Anda di halaman 1dari 5

TUGAS MATA KULIAH MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN

PERMASALAHAN LINGKUNGAN
AKIBAT NITRIFIKASI

Disusun Oleh:
Nama

: Arikhna Rizqiyana

NIM

: H0213007

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016

Nitrifikasi adalah proses pembentukan senyawa nitrat dari senyawa


amonium. Proses ini merupakan proses di mana ion ammonium dioksidasi menjadi
ion nitrit, serta ion nitrit menjadi ion nitrat. Proses ini dapat terjadi di tanah, air laut,
maupun air tawar. Nitrifikasi muncul secara almiah di lingkungan dengan keberadaan
bakteri khusus nitrifikasi. Proses ntrifikasi sendiri terjadi dalam 2 tahapan yang
masing-masing dilakukan oleh kelompok bakteri yang berbeda, yakni : (a) Nitritasi,
merupakan proses oksidasi amoniak menjadi nitrit. Proses ini dilakukan oleh
kelompok bakteri Nitrosomonas dan Nitrosococcus. Nitrit ini belum bisa
dimanfaatkan oleh tanaman dalam pertumbuhannya karena masih bersifat racun,
perlu diurai lagi menjadi nitrat. (b) Nitratasi, merupakan proses oksidasi nitrit
menjadi nitrat yang dilakukan oleh bakteri nitrat. Proses ini dilakukan oleh kelompok
bakteri Nitrobacter. Nitrat inilah yang sangat diperlukan oleh tanaman dan plankton
dalam proses pertumbuhannya.
Tingkat reaksi nitrifikasi sangat tergantung pada sejumlah faktor lingkungan.
Faktor-faktor tersebut antara lain adalah substrat dan konsentrasi oksigen, suhu, pH,
dan adanya zat beracun atau zat yang menghambat proses nitrifikasi. Temperatur
yang sesuai dalam proses nitrifikasi ini adalah dari 0-20 o C sebab pada suhu
tersebutlah bakteri nitrifikasi mengalami pertumbuhan yang maksimum sehingga hal
tersebut berpengaruh terhadap kecepatan proses nitrifikasi. Selain itu, konsentrasi
oksigen pula memengaruhi kecepatan proses nitrifikasi. Hal tersebut berkaitan
dengan bakteri nitrifikasi yang membutuhkan oksigen. Kemudian, pH dari
lingkungan pula berpengaruh terhadap kecepatan reaksi nitrifikasi. Reaksi nitrifikasi
ini terjadi paling cepat pada pH 8-9. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan
keberlangsungan hidup bakteri nitrifikasi, sehingga kecepatan dari proses nitrifikasi
ini sangat bergantung pada keberadaan bakteri nitrifikasi.
Tanaman menyerap N dalam bentuk NH 4+ dan NO3-, namun bentuk NH4+ akan
lebih efisien karena membutuhkan energi fotosintat yang lebih rendah untuk
direduksi menjadi NH3 (substrat CS-GOGAT dalam sintesis asam amino) yaitu 5 ATP
per molekul NH4+, sedangkan untuk NO3 membutuhkan 20 ATP per molekul. Dalam

tanah unsur hara N mempunyai sifat dan perilaku spesifik. Kation NH 4+ dapat
terabsorpsi pada mineral lempung bertipe 2:1, koloid organik dan atau ternitrifikasi
menjadi NO3-. Sedangkan anion NO3- bersifat mobil dalam larutan tanah. Oleh karena
itu oksidasi NH4+ menjadi NO3- yang lazim disebut proses nitrifikasi didalam tanah
perlu dikendalikan karena menyebabkan inefisiensi masukan nitrogen. Melalui proses
nitrifikasi pula sebagian besar N dalam tanah akan hilang dalam bentuk N-gas (N 2O,
NO2, NO dan N2) dan atau hilang terlindi dalam bentuk nitrat (NO 3). Pelindian NO3
akan diikuti pelindian kation-kation basa dalam tanah (K +, Ca2+ dan Mg2+) sehingga
menurunkan kejenuhan basa, meningkatkan kemasaman tanah yang akhirnya
memperburuk sifat kimiawi tanah (Raun and Johnson, 1999).
Sehingga dalam bidang pertanian, secara umum nitrifikasi perlu dihambat
karena produk NO3- yang terlindi ke dalam badan perairan dapat menyebabkan
eutrofikasi yang dapat menurunkan kadar oksigen terlarut, peningkatan konsentrasi
gas rumah kaca N2O dan NO, dan pencemaran lingkungan lainnya yang merugikan.
Dari segi lingkungan, Gas N2O hasil sampingan dari proses nitrifikasi dan
denitrifikasi di tanah pertanian merupakan salah satu emisi gas rumah kaca yang
menyumbang pemanasan global. Nitro-oksida (N2O) merupakan gas rumah kaca
penting yang keluar dari lahan pertanian setelah metana, serta mempunyai waktu
tinggal relatif lebih lama dibandingkan dengan CO2 dan metana. Potensi pemanasan
global dari satu molekul N2O adalah 250 kali lebih tinggi daripada satu molekul CO 2
(Watson et al.,1992). Laju emisi tahunan N2O setara dengan 16,4 Tg CO 2, dan sekitar
94% emisinya berasal dari lahan pertanian. Sumber utama emisi N 2O dari lahan
pertanian adalah pembakaran sisa-sisa tanaman (41%) dan pemupukan N anorganik
(18%).
Gas N2O dari tanah dihasilkan oleh mikrobia nitrifikasi selama oksidasi
ammonium menjadi nitrat dan oleh mikrobia denitrifikasi selama reduksi nitrat.
Bakteri nitrifikasi (Nitrosomonas dan Nitrobacter) yang merupakan bakteri
kemoautotrofik berperan dalam proses nitrifikasi-denitrifikasi yang bertanggung
jawab terhadap kehilangan N dari lahan sawah (Minami and Fukushi, 1984). Pada

kondisi tanah reduktif, bakteri anaerobik fakultatif denitrifikasi mengubah nitrat


menjadi molekul nitrogen (N2O, N2) (Klemedtson et al. 1988). Pembentukan N2O
juga dapat terjadi pada proses nitrifikasi heterotropik yang dikatalisis jenis-jenis
bakteri dan cendawan tertentu. Namun, peranan masing-masing proses dalam
keseluruhan pembentukan gas N2O masih belum diketahui dengan pasti (Rennenberg
et al., 1992).
Pada proses nitrifikasi, pembentukan nitrooksida sangat tergantung pada
ketersediaan nitrat dalam tanah. Pada mekanisme pembentukan N2O dalam proses
nitrifikasi, pengoksidasi ammonium dapat menggunakan NO2- sebagai akseptor
elektron alternatif ketika O2 terbatas dan menghasilkan N2O. Selain itu, pengoksidasi
bahan intermediate antara NH4+ dan NO2- atau NO2- sendiri dapat mendekomposisi
secara kimiawi menjadi N2O pada kondisi aerobik. Organisme heterotropik
menggunakan bahan organik sebagai sumber karbon dan energi. Menurut Granli dan
Bockman (1994), nitrat dihasilkan dari oksidasi NH4+ atau senyawa N organik
digunakan sebagai bahan baku N2O melalui tahapan sebagai berikut :

DAFTAR PUSTAKA
Klemedtsson, L., B.H. Svensson, and T. Rosswall. 1988. Relationship between soil
moisture content and nitrous oxide production during nitrification and
denitrification. Biol. Fertil. Soils 6:106-111.
Minami, K. and S. Fukushi. 1984. Methods for measuring N2O flux from water
surface and N2O dissolved in water from agricultural land. Soil Sci. Plant Nutr.
30(4):495-502.
Raun,W.R and Johnson,G.V. 1999. Improving Nitrogen Use Efficiency for Cereal
Production (Review & Interpretation). Agronomy Journal. 91. 357 363.
Rennenberg, H., R. Wassmann, H. Papen, and W. Seiler. 1992. Trace gas exchange in
rice cultivation. Ecological Bulletins 42: 164-173.
Watson, R.T., L.G. Meira Filho, E. Sanhueza, and T. Janetos. 1992. Climate Changes
1992. The Supplementary Reports to the IPCC Scientific Assessment.
Cambridge University Press. Cambridge, UK.

Anda mungkin juga menyukai