Anda di halaman 1dari 12

Laboratorium / SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Journal Reading

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman


RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

Kortikosteroid Topikal Dalam Dermatologi :


Dari Perkembangan Kimia Hingga
Inovasi Galenik dan Tren Pengobatan

Oleh

Lusi Rustina
1510029007
Pembimbing

dr. Daulat Sinambela, Sp. KK


Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Laboratorium / SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin


Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
2016

Kortikosteroid Topikal Dalam Dermatologi :


Dari Perkembangan Kimia hingga
Inovasi Galenik dan Tren Pengobatan
Gual A1 *, Pau-Charles I1 dan Abeck D2
1.

Hospital Clinic, Universitat de Barcelona, Barcelona, Spanyol

2.

Private Dermatology Munich-Nymphenburg, Jerman

* Sesuai penulis: Dr. Adri Gual , Rumah Sakit Clinic, Universitat de Barcelona, Villarroel St, 170, 08036,
Barcelona, Spanyol, Telp: 0034 932275400; E-mail: adria.gual@gmail.com

ortikosteroid topikal adalah terapi dasar bagi banyak inflamasi kondisi kulit. Dalam

beberapa dekade terakhir, pengembangan molekul baru dengan manfaat / rasio risiko dan

formulasi galenik inovatif telah meningkatkan bidang terapi kortikosteroid topikal.


Klasifikasi alternatif kortikosteroid topikal telah diperkenalkan dengan mempertimbangkan
dampak negatif dari setiap molekul dalam rangka memberikan informasi yang berguna
untuk praktek klinis. Bersamaan, rejimen terapi baru dengan kortikosteroid topikal telah
diusulkan untuk memberikan pendekatan jangka panjang untuk pengelolaan penyakit kulit
inflamasi kambuh kronis.
Tujuan dari kajian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang kortikosteroid
topikal berfokus pada penelitian terbaru yang dilakukan di bidang metode klasifikasi,
formulasi galenik dan strategi
terapi.
1

Kata kunci: kortikosteroid topikal; Indeks terapeutik; Mometason furoat; Kendaraan;


Perumusan; Ketaatan; Pengobatan proaktif

Gambar 1. Urtikaria
Gambar A adalah foto laki-laki 36 tahun dengan urtikaria kronik. Gambar B adalah foto perempuan 42 tahun
dengan urtikaria vaskulitis. urtika pasien dengan urtikaria vaskulitis terlihat pigmentasi.

Gambar 2. Urtikaria Fisik


Gambar A adalah foto laki-laki 20 tahun dengan dermatografisme. Gambar B adalah foto laki-laki 41 tahun
dengan delayed pressure urticarial.

Tabel 1. Gambaran Gejala Beberapa Tipe Urtikaria Kronik


Tipe Urtikaria

Usia

Gejala Klinik

Angioedem
a
ya

Tes Diagnostik

Kronik idiopatik

2050

Papul atau urtika dengan


edema pucat dan gatal
dengan pola annular

Dermatografism
e simptomatik

2050

Gatal,
dengan
urtika
yang dikelilingi bercak
merah
terang
pada
tempat garukan

tidak

Goresan tipis pada


kulit
menyebabkan
urtika mendadak
disertai gatal

Dingin

1040

Gatal
dan
bengkak
kemerahan atau pucat
pada
daerah
yang
terkena
permukaan
dingin atau cairan.

ya

10
menit
pemberian
es
pada
kulit
menyebabkan
urtika dalam 5
menit setelah es
dilepaskan

Tekanan

2050

Bengkak
merah
dan
gatal atau nyeri pada
daerah yang mendapat
tekanan selama 24 jam
terakhir (telapak kaki,
tangan, atau pinggang)

tidak

Pemberian
tekanan
tegak
lurus pada kulit
menghasilkan
bengkak
kemerahan yang
menetap setelah
masa laten 1 4
jam.

Cahaya

2050

Gatal
dan
bengkak
kemerahan atau pucat
pada
daerah
yang
terkena paparan sinar
ultraviolet atau cahaya.

ya

Paparan simulator
cahaya (290-690
nm)
2.5
kW
selama 30 120
detik
menyebabkan

---

Urtikaria fisik
lainnya

urtika dalam
menit.
Kolinergik

1050

Gatal dan urtika pada


badan,
leher
dan
ekstremitas.

ya

30

Olahraga
atau
mandi dengan air
hangat
menimbulkan
erupsi.

GEJALA KLINIS
Gambaran urtikaria kronis adalah edematosa, kemerahan, dan dikelilingi oleh bercak
merah cerah. Biasanya sangat gatal, ditemukan dimana saja pada kulit berambut, dan
berlangsung kurang dari 24 jam (biasanya sekitar 12 jam). Pada bagian tengahnya bersih
sehingga menghasilkan pola annular. Pembengkakan angioedema berasal dari subkutan atau
submukosa dan dapat bertahan lebih lama dari bercak, tergantung pada ukuran, dan biasanya
tidak begitu gatal. Urtikaria dan angioedema muncul bersamaan pada kurang lebih setengah
dari pasien.3 Keduanya memudar, tidak meninggalkan jejak, kecuali menggosok hingga
memar. Urtikaria kronis sering timbul dan kambuh dan memburuk di malam hari. Bercak
yang berlangsung lebih dari 24 jam dapat dipikirkan kemungkinan diagnosis lain, termasuk
urtikaria vaskulitis.11, 12
Urtikaria kronis dan urtikaria fisik, termasuk gejala dermatographism dan pressure
urticaria, sering dapat membingungkan.6, 10, 13 Hal tersebut dapat ditentukan dengan challenge
test yang tepat apakah pasien memiliki urtikaria fisik sebagai penyebab utama gejala yang
timbul, karena pengobatannya sangat berbeda ( Tabel 1 ).14
Kesalahan dalam diagnosis yang paling penting adalah urtikaria vaskulitis. 15, 16 Tabel 2
menunjukkan gambaran klinis dan histologis yang membedakan urtikaria kronis dari urtikaria
vaskulitis.17 Lupus eritematosus sistemik dan sindrom Sjgren mungkin muncul dengan lesi
urtikaria, dan kasus seperti erupsi biasanya menjadi vaskulitis urtikaria. 18,19 Pada semua pasien
dengan kondisi ini, bukti penyakit autoimun jaringan ikat atau penyakit sistemik akibat
immune-complex deposition harus dicari.

GHISTOPATHOLOGICALAMBARAN FEATURESHISTOPATOLOGI
Karakteristik gambaran mikroskopis pada urtikaria kronis, 20-22 tidak seperti urtikaria
vaskulitis (Tabel 2), menunjukkan tidak ada bukti kerusakan pembuluh darah, debris, atau
ekstravasasi sel darah merah. Jenis sel yang utama adalah limfosit dari fenotipe T-helper yang
4

mengekspresikan HLA - DR antigen, yang tersusun perivaskuler. Bagaimanapun, karakteristik


beberapa pasien dengan urtikaria kronis memiliki bukti adanya neutrofil pada biopsi kulit di
kapiler dan pos kapiler dinding venular tanpa disertai kerusakan struktur. Hal tersebut tidak
jelas apakah pola ini merupakan salah satu diantara urtikaria kronis dan urtikaria vaskulitis.
Kulit yang terkena juga berisi peningkatan jumlah sel mast. 23 Pergerakan leukosit dengan
penanda antibodi primer terpilih dari molekul adesi telah diteliti. 24 Dalam penelitian ini, urtika
spontan menunjukkan ekspresi moderat dari E - selectin dan molekul adhesi intraseluler pada
sel endotel vaskular dan vascular-cell adhesion molecule 1 ( VCAM - 1 ) pada sel
perivaskular.

Tabel 2. Perbedaan Antara Urtikaria Kronis dan Urtikaria Vaskulitis


Karakteristik Urtika
Durasi (jam)
Purpura
Nyeri
Gatal
Hiperpigmentasi
Gejala Sistemik
Nyeri Sendi
Demam
Nyeri Perut
Nefritis
Penyakit Obstruksi Saluran Napas
Laboratorium
Peningkatan Laju Endap Darah
Peningkatan Protein Fase Akut
Penurunan Serum C3
Kompleks Serum Imun
Histologi Kulit
Pembengkakan Sel Endotel
Venular
Invasi Leukosit di Endotel Venular
Ekstravasasi Sel Darah Merah
Leukositoklasia
Deposisi Fibrin
Imunofloresensi
C3
Imunoglobulin
Fibrin
Respon Pengobatan Dengan
Antihistamin

Urtikaria Kronis

Urtikaria Vaskulitis

< 24 jam
Tidak
Tidak
Ya
Tidak

> 24 jam
Ya
Ya
Mungkin
Ya

Mungkin
Tidak
Mungkin
Tidak
Tidak

Ya
Ya
Ya
Ya
Ya

Mungkin
Mungkin
Tidak
Tidak

Ya
Ya
Mungkin
Mungkin

Mungkin

Ya

Mungkin
Tidak
Tidak
Mungkin

Ya
Ya
Ya
Ya

Tidak
Mungkin
Mungkin

Ya
Ya
Ya

Ya

Mungkin

PATOFISIOLOGI
Respon klinis urtikaria kronis pada antihistamin-H1 dan peningkatan konsentrasi
histamin pada cairan jaringan kulit mendasari peran histamin sebagai mediator utama urtikaria
yang berasal dari sel mast kulit.25 Diantara sampel kulit dari 13 pasien dengan kondisi ini, 12
5

pasien memiliki konsentrasi histamin yang lebih tinggi pada jaringan dengan lesi daripada
jaringan tanpa lesi (rata-rata pada kulit dengan lesi, 41 ng per mililiter; pada kulit normal, 19
ng per mililiter). Mediator lain, termasuk kinins, 26 eicosanoids,27 dan neuropeptida,28 mungkin
juga berperan dalam memproduksi lesi urtikaria kronis, tetapi pengukuran langsung mediator
tersebut pada kulit pasien yang terkena belum dilaporkan.

PENYAKIT AUTOIMUN SEL MAST


Dewasa ini kami telah mengidentifikasi urtika yang memproduksi mediator nonsitokin
dalam serum beberapa pasien dengan urtikaria kronis. Mediator ini memiliki berat molekul
lebih dari 100.000, yaitu molekul IgG, dan pelepasan histamin dari kedua basofil dalam darah
normal dan sel mast kulit.29-32 Dengan eksperimen inhibisi menggunakan fragmen
ekstraseluler rekombinan manusia dari reseptor IgE dengan afinitas tinggi ( FcRI) subunit
alpha, kami mengidentifikasi autoantibodi IgG yang berinteraksi dengan cross-link subunit
alpha dari reseptor IgE dengan afinitas tinggi yang berdekatan. 30 Temuan ini selanjutnya
dikonfirmasi dengan immunoblotting dan immunoprecipitation.32
Di antara 163 pasien dengan urtikaria kronis idiopatik, 98 memiliki urtika setelah
diberikan injeksi intradermal serum autologus. Di antara sampel serum dari pasien tersebut,
47 (48 persen) menyebabkan pelepasan histamin dari leukosit basofil dari donor sehat
(menunjukkan adanya fungsi autoantibodi antiFcRI, autoantibodi anti-IgE, atau
keduanya).30,

33

Peneliti lain menemukan persentasi yang sedikit lebih rendah 31,

32

; variasi

dalam pemilihan pasien mungkin dapat menjelaskan perbedaan yang diperoleh. Secara klinis,
pasien dengan autoantibodi ini dapat dibedakan. Meskipun enzim-immunoassay terkait
sedang berkembang, kami mengidentifikasi pasien dengan antibodi menggunakan tes kulit
intradermal dengan serum autologus. Identifikasi dikonfirmasi oleh kemampuan dari sampel
serum yang menyebabkan pelepasan histamin dari leukosit basophil dari donor sehat dengan
tingkat serum IgG rendah atau donor atopik dengan kadar serum IgG yang tinggi.
Data kami menunjukkan korelasi positif antara aktivitas pelepasan histamin dan
aktivitas penyakit.34 Data tersebut menunjukkan bahwa autoantibodi penting dalam
menjelaskan mengapa beberapa orang menderita keparahan urtikaria kronis tanpa remisi.
Pada uji pendahuluan, plasmapheresis,34 imunoglobulin intravena,35 atau cyclosporine36,

37

dikaitkan dengan remisi pada pasien dengan autoantibodi dan urtikaria kronis. Pengobatan
berikut tidak dianjurkan, namun harus dipertimbangkan untuk pasien dengan kondisi yang
6

sangat parah dan tidak memberikan respon dengan perawatan lainnya, termasuk
kortikosteroid oral.
Konsep bahwa setidaknya beberapa urtikaria kronis adalah manifestasi penyakit
autoimun sel mast juga didukung oleh asosiasi urtikaria dengan penyakit tiroid autoimun. Di
antara 624 pasien dengan urtikaria kronis idiopatik, 90 ( 14 persen) memiliki bukti
laboratorium autoimun tiroid, dibandingkan dengan angka yang diharapkan pada populasi
umum yaitu kurang dari 6 persen.38 Empat puluh empat dari 90 pasien memiliki bukti klinis
thyroid disease.38

FAKTOR PENYEBAB LAINNYA


Reaksi IgE terhadap makanan diketahui menyebabkan urtikaria akut dan angioedema.
Namun hanya sedikit yang terbukti menjadi faktor penting dalam urtikaria kronis pada orang
dewasa. Mungkin lebih penting pada anak-anak. Pada tahun 1970-an, reaksi terhadap
pengawet makanan dan zat aditif dilaporkan sebanyak 39 dari 52 pasien dengan urtikaria
kronis dan angioedema.39 Zat aditif ini termasuk senyawa asam benzoat, seperti asam 4
hidroksibenzoat dan natrium benzoat, serta beberapa pewarna azo, termasuk tartrazine dan
sunset yellow. Pada klinik rujukan tersier, kami belum melihat tingginya kejadian reaksi IgE
yang dipicu oleh makanan. Dalam penelitian terkontrol dengan placebo menggunakan
pengujian secara oral, tidak lebih dari 10 persen pasien dengan urtikaria kronis bereaksi
terhadap zat aditif makanan.40 Namun demikian, pengujian rutin pada pasien tersebut
dibenarkan karena kejadian urtikaria kronis yang ditimbulkan oleh zat aditif makanan
mungkin lebih tinggi dalam kelompok lain,41.
Aspirin memperburuk urtikaria kronis pada setidaknya 30 persen pasien, tetapi tidak
mendapatkan respon,42 hal ini berhubungan dengan dosis dan mungkin karena disebabkan
tidak memiliki imunologi dasar. Faktor-faktor eksaserbasi lain termasuk stress psikologis 43
dan demam.10 Infeksi lokal (infeksi pada gigi, sinus, saluran kemih, atau kantong empedu),
kandidiasis, dan kanker bukan penyebab penting dari urtikaria kronis pada dewasa. 44, 45 Parasit
juga bukan merupakan penyebab umum di negara-negara maju.

DIAGNOSIS
Sebuah pendekatan praktis untuk diagnosis urtikaria kronis ditunjukkan pada Gambar
3. Anamnesis riwayat pengobatan, termasuk aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid lainnya
harus diperoleh. Riwayat pengobatan resebut dapat menjadi faktor eksaserbasi, jika bukan
merupakan penyebab. Saat pasien diduga menderita urtikaria vaskulitis (saat pasien,
7

melaporkan bahwa bercak berlangsung selama lebih dari 24 jam), biopsi kulit harus dilakukan
untuk pemeriksaan histologi. Spesimen biopsi harus diambil di tepi bercak dan harus
mencakup kulit normal dan abnormal. Pemeriksaan imunofluoresensi langsung dari spesimen
biopsi untuk endapan immunoglobulin perivaskular dan komplemen jarang dilakukan.
Suspek urtikaria fisik, terutama delayed pressure urticaria, dermatographism, atau
urtikaria kolinergik, kemungkinan tersebut harus dinilai dengan pengujian yang tepat (Tabel
1). Jika urtikaria fisik

yang ada menjadi penyebab utama

gejala pada pasien,

maka pemeriksaan lebih lanjut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3 diperlukan. 4,

6, 9

skrining herediter defisiensi C1 esterase inhibitor dilakukan pada angioedema kulit berulang
atau mukosa yang berkepanjangan dengan pengukuran konsentrasi plasma komplemen C4,
bahkan jika tidak ada dari riwayat keluarga. Konsentrasi ini jarang normal, bahkan diantara
periode serangan.46, 47

Identifikasi urtikaria fisik dengan pengujian

Angioedema rekuren atau predominan urtikaria ?

Urtikaria

Angioedema

Pengukuran serum komplemen C4

Menilai karakter urtika individu

Rendah

Normal

Defisiensi C1 esterase
Purpura, urtika lebih dari 24 jam, atau keduanya
Tidak terdapat perubahan bermakna

Biopsi kulit untuk mengetahui urtikaria vaskulitis

Hitung sel darah putih

Eosinofil

Normal

Pemeriksaan feses
Pengujian zat aditif makanan dengan plasebo terkontrol
(ova, parasit)

negatif

positif

Advislanjut
untuk pola makan
Merujuk ke unit alergi klinik untuk pemeriksaan lebih

Gambar 3. Algoritma Diagnosis Urtikaria Kronis

Jika hitung sel darah putih menunjukkan eosinofilia, pemeriksaan feses untuk ova dan
parasit diindikasikan. Skrining tes fungsi tiroid harus dilakukan karena overlap diagnosis

antara pasien dengan urtikaria kronis dan pasien dengan bukti klinis penyakit tiroid. 38 Jika
tidak ada, maka tes laboratorium lain secara rutin tidakdiperlukan.
Pengujian untuk reaktivitas terhadap zat aditif makanan dapat dilakukan dengan
placebo secara terkontrol jika anamnesis mengarah pada kemungkinan ini. Pengujian ini
tidak dilakukan pada pasien dengan riwayat angioedema yang parah, asma, atau episode
anafilaksis, dan seharusnya tidak dilakukan ketika pasien dalam kondisi serangan urtikaria
yang parah. Pengujian yang kami lakukan menggunakan 16 zat aditif makanan yang berbeda
setiap hari, bersama dengan jumlah plasebo yang sama dan tampak identik. Pasien
diinstruksikan untuk menghitung urtika setiap harinya dan terus menggunakan dosis rutin
antihistamin harian. Zat aditif yang berpotensi bertanggung jawab pada urtikaria diidentifikasi
oleh eksaserbasi urtikaria dalam waktu 24 jam setelah menelan sejumlah kapsul. Zat aditif
yang berpotensi kemudian diberikan setidaknya sekali lagi untuk mengkonfirmasi bahwa
reaksi dapat dihasilkan kembali. Jika semua tes negatif dan gejala pasien masih tidak
terkontrol dengan baik, rujukan ke dokter spesialis diperlukan.

PENGOBATAN
Pasien dengan urtikaria kronis yang penyebabnya dapat dihindari ( misalnya sebagai
bahan tambahan makanan ), diberikan pengobatan simptomatik. Terapi utama dengan
antihistamin, sedangkan kortikosteroid oral digunakan untuk pasien dengan gejala parah yang
tidak memberikan respon dengan antihistamin.
Semua pasien dengan urtikaria kronis harus disarankan untuk menghindari ACEihibitor, aspirin, dan obat antiinflamasi nonsteroid lainnya. Mandi dengan menggunakan air
hangat dapat meredakan pruritus sementara. Local spray degan ephedrine 2% sangat berguna
untuk edema orofaringeal. Bagaimanapun, antihistamin48 H1 dengan efek sedasi rendah
merupakan yang paling penting pada pengobatan lini pertama.
Efek farmakologis dan penggunaan H1 reseptor antagonis baru-baru ini ditinjau
dalam beberapa jurnal.49 Terfenadine (60 mg dua kali sehari oral) merupakan terapi yang
cukup kuat untuk kasus yang kurang parah. Paradoksnya, urtikaria adalah efek samping yang
diakibatkan obat ini meskipun jarang terjadi, 50 dan aritmia jantung mungkin dapat terjadi
akibat dari dosis yang melebihi dari yang direkomendasikan. 51 Dosis antihistamin yang dapat
memberikan efek sedasi pada pasien, termasuk 25 mg hydroxyzine, bermanfaat pada waktu
tidur. Doksepin, obat antidepresan trisiklik dengan aktivitas antihistamin H1, sangat berguna
ketika urtikaria parah disertai dengan kecemasan dan depresi. Obat ini dapat diberikan dengan
dosis 25 mg secara oral dua kali sehari atau sebagai dosis tunggal 25 mg pada waktu tidur.
10

Doksepin tidak boleh diberikan bersamaan dengan monoamine oxidase inhibitors atau
terfenadine. Obat tambahan yang harus dihindari ketika memberikan terfenadine adalah
antibiotik makrolid, imidazol antijamur, dan obat lain yang menghambat fungsi sistem
oksidasi hepar.49
Penambahan H2 antihistamin, seperti cimetidine, terapi antihistamin H 1 bermanfaat
pada urtikaria kronis.

52

Delayed pressure urticaria, ketika beersamaan dengan urtikaria

kronis, umumnya merespon buruk terhadap H1 atau H2 antihistamin.53 Meskipun tidak ada
antihistamin yang aman selama kehamilan, klorfeniramin dan tripelennamine memiliki
catatan keamanan yang baik.54, 55 Kortikosteroid topikal, antihistamin topikal, dan anestetik
lokal tidak memiliki peran dalam menimbulkan urtikaria kronis. Pemberian calcium-channel
antagonist nifedipin atau 2-adrenergic agonist terbutalin bersamaan dengan antihistamin
dianjurkan,56-58 tetapi pengalaman klinis kami dengan obat-obatan tersebut masih kurang.
Bila tindakan ini tidak mengontrol urtikaria kronis secara kuat, pemberian
kortikosteroid sistemik sesekali dibenarkan.59 Pada dewasa, obat ini paling baik diberikan
setiap hari sebagai dosis tunggal 30 mg secara oral (prednisolon atau prednison) pada pagi
hari. Dosis harus diturunkan ketika urtikaria mereda. Pemberian ini harus diselesaikan dalam
waktu tiga minggu. Penggunaan jangka panjang kortikosteroid hampir selalu dikaitkan
dengan penurunan efikasi dan efek samping toksik.

11

Anda mungkin juga menyukai