Journal Reading
Oleh
Lusi Rustina
1510029007
Pembimbing
2.
* Sesuai penulis: Dr. Adri Gual , Rumah Sakit Clinic, Universitat de Barcelona, Villarroel St, 170, 08036,
Barcelona, Spanyol, Telp: 0034 932275400; E-mail: adria.gual@gmail.com
ortikosteroid topikal adalah terapi dasar bagi banyak inflamasi kondisi kulit. Dalam
beberapa dekade terakhir, pengembangan molekul baru dengan manfaat / rasio risiko dan
Gambar 1. Urtikaria
Gambar A adalah foto laki-laki 36 tahun dengan urtikaria kronik. Gambar B adalah foto perempuan 42 tahun
dengan urtikaria vaskulitis. urtika pasien dengan urtikaria vaskulitis terlihat pigmentasi.
Usia
Gejala Klinik
Angioedem
a
ya
Tes Diagnostik
Kronik idiopatik
2050
Dermatografism
e simptomatik
2050
Gatal,
dengan
urtika
yang dikelilingi bercak
merah
terang
pada
tempat garukan
tidak
Dingin
1040
Gatal
dan
bengkak
kemerahan atau pucat
pada
daerah
yang
terkena
permukaan
dingin atau cairan.
ya
10
menit
pemberian
es
pada
kulit
menyebabkan
urtika dalam 5
menit setelah es
dilepaskan
Tekanan
2050
Bengkak
merah
dan
gatal atau nyeri pada
daerah yang mendapat
tekanan selama 24 jam
terakhir (telapak kaki,
tangan, atau pinggang)
tidak
Pemberian
tekanan
tegak
lurus pada kulit
menghasilkan
bengkak
kemerahan yang
menetap setelah
masa laten 1 4
jam.
Cahaya
2050
Gatal
dan
bengkak
kemerahan atau pucat
pada
daerah
yang
terkena paparan sinar
ultraviolet atau cahaya.
ya
Paparan simulator
cahaya (290-690
nm)
2.5
kW
selama 30 120
detik
menyebabkan
---
Urtikaria fisik
lainnya
urtika dalam
menit.
Kolinergik
1050
ya
30
Olahraga
atau
mandi dengan air
hangat
menimbulkan
erupsi.
GEJALA KLINIS
Gambaran urtikaria kronis adalah edematosa, kemerahan, dan dikelilingi oleh bercak
merah cerah. Biasanya sangat gatal, ditemukan dimana saja pada kulit berambut, dan
berlangsung kurang dari 24 jam (biasanya sekitar 12 jam). Pada bagian tengahnya bersih
sehingga menghasilkan pola annular. Pembengkakan angioedema berasal dari subkutan atau
submukosa dan dapat bertahan lebih lama dari bercak, tergantung pada ukuran, dan biasanya
tidak begitu gatal. Urtikaria dan angioedema muncul bersamaan pada kurang lebih setengah
dari pasien.3 Keduanya memudar, tidak meninggalkan jejak, kecuali menggosok hingga
memar. Urtikaria kronis sering timbul dan kambuh dan memburuk di malam hari. Bercak
yang berlangsung lebih dari 24 jam dapat dipikirkan kemungkinan diagnosis lain, termasuk
urtikaria vaskulitis.11, 12
Urtikaria kronis dan urtikaria fisik, termasuk gejala dermatographism dan pressure
urticaria, sering dapat membingungkan.6, 10, 13 Hal tersebut dapat ditentukan dengan challenge
test yang tepat apakah pasien memiliki urtikaria fisik sebagai penyebab utama gejala yang
timbul, karena pengobatannya sangat berbeda ( Tabel 1 ).14
Kesalahan dalam diagnosis yang paling penting adalah urtikaria vaskulitis. 15, 16 Tabel 2
menunjukkan gambaran klinis dan histologis yang membedakan urtikaria kronis dari urtikaria
vaskulitis.17 Lupus eritematosus sistemik dan sindrom Sjgren mungkin muncul dengan lesi
urtikaria, dan kasus seperti erupsi biasanya menjadi vaskulitis urtikaria. 18,19 Pada semua pasien
dengan kondisi ini, bukti penyakit autoimun jaringan ikat atau penyakit sistemik akibat
immune-complex deposition harus dicari.
GHISTOPATHOLOGICALAMBARAN FEATURESHISTOPATOLOGI
Karakteristik gambaran mikroskopis pada urtikaria kronis, 20-22 tidak seperti urtikaria
vaskulitis (Tabel 2), menunjukkan tidak ada bukti kerusakan pembuluh darah, debris, atau
ekstravasasi sel darah merah. Jenis sel yang utama adalah limfosit dari fenotipe T-helper yang
4
Urtikaria Kronis
Urtikaria Vaskulitis
< 24 jam
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
> 24 jam
Ya
Ya
Mungkin
Ya
Mungkin
Tidak
Mungkin
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Mungkin
Mungkin
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Mungkin
Mungkin
Mungkin
Ya
Mungkin
Tidak
Tidak
Mungkin
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Mungkin
Mungkin
Ya
Ya
Ya
Ya
Mungkin
PATOFISIOLOGI
Respon klinis urtikaria kronis pada antihistamin-H1 dan peningkatan konsentrasi
histamin pada cairan jaringan kulit mendasari peran histamin sebagai mediator utama urtikaria
yang berasal dari sel mast kulit.25 Diantara sampel kulit dari 13 pasien dengan kondisi ini, 12
5
pasien memiliki konsentrasi histamin yang lebih tinggi pada jaringan dengan lesi daripada
jaringan tanpa lesi (rata-rata pada kulit dengan lesi, 41 ng per mililiter; pada kulit normal, 19
ng per mililiter). Mediator lain, termasuk kinins, 26 eicosanoids,27 dan neuropeptida,28 mungkin
juga berperan dalam memproduksi lesi urtikaria kronis, tetapi pengukuran langsung mediator
tersebut pada kulit pasien yang terkena belum dilaporkan.
33
32
; variasi
dalam pemilihan pasien mungkin dapat menjelaskan perbedaan yang diperoleh. Secara klinis,
pasien dengan autoantibodi ini dapat dibedakan. Meskipun enzim-immunoassay terkait
sedang berkembang, kami mengidentifikasi pasien dengan antibodi menggunakan tes kulit
intradermal dengan serum autologus. Identifikasi dikonfirmasi oleh kemampuan dari sampel
serum yang menyebabkan pelepasan histamin dari leukosit basophil dari donor sehat dengan
tingkat serum IgG rendah atau donor atopik dengan kadar serum IgG yang tinggi.
Data kami menunjukkan korelasi positif antara aktivitas pelepasan histamin dan
aktivitas penyakit.34 Data tersebut menunjukkan bahwa autoantibodi penting dalam
menjelaskan mengapa beberapa orang menderita keparahan urtikaria kronis tanpa remisi.
Pada uji pendahuluan, plasmapheresis,34 imunoglobulin intravena,35 atau cyclosporine36,
37
dikaitkan dengan remisi pada pasien dengan autoantibodi dan urtikaria kronis. Pengobatan
berikut tidak dianjurkan, namun harus dipertimbangkan untuk pasien dengan kondisi yang
6
sangat parah dan tidak memberikan respon dengan perawatan lainnya, termasuk
kortikosteroid oral.
Konsep bahwa setidaknya beberapa urtikaria kronis adalah manifestasi penyakit
autoimun sel mast juga didukung oleh asosiasi urtikaria dengan penyakit tiroid autoimun. Di
antara 624 pasien dengan urtikaria kronis idiopatik, 90 ( 14 persen) memiliki bukti
laboratorium autoimun tiroid, dibandingkan dengan angka yang diharapkan pada populasi
umum yaitu kurang dari 6 persen.38 Empat puluh empat dari 90 pasien memiliki bukti klinis
thyroid disease.38
DIAGNOSIS
Sebuah pendekatan praktis untuk diagnosis urtikaria kronis ditunjukkan pada Gambar
3. Anamnesis riwayat pengobatan, termasuk aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid lainnya
harus diperoleh. Riwayat pengobatan resebut dapat menjadi faktor eksaserbasi, jika bukan
merupakan penyebab. Saat pasien diduga menderita urtikaria vaskulitis (saat pasien,
7
melaporkan bahwa bercak berlangsung selama lebih dari 24 jam), biopsi kulit harus dilakukan
untuk pemeriksaan histologi. Spesimen biopsi harus diambil di tepi bercak dan harus
mencakup kulit normal dan abnormal. Pemeriksaan imunofluoresensi langsung dari spesimen
biopsi untuk endapan immunoglobulin perivaskular dan komplemen jarang dilakukan.
Suspek urtikaria fisik, terutama delayed pressure urticaria, dermatographism, atau
urtikaria kolinergik, kemungkinan tersebut harus dinilai dengan pengujian yang tepat (Tabel
1). Jika urtikaria fisik
maka pemeriksaan lebih lanjut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3 diperlukan. 4,
6, 9
skrining herediter defisiensi C1 esterase inhibitor dilakukan pada angioedema kulit berulang
atau mukosa yang berkepanjangan dengan pengukuran konsentrasi plasma komplemen C4,
bahkan jika tidak ada dari riwayat keluarga. Konsentrasi ini jarang normal, bahkan diantara
periode serangan.46, 47
Urtikaria
Angioedema
Rendah
Normal
Defisiensi C1 esterase
Purpura, urtika lebih dari 24 jam, atau keduanya
Tidak terdapat perubahan bermakna
Eosinofil
Normal
Pemeriksaan feses
Pengujian zat aditif makanan dengan plasebo terkontrol
(ova, parasit)
negatif
positif
Advislanjut
untuk pola makan
Merujuk ke unit alergi klinik untuk pemeriksaan lebih
Jika hitung sel darah putih menunjukkan eosinofilia, pemeriksaan feses untuk ova dan
parasit diindikasikan. Skrining tes fungsi tiroid harus dilakukan karena overlap diagnosis
antara pasien dengan urtikaria kronis dan pasien dengan bukti klinis penyakit tiroid. 38 Jika
tidak ada, maka tes laboratorium lain secara rutin tidakdiperlukan.
Pengujian untuk reaktivitas terhadap zat aditif makanan dapat dilakukan dengan
placebo secara terkontrol jika anamnesis mengarah pada kemungkinan ini. Pengujian ini
tidak dilakukan pada pasien dengan riwayat angioedema yang parah, asma, atau episode
anafilaksis, dan seharusnya tidak dilakukan ketika pasien dalam kondisi serangan urtikaria
yang parah. Pengujian yang kami lakukan menggunakan 16 zat aditif makanan yang berbeda
setiap hari, bersama dengan jumlah plasebo yang sama dan tampak identik. Pasien
diinstruksikan untuk menghitung urtika setiap harinya dan terus menggunakan dosis rutin
antihistamin harian. Zat aditif yang berpotensi bertanggung jawab pada urtikaria diidentifikasi
oleh eksaserbasi urtikaria dalam waktu 24 jam setelah menelan sejumlah kapsul. Zat aditif
yang berpotensi kemudian diberikan setidaknya sekali lagi untuk mengkonfirmasi bahwa
reaksi dapat dihasilkan kembali. Jika semua tes negatif dan gejala pasien masih tidak
terkontrol dengan baik, rujukan ke dokter spesialis diperlukan.
PENGOBATAN
Pasien dengan urtikaria kronis yang penyebabnya dapat dihindari ( misalnya sebagai
bahan tambahan makanan ), diberikan pengobatan simptomatik. Terapi utama dengan
antihistamin, sedangkan kortikosteroid oral digunakan untuk pasien dengan gejala parah yang
tidak memberikan respon dengan antihistamin.
Semua pasien dengan urtikaria kronis harus disarankan untuk menghindari ACEihibitor, aspirin, dan obat antiinflamasi nonsteroid lainnya. Mandi dengan menggunakan air
hangat dapat meredakan pruritus sementara. Local spray degan ephedrine 2% sangat berguna
untuk edema orofaringeal. Bagaimanapun, antihistamin48 H1 dengan efek sedasi rendah
merupakan yang paling penting pada pengobatan lini pertama.
Efek farmakologis dan penggunaan H1 reseptor antagonis baru-baru ini ditinjau
dalam beberapa jurnal.49 Terfenadine (60 mg dua kali sehari oral) merupakan terapi yang
cukup kuat untuk kasus yang kurang parah. Paradoksnya, urtikaria adalah efek samping yang
diakibatkan obat ini meskipun jarang terjadi, 50 dan aritmia jantung mungkin dapat terjadi
akibat dari dosis yang melebihi dari yang direkomendasikan. 51 Dosis antihistamin yang dapat
memberikan efek sedasi pada pasien, termasuk 25 mg hydroxyzine, bermanfaat pada waktu
tidur. Doksepin, obat antidepresan trisiklik dengan aktivitas antihistamin H1, sangat berguna
ketika urtikaria parah disertai dengan kecemasan dan depresi. Obat ini dapat diberikan dengan
dosis 25 mg secara oral dua kali sehari atau sebagai dosis tunggal 25 mg pada waktu tidur.
10
Doksepin tidak boleh diberikan bersamaan dengan monoamine oxidase inhibitors atau
terfenadine. Obat tambahan yang harus dihindari ketika memberikan terfenadine adalah
antibiotik makrolid, imidazol antijamur, dan obat lain yang menghambat fungsi sistem
oksidasi hepar.49
Penambahan H2 antihistamin, seperti cimetidine, terapi antihistamin H 1 bermanfaat
pada urtikaria kronis.
52
kronis, umumnya merespon buruk terhadap H1 atau H2 antihistamin.53 Meskipun tidak ada
antihistamin yang aman selama kehamilan, klorfeniramin dan tripelennamine memiliki
catatan keamanan yang baik.54, 55 Kortikosteroid topikal, antihistamin topikal, dan anestetik
lokal tidak memiliki peran dalam menimbulkan urtikaria kronis. Pemberian calcium-channel
antagonist nifedipin atau 2-adrenergic agonist terbutalin bersamaan dengan antihistamin
dianjurkan,56-58 tetapi pengalaman klinis kami dengan obat-obatan tersebut masih kurang.
Bila tindakan ini tidak mengontrol urtikaria kronis secara kuat, pemberian
kortikosteroid sistemik sesekali dibenarkan.59 Pada dewasa, obat ini paling baik diberikan
setiap hari sebagai dosis tunggal 30 mg secara oral (prednisolon atau prednison) pada pagi
hari. Dosis harus diturunkan ketika urtikaria mereda. Pemberian ini harus diselesaikan dalam
waktu tiga minggu. Penggunaan jangka panjang kortikosteroid hampir selalu dikaitkan
dengan penurunan efikasi dan efek samping toksik.
11