Anda di halaman 1dari 17

Gastroesofageal Refluks Disease (GERD)

Oleh:
Restika Osin Sukur (102014127)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731
Restysukur9@gmail.com

Abstrak
Refluks gastroesofagus didefinisikan sebagai gejala atau kerusakan mukosa esofagus
akibat masuknya isi lambung ke dalam esofagus. Diagnosis dapat ditegakan setelah
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik yang meliputi Urutan teknik pemeriksaan fisik
abdomen ialah inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi, pemeriksaan penunjang yang terdiri
dari endoskopi, USG dan radiologi. Beberapa gejala pada GERD juga terdapat dapat dalam
NERD dan dispepsia fungsional sebagai diagnosa banding. GERD juga dapat disebabkan
oleh beberapa faktor tetapi apabila penyakit ini ditangani dengan baik maka dapat sembuh
kembali tetapi apabila tidak ditangani dengan baik maka dapat mengakibatkan komplikasi.
GERD ini juga dapat dicegah.
Kata Kunci: Gastroesofaus, refluks, GERD
Abstract
Defined as symptoms of gastroesophageal reflux or esophageal mucosal damage as a
result of the entry of gastric contents into the esophagus. Diagnosis can be established after
the history-taking, physical examination, including a physical examination techniques
abdominal sequence is inspection, auscultation, palpation and percussion, investigations
which consists of endoscopy, ultrasound and radiology. Some symptoms of GERD also can
be found in NERD and functional dyspepsia as a differential diagnosis. GERD also can be
caused by several factors, but if the disease is treated properly, it can be recovered, but if not
handled properly, it can lead to complications. GERD can also be prevented.
Keywords: Gastroesofaus, reflux, GERD

Pendahuluan
1

Refluks gastroesofagus didefinisikan sebagai gejala atau kerusakan mukosa esofagus


akibat masuknya isi lambung ke dalam esofagus. Refluks gatroesofagus disebabkan jika ada
gangguan pada katup di ujung esofagus sehingga terjadi refluks, yakni asam lambung
mengalir kembali ke esofagus yang menyebabkan rasa terbakar, iritasi suara dan batuk
kronis.1
Beberapa pasien dengan gastroesofagus abnormal memproduksi asam lambung
dengan jumlah yang besar selain itu juga ada faktor lain yang berkontribusi seperti Lower
Esofagus Sphincter (LES), Hiatas Hernial, Esofageal Constractions dan endapan dari perut.1
Dalam kasus kali ini, seorang perempuan, 50 tahun datang berobat ke poliklinik
umum dengan keluhan bila makan cepat kenyang, begah dan rasa terbakar di daerah dada
(heart burn) kadang disertai kembung bila makan agak banyak. Keluhan seperti ini dirasakan
sudah kira-kira 4 bulan. BB= 50 kg, TB= 149 cm saat ini BB menjadi 44 kg. Pasien memiliki
kebiasaan minum soft drink dan jamu setiap 2 hari sekali.
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan kepada pasien secara langsung apabila kondisinya
memungkinkan (auto-anamnesis), namun dapat ditanyakan pula pada orang terdekat atau
orang yang mengantar pasien ke dokter (allo-anamnesis). Sesuai dengan kasus, pertanyaan
yang diajukan dapat meliputi identitas diri, keluhan utama, sejak kapan keluahan utama
muncul, keluhan lain yang mungkin dirasakan, riwayat penyakit yang diderita saat ini,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat pengobatan yang sudah
dilakukan dan kondisi sosial ekonomi pasien.2
Identitas meliputi nama pasien, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, suku bangsa dan agama.
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien ke
dokter atau mencari pertolongan. Dalam menulis keluhan utama harus disertai dengan waktu,
berapa lama pasien mengalami keluhan tersebut.
Riwayat penyakit sekarang merupakan cerita kronologis, terinci dan jelas mengenai
keadaaan kesehatan pasien sejak sebelum mengalami keluhan utama tersebut samapi datang
berobat dan apakah ada keluhan tambahan.
Riwayat penyakit dahulu, apakah dahulu pasien pernah mengalami sakit seperti ini
dan penggunaan obat-obat yang dapat memicu terjadinya keluhan tersebut.

Riwayat penyakit keluarga dan psikosaosial.2


Riwayat kebiasaan dan ekonomi perlu ditanyakan apakah pasien mengalami kesulitan
dalam memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari dan apakah pasien memiliki alergi terhadap
makanan atau minuman tertentu.
Didapatkan hasil anamnesis dari pasien perempuan tersebut adalah sebagai berikut:
Usia
Keluhan Utama

: 50 tahun
: Bila makan cepat kenyang, begah dan rasa
terbakar di daerah dada (heart burn), kadang
disertai kembung bila makan agak banyak.
Keluhan seperti ini dirasakan sudah kira-kira
4 bulan. BB= 50 kg, TB= 149 cm saat ini BB

Riwayat Kebiasaan

menjadi 44 kg.
: Minum soft drink dan jamu setiap 2 hari
sekali.

Pemeriksaan Fisik
Urutan teknik pemeriksaan fisik abdomen ialah inspeksi, auskultasi, palpasi dan
perkusi agar hasil pemeriksaan auskultasi lebih akurat karena kita belum memberikan
pengaruh terhadap abdomen.3

Inspeksi \
Pada inspeksi yang perlu diperhatikan adalah warna kulit, elastisitasnya
apakah menurun atau tidak seperti pada orang tua dan pasien dehidrasi, adanya bekas
operasi, pelebaran pembuluh darah dan adakah benjolan.3
Selain itu juga dapat diperhatikan bentuk abdomen apakah rata, menonjol, atau
cekung dan apakah simetris atau tidak, apakah adakah gerakan dinding abdomen, dan
apakah ada pulsasi atau tidak.
Selain itu juga kita dapat menjelaskn tentang topografi abdomen berdasarkan
empat kuadran dan sembilan regio agar kita dapat menentukan lokasi kelainan,
sebagai berikut:
1. Pembagian atas empat kuadran, dengan membuat garis vertikal dan horizontal.
Garis vertikel ditarik dari bawah processus xiphoideus sternum melewati
umbilikus, sedangkan garis horizontal ditarik melewati umbilikus. Kuadrankuadran itu adalah kuadran kanan atas, kuadran kiri atas, kuadran kanan bawah dan
kuadran kiri bawah.

Gambar 1. Pembagian Empat Kuadran3


2. Pembagian atas sembilan regio, dengan membuat dua garis vertikal dan dua garis
horizontal. Dua garis vertikal tersebut adalah garis yang ditarik dari tepi bawah
kedua arcus costa, garis horizontal pertama ditarik dari tepi bawah arcus costa dan
garis horizontal kedua ditarik dari antara kedua SIAS. Regio-regio tersebut adalah
regio hipokondrium kanan, regio epigastrium, regio hipokondium kiri, regio
lumbalis kanan, regio umbilikus, regio lumbalis kiri, regio ilika kanan, regio
hipogastrium atau suprapubik, dan regio iliaka kiri.

Gambar 2. Pembagian Sembilan Regio3

Auskultasi
Auskultasi berguna untuk mendengarkan suara peristaltic usus

dengan

menggunakan diafragma stetoskop yang diletakkan pada dinding abdomen. Suara


peristaltic usus terjadi akibat adanya gesekan cairan dan udara dalam usus.
Bila terdapat obstruksi usus, perisaltic meningkat disertai rasa sakit dan bila
obstruksi makin berat, maka abdomen tampak membesar dan tegang serta peristaltic
usus lebih tinggi seperti dentingan keping uang logam (metalic-sound).

Bila terjadi peritonitis, peristaltic usus akan melemah sehingga frekuensi


makin lambat bahkan sampai hilang.

Palpasi
Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari kedua sampai keempat
sedangkan untuk menentukan batas tepi organ digunakan ujung jari. Pasien juga
diminta untuk menekuk lututnya agar memudahkan palpasi dan pada saat menekan
dinding perut, pasien diminta juga untuk menarik nafas dalam.
Palpasi bimanual digunakan dengan kedua telapak tangan, dimana tangan kiri
berada dipinggang pasien sedangkan tangan kanan berada di dinding abdomen lalu
secara bersama-sama kedua tangan menekan.
Pemeriksaan ballottement dengan cara menghentakkan ginjal dengan salah
satu tangan diletakkan dibelakang pada posteroir dan merasakan pantulan ginjal pada
tangan yang berada di anterior saat pasien inspirasi.
Setiap ada perubahan massa maka dicari ukuran, bentuk, lokasi, konsistensi,
tepi, permikaan, fiksasi atau mobilitas, nyeri atau tidak, dan warna kulit diatasnya.
Palpasi hati, dilakukan dengan satu tangan pada kuadran kanan atas.
Dilakukan palpasi dari bawah ke atas pada garis midclavicula dan pasien diminta
untuk menarik nafas dalam sehingga hati teraba. Apabila terdapat pembesaran hati
maka dinyatakan berapa sentimeter dari bawah arcus costa dan processus xiphoideus
dan sebaiknya digambar.
Palpasi lien dilakukan menurut garis Schuffner yang ditarik dari SIAS kanan
menuju tepi bawah arcus costa kiri. Dimana titik Schuffner I berada di SIAS kanan,
Shuffner IV berada di daerah umbilikus dan Shuffner VIII berada di tepi bawah arcus
costa. Palpasi dilakukan dari titik Schuffner I ke Shuffner VIII. Apabila lien teraba
maka dilaporkan ukuran, konsistensi dan nyeri atau tidak.
Pemeriksaan appendisitis dilakukan pada titik McBurney. Titik McBurney
adalah titik sepertiga garis yang ditarik dari SIAS kanan ke umbilikus apakah tersa
nyeri atau tidak pada saat ditekan dan pada saat dilepas, dan apabila kita menekan
didaerah kontra lateral (Rovsing Sign) apakah terasa nyeri pada titik McBurney
tersebut.
Pemeriksaan berikut pada appendisitis adalah dengan Psoas Sign yaitu dengan
menyuruh pasien menyamping dan kita menarik tungkai kanan pasien kebelakang
dalam keadaan tungkai yang lurus. Selain itu juga dengan Obturator Sign dimana kaki
kanan pasien diputar apakah terasa nyeri atau tidak pada titi McBurney.
Pemeriksaan kolesistitis dengan pemeriksaan Murphy Sign dimana kita
menekan pada tepi bawah arcus costa kanan apakah terdapat nyeri atau tidak.

Pemeriksaan asites dilakukan dengan cara undulasi dimana salah satu tangan
pasien berada di garis mediana lalu tangan kita berada dipinggir perut dan tangan
yang satu menggoyangkan cairan bebas dalam perut serta tangan yang lain
merasakannya. Cara lainnya dengan Shifting Dullness dengan melakukan perkusi
secara horizontal dan terdapat perubahan bunyi dari pekak ke timpani saat pasien

berubah posisi.3
Perkusi
Perkusi dilakukan menurut garis axillaris anteroir kanan, midclavicula kanan,
mediana, midclavicula kiri dan axillaris anterior kiri. Pemeriksaan ini berguna untuk
mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara keseluruhan, menentukan besarnya
hati, limpa, ada atau tidaknya asites, dan adanya udara yang meningkat dalam organ di
dalam abdomen. Suara perkusi normal adalah timpani kecuali daerah hati yang redup
dan pada daerah usus akan pekak.

Gambar 3. Perkusi Pada Abdomen3


Pemeriksaan Penunjang
1.

Pemeriksaan Endoskopi
Endoskopi merupakan alat yang digunakan untuk memeriksa organ di dalam
tubuh manusia secara visual dengan cara mengintip melalui alat tersebut atau melalui
layar monitor sehingga kelainan yang ada pada organ dapat terlihat dengan jelas.
Pemeriksaan endoskopi adalah pemeriksaan penunjang yang memakai alat endoskopi
untuk mendiagnosis kelainan-kelainan organ dalam tubuh antara lain saluran cerna,
saluran kemih, rongga mulut, rongga abdomen, dll.

Gambar 4. Pemeriksaan Endoskopi


(Sumber:http://www.medhelp.org/adam/graphics/images/en/15849.jpg)
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku untuk
diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esofagus (esofagitis refluks).
Dengan endoskopi, dapat dinilai perubahan makroskopik dari mukosa esofagus, serta
dapat menyingkirkan kelainan patologis lain yang dapat menimbulkan gejala GERD.
Jika tidak ditemukan mucosal break pada endoskopi pada pasien dengan gejala khas
GERD, keadaan ini disebut sebagai Non-erosive Reflux Disease (NERD) .4
2.

Pemeriksaan Ultrasonografi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengidentifikasi kelainan pada intra
abdomen, misalnya batu kandungan empedu, kolesistitis, sirosis hati,dll.5

3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi kelainan struktural dinding/mukosa
saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau tumor. Pemeriksaan ini terutama
bermanfaat pada kelainan yang bersifat penyempitan dan obstruktif yang tidak dapat
dilewati oleh skop endoskopi.5
Pada pemeriksaan radiologi untuk saluran cerna bagian atas, digunakan barium
sulfat yang merupakan medium kontras yang dapat dilihat oleh sinar X. Saat pasien
menelan suspense barium, suspensi itu akan melapisi esophagus dengan barium
sehingga imaging dapat diakukan.

Gambar 5. Pemeriksaan dengan Barium Enema


(Sumber: http://top.ucsf.edu/media/112124/barium%20swallow.jpg)
Diagnosis Kerja
Gastroesofageal Refluks Disease (GERD) adalah salah satu kelainan yang sering
dihadapi di dalam gastrointestinal dan bersifat multifaktoral. Penyakit GERD ini terjadi
akibat terjadinya kontak yang terjadi dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat
dengan mukosa esofagus dan terjadinya penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus,
walaupun kontak antara bahan refluksat dengan esofagus tidak cukup lama. Petogenesis
terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif yang antara lain adalah
Lower Esophagus Sphicter (LES), bersihan asam dari lumen dan ketahanan epitel esofagus
terhadap bahan refluksat dengan faktor ofesif yang antara lain adalah asam lambung, dilatasi
lambung, obstruksi gastric outlet dan delayed gastric emptying.
Gejala klinis yang khas dari GERD adalah nyeri atau rasa tidak enak di epigastrium
atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar
(heart burn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan makanan),
mual atau regurtiasi dan rasa pahit di lidah. GERD juga dapat menimbulkan manifestasi
gejala ekstra esofageal yang atipik dan sangat bervariasi mulai dari nyeri non-kardiak (noncardiac chest pain),suara serak, laringitis, batuk karena aspirasi sampai timbulnya
bronkietaksis atau asma. Gejala GERD biasanya perlahan-lahan, sangat jarang terjadi
keadaan yang bersifat mengancam nyawa.
Pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas yang merupakan standart baku
untuk mendiagnosis GERD ditemukan mucosal break di esofagus (esofagitis refluks).6
Diagnosis Banding
1.

Non Erosive Refluks Disease (NERD)

Perbedaan NERD dan GERD adalah pada GERD ditemukan mucosal break pada
pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas, tetapi pada NERD tidak ditemukan
2.

kelainan tersebut.
Dispepsia Fungsional
Dispepsia fungsional didefinisikan sebagai adanya satu atau lebih keluhan rasa penuh
setelah makan, cepat kenyang, nyeri epigastrik, rasa terbakar di epigastrium, tidak ada
bukti kelainan struktural (termasuk didalamnya pemeriksaan endoskopi saluran cerna
bagian atas) yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan tersebut dan keluhan ini terjadi
selama 3 bulan dalam waktu 6 bulan terakhir sebelum diagnosis ditegakkan.
Jadi disini ada batasan waktu yang ditujukan untuk meminimalisasikan kemungkinan
adanya penyebab organik. Seperti dalam logaritma penanganan dispepsia, bahwa bila ada
gejala alarm seperti penurunan berat badan, timbulnya anemia, melena, muntah yang
persisten, maka merupakan awal kemungkinan adanya penyebab organik yang
membutuhkan pemeriksaan penunjang diagnostik secara lebih intensif seperti endoskopi.6

Etiologi
Refkuks gastrosfogaus terjadi sebagai konsekuensi sebagai kelainan fisiologis dan
anatomi yang berperan dalam mekanisme antirefluks di lambung dan esofagus. Mekanisme
petofisiologi meliputi relaksasi transien dan tonus Lower Esophageal Sphincter (LES) yang
menurun dan jenis refluksat dari lambung dan duodenum, baik asam lambung maupun bahanbahan agresif lain seperti pepsin, tripsin dan cairan empedu serta faktor-faktor pengosongan
lambung. Asam lambung merupakan salah satu faktor utama etiologi penyakit refluks
gastroesofagus, kontak asam lambung yang lama dapat mengakibatkan kematian sel,
nekrosis, dan kerusakan mukosa pada pasien GERD.7
Ada 4 faktor penting yang memengang peran untuk terjadinya GERD
1. Rintangan Anti-refluks (Anti Refluks Barrier)
Kontraksi tonus Lower Esophagus Sphicter (LES) memengang peran penting
untuk mencegah terjadinya GERD, tekanan LES <6 mmHg hampir selalu disertai
GERD yang cukup berarti, namun refluks bisa saja terjadi pada tekanan LES yang
normal, ini dinamakan inappropiate atau transient sphicter relaxation, yaitu
pengendoran sfingter yang terjadi di luar proses menelan. Akhir-akhir ini
dikemukakan bahwa radang kardia oleh infeksi kuman Helicobacter pylori
mempengaruhi faal LES dengan akibat memperberat keadaan. Faktor hormonal,
maknan berlemak juga menyebabkan turunnya tonus LES.
2. Mekanisme Pembersihan lambung

Pada keadaan normal keadaan bersih esofagus terdiri dari 4 mekanisme, yaitu
gaya gravitasi, peristaltik, salivasi dan pembentukan bikarbonat instrinsik oleh
esofagus. Proses pembersihan esofagus dari asam (esophageal acid clerence) ini
sesungguhnya berlangsung dalam 2 tahap. Mula-mula peristaltik esofagus primer
yang timbul pada waktu menelan dengan cepat mengosongkan isi esofagus, kemudian
air liur yang alkalis dan dibentuk sebanyak 0,5 mL/menit serta bikarbonat yang
dibentuk oleh mukosa esofagus sendiri, menetralisasi asam yang masih tersisa.
Sebagian besar asam yang masuk esofagus akan turun kembali ke lambung oleh
karena gaya gravitasi dan peristaltik. Refluks yang terjadi pada malam hari waktu
tidur paling merugikan oleh karena dalam posisi tidur gaya gravitasi tidak membantu,
salivasi dan proses menelan boleh dikatakan berhenti dan oleh karena itu peristaltik
primer dan saliva tidak berfungsi untuk proses pembersihan asam di esofagus.
3. Daya Perusak Bahan Refluks
Asam pepsin dan mungkin juga empedu yang ada dalam cairan refluks
mempunyai daya perusak terhadap mukosa esofagus. Beberapa jenis maknan tertentu
seperti kopi dapat menambah keluhan pada pasien GERD.
4. Isi Lambung dan Pengosongannya
Refluks esofagus lebih sering terjadi sewaktu habis makan dari pada keadaan
puasa, oleh karena isi lambung merupakan faktor penentu terjadinya refluks. Lebih
banyak isi lambung lebih sering terjadi refluks. Selanjuntnya pengosongan lambung
yang lamban akan menambah kemungkinan refluks tersebut.
Patofisologi
Esofagus dan Gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone)
yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada individu normal, pemisah
ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat
menelan, atau aliran retrogard yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari
gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat
rendah (<3 mmHg)8
Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme
1.

Refluks spontan pada saat relaksasi LES (Lower esophageal sphincter) yang
tidak adekuat

2. Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan


3. Meningkatnya tekanan intra abdomen
Terjadinya aliran balik atau refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh gangguan
motilitas atau pergerakan esofagus bagian ujung bawah. Pada bagian ujung ini terdapat otot
pengatur (sfingter) disebut LES, yang fungsinya mengatur arah aliran pergerakan isi saluran
cerna dalam satu arah dari atas kebawah menuju usus besar. Pada GERD akan terjadi
relaksasi spontan otot tersebut atau penurunan kekuatan otot tersebut, sehingga dapat terjadi
arus balik atau refluks cairan/ asam lambung, dari bawah keatas ataupun sebaliknya.

Gambar 6. Patogenesis Terjadinya GERD


(sumber: www.google.com)
Tabel 1. Faktor faktor yang mempengaruhi LES 8
Menaikkan tekanan
Hormon

Menurunkan tekanan

Gastrin

Secretin

Motilin

Colesistokinin

Substance P

Somastotatin
Glukagon
Polipeptida
Progesteron

Makanan

Protein

Lemak
Coklat
Pepermint

Lain-lain

Histamin

Kafein

Antasida

Rokok

Meticlopramid

Kehamilan

Domperidone

Prostaglandin

Cisapride

Morpin

Gastroesophageal reflux terjadi secara pasif karena katup antara lambung dan
esofagus tidak berfungsi baik, baik karena hipotonia sfingter esofagus bawah, maupun karena
posisi sambungan esofagus dan kardia tidak sebagaimana lazimnya yang berfungsi sebagai
katup. Kemungkinan terjadinya refluks juga dipermudah oleh memanjangnya waktu
pengosongan lambung.9
Jika sfingter esophagus bagian bawah tidak berfungsi baik, dapat timbul refluks yang
hebat dengan gejala yang menonjol. Meskipun dilaporkan bahwa tekanan intraabdominal
yang meninggi dapat menyebabkan refluks, tetapi mekanisme yang lebih penting adalah
peran tonus sfingter yang berkurang, baik dalam keadaan akut maupun menahun.
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) terjadi jika isi lambung refluks ke esofafus
atau orofaring dan menimbulkan gejala. Patogenesis GERD ini multifaktorial dan kompleks,
melibatkan frekuensi refluks, asiditas lambung, pengosongan lambung, mekanisme klirens
esofagus, barier mukosa esofagus, hipersensitivitas visceral, dan respon jalan napas.
Refluks paling sering terjadi saat relaksasi sementara dari sfingter esofagus bawah
tidak bersamaan dengan menelan, yang memungkinkan isi lambung mengalir ke esofagus.
Proporsi minor episode refluks terjadi ketika tekanan sfingter esofagus bawah gagal
meningkat saat peningkatan mendadak tekanan intraabdominal atau ketika tekanan sfingter
esofagus bawah saat istirahat berkurang secara kronis. Perubahan pada beberapa mekanisme
proteksi memungkinkan refluks fisiologis menjadi GERD: klirens dan pertahanan refluks
yang tidak memadai, lambatnya pengosongan lambung, kelainan pada pemulihan dan
perbaikan epitel, dan menurunnya reflex protektif neural pada saluran aerodigestif.
Epidemoligi
Gastroesophageal reflux disease (GERD) umum ditemukan pada populasi di negara
barat namun dilaporkan relatif rendah insidennya di Asia-Afrika. Pada bayi mengalami
refluks ringan sekitar 1 : 300 sampai 1 : 1000. Gastrorefluksesofagus pada bayi banyak
terjadi pada bayi sehat berumur 4 bulan, dengan > 1x episode regurgitas, pada umur 6 sampai

7 bulan, gejala berkurang dari 61% menjadi 21% . Hanya 5 % bayi berumur 12 bulan yang
mengalami GERD.
Gejala Klinis
Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri atau rasa tidak enak di epigastrium
atau retrosternal bagian bawah, rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar
(heart burn ), bercampur dengan gejala disfagia, mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah,
gejala ini dapat lebih buruk pada malam hari.10
Heart burn kadang-kadang dijumpai pada orang sehat, namun bila terjadi berulangulang, hal ini mempunyai nilai ramal diagnostik 60%. Yang dimaksud dengan heart burn
adalah rasa panas/ membakar yang dirasakan di daerah epigastrium dan bergerak naik ke
daerah retrosternal sampai ke tenggorok. Keluhan ini terutama timbul malam hari pada waktu
berbaring atau setelah makan. Keluhan bertambah pada waktu membungkuk, atau setelah
minum minuman beralkohol, sari buah, kopi, minuman panas atau dingin. Sebaliknya
antasida dapat mengurangi rasa sakit tadi.
Rasa tidak enak pada retrosternal ini mirip dengan keluhan pada serangan angina
pektoris. Disfagia yang timbul saat makan makanan padat mungkin terjadi karena striktur
atau keganasan yang berkembang dari Barretts esophagus. Odinofagia (rasa sakit saat
menelan makanan) bisa timbul jika sudah terjadi ulserasi esofagus yang berat.
GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstra esofageal yang atipik dan
sangat bervariasi mulai dari nyeri dada non-kardiak (Non Cardiac Chestpain), suara serak
(hoarseness), mulut terasa asam, laringitis, batuk karena aspirasi sampai timbulnya
bronkiektasis atau asma. Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang
terjadi episode akut atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa.
Komplikasi
a. Esofagitis dan sekuelenya striktur, Barret Esofagus, adenocarcinoma
Esofagitis bisa bermanifestasi sebagai irritabilitas, anak tidak mau makan, nyeri pada
dada atau epigastrium pada anak yang lebih tua, dan jarang terjadi hematemesis, anemia,
atau sindrom Sandifer. Esofagitis yang berkepanjangan dan parah dapat menyebabkan
pembentukan striktura, yang biasanya berlokasi di distal esophagus, yang menhasilkan
disfagia, dan membutuhkan dilatasi esophagus yang berulang dan fundoplikasi. Esofagitis
yang berlangsung lama juga bisa menyebabkan perubahan metaplasia dari epitel skuamosa
yang disebut dengan Barret Esofagus, suatu precursor untuk terjadinya adenocarcinoma
esophagus.6
b. Nutrisi

Esofagitis dan regurgitasi bisa cukup parah untuk menimbulkan gagal tumbuh karena
deficit kalori. Pemberian makanan melalui enteral (nasogastrik atau nasoyeyunal atau
perkutaneus gastric atau yeyunal) atau pemberian melalui parenteral terkadang dibutuhkan
untuk mengatasi deficit tersebut.
c. Extra esophagus
GERD dapat menimbulkan gejala pernapasan dengan kontak langsung terhadap
refluks dari isi lambung dengan saluran pernapasan (aspirasi atau mikroaspirasi).
Seringnya, terjadi interaksi antara GERD dan penyakit primer saluran pernapasan, dan
terciptalah lingkaran setan yang semakin memperburuk kedua kondisi tersebut. Terapi
untuk GERD harus lebih intens (biasanya melibatkan PPI) dan lama (biasanya 3 sampai 6
bulan).
Penatalaksanaan
Medika mentosa
a. Antasida.
Tujuan pemberian antasida yang dapat menetralisir asam lambung adalah untuk
mengurangi paparan asam di esofagus, mengurangi gejala nyeri uluhati dan
memperingan esofagitis. Pengalaman pemakaian antasida pada bayi dan anak belum
banyak sehingga tidak direkomendasikan. Pemakaian antasida terbatas hanya untuk
jangka pendek saja.
b. Antagonis reseptor H2
Cara kerja golongan obat ini adalah menekan sekresi asam dengan menghambat
reseptor H2 pada sel parietal lambung. Ranitidin merupakan jenis yang paling sering
digunakan. Obat ini efektif untuk mengurangi gejala esofagitis ringan sampai sedang
serta tanpa komplikasi. Tetapi efeknya terhadap esofagitis berat belum banyak
dilaporkan.
c. Obat-obatan prokinetik
Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit
ini dianggap lebih condong kea rah gangguan motilitas. Namun pada prakteknya,
pengobatan GERD sangat bergantung kepada penekanan sekresi asam. Contoh obat
prokinetik : metoklopramid, domperidon, dan cisapride.
d. Proton pump Inhibitor.

Golongan obat ini mensupresi produksi asam lambung dengan menghambat


molekul di kelenjar lambung yang bertanggung jawab mensekresi asam lambung,
biasa disebut pompa asam lambung (gastric acid pump). Omeprazol terbukti effektif
pada esofagitis berat yang refrakter terhadap antagonis reseptor H2. Golongan obat ini
mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam lambung.
Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan
pantoprazol. Waktu paruh PPI adalah ~18jam ; jadi, bisa dimakan antara 2 dan 5 hari
supaya sekresi asid gastrik kembali kepada ukuran normal. Supaya terjadi penghasilan
e.

maksimal, digunakan sebelum makan yaitu sebelum sarapan pagi kecuali omeprazol.
Antibiotik untuk infeksi Helicobacter pylori
Eradikasi bakteri Helicobacter pylori membantu mengurangi simptom pada
sebagian pasien dan biasanya digunakan kombinasi antibiotik seperti amoxicillin
(Amoxil),

clarithromycin

(Biaxin),

metronidazole

(Flagyl)

dan

tetracycline

(Sumycin).6 Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmakoterapi (obat


anti- depresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang
keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi.
Non medika mentosa
Sebagian besar pasien GERD dengan keluhan rasa panas di ulu hati dan
regurgitasi asam tanpa adanya kerusakan mukosa biasanya membaik dengan
mengubah gaya hidup.6
Yang dapat dilakukan adalah :
a. Jangan berbaring setelah makan.
b. Hindari mengangkat barang berat.
c. Hindari pakaian yang ketat, terutama di daerah pinggang.
d. Tempat tidur bagian kepala ditinggikan.
e. Turunkan berat badan pada pasien yang gemuk.
f. Membiasakan tidur dengan lambung tidak terisi penuh.
g. Jangan makan terlalu kenyang.
h. Hindari makanan berlemak.
i. Kurangi atau hentikan pemakaian kopi, alkohol, coklat, dan makanan yang dibubuhi
rempah-rempah.
j. Jangan merokok.
k. Jangan menggunakan obat-obatan yang menurunkan sfingter esofagus bawah.

Nutrisi yang adekuat : diusahakan diberikan nutrisi yang bergizi tinggi dengan kalori,
protein lemak dan karbohidrat yang seimbang. Bila belum dapat makan (oral) diberikan
secara parenteral dan/atau enteral melalui selang flocare (selang nasogastrik ukuran 7 french).
Nutrisi parenteral diberikan sesuai kebutuhan kalori dan elektrolit, seperti Triofusin, Triofusin
E 1000, Aminofusin, Intrafusin, AAmiparen Panamin G, Intralipid, Aminosteril, Kalbamin,
dll. Nutrisi secara enteral dapat berupa susu komersial (misal: Entrasol, Peptisol, Fresubin,
Proten, Nutren) atau makanan cair biasa.
Vitamin dan zat besi : pada anemia defisiensi vitamin B12/ asam folat perlu diberikan
vitamin B12 atau asam folat. Pada anemia defisiensi besi perlu diberikan obat zat besi misal
ferrous fumarat, sulfat ferosus, feromia, dll. Pada anemia defisiensi besi perlu juga diberikan
vitamin C. Pada kekurangan vitamin A dapat diberikan vitamin A.
Untuk sebagian pasien dengan derajat penyakit yang lebih berat dan menunjukkan
kerusakan mukosa berupa peradangan dan ulserasi, dibutuhkan obat-obat untuk
menyembuhkannya.
Prognosis
Prognosis GERD sangat baik, sekitar 80-90% yang terkena dapat sembuh dengan
bantuan antasid. Beberapa lainnya butuh pengobatan lain, teapi tidak terlalu jelas berapa lama
untuk sembuh.
Kesimpulan
Adanya kebiasaan minum soft drink dan jamu berlebihan dapat menyebabkan perut
terasa penuh, nyeri ulu hati dan kembung serta muntah asam dapat menimbulkan GERD.
Dengan pengobata yang adekuat serta perubahan modifikasi gaya hidup diharapkan pasien
tidak mengalami gejala kekambuhan lagi.
Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. 4 th ed. Jakarta: FKUI;
2006.h.285-90
2. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi ke-4. Jakarta: EGC; 2006
3. Swartz HM. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: Penerbit EGC; 2005.h.239-56
4. Makmun D. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.h.480-7

5. Ekayuda I. Radiologi diagnostic pencitraan diagnostic jilid 2. Edisi 2. Jakarta: Divisi


Radiologi Departemen Radiologi FKUI; 2005.
6. Fauci et all. Harisons principles of internal medicine. 17th ed USA:McGraw-Hill
Companies;2008:2575-590.
7. Ruigmez A, Wallander M, Lundborg P, Johansson S, Rodriguez L. Gastroesophageal
reflux disease in children and adolescents in primary care. Scandinavian Journal Of
Gastroenterology. 2010; 45(2): 139-146.
8. Sylvia AP, Lorraine M, Wilson. Patofisiologi volume 1. Dalam: Glenda NL, penyunting.
Gangguan lambung dan duodenum. Edisi ke-6 Jakarta : EGC; 2005. h.417-22.
9. Bucher, Graham P, Laurence H. Dispepsia. Gastroenterology. China: Elsevier Science
Limited; 2003.h. 31- 2.
10. Katzung, Betram, Anthony JT, Susan M. Drug used in the treatment of
gastroenterintestinal diseases. 9th Edition. McGraw-Hill: Lange; 2004.h. 1469.

Anda mungkin juga menyukai