Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
Vertigo menduduki peringkat ketiga sebagai keluhan terbanyak setelah nyeri kepala
(migrain) dan low back pain. Asal terjadinya vertigo dikarenakan adanya gangguan pada
sistem keseimbangan tubuh.Bisa berupa trauma, infeksi, keganasan, metabolik, toksik,
vaskular, atau autoimun.Penyebab terbanyak vertigo adalah masalah pada organ vestibular
telinga dalam.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan salah satu gangguan
Neurotologi. Benign Paroxysmal Positional Vertigo merupakan gangguan vestibular dimana
17%-20 % pasien mengeluh vertigo.1,2,3 Gangguan vestibular dikarakteristikan dengan
serangan vertigo yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala dan berhubungan dengan
karakteristik nistagmus paroksimal.1,2,3,4,5 Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan
ketika material berupa kalsium karbonat dari makula dalam dinding utrikel masuk kedalam
salah satu kanul semisirkular yang akan merespon ke saraf. 1 Diagnosis BPPV ditinjau dari
anamnesis, gejala klinis yang terjadi serta dikonfirmasi oleh berbagai manuver diagnosis.1,5
Secara umum penatalaksanaan BPPV untuk meningkatkan kualitas hidup serta
mengurangi resiko jatuh yang dapat terjadi oleh pasien. 5 Penatalaksanaan BPPV secara garis
besar dibagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan non-farmakologi yang termasuk berbagai
manuver didalamnya dan penatalaksanaan farmakologi. Penatalaksanaan dengan menuver
secara baik dan benar menurut beberapa penelitian dapat mengurangi angka morbiditas. 1,5
Didalam tinjauan pustaka ini akan membahas secara umum mengenai BPPV dari
mendiagnosis hingga penatalaksanaan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I.

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO


Definisi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan klinis yang sering
terjadi dengan karakteristik serangan vertigo tipe perifer, berulang dan singkat, sering
berkaitan dengan perubahan posisi kepala dari tidur melihat keatas kemudian memutar
kepala.1,2
Epidemiologi
BPPV adalah salah satu penyebab vertigo dengan prevalensi 2,4% dalam kehidupan
seseorang. Studi yang dilakukan oleh Barton 2011, prevalensi akan meningkat setiap
tahunnya berkaitan dengan meningkatnya usia sebesar 7 kali pada seseorang yang berusia
diatas usia 60 tahun dibandingkan dengan usia 18 39 tahun, dalam penelitian tersebut juga
disebutkan bahwa pada wanita lebih sering daripada laki-laki dikelompok semua umur.3,4
Etiologi3
BPPV terjadi saat otokonia terperangkap dalam endolimf labirin vestibular, dan
masuk dalam salah satu kanalis semisirkularis.
1

Idiopatik
Sekitar 50% penderita BPPV tidak diketahui penyebabnya

Simptomatik
Pasca trauma, pasca-labirintis virus, insufisiensi vertebrobasilaris, Meniere, pasca
operasi, ototoksisitas dan mastoiditis kronik.

Anatomi dan Fisiologi 1,4,5


Aparatus vestibularis merupakan komponen khusus dalam telinga dalam yang
memberikan informasi tentang sensasi keseimbangan serta koordinasi gerakan-gerakan
kepala, gerakan mata dan postur tubuh. Bagian versibular dari membrane labirin terdiri dari 3
kanalis semisirkularis yaitu; anterior, posterior dan horizontal. Labirin juga terdiri dari dua
struktur otolit yaitu utrikulus dan sakulus yang mendeteksi akselerasi linear termasuk

pengaruh gravitasi. Kupula adalah sensor gerakan dari kanalis semisirkularis dan diaktivasi
oleh aliran endolimf.
Makula dalam utrikulus diduga merupakan sumber partikel-partikel kalsium yang
menyebabkan BPPV. Partikel ini terdiri dari kristal kalsium karbonat (otokonia) suatu
bentukan dalam matrik gelatinosa. Kristal kalisum karbonat memiliki densitas 2x lipat dari
endolimf sehingga berespon terhadap perubahan gravitasi dan gerakan akselerasi yang lain.1
Patofisiologi 1,3
Terdapat hipotesa yang menerangkan patofisiologi BPPV, yaitu:
1

Hipotesis Kupulitiasis
Adanya debris yang berisi kalsium karbonat berasal dari fragmen otokonia yang
terlepas dari macula utrikulus yang berdegenerasi, menempel pada permukaan kupula
kanalis semisirkularis posterior yang letaknya paling bawah. Penyebab terlepasnya
debris dari macula belum diketahui secara pasti diduga terjadi karena pasca trauma
atau infeksi. Penderita BPPV usia tua diduga berkaitan dengan timbulnya osteopenia
dan osteoporosis sehingga debris mudah terlepas sehingga menimbulkan serangan
BPPV yang berulang.
Bilamana pasien berubah posisi dari duduk ke berbaring dengan kepala tergantung,
seperti tes Dix Hallpike, kanalis posterior berubah posisi dari inferior ke superior,
kupula bergerak secara centrifugal, dan menimbulkan nistagmus dan keluhan vertigo.
Pergeseran masa otokonia tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan
adanya masa laten sebelum timbulnya nistagmus dan keluhan vertigo.
Gerakan posisi kepala yang berulang akan menyebabkan otokonia terlepas dan masuk
ke kadal endolimf, hal ini yang menyebabkan timbulnya fatique, yaitu berkurangnya
atau menghilangnya nistagmus/vertigo, disamping adanya mekanaisme kompensasi
sentral.
Nistagmus tersebut timbul secara paroxysmal pada bidang kanalis posterior telinga
yang berada pada posisi bawah, dengan arah komponen cepat ke atas.

Hipotesis Kanalitiasis
Kristal kalsium karbonat bergerak di dalam kanalis semisirkularis (kanalitiasis)
menyebabkan endolimf bergerak dan akan menstimulasi ampula dalam kanal
sehingga menyebabkan vertigo. Nistagmus dibangkitkan oleh saraf ampularis yang
tereksitasi di dalam kanal yang berhubungan langsung dengan muskulus ekstra okuler.
Setiap kanal yang dipengaruhi oleh kanalitiasis mempunyai karakteristik nistagmus.
3

Tabel 1. Karakteristik nisagmus masing-masing kanal akibat otokonia


Kanal
Kanal Posterior

Direction of Paroxysmal Positional (fixed phase)


Upbeating torsional top pole beating toward downward ear

Kanal Horizontal

Horizontal geotropic direction changing (right beating in head


right position, left beating in head left position) or
Horizontal apogeotropic direction changing (left beating in
head right position, right beating in head left position)

Kanal Anterior

Downbeating possibly with a slight torsional component

Gejala
Pasien dengan BPPV mengeluh terjadinya episode vertigo yang singkat (<1 menit)
yang muncul saat kepala dalam posisi tipikal, biasanya dengan leher ekstensi. Beberapa
gerakan yang dapat memicu timbulnya BPPV adalah berguling diatas tempat tidur, gerak
berbaring atau bangun dari duduk/tiduran, kepala menengadah atau menunduk.
Serangan berlangsung dalam waktu singkat, biasanya kurang dari 10-30 detik. vertigo
pada BPPV dirasakan berputar, bisa disertai mual kadang-kadang muntah serta di dapatkan
nistagmus. Setelah rasa berputar menghilang pasien bisa merasa melayang dan diikuti
disekulibrium selama beberapa hari sampai minggu. BPPV dapat muncul kembali.

Gambar 1.
Nistagmus yang diobservasi pada kasus BPPV sisi kanan dengan posisi telinga kanan di bawah.Anak panah
menunjukkan arah gerakan predominan (fase cepat): Torsional dengan arah ke telinga kanan disertai komponen
kecil ke kranial.Pola nistagmus ini merupakan hasil dari eksitasi kanalis semisirkularis posterior kanan

Beberapa faktor predisposisi BPPV adalah : usia, trauma kepala, penyakit telinga
dalam, migren dan anestesi umum. Faktor predisposisi ini bekerja secara kombinasi.

Diagnosis 3,6,7
Diagnosis BPPV ditegakkan secara klinis berdasarkan:
1

Anamnesis: adanya vertigo yang terasa berputar, timbul mendadak pada


perubahan posisi kepala atau badan, lamanya kurang dari 30 detik, dapat disertai
rasa mual dan kadang-kadang muntah.

Pemeriksaan fisik: pada yang idiopatik tidak ditemukan kelainan, sedangkan yang
simptomatik dapat ditemukan kelainan neurologi fokal atau kelainan sistemik.

Test Dix Hallpike


Tets dilakukan sebagai berikut:
a

Sebelumnya pasien diberikan penjelasan dulu mengenai prosedur pemeriksaan


supaya tidak tegang.

Pasien duduk dekat bagian ujung meja periksa

Mata terbuka dan berkedip sedikit mungkin selama pemeriksaan, pada posisi
duduk kepala menengok kekiri atau kekanan, lalu dengan cepat badan pasien
dibaringkan sehingga kepala tergantung pada ujung meja periksa, lalu dilihat
adanya nistagmus dan keluhan vertigo, pertahankan posisi tersebut selama 10
15 detik, setelah itu dengan cepat didudukkan kembali. Berikutnya manuver
tersebut diulang dengan kepala menengok ke sisi lain. Untuk melihat adanya
fatique manuver diulang 2-3 kali.

Interpretasi Tes Dix Hallpike


a

Normal; tidak timbul vertigo dan nistagmus dengan mata terbuka. Kadangkadang dengan mata tertutup bisa terekam dengan elektronistagmografi
adanya beberapa detik nistagmus.

Abnormal; timbulnya nistagmus positional yang pada BPPV mempunyai 4


ciri, yaitu: ada masa laten, lamanya kurang dari 30 detik, disertai vertigo
lamanya sama dengan nistagmus dan vertigo yang makin berkurang setiap
manuver diulang.

Tabel 2. Test Dix Hallfike untuk nistagmus posisional 4


Tanda
Periode laten

Gangguan vestibuler perifer


2 20dtk
5

Gangg. Batang otak/fossa post


Tidak ada

Durasi nisttagmus
< 30 detik
Fatigabilitas
Ada
Direksi nistagmus pada Satu direksi (satu arah)
satu posisi kepala
Intensitas vertigo
Berat
Posisi kepala
Sebuah posisi kepala tunggal
yang kritikal
Contoh klinis
VPB

30 detik
Tidak ada
Direksi bisa berubah
ringan
Lebih dari satu posisi
Neuroma akustika, iskemia
vertebrobasiler,
multiple
slerosis

Tabel 3. Kriteria diagnosis untuk vertigo vestibular dan BPPV4


Vertigo Vestibular (salah satu kriteria ini harus ada)
1 Vertigo rotasional spontan
2

Vertigo positional

3 Recurrent dizziness dengan mual, dan osilopsia atau imbalans.


BPPV ( A D harus ada)
a Vertigo vestibular recuren
b

Durasi serangan selalu kurang dari 1 menit

Gejala bisa diprovokasi oleh perubahan posisi kepala:

Dari duduk ke terlentang

Miring ke kanan atau ke kiri saat telentang

Atau minimal 2 manuver dibawah ini:

Merebahkan kepala

Dari telentang lalu duduk

Membungkuk ke depan

Tidak disebabkan penyakit lain

Diagnosis Banding6
Tabel 4. Diagnosis Banding BPPV
Gangguan otologi
Penyakit meniere
Neuritis vestibularis
Libirintitis
Superior canal dehischence
syndrome
Vertigo pasca trauma

Gangguan Neurologi
Migraine associated
dizzines
insufisiensi vertebrobasiler
penyakit demielinisasi
lesi SSP

Terapi 1,3,4,7
6

Keadaan lain
Kecemasan, gangguan panik
vertigoserfikogenik, efek
samping obat, hipotensi
postural

Komunikasi dan informasi


Pada BPPV, gejala yang timbul hebat sehingga pasien menjadi cemas dan khawatir
akan adanya penyakIt yang berat seperti stroke atau tumor otak. Dengan demikian perlu
diberikan penjelasan bahwa BPPV bukan sesuatu yang berbahaya dan prognosisnya baik,
dapat hilang spontan setelah beberapa waktu, walaupun kadang-kadang dapat berlangsung
lama dan sewaktu-waktu dapat kambuh lagi.
Medikamentosa 1,3,4,7
Obat antivertigo seringkali tidak diperlukan, namun apabila terjadi disekuilibrium
pasca BPPV, pemberian betahistin akan berguna untuk mempercepat kompensasi. Pemakaian
jangka panjang akan menurunkan kompensasi sentral
1

Antihistamin: betahistin, dimenhidrinat, diphenhidramin

Antagonis kalsium: Flunarizin, Cinnarizin

Benzodiazepin ( penenang minor): diazepam, lorazepam

Antikolinergik: skopolamin, atropin

Monoaminergik: amfetamin, efedrin

Fenotiozin: proklorperazin

Butirofenon: haloperidol, droperidol

Terapi BPPV kanal posterior


1

Manuver Epley

Prosedur Semont

Manuver Lampert Roll

Manuver Epley

Keterangan gambar
Langkah 1 dan 2 identik dengan manuver Dix- Hallpike. pasien dipertahankan dengan posisi
kepala menggantung di sisi kanan selama 20-30 detik.
Langkah 3. kepala diputar 90 derajat ke depan selama 20-30 detik
langkah 4. memutar kepala ke sisi lain sebesar 90 derajat sehingga kepala mendekati posisi
menunduk selama 20-30 detik
Langkah 5. pasien diangkat ke posisi duduk. Gerakan otolit di dalam labirin digambarkan
pada setiap langkah, yang menunjukkan bagaimana otokonia bergerak dari kanalis
semisirkularis menuju vestibulum

Prosedur Semont

Keterangan gambar
Langkah 1: kepala penderita diputar 45 derajat ke sisi kiri kemudian pasien secara cepat
berbaring ke sisi kanan
Langkah 2 : setelah mempertahankan selama 30 detik pada posisi awal ini kemudian pasien
melakukan gerakan yang sama ke posisi berlawanan. cara ini berlawanan dengan latihan
Brand Darrof yang berhenti sejenak pada saat penderita duduk dan kemudian memutar kepala
bersama badan pada saat perubahan posisi.

Manuver Lampert Roll

Manuver Lampert 360 (Barbeque) derajat roll untuk pengobatan BPPV kanal horizontal.
Posisi kepala pasien dengan telinga menempel kemudian kepala diputar 90 derajat kedepan.
Keterangan gambar.
Manuver Lampert 360 (Barbeque) digunakan untuk mengobati BPPV kanal horisontal.
Ketika kepala pasien diposisikan dengan telinga yang sakit ke bawah , kepala kemudian
berbalik cepat 90 derajat ke arah sisi yang tidak sakit (menghadap ke atas). Serangkaian
manuver 90 derajat berubah ke arah sisi tidak sakit kemudian dilakukan secara berurutan
sampai pasien telah berubah 360 derajat dan kembali ke posisi awal telinga sakit dibawah.
Dari posisi tersebut, pasien dirubah posisi ke atas kemudian dibawa ke posisi duduk.
Perubahan posisi kepala berturut-turut dapat dilakukan dalam interval 15-20 detik bahkan
ketika nystagmus terus terjadi. Interval yang lebih lama, tetapi dapat menyebabkan pasien
merasa mual, dan interval yang lebih pendek tampaknya tidak mengurangi efektivitas
pengobatan.

10

Latihan di rumah
Metode Brand Darroff

Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan kedua tungkai tergantung, dengan
kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke salah satu sisi, pertahankan selama 30
detik, setelah itu duduk kembali. Setelah 30 detik baringkan dengan cepat kesisi lain,
pertahankan selama 30 detik, lalu duduk kembali. Lakukan latihan ini selama 3 kali pada
pagi, siang dan malam hari dan masing-masing diulang 5 kali, serta dilakukan selama 2
minggu atau 3 minggu dengan latihan pagi dan sore hari.
Terapi Bedah
Pada sebagian kecil penderita BPPV yang berkepanjangan dan tidak sembuh dengan
terapi konservatif bisa dilakukan operasi neurektomi atau canal plugging. Tindakan operatif
tersebut bisa menimbulkan komplikasi berupa tuli sensorineural pada 10% kasus.
Prognosis
Secara umum kekambuhan BPPV setelah keberhasilan terapi berkisar 40 50%
dalam pengawasan 5 tahun.

II. HIPERTENSI
11

Definisi
Menurut guidelines JNC VII, pasien dengan peningkatan tekanan darah digolongkan pada 3
tingkatan: prehipertensi (120-139/80-89), hipertensi stage 1 (140-159/90-99) dan hipertensi
stage 2 (>160/100). Tekanan darah normal pada dewasa adalah <120/80.8
Hipertensi emergensi (krisis) dikarakteristikkan dengan peningkatan tekanan darah mencapai
>180/120 dengan disertai adanya keterlibatan kerusakan organ. Contoh organ yang terlibat
diantaranya otak, mata, jantung dan ginjal.

Sedangkan hipertensi urgensi adalah peningkatan tekanan darah mencapai >180/120 namun
tanpa disertai adanya keterlibatan kerusakan organ.9

Etiologi & Pathofisiologi


Peningkatan drastis tekanan darah dapat terjadi secara de novo atau komplikasi dari
hipertensi esensial atau hipertensi sekunder. Noncompliance terapi hipertensi pada pasien
dengan hipertensi kronis sangat berperan dalam kejadian hipertensi emergensi/urgensi. Faktor
yang menginisiasi hipertensi emergensi dan urgensi masih belum cukup dimengerti.
Terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat akibat peningkatan resistensi vaskuler
sistemik salah satu kemungkinan faktor yang mencetuskan hipertensi emergensi. Dalam
12

homeostasis tekanan darah, endotelium merupakan aktor utama dalam mengatur tekanan
darah. Dengan mengeluarkan nitric oxide dan prostacyclin yang dapat memodulasi tekanan
vaskuler. Disamping itu peran renin angitensin sistem juga sangat berpengaruh dalam
terjadinya hipertensi emergensi.8,9
Saat tekanan darah meningkat dan menetap dalam waktu yang lama, respon vasodilatasi
endotelial akan berkurang, yang akan memperparah peningkatan tekanan darah. Keadaan ini
akan berujung pada disfungsi endotel dan peningkatan resistensi vaskuler yang menetap.
Diagnosis 8,9
Membedakan antara hipertensi emegensi (adanya organ damage) dan urgensi (tanpa organ
damage) merupakan langkah yang krusial dalam menentukan penanganan. Langkah diagnosis
dapat diawali dengan histori/anamnesis, pemeriksaan fisik, dan jika diperlukan pemeriksaan
penunjang.
Pada anamnesis harus didapatkan keterangan riwayat hipertensinya; kapan pasien pertama
kali mengalami tekanan darah tinggi; rata-rata tekanan darah; ada tidaknya tanda-tanda
kerusakan organ semisal renal dan cerebrovaskuler; obat anti-hipertensi yang diminum dan
kepatuhannya;

konsumsi

obat-obat

yang

dapat

meningkatkan

tekanan

darah

(simpatomimetik, NSAID, herbal, cocaine, methamphetamine, ephedra).


Dalam melacak adanya keterlibatan kerusakan organ dapat ditanyakan nyeri dada (MI, aorta
diseksi), sesak nafas (edema pulmo akut), nyeri punggung (diseksi aorta), nyeri kepala
(cerebrovaskuler), pandangang yang kabut (papiledema), dan tanda-tanda stroke seperti
kelemahan anggota gerak atau penerunan kesadaran.
Pada pemeriksaan fisik pengukuran tensi dilakukan pada kedua lengan dengan posisi pasien
supinasi dan berdiri. Perbedaan tekanan darah lengan kiri dan kanan >20 mmHg dapat
dicurigai disesksi aorta. Pemeriksaan mata dengan pemeriksaan funduskopi. Pemeriksaan
cardiovaskuler dengan mendengar adanya murmur. Diastolik murmur yang mengarah pada
insufisiensi aorta mendukung untuk kecurigaan diseksi aorta. Mitral regurgitasi dapat muncul
akibat ruptur dari musculus papilari. Lihat juga tanda-tanda gagal jantung. Rongki basah pada
pemeriksaan pulmo mengarah pada edema pulmo. Delirium atau flapping tremor mengarah
pada hipertensi encepalopathi.

13

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin; kimia
darah (profil ginjal, lipid), ECG, foto thoraks, urin rutin, dan CT scan.

Penanganan 8,9
Dalam penanganan pasien datang dengan hipertensi emergensi atau urgensi adalah seberapa
capat dan target tekanan darah berapa yang akan dilakukan.
I. Hipertensi Urgensi
Prinsipnya, hipertensi urgensi dapat ditangani dengan anti-hipertensi oral dengan perawatan
rawat jalan. Namun keadaan ini sulit untuk memonitor tekanan darah setelah pemberian obat.
Obat yang diberikan dimulai dari dosis yang rendah untuk menghindari terjadinya hipotensi
mendadak terutama pada pasien dengan resiko komplikasi hipotensi tinggi seperti geriatri,
penyakit vaskuler perifer dan atherosclerosis cardiovaskuler dan penyakit intrakranial. Target
inisial penurunan tekanan darah 160/110 dalam jam atau hari dengan konvensional terapi
oral.
Beberapa pilihan obat:
1.

ACE inhibitor (Captopril), dengan pemberian dosis oral inisial 25 mg, onset aksi
mulai dalam 15 30 menit dan maksimum aksi antara 30 90 menit. Kemudian jika
tekanan darah belum turun dosis dilanjutkan 50 mg 100 mg pada 90 120 menit
kemudian.

2.

Calcium-channel blocker (Nicardipine), dosis oral awal pemeberian 30 mg, dan dapat
diulangi setiap 8 jam sampai target tekanan darah tercapai. Onset aksi dimulai 2 jam.

3.

Beta blocker (Labetalol), non selektif beta blocker, dosis oral awal 200 mg, dan
diulang 3-4 jam. Onset kerja dimulai pada 1 2 jam.

4.

Simpatolitik (Clonidine), dengan dosis oral awal 0.1 0.2 mg dosis loading
dilanjutkan 0.05 0.1 mg setiap jam sampai target tekanan darah tercapai. Dosis
maksimum 0.7 mg.

II.

Hipertensi Emergensi
14

Prinsip penanganan hipertensi emergensi ditentukan pada organ mana yang terlibat.
Penanganan dilakukan dengan pemeberian obat-obatan secara parenteral. Ideal rate
penurunan tekanan darah masih belum cukup jelas. Penurunan mean arterial pressure 10%
pada 1 jam awal dan 15% dalam 2 3 jam berikutnya direkomendasikan
Neurologic emergency. Keadaan neurologic emergency yang tersering adalah hipertensi
ensepalopathi, intracerebral hemorhagic, dan acute ischemic stroke. Pada acute stroke target
penurunan tekanan darah masih kontroversial. Hipertensi pada intracerebral bleeding
direkomendasikan oleh American Heart Association diberikan penanganan jika tekanan darah
lebih dari 180/105 mmHg.

Pasien dengan ischemic

stroke

membutuhkan

tekanan sistemik yang cukup untuk mempertahankan perfusi di distal obsktruksi. Oleh karena
itu tekanan darah harus dimonitor ketat dalam 1 2 pertama. Hanya jika tekanan sistolik
menetap pada 220 mmHg diberikan penanganan.
Cardiac emergency. Keadaan hipertensi emergency dengan cardiac emergency diantaranya
acute myocard ischemic atau infarction, pulmonary edema, dan aortic dissection. Pasien
dengan temuan myocardial ischemia atau infarction, dapat diberikan nitroglycerin, jika tanpa
heart failure bisa ditambahkan beta blocker (labetalol, esmolol) untuk menurunkan tekanan
darah.
15

Pasien dengan aortic dissection, IV beta blocker harus diberikan pertama, diikuti dengan
vasodilating agent, dan IV nitroprusside. Target tekanan darah kurang dari 120 mmHg dalam
20 menit.
Penanganan pada edema pulmo diawali dengan IV diuretics dilanjutkan IV ACE inhibitor
(enalaprilat) dan nitroglycerin. Sodium nitroprusside dapat digunakan jika obat diatas tidak
cukup menurunkan tekanan darah.
Hyperadrenergic

states. Pasien

dengan

kelebihan

cathecholamine

pada

seting

pheochromocytoma, cocaine atau over dosis amphetamine, monoamine oxidase inhibitorinduced hipertensi atau clonidine withdrawal syndrome dapat bermanifestasi hipertensi krisis
sindrom.
Pheochromocytoma, kotrol tekanan darah inisial dapat diberikan Sodium Nitroprusside atau
IV phentolamine. Beta blockers bisa diberikan tapi tidak boleh dipakai tunggal sampai alfa
blokade tercapai.
Hipertensi disebabkan clonidine withdrawal penanganan terbaik adalah dengan dilanjutkan
pemberian clonidine disertai pemberian obat-obatan diatas. Benzodiazepine merupakan agen
pertama untuk penanganan intoksikasi cocaine.
Kidney failure. Acute Kidnet Injury (AKI) bisa merupakan penyebab maupun akibat dari
hipertensi emergensi. AKI termanifestasi dengan proteinuria, mikroskopik hematuria, oliguria
dan anuria. Penanganan yang optimal masih kontroversial. Walaupun IV nitroprusside sering
digunakan, namun dapat mengakibatkan keracunan cyanida atau thiocyanate.
Parenteral fenoldopam mesylate lebih menjanjikan hasil yang baik dan lebih safety.
Penggunaannya mampu mencegah terjadinya keracunan cyanida atau thiocyanate.8,9

16

Anda mungkin juga menyukai