Abses Heparr
Abses Heparr
PENDAHULUAN
Abses hati masih merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara
di Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya
dengan sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk.
Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah
perkotaan. Dinegara yang sedang berkembang abses hati amebik lebih sering didapatkan
secara endemik dibandingkan dengan abses hati piogenik. Penyebab infeksi dapat
disebabkan oleh infeksi bakteri parasit, ataupun jamur.
Dalam beberapa dekade terakhir ini telah banyak perubahan mengenai aspek
epidemiologis, etiologi, bakteriologi, cara dagnostik maupun mengenai pengelolaan serta
prognosisnya.
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri,
parasit, maupun jamur yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan
adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati. Abses hati
merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara yang berkembang seperti
di Asia terutama Indonesia. Prevalensi yang tinggi biasanya berhubungan dengan sanitasi
yang buruk, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus
urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan.
Hampir 10% penduduk dunia terutama penduduk dunia berkembang pernah terinfeksi
Entamoeba histolytica tetapi 10% saja dari yang terinfeksi menunjukkan gejala. Insidensi
penyakit ini berkisar sekitar 5-15 pasien pertahun. Individu yang mudah terinfeksi adalah
penduduk di daerah endemik ataupun wisatawan yang ke daerah endemik di mana laki
laki lebih sering terkena dibanding perempuan dengan rasio 3:1 hingga 22:1 dan umur
tersering pada dekade empat.
Secara umum abses hati dibagi menjadi 2 yaitu abses hati amebik dan abses hati
piogenik di mana kasus abses hati amebik lebih sering terjadi dibanding abses hati piogenik.
Abses hati amebik biasanya disebabkan oleh infeksi Entamoeba hystolitica sedangkan
abses hati piogenik disebabkan oleh infeksi Enterobacteriaceae, Streptococci, Klebsiella,
Candida, Salmonella, dan golongan lainnya. Abses hati sering timbul sebagai komplikasi
dari peradangan akut saluran empedu. Abses hati piogenik merupakan kasus yang relatif
jarang, pertama kali ditemukan oleh Hipppocrates (400SM) dan dipublikasikan pertama kali
oleh Bright pada tahun 1936.
Gejala tersering yang dikeluhkan oleh pasien dengan amebiasis hati adalah berupa nyeri
perut kanan atas, demam, hepatomegali dengan nyeri tekan atau nyeri spontan atau disertai
dengan gejala komplikasi. Gejala yang menyertai adalah anoreksia, mual muntah, berat
badan menurun, batuk, ikterus ringan sampai sedang dan berak darah. Pemeriksaan
laboratorium didapatkan anemia ringan sampai sedang.
Abses hepar dapat disembuhkan bila ditangani dengan cara yang tepat dalam waktu
yang secepatnya, oleh karenanya sangatlah penting untuk dapat mendiagnosanya sedini
mungkin.
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
I.
ANATOMI
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau kurag lebih
25% berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan
fungsi sangat kompleks yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen.1
Batas atas hati berada sejajar dengan ruang intercostal V kanan dan batas bawah
menyerong keatas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri.1
Hepar mempunyai dua facies (permukaan) yaitu :
-Facies Diaphragmatika
-Facies Visceralis
1. Facies Diaphragmatika
Facies diaphragmatika adalah sisi hepar yang menempel di permukaan bawah
diaphragma, facies ini berbentuk konveks. Facies diaphragmatika dibagi menjadi facies
anterior, superior, posterior dan dekstra yang batasan satu sama lainnya tidak jelas, kecuali
di mana margo inferior yang tajam terbentuk. Abses hati dapat menyebar ke sistem
pulmonum melalui facies diapharagma ini secara perkontinuitatum. Abses menembus
diaphragma dan akan timbul efusi pleura, empiema abses pulmonum atau pneumonia.
Fistula bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari ruptur abses hati.3
2. Facies Viseralis
Facies viseralis adalah permukaan hepar yang menghadap ke inferior, berupa
struktur-struktur yang tersusun membentuk huruf H. Pada bagian tengahnya terletak porta
hepatis (hilus hepar). Sebelah kanannya terdapat vena kava inferior dan vesika fellea.
Sebelah kiri porta hepatis terbentuk dari kelanjutan fissura untuk ligamentum venosum dan
ligamentum teres. Di bagian vena kava terdapat area nuda yang berbentuk segitiga dengan
vena kava sebagai dasarnya dan sisi-sisinya terbentuk oleh ligamen koronarius bagian atas
dan bawah.3
Struktur yang ada pada permukaan viseral adalah porta hepatis, omentum minus
yang berlanjut hingga fissura ligamen venosum, impresio ginjal kanan dan glandula supra
renal, bagian kedua duodenum, fleksura kolli dekstra, vesika fellea, lobus kuadratus, fissura
ligamentum teres dan impresio gaster. Facies viseralis ini banyak bersinggungan dengan
organ intestinal lainnya sehingga infeksi dari organ-organ intestinal tersebut dapat menjalar
ke hepar.1,3
PENDARAHAN
Perdarahan arterial dilakukan oleh arteri hepatika yang bercabang menjadi kiri dan
kanan dalam porta hepatis (berbentuk Y). Cabang kanan melintas di posterior duktus
hepatis dan di hepar menjadi segmen anterior dan posterior. Cabang kiri menjadi medial
dan lateral. Arteri hepatika merupakan cabang dari truncus coeliacus (berasal dari aorta
abdminalis) dan memberikan pasokan darah sebanyak 20 % darah ke hepar.1,3,4
Gambar 3. Skema percabangan vena-vena hati yang diproyeksikan pada permukaan hati;
tampak ventral (dikutip dari Sobotta)
PERSYARAFAN
Nervus Simpatikus : dari ganglion seliakus, berjalan bersama pembuluh darah pada
lig. hepatogastrika dan masuk porta hepatis
Nervus Vagus : dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis menyusuri
kurvatura minor gaster dalam omentum.
DRAINASE LIMFATIK
Aliran limfatik hepar menuju nodus yang terletak pada porta hepatis (nodus
hepatikus). Jumlahnya sebanyak 3-4 buah. Nodi ini juga menerima aliran limfe dari vesika
fellea. Dari nodus hepatikus, limpe dialirkan (sesuai perjalanan arteri) ke nodus
retropylorikus dan nodus seliakus.1,3
STRUKTUR
(sel
kupffler)
yang
merupakan
sistem
retikuloendotelial
dan
berfungsi
menghancurkan bakteri dan benda asing dalam tubuh, jadi hati merupakan organ utama
pertahanan tubuh terhadap serangan bakteri dan organ toksik. Selain cabang-cabang vena
porta dan arteri hepatika yang mengelilingi lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang
membentuk kapiler empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan antara
lembaran sel hati.1,3,4
Hati terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hati, sisanya
adalah sel-sel epitelial sistem empedu dan sel-sel non parenkim yang termasuk di dalamnya
endotelium, sel kupffler, dan sel stellata yang berbentuk seperti bintang. Hepatosit
dipisahkan oleh sinusoid yang melingkari eferen vena hepatika dan duktus hepatikus.
Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang mempunyai banyak
mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang membatasi saluran empedu dan
merupakan penunjuk tempat permulaan sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit
memiliki sambungan penghubung dan desmosom yang saling bertautan dengan
sebelahnya. Sinusoid hati merupakan lapisan endotelial berpori yang dipisahkan dari
hepatosit oleh ruang Disse (ruang perisinusoidal).1,3
2.
3.
Fungsi sekresi dan ekskresi yang berperan membentuk empedu yang mengalir
melalui saluran empedu ke saluran pencernaan.3
Juga,
permeabilitas
ekstrim
dari
epitelium
sinusoid
hati
memungkinkan
terbentuknya limfe dalam jumlah besar. Oleh karena itu, kira-kira setengah dari limfe yang
dibentuk di dalam tubuh di bawah kondisi istirahat muncul di dalam hati.1,3
Sistem Makrofag Hepatik (Fungsi Pembersih Darah hati)
Darah yang melalui kapiler usus mengangkut banyak bakteri dari usus.
Sesungguhnya, suatu contoh darah dari vena porta sebelum masuk ke hati hampir selalu
menumbuhkan kuman basilus kolon bila dibiakkan, sedangkan pertumbuhan kuman basilus
koIon dari darah di dalam sirkulasi sistemik sangat jarang sekali. Film kecepatan tinggi yang
khusus mengenai kerja sel Kupffer, makrofag fagositik besar yang membatasi sinus venosus
hati, menunjukkan bahwa sel- sel ini dapat membersihkan darah dengan sangat efisien
sewaktu darah melewati sinus; bila satu bakteri berhubungan sementara dengan sel Kupffer,
dalam waktu kurang dari 0,01 detik bakteri akan masuk menembus dinding sel Kupffer dan
menetap permanen di dalam sampai bakteri tersebut dicernakan. Mungkin tidak lebih dari 1
persen bakteri yang masuk ke darah porta dari usus berhasil melewati hati ke dalam
sirkulasi sistemik.1,3
2. FUNGSI METABOLIK HATI
Sel hepar semuanya merupakan suatu kolam reaktan kimia besar dengan laju
metabolisme yang tinggi, saling memberikan substrat dan energi dari satu sistem
metabolisme ke sistem yang lain, mengolah dan mensintesis berbagai zat yang diangkut ke
daerah tubuh lainnya, dan melakukan berbagai fungsi metabolisme lain. Karena semuanya
itu, bagian terbesar disiplin ilmu biokimia menulis mengenai reaksi metabolisme dalam
hepar. Tetapi di sini, dirangkumkan fungsi metabolisme yang terutama penting dalam memahami kesatuan fisiologis tubuh.1,3
Metabolisme Karbohidrat
Dalam metabolisme karbohidrat, hepar melakukan fungsi spesifik berikut ini :
(1) menyimpan glikogen
(2) mengubah galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa
(3) glukogenesis
(4) membentuk banyak senyawa kimia penting dari hasil perantara metabolisme
karbohidrat.1,3
disintesis di hati dan terutama ditranspor dalam lipoprotein. Keduanya, fosfolipid dan
kolesterol, digunakan oleh sel untuk membentuk membran, struktur intraselular, dan
bermacam-macam turunan zat kimia yang penting untuk fungsi sel.
Hampir semua sintesis lemak dalam tubuh dari karbohidrat dan protein juga terjadi
dalam hati. Setelah lemak disintesis dalam hati, lemak ditranspor dalam lipoprotein ke
jaringan lemak untuk disimpan.1,3
Metabolisme Protein
Walaupun sebagian besar proses metabolisme karbohidrat dan lemak terjadi dalam
hati, tubuh mungkin dapat membuang berbagai fungsi hati ini dan masih selamat.
Sebaliknya, tubuh tidak dapat membuang kerja hati pada metabolisme protein lebih dari
beberapa hari tanpa terjadi kematian. Fungsi hati yang paling penting dalam metabolisme
protein adalah (1) deaminasi asam amino, (2) pembentukan ureum untuk mengeluarkan
amonia dari cairan tubuh, .(3) pembentukan protein plasma, dan (4) interkonversi di antara
asam amino yang berbeda demikian juga dengan ikatan penting lainnya untuk proses
metabolisme tubuh.
Deaminasi asam amino dibutuhkan sebelum asam amino dapat dipergunakan untuk
energi atau sebelum asam amino dapat diubah menjadi karbohidrat atau lemak. Sejumlah
kecil deaminasi dapat terjadi dalam jaringan tubuh lain, terutama dalam ginjal, tetapi persentase deaminasi yang terjadi di luar hati sangat kecil schingga tidak penting.
Pembentukan ureum oleh hati mengeluarkan amonia dari cairan tubuh. Sejumlah
besar amonia dibentuk melalui proses deaminasi, dan jumlahnya masih ditambah oleh
pembentukan bakteri di dalam usus secara kontinu dan kemudian diabsorbsi ke dalam
darah. Oleh karena itu, bila hati tidak berfungsi mem bentuk ureum, konsentrasi
amonia plasma meningkat dengan cepat dan menimbulkan koma hepatikum dan
kematian. Sesungguhnya, bahkan penurunan aliran darah yang besar melalui hati
yang kadangkala terjadi bila timbul pintas antara vena porta dan vena cava dapat
menyebabkan jumlah amonia yang berlebihan dalam darah, suatu keadaan
toksik yang hebat.
Pada dasarnya semua protein plasma, kecuali bagian dari gamma globulin,
dibentuk oleh sel hati. Sel hati menghasilkan kira-kira 90 persen dari semua pro tein
plasma. Sisa gamma globulin adalah antibodi yang dibentuk terutama oleh sel
plasma dalam jaringan limfe tubuh. Hati mungkin dapat membentuk protein plasma
pada kecepatan maksimum 15 sampai 50 gram/hari. Oleh karena itu, setelah
kehilangan separuh protein plasma dari tubuh, jumlah ini dapat digantikan dalam
waktu 1 atau 2 minggu. Hal ini menarik terutama bahwa kehilangan protein plasma
menimbulkan mitosis sel hati yang cepat dan pertumbuhan hati menjadi lebih
bilirubin
glukuronida,
kira-kira
10
persen
BAB III
PEMBAHASAN
ETIOLOGI
Abses hati amebik disebabkan oleh strain virulen Entamoeba hystolitica yang tinggi.
Sebagai host definitif, individu-individu yang asimptomatis mengeluarkan tropozoit dan kista
bersama kotoran mereka. Infeksi biasanya terjadi setelah meminum air atau memakan
makanan yang terkontaminasi kotoran yang mengandung tropozoit atau kista tersebut.
Dinding kista akan dicerna oleh usus halus, keluarlah tropozoit imatur. Tropozoit dewasa
tinggal di usus besar terutama sekum. Strain Entamoeba hystolitica tertentu dapat
menginvasi dinding kolon. Strain ini berbentuk tropozoit besar yang mana di bawah
mikroskop tampak menelan sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan tubuh penderita juga
berperan dalam terjadinya amubiasis invasif.1,2,6,7
Abses piogenik disebabkan oleh Enterobactericeae, Microaerophilic streptococci,
Anaerobic
streptococci,
Klebsiella
pneumoniae,
Bacteriodes,
Fusobacterium,
invasif
dapat
disebabkan
perdarahan
usus
besar,
perforasi,
dan
pembentukan fistula. Bila terjadi perforasi biasanya dari daerah sekum infeksi amuba invasif
pada tempat-tempat yang jauh meliputi paru, otak dan terutama hepar. Abses pada hepar
diduga berasal dari invasi sistem vena porta, pembuluh limfe mesenterium, atau penjalaran
melalui intraperitoneal. Dalam parenkim hepar terbentuk tempat-tempat mikroskopis
terutama terjadi trombosis, sitolisis, dan pencairan, suatu proses yang disebut hepatitis
amuba. Bila tempat-tempat tersebut bergabung maka terjadilah abses amuba.1,2
Dilaporkan 21-30% dari abses hepar berasal dari penyakit biliaris yaitu obstruksi
ekstrahepatik, kolangitis, koledolitiasis, tumor jinak atau ganas biliaris. Anastomosis
anterobiliaris (choledochoduodenostomy atau choledochojejunostomy) juga dilaporkan
sebagai penyebab abses hepar di samping komplikasi biliaris dan transplantasi hati.1,2,6
Trauma tumpul dan nekrosis hati yang berasal dari vascular injury selama laparaskopi
cholecystectomy juga merupakan penyebab abses hepar.1,2,7
PATOGENESIS
Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahui secara pasti. Ada beberapa
mekanisme seperti faktor investasi parasit yang menghasilkan toksin, malnutrisi, faktor
resistensi parasit, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell
mediated. Secara kasar, mekanisme terjadinya amebiasis didahului dengan penempelan E.
Histolytica pada mukus usus, diikuti oleh perusakan sawar intestinal, lisis sel epitel intestinal
serta sel radang disebabkan oleh endotoksin E. histolytica kemudian penyebaran amoeba
ke hati melalui vena porta.1,2
Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi
granulumatosa. Lesi membesar bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik
yang dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Hal ini memakan waktu berbulan-bulan
setelah kejadian amebiasis intestinal. Secara patologis, amebiasis hati ini berukuran kecil
sampai besar yang isinya berupa bahan nekrotik seperti keju berwarna merah kecoklatan,
kehijauan, kekuningan atau keabuan. Shaikh et al (1989) mendapatkan abses tunggal 85%,
2 abses 6% dan abses multipel 8%. Umumnya lokasinya pada lobus kanan 87%-87,5%
karena di situ terdapat banyak pembuluh darah portal. Secara mikroskopik di bagian tengah
didapatkan bahan nekrotik dan fibrinous, sedangkan di perifer tampak bentuk ameboid
dengan sitoplasma bergranul serta inti kecil. Jaringan sekitarnya edematous dengan infiltrasi
limfosit dan proliferasi ringan sel kupffer dengan tidak ditemukan sel PMN. Lesi amebiasis
hati tidak disertai pembentukan jaringan parut karena tidak terbentuknya jaringan fibrosis.1,2,6
Hati adalah organ yang paling sering terjadinya abses. Abses hati dapat berbentuk
soliter atau multipel. Oleh karena peredaran darah hepar yang sedemikian rupa, maka hal
ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi
dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya
hati oleh bakteri tersebut. Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran
empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri Sel kupffler dalam sinusoid hati
dapat menghancurkan bakteri-bakteri tersebut akan tetapi proses multipel terjadi pada
abses. Lobus kanan hati lebih sering terkena abses dibandingkan dengan lobus kiri. Hal ini
berdasarkan anatomi hati di mana lobus kanan lobus kanan menerima darah dari arteri
mesenterika superior dan vena porta, sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri
mesenterika inferior dan aliran limfatik.1
Penyakit traktus biliaris adalah penyebab utama dari abses hati piogenik. Obstruksi
pada traktus biliaris seperti penyakit batu empedu, striktura empedu, penyakit obstruktif
congenital ataupun menyebabkan adanya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi
kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena porta dan arteri hepatika sehingga
akan terbentuk formasi abses fileplebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara
hematogen sehingga terjadi bakterimia sistemik.1,2
Penetrasi akibat luka tusuk akan menyebabkan inokulasi pada parenkim hati
sehingga terjadi abses hati piogenik. Sementara itu trauma tumpul menyebabkan nekrosis
hati, perdarahan intrahepatik dan kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan
dari kanalukuli. Kerusakan kanalukuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi
pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi disertai pembentukan pus. Abses hati yang
disebabkan oleh trauma biasanya soliter.1
Infeksi pada organ porta dapat menyebabkan septik tromboplebitis lokal yang
mengarah pada abses hati. Septik emboli akan dilepaskan ke sistem porta, masuk ke
sinusoid hati, dan menjadi nidus bagi formasi mikroabses. Mikroabses ini biasanya multipel
tapi dapat juga soliter. Mikroabses juga dapat berasal secara hematogen dari proses
bakterimia seperti endokarditis dan pyelonephritis.1
Abses hati piogenik dilaporkan sebagai infeksi sekunder dari abses hati amebic,
hydatid cystic cavities, dan tumor hati. Selain itu dapat juga disebabkan oleh proses
transplantasi hati, embolisasi arteri hepatika pada perawatan karsinoma hepatoseluler dan
penghancuran benda asing dari dalam tubuh.1,5
Struktur dari abses amuba hepar terdiri dari cairan di dalam, dinding dalam, dan
kapsul jaringan penyangga. Secara klasik cairan abses menyerupai anchovy paste ,
berwarna coklat kemerahan sebagai akibat jaringan hepar dan sel darah merah yang
dicerna. Abses mungkin saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak seperti abses bakterial,
cairan abses amuba steril dan tidak berbau. Evaluasi cairan abses untuk penghitungan sel
dan enzimatik secara umum tidak membantu dalam mendiagnosis abses amuba. Dinding
dari abses adalah lapisan dari jaringan nekrotik hepar dan tropozoit yang ada. Biopsi dari
jaringan ini sering memperkuat diagnosis dari manifestasi abses amuba hepar. Pada abses
lama kapsul jaringan penyangga dibentuk oleh perkembangan fibroblas. Pada abses
piogenik, leukosit dan sel-sel inflamasi tidak didapatkan pada kapsul dari abses amuba
hepar.1,6
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi sistemik abses hati piogenik lebih berat dari
pada abses hati amebik. Dicurigai adanya abses hati
piogenik apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri
spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan
membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Apabila AHP letaknya
dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu
sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya
nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional.
Demam atau panas tinggi merupakan manifestasi klinis yang paling utama, anoreksia,
malaise, batuk disertai rasa sakit pada diafragma, anemia, hepatomegali teraba sebesar 3
jari sampai 6 jari di bawah arcus-costa, ikterus terdapat pada 25 % kasus dan biasanya
berhubungan dengan penyebabnya yaitu penyakit traktus biliaris, abses biasanya multipel,
massa di hipokondrium atau epigastrium, efusi pleura, atelektasis, fluktuasi pada hepar, dan
tanda-tanda peritonitis.1,2,5,6,7
DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
laboratorium, serta pemeriksaan penunjang. Terkadang diagnosis abses hepar sulit
ditegakkan karena gejalanya yang kurang spesifik. Diagnosis dini memberikan arti yang
sangat penting dalam pengelolaannya karena penyakit ini sebenarnya dapat disembuhkan.
Diagnosis yang terlambat akan meningkatkan morbiditas dan mortalitasnya.
Pada beberapa pasien kadang sudah dapat terlihat abses hepar secara inspeksi
dikarenakan abses telah menembus kulit sehingga terlihat dari luar. Terdapat nyeri tekan
pada kuadran kanan atas abdomen, selain itu didapatkan hepatomegali yang teraba
sebesar tiga jari sampai enam jari arcus-costarum.
Pemeriksaan lain-lain seperti foto toraks dan foto polos abdomen digunakan untuk
mendeteksi kelainan atau komplikasi yang ditimbulkan oleh amebiasis hati. Diagnosa pasti
adalah melalui USG dan CT Scan yang sensitivitasnya sekitar 85-95%.1,2,5
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada pemeriksaan laboratorium yang diperiksa adalah darah rutin yaitu kadar Hb
darah, jumlah leukosit darah, kecepatan endap darah dan percobaan fungsi hati, termasuk
kadar bilirubin total, total protein dan kadar albumin dan glubulin dalam darah. Banyak
penderita abses hepar tidak mengalami perubahan bermakna pada tes laboratoriumnya.
Pada penderita akut anemia tidak terlalu tampak tetapi menunjukkan leukositosis yang
bermakna sementara penderita abses hepar kronis justru sebaliknya.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi dengan
pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan alkalin fosfatase,
peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, berkurangnya kadar albumin serum
dan waktu protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati
yang disebabkan abses hati.
Abnormalitas tes fungsi hati lebih jarang terjadi dan lebih ringan pada abses hati
amebik dibanding abses hati piogenik. Hiperbilirubinemia didapatkan hanya pada 10 %
penderita abses hepar. Karena pada abses hepar amebik terjadi proses destruksi parenkim
hati, maka PPT (plasma protrombin time) meningkat.
Serologis
Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan meliputi IHA (Indirect Hemagglutination),
GDP
(Gel
Diffusion
Precipitin),
ELISA
(Enzyme-linked
Immunosorbent
Assay),
PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG memiliki sensitivitas yang sama dengan CT scan dalam mengidentifikasi abses
hepar. Rendahnya biaya dan sifat non-radiasi membuat USG menjadi pilihan untuk
mendiagnosis abses hepar. Abses hepar amebik biasanya besar dan multipel. Menurut
Middlemiss (I964) gambaran radiologis dari abses hati adalah sebagai berikut :
1. Peninggian dome dari diafragma kanan.
2. Berkurangnya gerak dari dome diafragma kanan.
3. Pleural efusion.
4. Kolaps paru.
5. Abses paru.
CT scan:
Hipoekoik
Non-homogen
USG:
1. Bentuk bulat atau oval
2. Tidak ada gema dinding yang berarti
3. Ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal.
4. Bersentuhan dengan kapsul hati
5. Peninggian sonik distal (distal enhancement)
Kriteria diagnostik untuk hepatic amoebiasis menurut Lamont dan Pooler :
1. Pembesaran hati yang nyeri tekan pada orang dewasa.
2. Respons yang baik terhadap obat anti amoeba.
3. Hasil pemeriksaan hematologis yang menyokong : leukositosis.
4. Pemeriksaan Rontgen (PA Lateral) yang menyokong.
5. Trophozoit E. histolytica positif dalam pus hasil aspirasi.
6. "Scintiscanning" hati adanya "filling defect".
7. "Amoeba Hemaglutination" test positif
KOMPLIKASI
Sistem plueropulmonum merupakan sistem tersering terkena. Secara khusus, kasus
tersebut berasal dari lesi yang terletak di lobus kanan hepar. Hal ini dikarenakan facies
diaphragm hepar yang berdekatan dengan system pleuropulmonum terutama di lobus
kanan. Abses menembus diagfragma dan akan timbul efusi pleura, empyema abses
pulmonum atau pneumonia. Fistula bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat
timbul dari reptur abses amuba. Pasien-pasien dengan fistula ini akan menunjukan ludah
yang berwarna kecoklatan yang berisi amuba yang ada.
Komplikasi abses hati amoeba umumnya berupa
perforasi abses ke berbagai rongga tubuh dan ke
kulit. Perforasi ke kranial dapat terjadi ke pleura dan
perikard. Insidens perforasi ke rongga pleura adalah
10-20%. Akan terjadi efusi pleura yang besar dan luas
yang memperlihatkan cairan coklat pada aspirasi.
Perforasi dapat berlanjut ke paru sampai ke bronkus
sehingga didapat sputum yang berwarna khas coklat. Perforasi ke perikard menyebabkan
efusi perikard dan tamponade jantung.
Komplikasi ke kaudal terjadi ke rongga peritoneum. Perforasi akut menyebabkan
peritonitis umum. Abses kronis, artinya sebelum perforasi, omentum dan usus mempunyai
kesempatan untuk mengurung proses inflamasi, menyebabkan peritonitis lokal. Perforasi ke
depan atau ke sisi terjadi ke arah kulit (seperti gambar di samping) sehingga menimbulkan
fistel yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi sekunder.1,2,6,7
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan secara konvensional adalah dengan drainase terbuka secara operasi
dan antibiotika spektrum luas oleh karena bakteri penyebab abses terdapat di dalam cairan
abses yang sulit dicapai dengan antibiotika tunggal tanpa aspirasi cairan abses.
Penatalaksanaan saat ini adalah dengan drainase perkutaneus abses intraabdominal
dengan tuntutan abdomen ultrasound atau tomografi komputer, komplikasi yang bisa terjadi
adalah perdarahan, perforasi organ intra abdominal dan infeksi, atau malah terjadi
kesalahan dalam penempatan kateter drainase. Kadang pada abses hati piogenik multipel
diperlukan reseksi hati.
Antibiotik
Penatalaksanaan
dengan
menggunakan
kehamilan. Efek samping yang dapat terjadi ialah mual dan rasa logam. Neuropati perifer
kadang-kadang dapat terjadi.
Emetin, dehidroemetin, dan klorokuin berguna pada abses amuba hepar yang
mengalami komplikasi atau bila pengobatan dengan metronidazol gagal. Emetin dan
dehidroemetin diberikan secara intramuskular. Emetin memiliki "therapeutic range" yang
sempit. Dapat terjadi proaritmia, efek kardiotoksik yang diakibatkan akumulasi dosis obat.
Penderita yang mendapat obat ini harus tirah baring dan dilakukan pemantauan vital sign
secara teratur. Emetin dan dehidroemetin diindikasikan terutama untuk penderita yang
mengalami komplikasi paru, karena biasanya keadaan umumnya buruk dan memerlukan
terapi "multidrug" untuk mempercepat perbaikan gejala klinis. Kombinasi klorokuin dan
emetin dapat menyembuhkan 90% penderita amubiasis ekstrakolon yang resisten.
Aspirasi
Selain diberi antibiotika, terapi abses juga dilakukan dengan aspirasi. Dalam hal ini,
aspirasi berguna untuk mengurangi gejala-gejala penekanan dan menyingkirkan adanya
infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi risiko ruptur pada abses yang volumenya
lebih dari 250 ml, atau lesi yang disertai rasa nyeri hebat dan elevasi diafragma. Aspirasi
juga bermanfaat bila terapi dengan metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada
kehamilan. Aspirasi bisa dilakukan secara buta, tetapi sebaiknya dilakukan dengan tuntunan
ultrasonografi sehingga dapat mencapai ssaran yang tepat. Aspirasi dapat dilakukan secara
berulang-ulang secara tertutup atau dilanjutkan dengan pemasangan kateter penyalir. Pada
semua tindakan harus diperhatikan prosedur aseptik dan antiseptik untuk mencegah infeksi
sekunder.
Drainase Perkutan
Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan
perikardial. Tingginya viskositas cairan abses amuba memerlukan kateter dengan diameter
yang besar untuk drainase yang adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses setelah
dilakukan drainase perkutan dapat terjadi.
Operasi
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses
yang tidak berhasil membaik dengan cara yang lebih
konservatif. Laparotomi diindikasikan untuk perdarahan yang
jarang terjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses.
Tindakan operasi juga dilakukan bila abses amuba mengenai sekitarnya. Penderita dengan
septikemia karena abses amuba yang mengalami infeksi sekunder juga dicalonkan untuk
tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil.
Jika tindakan laparotomi dibutuhkan, maka dilakukan dengan sayatan subkostal
kanan. Abses dibuka, dilakukan penyaliran, dicuci dengan larutan garam fisiologik dan
larutan antibiotik serta dengan ultrasonografi intraoperatif.
Indikasi operasi pada abses hepar antara lain:
Abses multipel
Infeksi polimikrobakteri
Immunocompromise dissease1,2
Hepatektomi
Dewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati yang terkena
abses. Hepatektomi dapat dilakukan pada abses tunggal atau multipel, lobus kanan atau
kiri, juga pada pasien dengan penyakit saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi
tergantung dari luas daerah hati yang terkena abses juga disesuaikan dengan perdarahan
lobus hati.1,2,6,7
PROGNOSIS
Prognosa abses hati tergantung dari investasi parasit, daya tahan host, derajat dari
infeksi, ada tidaknya infeksi sekunder, komplikasi yang terjadi, dan terapi yang diberikan
Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika
hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab bakterial organisme multipel, tidak
dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleura atau
adanya penyakit lain.1,2
KESIMPULAN
Abses hati merupakan infeksi pada hati yang disebabkan bakteri, jamur, maupun
nekrosis steril yang dapat masuk melalui kandung kemih yang terinfeksi dan infeksi dalam
perut lainnya. Abses hati dibedakan menjadi 2 yaitu abses hati amebik dan abses hati
piogenik. Adapun gejala-gejala yang sering timbul diantaranya demam tinggi, nyeri pada
kuadran kanan atas abdomen, hepatomegali, ikterus. Diagnosis yang di pakai sama seperti
penyakit lain yaitu pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan laboratorium. Terapi yang
diberikan adalah antibiotika spektrum luas, aspirasi cairan abses, drainase, laparatomi dan
hepatektomi. Abses hepar dapat disembuhkan bila ditangani dengan cara yang tepat dalam
waktu yang secepatnya, oleh karenanya sangatlah penting untuk dapat mendiagnosanya
sedini mungkin.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta 2006 ;
462 463
2. Sjamsuhidaja,R & deJong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC Penerbit Buku
Kedokteran. 2004
3. Guyton & Hall.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC Penerbit Buku
Kedokteran.1997
4. Sobotta.
Atlas
Anatomi
Manusia.
Edisi
21.
Jakarta.
EGC
Penerbit
buku
kedokteran.2000.
5. Christophers Textbook of Surgery. Philadelphia and London: Saunder Company.
1960; 797-799
6. Junita,
Arini,
et
al.
Beberapa
Kasus
Abses
Hati
Amuba.
Denpasar:
www.ejournal.unud.ac.id.
7. Peralta, Ruben. Liver Abscess. Dominica: www.emedicine.medscape.com. 2008
REFERAT
ABSES HEPAR
DISUSUN OLEH
Anne Ridhani Fatimah
2006730007
Pembimbing Klinik
dr. H. Wiyoto Sukardi, Sp.B
KATA PENGANTAR
Penulis