 3 minggu.
3. Stroke in Volution (Progressive Stroke)
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul
semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa
jam atau beberapa hari.
4. Stroke Komplit
Gangguan neurologi yang timbul bersifat menetap atau permanent.
IV. Etiologi
Penyebab stroke antara lain:15
1. Trombosis ( bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak )
2.

Embolisme serebral ( bekuan darah atau material lain )

3.

Iskemia ( Penurunan aliran darah ke area otak)

Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu:


1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:7
1) Umur, jenis kelamin, dan ras
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh
darah otak. Pria lebih cenderung terkena stroke dibanding wanita pada segala
umur. Namun wanita dua kali lebih mungkin menderita stroke

fatal daripada

pria. Perbedaan ras terdapat pada


insiden stroke. Orang Jepang dan Cina mempunyai angka stroke tertinggi di
dunia.
2) Faktor genetik
Adanya riwayat keluarga yang menderita stroke dapat meningkatkan risiko
terjadinya stroke pada anak-cucunya, faktor genetik yang menentukan dalam
timbulnya stroke masih belum jelas.
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:11
1) Hipertensi

Dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat


menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya trombus sehingga dapat
mengganggu aliran darah serebral.
2) Kelainan jantung / penyakit jantung
Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran
darah ke otak. Di samping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber
pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
3) Diabetes mellitus (DM)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yaitu terjadinya
peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya
serebral dan adanya kelainan mikrovaskuler sehingga berdampak juga terhadap
kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.
4) Polisitemia
Pada polisitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat
sehingga perfusi otak menurun.
5) Peningkatan kolesterol (lipid total)
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya
embolus dari lemak.
6) Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga
dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh
darah otak.
7) Merokok
Merokok akan menimbulkan plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga
terjadi aterosklerosis.
8) Kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk
kelenturan pembuluh darah (pembuluh darah menjadi kaku), salah satunya
pembuluh darah otak.
V.

Patogenesis
1. Stroke Non Hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh trombus atau
embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada
dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area
5

trombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks


iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus
yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada
arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi
gangguan neurologi fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding
pembuluh darah oleh emboli.11
2. Stroke Hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau
ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intrakranial yang
seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intrakranial yang tidak dapat
dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan tekanan intra kranial (TIK)
yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di
samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat
menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah
tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis
jaringan otak.11
VI. Manifestasi Klinis
Gejala stroke:1. Tiba-tiba mati rasa atau kelemahan pada lengan, wajah atau
kaki (terutama pada satu sisi tubuh)
2. Tiba-tiba kebingungan, kesulitan berbicara (pelo) atau memahami
pembicaraan
3. Tiba-tiba kesulitan melihat pada satu atau kedua mata; penglihatan
ganda
4. Tiba-tiba kesulitan berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan atau
koordinasi
5. Mendadak sakit kepala parah dengan tidak diketahui penyebabnya.16
6. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
7. Pergerakan yang tidak biasa
8. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih (inkontinensia urine)
9. Pingsan dan penurunan kesadaran.17
VII. Diagnosis Klinik

Diagnosis stroke biasanya ditegakkan berdasarkan anamnesis dari perjalanan


penyakit dan hasil pemeriksaan fisik. Anamnesis sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis. Sedangkan pemeriksaan fisik membantu menentukan lokasi kerusakan pada
otak.17 Pemeriksaan penunjang yaitu X-Foto Thorax, CT scan (paling sering tanpa
kontras tambahan), MRI scan , USG Doppler , dan arteriography.18 Untuk menilai
kesadaran penderita stroke dapat digunakan Glasgow Coma Scale (GCS).19
VIII. Pencegahan
Risiko stroke dapat dikurangi melalui perubahan gaya hidup, seperti berhenti
merokok, mengendalikan tekanan darah, berolahraga secara teratur, menjaga berat
badan tubuh, menghindari konsumsi alkohol yang berlebihan, mendapatkan
pemeriksaan rutin dan mengikuti saran dokter mengenai diet dan obat-obatan,
khususnya terapi hormon pengganti.20
IX.

Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi adalah semua upaya yang ditujukkan untuk mengurangi dampak
dari semua keadaan yang menimbulkan disabilitas dan/atau handicap serta
memungkinkan penyandang disabilitas dan/atau handicap untuk berpartisipasi serta
aktif dalam lingkungan keluarga atau masyarakat.7
Tujuan rehabilitasi stroke adalah lebih ke arah meningkatkan kemampuan
fungsionalnya daripada ke arah memperbaiki defisit neurologisnya, atau mengusahakan
agar penderita sejauh mungkin dapat memanfaatkan kemampuan sisanya untuk mengisi
kehidupan secara fisik, emosional, dan sosial ekonomi dengan baik.7
Menurut definisi WHO, jelaslah bahwa yang ditanggulangi rehabilitasi medik
adalah problem fisik dan psikis. Untuk mengatasi problem fisik yang berperan adalah
program fisioterapi dan terapi okupasi. Keduanya sebetulnya mempunyai kesamaan
dalam sasaran, dengan sedikit perbedaan bahwa terapi okupasi juga melatih aktivitas
kehidupan sehari-hari dan melakukan prevokasional untuk mengarahkan pasien pada
latihan kerja bila terpaksa alih pekerjaan.6
Program rehabilitasi medik pada penderita stroke:7
1. Fase Awal
Tujuannya adalah mencegah komplikasi sekunder dan melindungi fungsi yang
tersisa. Program ini dimulai sedini mungkin setelah keadaaan umum memungkinkan
dimulainya rehabilitasi. Hal-hal yang dapat dikerjakan adalah proper bed
7

positioning, latihan luas gerak sendi (LGS), stimulasi elektrikal dan setelah penderita
sadar dimulai penanganan emosional.
2. Fase Lanjutan
Tujuannya untuk mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi dan aktivitas
sehari-hari (AKS). Fase ini dimulai pada waktu penderita secara medik telah stabil.
Biasanya penderita dengan stroke trombotik atau embolik mobilisasi dimulai pada 23 hari setelah stroke. Penderita dengan perdarahan subarachnoid mobilisasi dimulai
10-15 hari setelah stroke. Program pada fase ini meliputi:7
1) Fisioterapi
a. Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot (kekuatan 2 ke
bawah)
b. Diberikan terapi panas superfisial (infra red) untuk melemaskan otot
c. Latihan gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu atau aktif tergantung dari kekuatan
otot
d. Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot
e. Latihan fasilitasi atau redukasi otot
f. Latihan mobilisasi.
2) Okupasi Terapi
Sebagian besar penderita stroke mencapai kemandirian dalam AKS, meskipun
pemulihan fungsi neurologis pada ektremitas yang terkena belum tentu baik.
Dengan alat bantu yang disesuaikan, AKS dengan menggunakan satu tangan
secara mandiri dapat dikerjakan, kemandirian dapat dipermudah dengan
pemakaian alat-alat yang disesuaikan.
3) Terapi Wicara
Penderita stroke sering menagalami gangguan bicara dan komunikasi. Ini dapat
ditangani oleh speech therapist dengan cara:
a. Latihan pernapasan (pre speech training) berupa latihan napas, menelan,
meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
b. Latihan di depan cermin untuk melatih gerakan lidah, bibir dan mengucapkan
kata-kata.
c. Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi mengucapkan
kata-kata.
d. Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.
4) Ortotik Prostetik
8

Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam membantu
transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering digunkan antara lain: arm
sling, hand sling, walker, wheel chair, knee back slap, short leg brace, cock-up,
ankle foot orthotic (AFO), knee ankle foot ortotic (KAFO).
5) Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui serial
fase psikologis, yaitu: fase syok, fase penolakan, fase peyesuaian dan fase
penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase tersebut secara cepat,
sedangkan sebagian lain mengalami secara lambat, berhenti pada satu fase,
bahkan kembali ke fase yang telah lewat. Penderita harus berada pada fase
psikologis yang sesuai untuk dapat menerima rehabilitasi.
6) Sosial Medik
Pekerjaan sosial medik dapat memulai pekerjaan dengan wawancara keluarga,
keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan lingkungan hidup
serta keadaan rumah penderita.
X.

Prognosis
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis:7
1. Saat mulainya rehabilitasi medik, program dimulai kurang dari 24 jam maka
pengembalian fungsi lebih cepat. Bila dimulai kurang dari 14 jam maka kemampuan
memelihara diri akan kembali lebih dahulu.
2. Saat dimulainya pemulihan klinis, prognosis akan lebih bururk bila ditemukan
adanya: 1-4 minggu gerak aktif masih nol (negatif); 4-6 minggu fungsi tangan belum
kembali dan adanya hipotonia dan arefleksia yang menetap.

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. DATA DASAR


1. Identitas
Nama

: Tn. BM

Agama

: Kristen Protestan

Jenis kelamin

:Laki laki

Suku

: NTT

Usia

: 54 tahun

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: BTN Furia

Pendidikan

: SMA

Status pernikahan : Menikah

Rujuk dari

: Praktek Sp. Saraf

No. Rekam Medik: 111084

No. BPJS

: 000153761499

No. Jamkespa

No. Jamkesmas : -

: -

2. Anamnesis
a. Keluhan utama : Kelemahan tubuh sisi kanan
b. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien merupakan kiriman dari prakterk dokter spesialis saraf. Dengan
diagnosa Stroke. Stroke yang terjadi pada tanggal 02 Januari 2016. Pasien
mengaku kelemahan anggota gerak kanan yang terjadi awalnya ketika sedang
beraktivitas membuat kue dan kelemahan anggota gerak tiba tiba terjadi.
Awalnya kelemahan dirasakan pada daerah wajah yang jatuh serta mati rasa
pada sebelah kanan, kemudian mulut mulai sulit di buka dan bicara mulai
pelo. Beberapa saat kemudian anggota gerak kanan seluruhnya mulai lemas
dan tidak dapat digerakkan. Kelemahan yang dirasakan sampai tidak bisa
memegang benda dan ketika jalan kaki harus di seret. Pasien mengaku tidak
ada kehilangan kesadaran, tidak ada kejang,
c. Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat jatuh (disangkal), Hipertensi (disangkal), Diabetes Mellitus (-),
Alergi (-). Riwayat kolesterol (+)

10

d. Riwayat kebiasaan:
Istri pasien mengaku sebelumnya pasien suka mengkonsumsi daging
dagingan dan sebelumnya saat acara tahun baru banyak makan daging
(rendang) serta jarang berolahraga.
3. Pemeriksaan fisik
a. General status

Compos mentis

GCS:12 E4V4M4

Right handed

Vital sign : BP: 130/90 mmHg; HR 82 x/min; RR 20 x/min; temp 36,7C

BMI: (BB/TB) = 65/ (1,58 x 1,58) = 26,03 (Normal; 18-23)

b. Kepala & leher : Anemia (-), Ikterus (-), sianosis (-), dispnea (-)
Thorax: Heart : Suara S1-S2 reguler, murmur (-)
Paru : Vesikuler (+/+) ; ronchi (-/-) ; Wheezing (-/-)
Abdomen : Supel (+), meteorismus (-), hepar- lien (tak teraba / tak teraba)
Ekstremitas : Akral hangat, oedema (-/-), deformitas (-/-), CRT 2
c.

Pemeriksaan fisik neurologis

Rangsan meningeal:
Kaku kuduk (-), kernig sign (-), lasseque sign (-), Brudzinski I (-),Brudzinski II (-)

Refleks Fisiologis
Reflex Bisep Normal, reflex trisep normal, reflex patella normal.

Reflex patologis
Babinsky (+), chaddock (-), Oppenheim (-)

d. Pemeriksaan Nervus cranialis:


N I Olfaktorius = + Normal
N II Optikus = + Normal
N III Okulomotorius = + Normal
N IV Trokhlearis = + Normal
N V Trigeminus = + Normal
N VI Abdusen = + Normal
N VII Fasialis= tampak adanya parese N VII sentralis. (ketika disuruh senyum pipi
kanan jatuh)
N VIII Akustikus= + Normal

11

N IX Glossofaringeus= + Normal
N X Vagus= + Normal
N XI aksesorius= + Normal
N XII Hipoglosus= tampak parese N XII lidah jatuh ke kanan.
e. Barthel Indeks skor

Activity
Score
FEEDING
0 = unable
5 = needs help cutting, spreading butter, etc., or requires modified diet
10 = independent

BATHING
0 = dependent
5 = independent (or in shower)

GROOMING
0 = needs to help with personal care

5 = independent face/hair/teeth/shaving (implements provided)

DRESSING
0 = dependent
5 = needs help but can do about half unaided
10 = independent (including buttons, zips, laces, etc.)

BOWELS
0 = incontinent (or needs to be given enemas)
5 = occasional accident
10 = continent

BLADDER

12

0 = incontinent, or catheterized and unable to manage alone


5 = occasional accident
10 = continent

10

TOILET USE
0 = dependent
5 = needs some help, but can do something alone
10 = independent (on and off, dressing, wiping)

TRANSFERS (BED TO CHAIR AND BACK)


0 = unable, no sitting balance
5 = major help (one or two people, physical), can sit
10 = minor help (verbal or physical)
15 = independent

MOBILITY (ON LEVEL SURFACES)


0 = immobile or < 50 yards
5 = wheelchair independent, including corners, > 50 yards
10 = walks with help of one person (verbal or physical) > 50 yards
15 = independent (but may use any aid; for example, stick) > 50 yards

STAIRS
0 = unable
5 = needs help (verbal, physical, carrying aid)
10 = independent

40

TOTAL (0100):

Referensi:
0-20

: Ketergantungan total
13

25-45

: Ketergantungan berat

50-75

: Ketergantungan sedang

80-95

: Ketergantungan ringan

100

: Mandiri

f.

Musculoskeletal Status

Hip

ROM
0

Flexion
Extension
Abduction
Adduction
Ext.Rotasion
Int.Rotasion

F/F (0 125 )
F /F (00 150)
F /F (00 450)
F/F (00 250)
F/F (00 450)
F /F (00 400)

Knee

ROM

MMT
3/5
3/5

F /F (00 1300)
F /F (1300 00)

Flexion
Extension

Ankle
Plantar Flexion
Dorso Flexion
Inversion
Eversion

ROM
0

ROM
Full/ Full
Full/ Full

Big Toe
Flexion
Extension

F /F (0 50 )
F /F (00 200)
F /F (00 350)
F /F (00 150)

Toes
Flexion
Extension

ROM
Full/ Full
Full/ Full

MMT
3/5
3/5
3/5
3/5
3/5
3/5

MMT
3/5
3/5
3/5
3/5
MMT
3/5
3/5
MMT
3/5
3/5

3.2. DIAGNOSA
a. Diagnosis :
Hemiparese Dextra et causa Post Stroke

b. Diagnosis fungsi :
14

Impairment : hemiparese dextra, afasia

Disability : ketidakmampuan berjalan, ketidak mampuan berkomunikasi, ketidak


mampuan melakukan perawatan diri

Handicap : Terganggu saat beraktivitas bekerja karena lemah anggota gerak

3.3. PROBLEM LIST


a. Medical : Stroke
b. Surgical: tidak ada
c. Rehabilitation Medicine :
R1 (Ambulation)

: Dependent

R2 (ADL)

: Ketergantungan berat

R3 (communication)

: Afasia motorik

R4 (Psychological)

: Kurang baik

R5 (Social Economy)

: (BPJS)

R6 (Vocational)

: Wirausaha

R7 (Others)

: Kelemahan tubuh sisi kanan

Tujuan penatalaksanaan terapi :


a. Immediate goals : mampu melakukan activity day living secara mandiri
b. Ultimate goals : Beraktivitas tanpa gangguan

3.4. MANAGEMENT
a. Medical problem : Stroke
b. P.Diagnosa : CT Scan/MRI
c. P.Terapi

: Terapi oleh dokter spesisalis saraf

d. PMonitoring: Kadar kolesterol darah dan Hipertensi


e. Rehabilitation Medicine problem :
15

R1 (Ambulation) : dependent
P.Diagnosa : Index MMT
P.Terapi: Latihan berjalan/gait training di parallel bar
P.Monitoring : Evaluasi MMT
P.Edukasi : Edukasi keluarga pasien agar melakukan terapi seperti Rom exercise di rumah

R2 (ADL) : Ketergantungan berat


PDx : pemeriksaan bartel dengan skor 40
PTx : Terapi Fisioterapi
Terapi Okupasi
PMx : Evaluasi index barthel
PEx : Edukasi agar rutin membawa pasien ikut terapi

R3 (Communication) : afasia motorik


PDx: Pemeriksaan Nervus Cranialis NXII
PTx: Terapi wicara
PMx: Evaluasi afasia
PEx: Edukasi keluarga pasien untuk terus dirangsang bicara dan diajak berkomunikasi

R4 (Psychological) : kurang baik


PDx : Tampak depresi dan gangguan kecemasan
PTx : Terapi tingkah laku positif bertujuan membantu pasien berpikiran positif
PMx : Monitoring perkembangan psikologis

16

PEx : Edukasi keluarga pasien untuk terus memberi semangat positif pada pasien

R5 (Social Economic): BPJS


PDx : (-)
PTx: (-)
PMx : (-)
PEx : (-)

R6 (Vocational) : Kesan baik


PDx: (-)
PTx : (-)
PMx : (-)
PEx : (-)

R7 (Others) : Kelemahan tubuh sisi kanan


PDx :
PTx: Latihan Penguatan anggota gerak atas dan anggota gerak bawah
1. Modalitas: Elektro Statis dan Infra Red
2. Rom exercise dan deep stroking massage
3. Reedukasi sensoris
PMx : MMT
PEx : Support Keluarga dan latihan di rumah

17

3.5. PROGNOSIS
a. Ad vitam

: dubia ad bonam

b. Ad Fungtionam

: dubia ad bonam

c. Ad Sanationam

: dubia ad bonam

BAB IV
PEMBAHASAN
18

Berdasarkan anamnesa, pasien datang dengan kelemahan anggota gerak kanan.


Kelemahan ini muncul tiba tiba. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan GCS 12, reflex babinsky
(+) parese N VII dan XII, barthel indeks skor 40.
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pasien di diagnosa
hemiparese dextra et causa post stroke.
Pada pasien stroke ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu:
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:7
1) Umur, jenis kelamin, dan ras
2) Faktor genetik
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:11
1) Hipertensi
2) Kelainan jantung / penyakit jantung
3) Diabetes mellitus (DM)
4) Polisitemia
5) Peningkatan kolesterol (lipid total)
6) Obesitas
7) Merokok
8) Kurang aktivitas fisik
Pada pasien ini, stroke disebabkan kemungkinan dikarenakan oleh peningkatan
kolesterol total (lipid total) dan kurangnya aktivitas fisik. Dimana hai ini sesuai dengan
pengakuan istri pasien yang mengatakan pasien mempunyai kebiasaan makan daging dan
jarang berolahraga.
Untuk mengatasi keluhan kelemahan anggota gerak kanan yang terjadi pada pasien,
direncanakan program terapi yang harus dilakukan pasien, diantaranya :
-

Pemberian galvanic stimulant pada otot otot anggota gerak kanan atas dan bawah

Pemberian Infra red

19

Deep stroking massage anggota gerak kanan atas dan bawah

ROM exercise dan ankle pumping


-

20

Reedukasi sensoris

Terapi galvanik digunakan untuk :


1. Stimulasi otot sehingga timbul kontraksi otot, dengan tujuan penguatan atau
mempertahankan kekuatan otot.
2. Iontophoresis aatau ionisasi yaitu memasukkan bahan obat secara lokal melalui kulit.
3. Medical galvanism atau anodal galvanism, bertujuan menghilangkan nyeri dan
mengurangi pembengkakan jaringan.
Terapi galvanik diberikan untuk merangsang kontraksi otot yang hilang pada pasien stroke
dengan kelemahan anggota gerak.
Pada pasien ini juga diberikan terapi Infra red yang berujuan memberikan rangsang panas
superfisial pada otot anggota gerak yang mengalami kelemahan.
Pemberian exercise yang berupa gerak pasif gentle seperti deep stroking massage dan sedikit
diberikan soft stretching seperti ROM exercise dan ankle pumping akan menimbulkan pumping action
sehingga memperkecil efek kontraktur pada jaringan lunak (otot, tendon, ligamen), memberikan
sirkulasi dan vascularisasi yang dinamis dan memelihara fisiologis otot. Sehingga adanya disability
dapat dicegah melalui exercise. Hai ini juga mampu meningkatkan postural tonus melalui aktivitas
sekitar sendi.
Selain itu pasien juga mendapat terapi berupa reedukasi sensoris menggunakan sikat halus,
terapi ini merujuan untuk merangsang kembali saraf saraf sensoris di permukaan kulit yang sempat
tidak berfungsi karena serangan Stroke.

Keluarga pasien juga diberikan edukasi untuk melakukan latihan latihan tadi di rumah
untuk terus mempertahankan dan merangsang kembali tonus otot yang hilang akibat stroke.
Terapi dilakukan sambil dievaluasi kemajuan hasil terapi, yakni dengan pemantauan
kekuatan otot. Setelah beberapa kali pengobatan fisioterapi rutin, pasien menunjukkan
perubahan yang cukup baik, dengan perbaikan kekuatan otot.

21

22

Anda mungkin juga menyukai