(1234100006)
(1234100009)
3. Arief Hermanto
(1234100020)
4. Alvin Nabela
(1234100023)
5. Citra Nurani
(1234100034)
6. Winda Irawati
(1234100038)
2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul "Etika dan Estetika
dalam Forum Ilmiah" tepat pada waktunya. Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai
tugas mata kuliah Bahasa Indonesia semester 1 (satu) Jurusan Gizi Poltekkes
Kemenkes Malang.
Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Dosen Pengajar Bahasa Indonesia,
Bapak Hasan Aroni, SKM, MPH yang telah memberikan tugas untuk menulis makalah ini.
Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini kami mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun kami harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB I....................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN....................................................................................................... 1
BAB II...................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN......................................................................................................... 3
2.1.
2.2.
2.3.
Pengertian Etika......................................................................................... 6
2.1.1.
Etika Alamiah....................................................................................... 8
2.1.2.
Etika Objektif....................................................................................... 9
2.1.3.
Etika Universal................................................................................... 10
2.1.4.
Etika Sosiokultural............................................................................. 12
2.1.5.
2.4.
2.5.
Kepekaan Etika........................................................................................ 14
2.6.
Pentingnya Etika...................................................................................... 15
2.7.
Pengertian Estetika.................................................................................. 16
2.8.
2.9.
2.10.
BAB III................................................................................................................... 26
PENUTUP.............................................................................................................. 26
3.1.
Simpulan.................................................................................................. 26
3.2.
Saran....................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 28
BAB I
PENDAHULUAN
berjalan
dengan
efektif,
maka
mahasiswa
memerlukan
1.3 Tujuan
Sejalan dengan rumusan di atas, tujuan penulisan makalah ini adalah
1. mendeskripsikan forum ilmiah;
2. mendeskripsikan etika dan estetika;
3. mendeskripsikan etika dan estetika dalam forum ilmiah;
4. mendeskripsikan manfaat etika dan estetika dalam forum ilmiah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
oleh mahasiswa ataupun pelaku - pelaku ilmiah lainnya, yang berfungsi sebagai
sarana penyebaran informasi ilmiah, baik secara konseptual maupun prosedural.
Dalam forum ilmiah, presentasi ilmiah merupakan suatu kegiatan yang pasti
dilakukan. Kegiatan itu berfungsi untuk menyebarkan informasi ilmiah. Karena
mahasiswa merupakan intelektual yang berkewajiban menyebarkan ilmu yang
dimilikinya, kemahiran untuk melakukan presentasi ilmiah merupakan suatu
kebutuhan.
Agar presentasi ilmiah dapat berjalan dengan efektif, ada kiat - kiat yang
perlu diterapkan, yaitu1 :
1. Menarik perhatian dan minat pelaku ilmiah.
2. Menjaga agar presentasi tetap fokus pada masalah yang dibahas.
3. Menjaga etika ketika tampil di depan forum ilmiah.
2.2.
2. Seminar
Pertemuan
berkala
yang
biasanya
diselenggarakan
oleh
3. Simposium
Pertemuan
ilmiah
untuk
mengetengahkan
atau
membandingkan
4. Konferensi
Pertemuan yang diselenggarakan oleh suatu organisasi atau badan
resmi sehubungan dengan masalah tertentu. Jika konferensi hanya bertujuan
menyampaikan hasil keputusan suatu organisasi atau badan pemerintah
mengenai suatu masalah maka hal tersebut dinamakan dengar pendapat atau
jumpa pers.
diskusi
kelompok
besar
(pleno, klasikal,
paripurna
dan
sebagainya).
7. Buz Group
Diskusi kelompok kecil yang terdiri dari (4-5) orang.
8. Syndicate Group
Bentuk diskusi dengan cara membagi kelas menjadi beberapa kelompok
kecil yang terdiri dari (3-6) orang yang masing - masing melakukan tugas tugas yang berbeda.
9. Brain Storming
Diskusi iuran pendapat, yakni kelompok menyumbangkan ide baru
tanpa dinilai, dikritik, dianalisis yang dilaksanakan dengan cepat (waktu pendek).
10. Informal Debate
Diskusi dengan cara membagi kelas menjadi 2 kelompok yang pro dan
kontra yang dalam diskusi ini diikuti dengan tangkisan dengan tata tertib yang
longgar
agar diperoleh
kajian
yang
dimensi
dan
kedalamannya
tinggi.
12. Santiaji
Pertemuan yang diselenggarakan untuk memberikan pengarahan
singkat menjelang pelaksanaan suatu kegiatan.
13. Muktamar
Pertemuan para wakil organisasi mengambil keputusan mengenai suatu
masalah yang dihadapi bersama.
14. Diskusi Kelompok
Diskusi dengan anggota kelompok dalam suatu organisasi.
15. Bedah Buku
Kumpulan pakar - pakar ilmuwan untuk membicarakan hal - hal yang
menyangkut ilmu pengetahuan tertentu yang ada pada sebuah buku yangg
dianggap sumber.
2.3.
Pengertian Etika
Seperti halnya dengan banyak istilah yang menyangkut konteks ilmiah,
istilah etika pun berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam
bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang
rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir.
Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah: adat kebiasaan. Dan arti terakhir
inilah menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah etika yang oleh filsuf
lakunya. Kedua, etika berarti juga: kumpulan asas atau nilai moral. Yang
dimaksud disini adalah kode etik. Ketiga, etika mempunyai arti lagi: ilmu
tentang yang baik atau yang buruk. Etika baru menjadi ilmu, bila kemungkinan kemungkinan etis yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat. Seringkali
tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan
metodis. Etika disini sama artinya dengan filsafat moral.
2.1.1.
Etika Alamiah
Paparan
di
dalam
journal
tersebut
mengingatkan
kita
tentang
Etika Objektif
yang menyatakan
bahwa
kita yang
bersalah
berarti
menunjukkan rasa dan kebesaran jiwa kita sehingga kita menyatakan bahwa itu
semua salah kita, maka kita telah menunjukkan sikap yang patut menurut
budaya kita (Indonesia) tetapi bersifat subjektif.
2.1.3.
Etika Universal
lebih
banyak
perbedaan
pendapat
mengenai
etika
jika
dibandingkan dengan perbedaan pendapat mengenai fakta - fakta non etika. Berdasarkan pandangan ini, dikemukakan sebgai dasar pikiran
bahwa pandangan-pandangan mengenai etika pada hakikatnya lebih
menyangkut persoalan - persoalan tingkah laku emosional.
4. Orang - orang, paling tidak ketika mereka dalam keadaan serius,
mengemukakan pertanyaan - pertanyaan mengenai etika dengan suatu
cara yang umum (seragam) dan menyampaikan hanya satu macam
alasan (atau pandang baku) di dalam mempertahankan pranata atau
standard
etika.
Mereka
kemudian
menganggap
bahwa
cara
mengemukkan pertanyaan pertanyaan mengenai etika ini adalah satu satunya yang dapat diterima dan benar, atau sesekali dikemukakan
bahwa dengan demikian, istilah - istilah etika harus dipandang sebagai
suatu yang dapat didefinisikan secara tepat dengan suatu cara, dengan
mana jenis standar mengenai alasan yang disampaikan benar - benar
merupakan suatu alasan yang konklusif bagi pernyataan mengenai etika
yang dikemukakan.
5. Terkadang
diyakini
bahwa
ilmu
sosial
dapat
memberitahu
kita
2.1.4.
Etika Sosiokultural
Setiap
komunikasi
insani,
hampir
dapat
dipastikan
merupakan
komunikasi antar budaya. Hal ini dikarenakan setiap ada dua orang manusia
atau lebih selalu memiliki perbedaan budayanya masing - masing meski hanya
dalam derajat yang sangat kecil (Deddy Mulayan & Jalaluddin Rakhmatc
editor-,1996:vi).
Pendekatan nilai dalam komunikasi beranggapan bahwa pola - pola
komunikasi akan berbeda antara satu penganut nilai budaya dengan lainnya,
sebagaimana anggota masing-masing entitas budaya juga berorientasi nilai nilai dasar kultural yang berbeda. Konstruksi realitas sosial tertentu dan makna
yang direpresentasikan dengannya akan sangat bergantung pada konteks
kultural, tata makna kultural, dan sistem nilai kultural dasar dari entitas budaya
mana pengkonstruksi berasal (Gudykunst, 1983:54). Muatan etika yang melekat
di dalam konstruksi tersebut oleh karenanya juga akan sangat bergantung pada
sistem budaya pengkonstruksinya. Standar kepatutan di dalam setiap transaksi
komunikatif, oleh karenanya akan beragam menurut ragam budaya yang
melatarbelakangi komunikator yang terlibat, termasuk pengkonstruksi realitas
sosial politik melalui wacana tertulis di dalam opini media massa cetak.
2.1.5.
timbul dari teks itu. (Dalam hal ini: penulis) telah terjadi perdebatan seru tentang
bagaimana etika memproduksi teks dan peranan yang hendaknya dimainkan
oleh etika di dalam kehidupan dunia seni dan media (Berger, 1998:195).
Standar validitas (keabsahan) etika dari suatu pernyataan kritis tentang
produksi teks dan dampak yang ditimbulkan dari padanya didasarkan pada
prinsip - prinsip metodologi keilmuan. Rumusan metodologis hasil dari proses ini
oleh karenanya juga disebut sebagai rumusan etika kritis atau etika ilmiah yang
termasuk kedalam wilayah pembahasan metaetika atau metaethics (Solatun,
2004:62).
Pengujian (dapat dibaca: penilaian) dengan mempergunakan kerangka
metodologis ini lebih ditujukan pada kerangka penilaiannya dan bukan pada
objek yang dinilainya. Langkah seperti ini menjadi penting sehubungan dengan
kita memerlukan penjelasan tentang derajat kepatutan kerangka pemikiran
dibalik produksi pernyataan tekstual. Dua segi yang paling penting untuk diuji
dengan menggunakan kerangka metodologis seperti ini adalah konsistensi dan
generalitas dari struktur (kerangka) pikir yang melatarbelakangi diproduksinya
suatu pernyataan tekstual dan juga yang non-tekstual- (Solatun, 2004:63) .
2.4.
dan
6. Dalam
peranannya
sebagai
penasihat,
partisipan
harus
2.5.
Kepekaan Etika
Dennis Gouran menyatakan secara tegas bahwa kepekaan etika
dari
keputusannya.
Apakah
seorang
anggota
menganggap
kemungkinan ini sebagai perhatian dari temannya, dalam beberapa hal mereka
mungkin sampai pada keputusan yang berbeda. Peserta yang secara etis peka
berusaha menghindari keputusan tidak etis yang disengaja dan berusaha
meningkatkan penelaahan isu-isu lebih dari sudut pandang yang murni
pragmatis. Daripada memberikan penilaian etika yang tergesa-gesa dogmatis,
kalau tidak ini erarti itu, peserta diskusi yang peka mengajukan pertanyaan
tentang ide dan tindakan yang dapat dienarkan secara etis.
Gouran mengemukakan lima pertimbangan untuk menuntun penilaian
derajat tanggung jawab etis yang diperlihatkan dalam proses pengambilan
keputusan kelompok kecil tertentu.
1. Apakah kita memperlihatkan ketertarikan yang dibutuhkan pada
orang yang akan dipengaruhi oleh keputusan kta?
2. Apakah kita mengkaji pertanyaan diskusi sesuai dengan tanggung
jawab yang mampu dilakukan?
5 Richard L. Johannesen, Etika Komunikasi, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1996), hlm. 156.
3. Apakah
kita
salah
menggambarkan
sikap
atau
salah
2.6.
Pentingnya Etika
Pada dekade 1980-an, banyak bukti menunjukkan meningkatnya
6 Ibid. 6-7.
dilakukannya pada situasi tertentu, tetapi ia juga tidak diam sama sekali; teori
etika mengatakan kepadanya apa yang harus di pertimbangkan untuk
memutuskan apa yang harus ia lakukan. Fungsi praktis dari sebuah sistem etika
terutama adalah untuk mengalahkan perhatian kita pada pertimbangan yang
relevan, alasan - alasan yang menentukan kebenaran atau kekeliruan suatu
tindakan.
2.7.
Pengertian Estetika
Estetika adalah salah satu cabang filsafat 7. Secara sederhana, estetika
2.
3.
dan
konotasi
merupakan
dua
proses
terpenting
dari
Para ahli semiotika meneliti jenis - jenis atau bentuk - bentuk relasi antara tanda
dan objek yang diwakilinya; yang dalam istilah Saussure antara signifier
(penanda) dengan signified (yang ditandai) (Saeed, 1997:5).
Penanda bahasa bersifat struktural dan mengacu pada sifat - sifat
keinderaan dalam bentuk - bentuk denotasi dan penampakan objek. Aspek
konotatif dari bentuk denotatif tersebut berupa konsep objek bersifat kultural
fungsional dan melekat di dalamnya sebagai suatu yang mengacu pada
gagasan, citraan, pengalaman, dan nilai - nilai objek itu (Yasraf Amir Pliang,
2003:223). Di dalam pandangan strukturalis, kata dianggap memperoleh
signifikansinya dari sebuah kombinasi antara denotasinya (rujukannya) dan
pengertian (di dalamnya). Contoh paling sederhana adalah ketika seseorang
berkata: Saya melihat ibu saya beberapa saat lalu, maka pendengar akan
memperoleh pengertian bahwa si pembicara melihat seorang perempuan. Ibu
dalam kalimat si pembicara merupakan salah satu jenis denotasi yang objektif.
Adapun konotasi yang dibangun dengan kata ibu saya adalah seorang
perempuan yang melahirkan si pembicara dari kandungannya (Saeed,
1997:292). Penanda denotatif tersebut akan memiliki konotasi yang berbeda jika
diucapkan dalam konteks yang berbeda, misalnya kata ibu tidak lagi digabung
dengan kata saya tetapi digabung dengan kata pertiwi, atau kata guru.
Makna konotatif yang dituju oleh dua kalimat terakhir adalah tanah tumpah
darah (homeland) dan seorang perempuan yang bekerja sebagai pengajar si
pembicara di sebuah lembaga pendidikan atau sekolah.
Persoalan penting yang mengemuka dari dalam suatu proses denotasi
adalah bahwa denotasi merupakan proses penggunaan bahasa sebagai
pengkemas makna. Keefektifan maksud dan tujuan pengkemasan sangat
bergantung pada seberapa efektif kita menampilkan segi - segi estetik ke dalam
kemasan itu. Yasraf misalnya mengemukakan bahwa, dalam upaya pemuatan
makna tertentu pada objek seni, setidak - tidaknya ada tiga aspek yang harus
diperhatikan, yaitu 1) kode, yaitu cara tertentu memilih, menyusun dan
mengkombinasikan tanda - tanda (apakah menurut relasi penanda atau petanda,
penanda atau penanda, atau penanda par - excellence), 2) makna yang
diharapkan (bisa konvensional, kontradiktif, atau ironis), dan 3) ekspresi atau
idiom, yakni cara elemen - elemen bentuk dan tanda dikombinasikan sehingga
menghasilkan totalitas bentuk, baik yang berupa elemen linguistik maupun non linguistik (Yasraf Amir Piliang, 2003:224).
Yasraf menggambarkan proses pemuatan estetika kedalam kode dan
makna bahasa secara skematik sebagai berikut: Model proses estetik - semiotik
Yasraf tersebut di atas dapat dijadikan sebagai peta abrogasi dan apropriasi
dalam konteks dekolonisasi konstruktif. Abrograsi dan apropriasi merujuk pada
pengertian: penolakan terhadap kategori - kategori kebudayaan imperial,
estetiknya, standar normatifnya yang dibuat - buat atau standar penggunaan
kebenarannya dan asumsinya tentang makna tradisional dan fixed yang terdapat
dalam kata. Apropriasi merupakan proses penyerapan dan pembentukan ulang
bahasa agar dapat menanggung beban pengalaman kultural seseorang
(Ashcroft, Griffiths, &Tiffin, terjemahan Fati Soewandi dan Agus Mokamat,
2003:42).
Peta yang sama, dengan demikian juga dapat dipergunakan oleh pihak pihak yang berkepentingan sebaliknya untuk mengkonstruksi realitas dengan
motif - motif denaturalistik - kolonialistik. Kesadaran estetik di dalam
mempergunakan bahasa untuk keperluan mengkonstruksi realitas menjadi
sangat
penting
dan
menentukan
bentuk
relasi
sosiotekstual
yang
2.8.
ilmiah
meliputihak
bicara,
hak
membela
dan
mempertahankan
secara jujur menyebutkan apakah data itu hasil penelitiannya ataukah diambil
dari sumber lain. Jika diambil dari sumber lain, harus disebutkan secara lengkap
sesuai dengan kelaziman dunia ilmiah.
Adapun etika yang harus dijaga oleh peserta antara lain adalah sebagai berikut :
1. Setiap peserta harus jujur pada diri sendiri.
Artinya, dia akan bertanya jika memang tidak tahu, akan mencari
klasifikasi apabila masih bingung atau belum yakin, akan mengecek apakah
pemahamannya sudah benar ataukah belum, dan sebagainya.
2. Setiap peserta wajib menghargai pendapat atau gagasan orang lain.
Dalam hal ini mensyaratkan bahwa dia wajib menyimak apabila ada
orang yang berbicara atau bertanya. Misalnya, ketika orang lain telah
mengusulkan gagasan, dia tidak akan berbicara seolah - olah dialah pengusul
pertama gagasan tersebut. Ketika pertanyaan telah diajukan oleh peserta lain,
dia tidak akan mengulangi pertanyaan tersebut. Ketika peserta lain telah
menyatakan sesuatu dan dia menyetujuinya, dia dapat mengungkapkan
dukungannya.
Terkait dengan perilaku bertanya untuk memperoleh klarifikasi atau
informasi, satu kewajiban penanya adalah menyimak jawaban dari penyaji. Akan
lebih bagus jika penanya menunjukkan apresiasi positif terhadap jawaban yang
telah diberikan. Apabila dengan terpaksa penanya meninggalkan ruangan
sebelum jawaban diberikan, dia wajib meminta maaf dan meminta izin untuk
meninggalkan ruangan.
Jalannya forum ilmiah banyak ditentukan oleh moderator sebagai
pemandu. Etika yang harus dijaganya adalah bahwa dia harus adil. Artinya,
semua peserta sedapat - dapatnya memperoleh kesempatan yang relatif sama
dalam berpartisipasi aktif selama forum berlangsung. Keseimbangan tempat
duduk peserta dan kesetaraan gender harus benar - benar dijaga. Demikian juga
keseimbangan dalam hal waktu atau jumlah pertanyaan yang boleh diajukan
oleh peserta. Tidak kalah pentingnya, pemilihan kata dan kalimat yang digunakan
untuk berkomunikasi dalam forum ilmiah ini juga perlu dipertimbangan. Karena
kata - kata yang kasar dan tidak formal bisa jadi menyinggung perasaan
peserta forum.
Selain adil, seorang moderator juga harus menaati jadwal atau waktu
yang telah ditentukan. Pertama, moderator seyogyanya tidak terlalu banyak
mengambil waktu untuk berkomentar yang tidak fungsional. Kedua, moderator
harus mengatur waktu yang digunakan oleh semua pihak, baik penyaji maupun
peserta. Oleh sebab itu, moderator harus punya keberanian untuk menginterupsi
dengan santun pembicaraan seseorang agar tepat waktu.
Semua hal yang terungkap selama forum, baik inti uraian penyaji,
pertanyaan, maupun jawaban perlu dicatat secara rapi oleh notulis. Hasil catatan
yang telah ditata ringkas sebaiknya dicetak dan dibagikan minimal kepada
semua orang yang terlibat dalam forum tersebut. Hal ini memberi kesempatan
bagi pemilik gagasan atau konsep untuk meluruskannya jika ada hal - hal yang
kurang tepat.
Teknisi wajib memastikan bahwa peralatan teknologi yang digunakan
bekerja dengan baik. Dia harus melakukan cek terakhir sebelum forum dimulai
dan secara teratur mengontrol jalannya peralatan teknologi yang digunakan.
Apabila terjadi sesuatu pada teknologi, dia harus secara cepat bertindak
menyelamatkan jalannya kegiatan.
2.9.
membentuk suatu karya, namun perubahan pola pikir dalam masyarakat akan
turut mempengaruhi penilaian terhadap keindahan. Misalnya pada masa
romantisme di Perancis, keindahan berarti kemampuan menyajikan sebuah
keagungan. Pada masa realisme, keindahan berarti kemampuan menyajikan
sesuatu dalam keadaan apa adanya.
Dalam suatu forum ilmiah, kegiatan yang sangat ditonjolkan adalah
kemampuan berkomunikasi. Keberhasilan suatu forum ilmiah adalah, jika pelaku
ilmiah dapat berkomunikasi secara baik dan benar, sehingga informasi ilmiah
juga dapat tersampaikan secara optimal pula. Kemampuan berkomunikasi yang
baik bisa menjadi keindahan tersendiri dalam jalannya suatu forum ilmiah.
Berikut adalah contoh teknik komunikasi yang baik dalam kehidupan sehari-hari
:
lingkungan.
Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh lawan bicara.
Menatap mata lawan bicara dengan lembut.
Memberikan ekspresi wajah yang ramah dan murah senyum.
Menggunakan gerakan tubuh / gesture yang sopan dan wajar.
Bertingkah laku yang baik dan ramah terhadap lawan bicara.
Memakai pakaian yang rapi, menutup aurat dan sesuai situasi kondisi.
Tidak mudah terpancing emosi lawan bicara.
Menerima segala perbedaan pendapat atau perselisihan yang terjadi.
Mampu menempatkan diri dan menyesuaikan gaya komunikasi sesuai
baik.
Menggunakan komunikasi non - verbal yang baik sesuai budaya yang
berlaku seperti berjabat tangan, merunduk, hormat atau semacamnya.
Dalam konteks bahasa Indonesia, contoh nilai keindahan dapat
dicontohkan dengan karya puisi. Puisi menggunakan kata - kata yang indah,
pembawaannya lembut dan berirama. Begitu halnya dalam berforum ilmiah, akan
terlihat lebih indah jika pelaku dalam forum tersebut, baik moderator, audience
maupun penyaji menyajikan karya ilmiahnya dengan komunikasi yang baik.
Diantaranya adalah, pemilihan kata - kata yang formal dan santun, penyusunan
kalimat yang baik dan teratur, juga penyajian kata - kata yang lembut namun
tetap tegas dan jelas. Penambahan senyuman dalam suatu forum ilmiah seperti
halnya suatu aksen yang dapat memperindah jalannya diskusi dalam forum
ilmiah tersebut.
2.10.
Ilmiah
Adapun manfaat yang kita dapatkan dalam beretika dan berestetika
berbahasa Indonesia dalam forum ilmiah adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Simpulan
Dapat disimpulkan bahwa suatu forum ilmiah merupakan pertemuan
ilmiah,
kegiatan
yang
sangat
ditonjolkan
adalah
kemampuan
berkomunikasi.
Keberhasilan suatu forum ilmiah adalah, jika pelaku ilmiah dapat
berkomunikasi secara baik dan benar, sehingga informasi ilmiah juga dapat
tersampaikan secara optimal pula. Kemampuan berkomunikasi yang baik bisa
menjadi keindahan tersendiri dalam jalannya suatu forum ilmiah. Dalam konteks
bahasa Indonesia, contoh nilai keindahan dapat dicontohkan dengan karya puisi.
Puisi menggunakan kata - kata yang indah, pembawaannya lembut dan
berirama.
Begitu
halnya
dalam
berforum
ilmiah,
akan
terlihat
lebih
audience
3.2.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, Ensiklopedia Bebas Wikipedia, Estetika, diakses pada tanggal 18
November 2012.
Anonymous, 2012. http://www.scribd.com/doc/53552426/BAB-I. Diakses pada
tanggal 18 November 2012
Anonymous, 2012. http://www.scribd.com/doc/53552426/BAB-II. Diakses pada
tanggal 18 November 2012
Bertens. 2000. Etika. Jakarta: Gramedia
Johannesen, Richard L. 1996. Bandung: Remaja Rosdakarya