Case Resus Rane
Case Resus Rane
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir
dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan factor terpenting
yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin. Penilaiian
statistic dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan
merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh
Drage dan Brendes yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi
hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi.1
Working Diagnosis
Asfiksia Neonatorum
Asfiksia adalah ketidakmampuan bayi baru lahir untuk bernapas pada waktu 60 detik
pertama.Asfiksia kelahiran merupakan konsekuensi dari hipoksia intrapartum dimana bayi
mebutuhkan resusitasi lebih lanjut.1
SKOR APGAR
Virginia Apgar menemukan system pengukuran yang sederhana dan handal untuk derajat stress
intrapartum saat lahir.Kegunaan utama system skor ini adalah untuk memaksa pemeriksa
memeriksa anak secara sistematis dan untuk mengevaluasi nerbagai factor yang mungkin
berkaitan dengan dengan masalah kardiopulmonal.Skor 0,1,atau 2 diberikan pada masing-masing
dari kelima variable,1 dan 5 menit setelah lahir.Skor 10 berarti bahwa seluruh tubuh bayi
berwarna merah muda dan memiliki tanda vital normal,sedangkan skor 0 berarti bahwa bayi
apnea dan tidak memiliki denyut jantung.Terdapat hubungan terbalik antara skor Apgar dengan
derajat asidosis serta hipoksia.Skor 4 atau kurang pada usia 1 menit berhubungan dengan
peningkatan insidensi asidosis,sedangkan skor 8-10 biasanya berhubungan dengan ketahanan
hidup yang normal.Skor 4 atau kurang pada 5 menit berhubungan dengan peningkatan insidensi
asidosis,distress pernapasan,serta kematian.Meskipun demikian,banyak neonates yang lahir
dengan skor Apgar rendah ternyata tidak asidotik.Pada beberapa kasus,asfiksia terjadi
sedemikian akutnya sampai tidak dicerminkan dalam pH darah.Selain itu,proses lain selain
asfiksia (prematuritas ekstrem sendiri,anestesi atau sedasi ibu,dan patologi
ssp) dapat
menghasilkan skor yg rendah.Terlepas dari factor penyebabnya,skor Apgar yang tetap rendah
segera
setelah lahir.Bayi yang tidak dapat melakuka hal tersebut atau bayi dengan tonus otot yang
lemah biasanya asfiksia,mengalami depresi akibat obat,atau menderita kerusakan system
saraf pusat.
Kepekaan Refleks
Respons normal pada pemasukan kateter ke dalam faring posterior melalui lubang hidung
adalah menyeringai,batuk,atau bersin.
Warna Kulit
Hampir semua bayi berwarna biru saat lahir.Mereka berubah menjadi merah muda setelah
tercapai ventilasi yang efektif.Hamoir semua bayi memiliki tubuh serta bibir yang berwarna
merah muda,tetapi sianotik pada tangan serta kakinya (akrosianosis) 90 detik setelah
lahir.Sianosis
menyeluruh
setelah
90
detik
terjadi
pada
curah
jantung
yang
hipoplastik,hernia
persisten.Kebanyakan
bayi
yang
diafragmatika,dan
pucat
saat
lahir
hipertensi
mengalami
pulmonal
vasokonstriksi
Warna kulit
Tubuh kemerahan,
Seluruh tubuh
Laju
pucat
ekstremitas biru
kemerahan
Tidak ada
<100
>100 x/ menit
Tidak bereaksi
Gerakan sedikit
Reaksi melawan
Tidak ada
Ekstremitas fleksi
Gerakan aktif
pergerakan
sedikit
Tidak ada
Lambat
jantung
Refleks
Tonus otot
Usaha
Menangis kuat
napas
Bayi-bayi ini biasanya berespons terhadap ventilasi kantong serta sungkup. Jika tidak, bayi harus
ditangani sebagai bayi dengan skor 0-2. Selain itu, pertimbangkan juga pemberian nalokson jika
ibu meminum narkotik.
Skor Apgar 0-2 pada Usia 1 Menit
Bayi-bayi ini mengalami asfiksia berat, memerlukan ventilasi segera, dan mungkin memerlukan
pemijatan jantung serta bantuan sirkulasi. Jika ventilasi menggunakan sungkup serta kantong
tidak segera berhasil, lakukan intubasi trakea dan kembangkan serta ventilasikan paru dengan
oksigen yang cukup (biasanya 80-100%) untuk mempertahankan Pa02 atau saturasi oksigen
yang normal (87-92% untuk bayi prematur dan 92-97% untuk neonatus cukup bulan).
Pengembangan yang sama di antara kedua apeks dada saat inspirasi menunjukkan ventilasi
kedua paru; ini merupakan tanda yang lebih baik daripada auskultasL Bunyi napas bilateral
tidak memastikan bahwa kedua paru mendapat ventilasi karena bunyi napas dihantarkan dengan
baik pada dada yang kedl, bahkan bila ada atdcktasis atau pneumotoraks. Bila ventilasi adekuat,
frekuensi denyut jantung meningkat dan sianosis menghilang, kecuali terdapat acidosis
metabolik yang berat. Pengukuran pH arteri, PaC02 dan PaC^ adalah satu-satunya cara yang
handal dalaro menilai ventilasi yang adekuat. Untuk mulai mengembangkan paru, mungkin
diperiukan tekanan sebesar 30-40 an H2(\ tetapi tekanan sebesar 20-30 cm HzO biasanya sudah
mencukupl Begitu para mengembang, ventilasi yang adekuat biasanya dapatdicapai dengan
tekanan kurang dari 20 cm H2Q. Pada 2 menit pertama resusitasi, tekanan inflasi
(pengembangan) haras dipertahankan seJama 1-2 detik pada setiap napas kesepuluh untuk
mengembangkan alveoli seita meredis tribusi ventilasi dari segmen paru yang terventilasi baik
ke segmen yang terventilasi buruk. Tekanan akhir-ekspirasi positif (PEEP, positive end-expiratory
pressure) sebesar 3-5 cm H20 mungkin perlu dipertahankan untuk mempertahankanoksigenasi
yang adekuat.
Ventilasi kantong-dan-sungkup tidak seefektifventilasi melalui pipa endotrakea, khususnya
bila terdapat penyakit paru bermakna. VentOasi kantong-dan-sungkup sering mendistensi
lambungdengan udara, yang mengangkat diafragma dan membatasi ventilasi. Oleh karena itu,
lambung harus didekompresi menggunakan pipa orogastrik seJama ventilasi kantong-dansungkup. Keputusan untuk melanjutkan dengan intubasi trakea didasarkan pada temuan klinis
serta keterampiJan orang yang mdakukan intubasi.3,4
5
6. Korioamnionitis
7. Ketuban pecah lama (>18 jam sebelum persalinan)
8. Partus lama (>24 jam)
9. Kala 2 lama (>2 jam)
10. Makrosomia
11. Bradikardia janin persisten
12. Frekuensi jantung janin yang tidak beraturan
13. Pengguna anestesi umum
14. Hiperstimulasi uterus
15. Pengguna obat narkotik dalam 4 jam/kurang sebelum persalinan
16. Air ketuban hijau kental bercampur mekonium
17. Prolaps tali pusat
18. Solusio plasenta
19. Plasenta previa
20. Perdarahan intrapartum
Stabilisasi
2.
Ventilasi
3.
Kompresi dada
4.
Penggunakan medikasi
Setiap langkah memerlukan waktu 30 detik untuk menuju ke langkah berikutnya. Untuk menuju
ke langkah berikutnya diperlukan penilaian terhadap respirasi, detak jantung, dan kulit bayi.
7
Contohnya, apnea dan gasping merupakan indikasi bantuan ventilasi. Peningkatan atau
penurunan detak jantung dapat menunjukkan kondisi perbaikan atau perburukan. Sianosis
sentral, penurunan cardiac output, hipotermia, asidosis, atau hipovolemia merupakan indikasi
dari resusitasi lebih lanjut.2,7
1. Menghangatkan
Termoregulasi merupakan aspek penting dari langkah awal resusitasi. Hal ini dapat dilakukan
dengan meletakkan neonatus di bawah radiant warmer. Sebaiknya bayi yang diletakkan di
9
bawah radiant warmer dibiarkan tidak berpakaian agar dapat diobservasi dengan baik serta
mencegah terjadinya hipertermi. Bayi yang dengan berat kurang dari 1500 gram, mempunyai
risiko tinggi terjadinya hipotermi. Untuk itu, sebaiknya bayi tersebut dibungkus dengan plastik,
selain diletakkan di bawah radiant warmer. Tujuan dari resusitasi neonatus yaitu untuk mencapai
normotermi dengan cara memantau suhu, sehingga tidak terjadi hipertermi iatrogenik.2,6
2. Memposisikan Kepala dan Membersihkan Jalan Nafas
Setelah diletakkan di bawah radiant warmer, bayi sebaiknya diposisikan terlentang dengan
sedikit ekstensi pada leher pada posisi sniffing position.
dibersihkan. Jika tidak ada mekonium, jalan nafas dapat dibersihkan dengan hanya menyeka
hidung dan mulut dengan handuk, atau dapat dilakukan suction dengan menggunakan bulb
syringe atau suction catheter jika diperlukan. Sebaiknya dilakukan suction terhadap mulut lebih
dahulu sebelum suction pada hidung, untuk memastikan tidak terdapat sesuatu di dalam rongga
mulut yang dapat menyebabkan aspirasi. Selain itu, perlu dihindari tindakan suction yang terlalu
kuat dan dalam karena dapat menyebabkan terjadinya refleks vagal yang menyebabkan
bradikardi dan apneu. 2,7
sniffing position
source : http://www.cgmh.org.tw/intr/intr5/c6700/N%20teaching/Neonatal%20Resuscitation
%20Supplies%20and%20Equipment.html//
10
Jika terdapat mekonium tetapi bayinya bugar, yang ditandai dengan laju nadi lebih dari
100 kali per menit, usaha nafas dan tonus otot yang baik, lakukan suction pada mulut dan
hidung dengan bulb syringe ( balon penghisap ) atau kateter penghisap besar jika diperlukan. 5,7
Pneumonia aspirasi yang berat merupakan hasil dari aspirasi mekonium saat proses
persalinan atau saat dilakukan resusitasi. Oleh karena itu, jika bayi menunjukan usaha nafas
yang buruk, tonus otot yang melemah, dan laju nadi kurang dari 100 kali per menit, perlu
dilakukan suction langsung pada trachea dan harus dilakukan secepatnya setelah lahir. Hal ini
dapat dilakukan dengan laringoskopi langsung dan memasukan kateter penghisap ukuran 12
French (F) atau 14 F untuk membersihkan mulut dan faring posterior, dilanjutkan dengan
memasukkan endotracheal tube, kemudian dilakukan suction. Langkah ini diulangi hingga
keberadaan mekonium sangat minimal. 5,6,7
Source : http://www.firstaidmonster.com/popup_image.php/pID/7122
sumber:
11
http://healthprofessions.missouri.edu/cpd/RT/CRCE/nrpinfo.php
Sumber : http://journal.medscape.com/content/1999/00/43/71/437101/437101_fig.html
12
Penelitian laboratotium menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital pertama yang
berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen. Setelah periode awal pernapasan yang cepat
maka peride selanjutnya disebut apnu primer. Rangsangan seperti mengeringkan atau menepuk
telapak kaki akan menimbulkan pernapasan.7
Walaupun demikian bila kekurangan oksigen terus berlangsung, bayi akan melakukan beberapa
usaha bernapas megap megap dan kemudian masuk ke dalam periode apnu sekunder. Selama
masa apnu sekunder, rangsangan saja tidak akan menimbulkan kembali usaha pernapasan bayi
baru lahir. Bantuan pernapasan dengan ventilasi tekanan positif harus diberikan untuk mengatasi
masalah akibat kekurangan oksigen. Frekuensi jantung akan mulai menurun pada saat bayi
mengalami apnu primer , tekanan darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu sekunder.7
sumber : http://healthprofessions.missouri.edu/cpd/RT/CRCE/nrpinfo.php
13
Penilaian warna kulit dapat dilakukan dengan memperhatikan bibir dan batang tubuh bayi untuk
menilai ada tidaknya sianosis sentral. Sianosis sentral menandakan terjadinya hipoksemia,
sehingga perlu diberikan oksigen tambahan. Jika masih terjadi sianosis setelah diberikan oksigen
tambahan, ventilasi tekanan positif perlu dilakukan, bahkan dengan laju nadi lebih dari 100 kali
per menit. Jika sianosis sentral masih terjadi dengan ventilasi tekanan positif yang adekuat, perlu
dipikirkan adanya penyakit jantung bawaan atau adanya hipertensi pulmoner yang persisten.
14
Standar oksigen yang digunakan dalam resusitasi neonatus yaitu oksigen 100%. Terdapat
penelitian yang meneliti penggunaan udara ruangan (oksigen 21%) dan oksigen 100% untuk
resusitasi neonatus.
Penggunaan oksigen memiliki efek samping seperti dapat merusak paru-paru dan
jaringan, terutama pada bayi prematur. Hal ini menyebabkan direkomendasikannya penggunaan
oksigen dengan konsentrasi kurang dari 100%, yang dapat diperoleh dengan menggunakan
oxygen blender yang dapat mencampur oksigen dan udara untuk menghasilkan konsentrasi udara
yang diinginkan. Pada bayi yang menderita penyakit jantung bawaan, penggunaan oksigen 100%
dapat mengganggu perfusi jaringan. Secara umum, saturasi oksigen harus dijaga antara 85-95%,
dimana 70-80% didapatkan pada menit awal kehidupan. 7,8
Pemberian oksigen tambahan juga diberikan pada bayi yang memerlukan ventilasi
tekanan positif. Indikasi dari ventilasi tekanan positif dengan oksigen tambahan antara lain:
1.
2.
Laju nadi kurang dari 100 kali per menit setelah 30 detik
3.
sumber :
http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u04/u0
4b_p01.html//
sumber :
www.emergent.in/images/Neopuff.gif
15
Self-inflating bags
2.
Flow-inflating bag
3.
T-piece resuscitator
4.
5.
Endotracheal tube
Self-inflating bags merupakan alat yang paling banyak dipakai dalam ventilasi manual. Alat ini
memiliki katup pengaman yang menjaga tekanan inflasi sebesar 35 cm H2O. Namun katup
pengaman ini kurang efektif bila digunakan terlalu kuat. Positive End-Expiratory Pressure
(PEEP) dapat diberikan apabila katup PEEP disambungkan. Tetapi self-inflating bags tidak
dapat menggunakan CPAP. Selain itu, self-inflating bags tidak dapat digunakan untuk
16
mengalirkan
oksigen
aliran
bebas
(free-flow
oxygen).
Sumber : http://www.nzdl.org/gsdl/collect/who/archives/HASH0176.dir/p05.gif
Flow-inflating bags atau balon tidak mengembang sendiri dapat mengembang apabila ada
sumber gas. Alat ini tidak memiliki katup pengaman, namun dengan alat ini dapat dilakukan
PEEP atau CPAP karena adanya katup yang dapat mengatur aliran udara. Selain itu, dengan alat
ini dapat dialirkan oksigen aliran bebas dan lebih baik dalam resusitasi neonatus.
T-piece resuscitator merupakan alat yang dapat mengatur aliran udara serta juga dapat
membatasi tekanan yang diberikan. Tekanan inflasi yang diinginkan dan waktu inspirasi lebih
stabil dengan alat ini dibandingkan dengan self-inflating bags dan flow-inflating bags. Selain itu,
dengan alat ini dapat dilakukan PEEP dan dapat mengalirkan oksigen aliran bebas.
Laryngeal mask airway (LMA) merupakan alat yang dapat digunakan
apabila penggunaan
2.
3.
4.
Penggunaan Epinefrin
5.
Untuk mengurangi terjadinya hipoksia saat melakukan intubasi, sebaiknya dilakukan preoksigenasi, dengan cara memberikan oksigen aliran bebas selama 20 detik. Biasanya digunakan
blade yang lurus pada tindakan ini. Blade no.1 digunakan untuk bayi aterm, no.0 untuk bayi
preterm, dan no.00 untuk bayi yang sangat preterm. Ukuran dari endotracheal tube dipilih
berdasarkan berat dari neonatus. 9
Posisi dari endotracheal tube yang benar dapat ditandai dengan peningkatan laju nadi, adanya
pengeluaran CO2, terdengarnya suara nafas, pergerakan dinding dada, adanya embun pada
selang, dan tidak ada distensi abdomen saat ventilasi. Apabila tidak ada peningkatan dari laju
nadi dan tidak ada pengeluaran CO2, posisi dari endotracheal tube harus diperiksa dengan
laringoskop. 7,9
Ukuran ET
Berat (gram)
2,5
<1000
<28
3,0
1000-2000
28-34
3,5
2000-3000
34-38
3,5-4,0
>3000
> 38
Kompresi Dada10
Kompresi dada harus dilakukan apabila laju nadi kurang dari 60 kali per menit walaupun
sudah dilakukan ventilasi secara adekuat dengan pemberian oksigen tambahan selama 30 detik.
Kompresi dada harus dilukan dengan kecepatan
kompresi dengan ventilasi 3:1 (90:30). Kompresi dilakukan di bawah sela iga ketiga dengan
kedalaman sepertiga dari diameter anterior dan posterior. Ada 2 cara yang dapat digunakan, yaitu
dengan metode 2 jari (2 finger method) dan metode ibu jari ( thumb method).
18
Metode ibu jari lebih direkomendasikan karena tidak cepat lelah dan dapat mengatur
kedalaman tekanan dengan baik. Selain itu, menurut beberapa penelitian, metode tangan
melingkari dada menghasilkan tekanan sistolik, diastolik, mean arterial pressure, dan perfusi
jaringan yang lebih baik daripada metode 2 jari. Metode 2 jari digunakan apabila dibutuhkan
akses ke umbilikus untuk memasang umbilical catheter.
Setelah dilakukan kompresi dada selama 30 detik, lakukan penilaian kembali terhadap
laju nadi, laju pernafasan, dan warna kulit. Kompresi dada harus dilakukan sampai laju nadi
lebih dari atau sama dengan 60 kali per menit secara spontan.
Penghentian Resusitasi 10
Di dalam persalinan, ada kondisi dimana tidak dilakukan resusitasi, antara lain bayi
dengan masa gestasi kurang dari 23 minggu, bayi dengan berat lahir kurang dari 400 gram,
anencephaly, dan bayi yang dipastikan menderita trisomi 13 dan 18. Sedangkan penghentian
resusitasi dapat dilakukan apabila tidak terjadi sirkulasi spontan dalam waktu 15 menit.
19
OBAT-OBATAN
1. Epinefrin
Epinefrin sangat penting penggunaannya dalam resusitasi, terutama saat oksigenasi dengan
ventilasi dan kompresi dada tidak mendapatkan hasil yang memuaskan. Epinefrin dapat
menyebabkan vasokontriksi perifer, meningkatkan kontraktilitas jantung, dan meningkatkan
frekuensi jantung. Dosis yang digunakan 0.01-0.03 mg/kg yang dapat diberikan IV atau dosis
yang lebih tinggi 0.03 sampai 0.1 mg/kg melalui pipa endotrakeal. Pemberian ini dapat diulang
setiap 3-5 menit sekali. 2,3,13
2. Volume expanders
pada neonatus yang membutuhkan resusitasi, harus dipikirkan kemungkinan terjadinya
hipovolemia terutama pada neonatus dengan respons yang tidak adekuat terhadap resusitasi yang
diberikan. Volume expanders yang dapat digunakan whole blood O-rh negative 10ml/kg, atau
Ringer Lactate 10ml/kg, dan normal saline 10 ml/kg. Semuanya ini dapat diberikan secara intra
vena selama 5-10 menit. 2,3
3. Naloxone hydrochloride
Merupakan antagonis opioid yang sebaiknya diberikan pada neonatus dengan depresi nafas yang
tidak responsif terhadap resusitasi ventilasi yang sebelumnya lahir dari ibu dengan mendapatkan
narkotik 4 jam sebelum kelahiran. Dosis yang diberikan 0.1 mg/kg secara IV ataupun melalui
pipa endotrakeal. Dosis ini dapat diulangi setiap 5 menit apabila dibutuhkan. 2,3
4. Dextrose
Glukosa darah sewaktu harus diperiksa setidaknya 30 menit setelah lahir pada neonatus yang
mengalami asfiksia, neonatus yang lahir dari ibu dengan diabetes, atau prematur. Bolus dextrosa
10% diberikan dengan dosis 1-2 ml/kg IV dan selanjutnya dapat diberikan dextrosa 10% dengan
laju 4-6ml/kg/menit (80-100ml/kg/hari) 2,3
20
KOMPLIKASI
Sistem organ
terjadi
Otak
Apnue
Kejang
Pemantauan apnue
Bantuan ventilasi kalau
perlu,
Pemantauan gula darah,
elektrolit, pencegahan
hipotermi, pertimbangkan
terapi anti kejang.
Paru-paru
Hipertensi pulmoner
Pneumonia
Pneumotoraks
Takipneu transien
Sindrom aspirasi mekonium
Defisiensi surfaktan
Kardiovaskular
Hipotensi
Ginjal
Gastrointestinal
Ileus
Entrokolitis
Nekrotikans
21
parenteral.
Metabolik / hematologic
Hipoglikemia
Hipokalsemia
Hiponatremia
Anemia
Trombositopenia
Prognosis
(a) Asfiksia ringan : tergantung pada kecepatan penatalaksanaan.
(b) Asfiksia berat : dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama kelainan saraf.
Asfiksia pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis
permanen, misalnya restardasi mental.8
Seorang pasien perempuan berusia 30 tahun datang ke bangsal kebidanan kelas II tanggal
1 April 2016 dengan identitas pasien :
Nama
: Ny. M
Usia
: 30 tahun
Alamat
: Padang
Pekerjaan
Agama
: Islam
22
Status Menikah
: Menikah
Pendidikan
: SMA
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Pasien rujukan dari Bidan dengan diagnosis G1P0A0H0 gravid atrem 38-39
minggu + HbSAg (+) + Janin hidup tunggal intra uterin
Riwayat Penyakit Sekarang :
-
TP : 9 April 2016
Riwayat kehamilan :
1. Ini adalah kehamilan pertama pasien
Riwayat Menstruasi : Menarche pada usia 13 tahun, siklus teratur 1x 28 hari, lama haid
5-7 hari, 2-3x ganti duk perharinya.
23
Os tidak memiliki riwayat penyakit jantung, Ginjal, lien, paru, diabetes melitus, dan
hipertensi.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
: Sakit sedang
Nadi
: 84 kali/menit
Kesadaran
: Komposmentis kooperatif
Nafas
: 18 kali/menit
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
Suhu
: Afebris
STATUS GENERALISATA
Kepala
Mata
Leher
KGB.
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor
24
Palpasi
Perkusi
: Status gynekologi
Genitalia
: Status gynekologi
Ekstremitas
Status Gynekologi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: Teraba masa padat kenyal sebesar bola takraw, fluktuasi (+), NT (-), NL (-),
Defans Muskular (-)
Perkusi
: Timpani
Diagnosis Kerja : G1P0A0H0 gravid aterm 38-39 minggu + HbSAg (+) + Janin hidup tunggal
intraa uterin presentasi kepala
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium (2 April 2016) :
25
Hb
: 11,8 gr/dl
Hematokrit
: 22%
Leukosit
: 12.700 mm3
Gula Darah
: 145
Trombosit
: 257.000 mm3
Tatalaksana
-
SC
: By. Mira
:1
Umur
: 0 hari
Alamat
: Padang
ANAMNESIS
Telah dilahirkan seorang bayi laki-laki berusia 0 hari pada tanggal 4 April 2016 pukul
10.30 WIB di ruang operasi RSUP DR.M.Djamil Padang dengan:
26
Neonatus berat badan lahir cukup 3200gram, panjang badan 49 cm, lahir SC atas indikasi
HbsAg (+), ditolong oleh dokter spesialis kebidanan, A/S = 5/6, ibu baik, ketuban jernih,
kelainan kongenital tidak ada, jejas persalinan tidak ada
Injeksi vitamin K, Hepatitis B (Hb 0) dan obat tetes mata (gentamisin) sudah diberikan
setelah lahir
Riwayat ibu sering demam selama hamil dan menjelang persalinan tidak ada
Riwayat ibu keputihan selama hamil dan menjelang persalinan tidak ada
Riwayat ibu nyeri saat buang air kecil selama hamil dan menjelang persalinan tidak ada.
Riwayat anemia, hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit ginjal selama
kehamilan tidak ada, namun ibu di ketahui HbsAg (+)
Riwayat Persalinan:
27
Persalinan di RSUP DR.M.Djamil Padang, dipimpin oleh dokter. Lahir tanggal 4 April
2016 dengan sectio caesaera atas indikasi HbSAg (+). Kelahiran tunggal, kondisi saat: lahir
hidup, A/S = 5/6.
Pada bayi dilakukan resusitasi setelah dilahirkan dengan cara : ???????????????????????????
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum:
Keadaan umum
: sadar
Frekuensi jantung
: 133 x /menit
Frekuensi nafas
: 57 x/ menit
Suhu
: 37,1 C
Panjang badan
: 49 cm
Berat badan
: 3200 gram
Sianosis
: tidak ada
Ikterik
: tidak ada
Pemeriksaan Khusus:
Kepala
: normochepal,
Mata
: konjungtiva tidak pucat, sklera ikterik, pupil isokhor, diameter 2mm/2mm, reflex
Telinga
Hidung
Leher
Toraks
Bentuk
Jantung
Paru
Abdomen
Permukaan : datar
Kondisi
: lemas
Hati
Limpa
: tidak teraba
Ekstremitas
: Atas
Anus
: ada
Moro
:+
Rooting : +
Isap
Pegang : +
:+
Ukuran :
Lingkaran kepala : 34 cm
Lingkaran dada
: 36 cm
Lingkaran perut
: 33 cm
Kepala-simpisis
: 27 cm
Simpisis-kaki
: 23 cm
Panjang lengan
: 20 cm
Panjang kaki
: 26 cm
29
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Darah
-
Hb
: 17,2 g/dL
Hematokrit
: 45 %
Leukosit
: 13.500/mm3
Trombosit
: 562.000/mm3
GDS
: 287
Bil total
:-
Bil direct
:-
Bil indirect
:-
DIAGNOSIS KERJA
Neonatus Berat Badan Lahir Cukup, berat badan lahir 2850 gram, panjang badan lahir 48 cm,
cukup bulan
Lahir SC atas indikasi HbSAg ibu (+)
Ibu baik, ketuban jernih
Apgar Skor 5/6
Kelainan kongenital tidak ada, jejas persalinan tidak ada
Penyakit sekarang: asfiksia neonatorum
ANJURAN PEMERIKSAAN
-
HbsAg
PENATALAKSANAAN
-
ASI OD ???
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman Richard, Kliegman Roberts, Jenson Hal. Nelson Textbook of Pediatric.17th ed.
Pennsylvania : An Imprint of Elsevier Science. 2004
2. Newell J Simon,Meadow Roy Sir.Resusitasi.Dalam : Lecture Notes : Pediatrika.Jakarta :
Penerbit Erlangga;2003.h.61-3.
3. Abraham M Rudolph.Resusitasi bayi baru lahir.Dalam : Buku Ajar Pediatric
Rudolph.Jakarta : PenerbitEGC,2006.h.274-80.
31
32