Anda di halaman 1dari 18

SATUAN ACARA PENYULUHAN DEPRESI

Topik
Penyuluhan
Sasaran
Tempat
Hari/tanggal
Waktu

: Depresi
: Depresi
: Masyarakat
: Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading
: Rabu, 13 April 2016
: 20 menit

A. LATAR BELAKANG
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia / WHO (World Health
Organitation), masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia sudah
menjadi masalah yang sangat serius. WHO menyatakan paling tidak ada satu
dari empat orang di dunia mengalami masalah mental, diperkirakan ada sekitar
450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo,
2006). The Indonesian Psychiatric Epidemiologic Network menyatakan bahwa
di 11 kota di Indonesia ditemukan 18,5% dari penduduk dewasa menderita
gangguan jiwa (Prasetyo, 2006).
Berdasarkan Riskesdas (2007) disebutkan, rata-rata nasional gangguan
mental emosional ringan, seperti cemas dan depresi pada penduduk berusia 15
tahun ke atas mencapai 11,6%, dengan angka tertinggi terjadi di Jawa Barat,
sebesar 20%. Sedangkan yang mengalami gangguan mental berat, seperti
psikotis, skizofrenia, dan gangguan depresi berat, sebesar 0,46%. Untuk
gangguan jiwa ringan banyak diderita kaum perempuan, yaitu dua kali lebih
banyak dibanding laki laki.Sedangkan gangguan jiwa berat pada perempuan
lebih ringan dibanding laki-laki.Gangguan jiwa ringan sangat dipengaruhi oleh
kondisi sosial ekonomi.
B. TUJUAN
1) Tujuan Instruksional Umum
Setelah diadakan penyuluhan, diharapkan para warga dapat mengerti dan memahami
tentang depresi
2) Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 20 menit, diharapkan peserta mampu
untuk:
1.
2.
3.
4.

1. Menjelaskan tentang pengertian depresi


Menjelaskan tentang penyebab terjadinya depresi
Menjelaskan klasifikasi depresi
Menjelaskan tanda dan gejala depresi
1

5. Menjelaskan tentang cara pengelolaan depresi


C. KEPANITIAAN
Ketua Pelaksana
Presentan

: M. Irvan Dwi Fitra


: Prathita Amanda Aryani

D. ACARA
WAKTU

TAHAP
Pembukaan :
Mengucapkan salam.
Memperkenalkan diri
Menjelaskan maksud dan tujuan
Menyebutkan materi yang

5 menit

diberikan.
Menanyakan kesiapan peserta

WAKTU

Peserta menjawab salam


Peserta mengenal presentan
Peserta mengerti tujuan
Peserta memperhatikan
Peserta sudah siap

TAHAP
Pelaksanaan :
Penyampaian materi
Menjelaskan pengertian depresi
Menjelaskan tipe depresi
Menjelaskan patofisiologi depresi

- Peserta mengetahui tentang


Definisi, klasifikasi, patofisiologi,

Menjelaskan tanda dan gejala

depresi
Peserta bertanya kepada
presentan.

depresi
Menjelaskan penanganan depresi

7 menit

RESPON

RESPON

tanda dan gejala dan penanganan

Tanya Jawab :
Memberikan kesempatan kepada
peserta untuk bertanya.
T

WAKTU

TAHAP

RESPON

Evaluasi :
Menanyakan kembali hal-hal yang
sudah dijelaskan
5 menit

Penutup :
Menutup pertemuan dengan
menyimpulkan materi yang telah
dibahas

3 menit

Peserta mendengarkan.
Peserta menjawab salam.

Memberikan salam penutup


T
1.

E. METODE
1.
Ceramah
2. Tanya Jawab
F. MEDIA
Power point dengan proyektor dan Leaflet
G. RENCANA EVALUASI
Persiapan :
1.
Materi sudah siap dan dipelajari 1 hari sebelum penkes
2.
Media sudah siap 1 hari sebelum penkes
3.
SAP sudah siap 1 hari sebelum penkes
Proses :
1. Peserta memperhatikan penjelasan presentan
2. Peserta aktif bertanya atau memberikan pendapat
3. Media dapat digunakan secara efektif
Hasil :
1. Peserta dapat memahami tentang definisi depresi
2. Peserta dapat memahami tentang tipe depresi
3. Peserta dapat memahami tentang patofisiologi depresi
4. Peserta dapat memahami tentang tanda dan gejala awal depresi
5. Peserta dapat memahami tentang pengelolaan depresi
H. SUMBER PUSTAKA
1. Anonim. Major depressive disorder. [online]. Update 0n 2012. Available from :
http://www.Major_depressive_disorder.htm

2. Anonim. Major Depressive Disorder. [online]. Update 0n 2012. Available from :


http://www.All About Depression.com
3. Peveler R, Carson A, Rodin G. Depression in medical patients, in Mayou R,
Sharpe M, Alan C. ABC of Psychological Medicine. BMJ Publishing group
2003. p. 10-3.
4. Sadock, Benjamin James,et al. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition Lippincott Williams &
Wilkins. 2007. p. 1-89.
5. W. Long P. Mayor depressive Disorder. [online]. Updated on 2011. Available
from : http://www.mentalhealth.com
6. Anonim. Depression in Older Adults, in : Mental Health: A report of the surgeon
general. [online]. Update 0n 2012. Available from : http://www.Mental
Health.com

Lampiran 1
MATERI PENYULUHAN
DEPRESI
Definisi Depresi
Depresi merupakan salah satu gangguan mood (mood disorder). Depresi sendiri
adalah gangguan unipolar, yaitu gangguan yang mengacu pada satu kutub (arah) atau
tunggal, yang terdapat perubahan pada kondisi emosional, perubahan dalam motivasi,
perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik, dan perubahan kognitif. Terdapat
gangguan penyesuaian diri (gangguan dalam perkembangan emosi jangka pendek
atau masalah-masalah perilaku, dimana dalam kasus ini, perasaan sedih yang
mendalam dan perasaan kehilangan harapan atau merasa sia-sia, sebagai reaksi
terhadap stressor) dengan kondisi mood yang menurun.
Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan perasaan
sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat
juga berkelanjutan yang dapat memengaruhi aktivitas sehari-hari. (National Institute
of Mental Health, 2010). Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang
ditandai dengan munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap
sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi, dan
penurunan konsentrasi. (WHO, 2010)
Depresi Mayor merupakan gangguan yang lebih berat, membutuhkan lima
atau lebih simptom-simptom selama dua minggu, salah satunya harus ada gangguan
mood, atau ketidaksenangan pada anak-anak. Sedangkan episode depresi berat
menurut kriteria DSM-IV-TR, adalah suasana perasaan ekstrem yang berlangsung
paling tidak dua minggu dan meliputi gejala-gejala kognitif (seperti perasaan tidak
berharga dan tidak pasti) dan fungsi fisik yang terganggu (seperti perubahan pola
tidur, perubahan nafsu makan dan berat badan yang signifikan, atau kehilangan
5

banyak energi) sampai titik dimana aktivitas atau gerakan yang paling ringan
sekalipun membutuhkan usaha yang luar biasa besar.
Tipe Depresi
Depresi mayor termasuk di dalam Gangguan Mood yang menurut ICD 10
dalam bagian F30-F39, yakni:
F32 Episode depresif
o F32.0 Episode depresif ringan
Tanpa gejala somatik
Dengan gejala somatik
o F32.1 Episode depresif sedang
Tanpa gejala somatik
Dengan gejala somatik
o F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
o F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
o F32.8 Episode depresif lainnya
o F32.9 Episode depresif YTT
F33 Gangguan depresif berulang
o F33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan
F33.00 Tanpa gejala somatik
F33.01 Dengan gejala somatik
o F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang
F33.10 Tanpa gejala somatik
F33.11 Dengan gejala somatik
o F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala
psikotik
o F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan

gejala psikotik
o F33.4 Ganguan depresif berulang ,sekarang dalam remisi
o F33.8 Gangguan depresif berulang lainnya
o F33.9 Gangguan depresif berulang YTT
F34 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap
o F34.0 Siklotimia
o F34.1 Distimia
o F34.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap
lainnya
o F34.9 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap YTT
F38 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) lainnya
o F38.0 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) tunggal lainnya
F38.00 Episode afektif campuran
o F38.1 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) berulang
lainnya
F38.10 Gangguan depresif singkat berulang

o F38.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) tunggal lainnya


YDT
o F38.9 Gangguan suasana perasaan (mood[afektif]) YTT
Patofisiologi
Patofisiologi MDD belum diketahui secara pasti, tetapi etiologi selalu
dihubungkan oleh banyak faktor sebagai diagnosis MDD dengan melihat beberapa
sindrom yang ada dengan gejala yang berhubungan. Faktor biologis, psikologis, dan
sosial berkaitan dengan MDD, tetapi penemuan terbaru menyatakan genetik,
gambaran neurologis, dan biologi molekuler sudah menjelaskan beberapa hubungan
dengan tekanan yang besar ini, terutama pada modulasi dari kehidupan pada proses
genetik dan neurobiologi.
Genetik
Penemuan keluarga, kembar, dan adopsi
Studi keluarga menunjukkan risiko relatif bahwa setidaknya dua atau tiga kali
lebih besar untuk MDD dalam keluarga garis pertama dengan MDD, dengan
onset umur dan depresi berulang memberikan resiko yang lebih besar. Studi
adopsi, kebanyakan dari mereka di Skandinavia, menemukan bahwa depresi
jauh lebih mungkin dengan adanya kekerabatan biologis dibandingkan dengan
orang tua asuh untuk menderita depresi. Studi anak kembar yang
membandingkan kembar monozigot dan dizigot, memperlihatkan pada
pembedahan genetik dari pengaruh lingkungan terhadap risiko penyakit.
Perkiraan dari studi anak kembar kapasitas depresi diturunkan secara genetik
antara 33 70 %, tanpa memandang jenis kelamin. hasil yang konsisten dari
berbagai penelitian menunjukkan dasar genetik untuk MDD.

Neurobiologi
o Monoamin
Hipotesis monoamina telah menjadi dasar teori neurobiologis depresi
selama 50 tahun terakhir. Berdasarkan pengamatan dari mekanisme
kerja antidepresan, hipotesis ini menyatakan bahwa depresi merupkan
hasil dari defisit serotonin (5-HT) di otak atau neurotransmisi
norepinefrin pada sinaps. Antidepresan bertindak dengan menghalangi
transpor

serotonin

(SERT),

yang

meningkatkan

ketersediaan

neurotransmiter ke dalam celah sinaps. Namun, teori ini tidak sesuai

dengan penundaan onset efek terapi antidepresan karena kenaikan


neurotransmiter sinapsi terjadi segera penghambatan pengambilan
kembali. Studi tryptophan deplesi dan katekolamin juga belum
menghasilkan bukti untuk defisit sederhana di tingkat neurotransmitter
atau fungsi pada MDD.
o Axis hipotalamus-hipofisis-adrenal
Perubahan dalam sumbu hipothalamic-hipofisis-adrenal telah lama
diakui dikaitkan dengan MDD. Efek stes biologis dimediasi oleh
sekresi

faktor

pelepasan

kortikotropin/hormon

(CRF/CRH)

meningkatkan sekresi hormon adrenocortitrophic (ACTH) dan


melepaskan glukokortikoid. Glukokortikoid mengubah sensitivitas
reseptor noradrenergik melalui peraturan adrenoceptors beta dengan
adenilat siklase di otak. Hasil stres kronis pada hipersensitivitas sumbu
hipotalamus

hipofisis

adrenal

dan

MDD

dikaitkan

dengan

immunoreactivity CRF meningkat dan ekspresi gen dari CRF dalam


nukleus hipotalamus paraventrikular, dan turun-regulasi reseptor CRFR1 di korteks frontal. Sekresi glukokortikoid lama menyebabkan efek
neurotoksik, terutama pada neurogenesis di hippocampus.
o Tidur
Keluhan tidur (insomnia, hipersomnia) telah lama dianggap sebagai
fitur utama dari depresi klinis sehingga tidak mengherankan bahwa
studi biologi telah difokuskan pada disregulasi tidur pada MDD.
Polysomnography digunakan untuk mendeteksi gangguan tidur di
MDD, dan memperlihatkan beberapa dari tanda-tanda biologis yang
paling kuat di depresi. Masih ada kontroversi tentang apakah depresi
menyebabkan perubahan dalam tidur adalah penanda karakteristik,
mendahului onset depresi, dan memprediksi relaps pada pasien yang
dilaporkan, sehingga menunjukkan peran patogenetik untuk gangguan
tidur pada MDD.
Kotak 1. Abnormalitas Tidur Polisomnografi pada gangguan depresi mayor 1
Onset awal REM (Rapid Eye Movement)

Peningkatan tidur REM

Peningkatan lamanya REM

Penurunan tidur gelombang lambat/slow wave sleep (SWS)

Perubahan SWS yang terjadi pada awal saat malam

Gangguan pada slow wave activity (SWA)


Psikososial
o Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan
Satu pengamatan yang telah lama direplikasi adalah bahwa peristiwa
kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului epiode
pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya. Satu teori yang
diajukan adalah bahwa stress yang menyertai episode pertama
menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan
tersebut menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai
neurotransmitter dan sistme pemberi signal intraneuronal. Hasil akhir
dari perubahan tersebut menyebabkan seseorang berada pada risiko
yang lebih tinggi untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya,
bahkan tanpa adanya stressor eksternal. Data yang paling mendukung
menyatakan bahwa peristiwa kehidupan yang paling berhubungan
dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orangtua
sebelum usia 11 tahun. Stressor lingkungan yang paling berhubungan
dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan.
o Faktor kepribadian premorbid.
Tidak ada sifat atau tipe kepribadian tunggal yang secara langsung
mempredisposisikan seseorang kepada depresi. Semua manusia,
apapun pola kepribadiannya dapat dan memang mengalami depresi
dalam keadaan tertentu, tetapi tipe kepribadian seperti obsesif
kompulsif dan histeris, mungkin berada dalam risiko yang lebih besar
untuk mengalami depresi daripada tipe kepribadian antisosial,
paranoid, dan lainnya yang menggunakan proyeksi dan mekanisme
pertahanan ekternal lainnya.
o Learned helplessness
Menurut teori ketidakberdayaan yang dipelajari, depresi dapat
membaik jika klinisi menanamkan pada pasien depresi suatu rasa

pengendalian dan penguasaan lingkungan. Klinisi menggunakan teknik


perilaku berupa dorongan yang menyenangkan dan positif dalam usaha
tersebut.
o Kognitif
Pasien depresi memperlihatkan gangguan pada fungsi kognitif dan
daya ingat, terutama pada perhatian-perhatian tertentu dan daya ingat
yang tersamar. Sebagai tambahan, ada beberapa defisit ingatan dalam
jangka panjang

dan pengambilan daya ingat yang diucapkan, dan

fungsi kognitif khusus seperti pemilihan strategi dan pemantauan


performa. Hipokampus adalah yang terpenting dalam proses daya
ingat, sebagai jalur neuron dalam memproses informasi dan
membenntuk emosi dan menjabarkan ingatan. Volume hipokampus
menurun pada pasien depresi, terutama dengan episode yang berulang
atau kronis atau trauma masa lalu.
Gejala Depresi
o

Mood yang rendah. Selama orang depresi memperlihatkan suasana


perasaannya dengan mood yang rendah, pengalaman emosional yang buruk
selama depresi berbeda secara kualitatif dengan orang yang mengalami
kesedihan dalam batas normal atau rasa kehilangan yang dialami oleh orang
pada umumnya. Beberapa menyampaikannya dengan menangis, atau merasa
seperti ingin menangis, lainnya memperlihatkan respon emosional yang
buruk.

Minat. Kehilangan minat pada aktivitas atau interaksi sosial yang biasanya
ada merupakan salah satu tanda penting pada depresi. Anhedonia juga
memperlihatkan sebagai pembedanya, dan tetap ada walaupun penderita
tidak memperlihatkan mood yang turun. Kehilangan minat seksual,
keinginan, atau fungsi juga umum terjadi, dimana dapat menyebabkan
masalah dalam hubungan terdekat atau konflik rumah tangga.

Tidur. Kebanyakan pasien depresi mengalami kesulitan tidur. Hal yang


klasik adalah terbangun dari tidur pada pagi buta dan tidak dapat tidur lagi
(terminal insomnia), tetapi tidur dengan kelelahan dan frekuensi terbangun
pada tengah malam (insomnia pertengahan) juga umum terjadi. Kesulitan
tertidur pada malam hari (insomnia awal atau permulaan) biasanya terlihat

10

saat cemas menyertai. Tetapi, hipersomnia atau tidur yang berlebihan juga
bisa menjadi gejala yang umum terjadi pada pasien depresi.
o

Tenaga. Kelelahan adalah keluhan yang sering disampaikan pada depresi,


seperti sulit untuk memulai suatu pekerjaan. Kelelahan dapat bersifat mental
atau fisik, dan bisa berhubungan dengan kurangnya tidur dan nafsu makan,
pada kasus yang berat, aktivitas rutin seperti kebersihan sehari-hari atau
makan kemungkinan terganggu. Pada bentuk yang ekstrem dari kelelahan
adalah kelumpuhan yang dibuat, dimana pasien menggambarkan bahwa
tubuhnya yang membuat hal ini atau mereka seperti berjalan di air.

Rasa bersalah. Perasaan tidak berguna dan merasa bersalah dapat menjadi
hal yang umum dipikirkan oleh pasien yang dalam episode depresi. Pasien
depresi

sering

salah

menginterpretasikan

kejadian

sehari-hari

dan

mengambil tanggung jawab kejadian negative diluar kemampuan mereka, ini


dapat menjadi suatu porsi delusi. Rasa cemas yang berlebihan dapat
menyertai dan rasa bersalah yang muncul kembali.
o

Konsentrasi. Kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengambil keputusan


adalah hal yang sering dialami oleh pasien depresi. Keluhan tentang daya
ingat biasanya menyebabkan permasalahan pada perhatian. Pada pasien
lanjut usia, keluhan kognitif bisa salah didiagnosis sebagai dementia onset
dini.

Nafsu makan/berat badan. Kehilangan nafsu makan, rasa, dan nikmat


dalam makan akan menyebabkan kehilangan berat badan yang signifikan
dan beberapa pasien harus memaksa dirinya sendiri untuk makan.
Bagaimanapun, pasien lainnya harus mendapatkan karbohidrat dan glukosa
ketika depresi, atau perlakuan sendiri dalam mendapatkan kenyamanan
dalam

makan.

Tetapi,

berkurangnya

aktifitas

dan

olahraga

akan

menyebabkan peningkatan berat badan dan sindrom metabolic. Perubahan


berat badan juga dapat berdampak pada gambaran diri dan harga diri.
o

Aktivitas psikomotor. Perubahan psikomotor, dimana terjadi perubahan


pada fungsi motorik tanpa adanya kelainan pada tes secara objektif, sering
terlihat pada depresi. Kemunduran psikomotor meliputi sebuah perlambatan
(melambatnya gerakan badan, buruknya ekspresi wajah, respon pembicaraan
yang lama) dimana pada keadaan yang ekstrem dapat menjadi mutisme atau

11

katatonik. Kecemasan juga dapat bersamaan dengan agitasi psikomotorik


(berbicara cepat, sangat berenergi, tidak dapat duduk diam).
o

Bunuh diri. Beberapa ide bunuh diri, dimulai dari pemikiran bahwa dengan
bunuh diri diharapkan semuanya akan selesai bersamaan dengan rencana
bunuh diri tersebut, terjadi pada 2/3 orang dengan depresi. Walaupun ide
bunuh diri merupakan hal yang serius, pasien depresi sering kekurangan
tenaga dan motivasi untuk melaksanakan bunuh diri. Tetapi, bunuh diri
merupakan hal yang menjadi pusat perhatian karena 10-15% pasien yang
dirawat inap adalah pasien yang matinya karena bunuh diri. Waktu resiko
tinggi untuk terjadinya bunuh diri adalah saat awalan pengobatan, ketika
tenaga dan motivasinya mulai berkembang baik selain gejala kognitif
(keputusasaan), membuat pasien depresi mungkin bertindak seperti apa yang
mereka pikirkan dan rencanakan untuk bunuh diri.

Gejala lain. Kecemasan, dengan berbagai manifestasi klinis, adalah hal


yang umum pada depresi. Mudah marah dan perubahan mood yang cepat,
berlebihan dalam kemarahan dan kesedihan, dan frustasi juga mudah
terganggu untuk hal kecil adalah yang sering terlihat. Variasi diurnal mood,
dengan kekhawatiran pada pagi hari, dapat muncul. Depresi sering
menyebabkan berkurangnya kepercayaan diri dan harga diri dengan
pemikiran bahwa dirinya tidak berguna didukung dengan keputusasaan.
Depresi juga berhubungan dengan peningkatan frekuensi sakit fisik, seperti
sakit kepala, sakit punggung, dan kondisi nyeri kronis lainnya.

Penatalaksanaan
Memilih pengobatan harus mencakup evaluasi seberapa parah episode depresif
telah terjadi, ketersediaan sumber daya pengobatan, dan keinginan pribadi pasien.
Untuk depresi ringan sampai berat, psikoterapi berbasis bukti sama efektifnya dengan
farmakoterapi. Terdapat sedikit bukti bahwa kombinasi antara farmakoterapi dan
psikoterapi untuk pengobatan dini lebih unggul daripada pengobatan lainnya untuk
depresi

tanpa

komplikasi.

Oleh karena

itu,

pengobatan

kombinasi

harus

dipertimbangkan ketika terjadi depresi berat, komorbiditas dengan kondisi lain, atau
tidak adanya respon yang memadai pada monoterapi.1
Farmakoterapi
Anti depresi

Golongan Trisiklik : Amytriptyline, Imipramine, Clomipramine, Tianeptine

12

Golongan Tetrasiklik : Maprotiline, Mianserin, Amoxapine.

Golongan MAOI-Reversible ( REVERSIBLE INHIBITOR OF MONOAMIN


OXYDASE-A-(RIMA) : Moclobemide

Golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) : Sertraline,


Paroxentine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Duloxetine, Citalopram.

Golongan Atipical : Trazodone, Mirtazapine, Venlafaxine.

Jenis-jenis dari obat antidepresan dibedakan dengan mekanisme kerja masing-masing


(tabel 1). Kebanyakan dari obat antidepresan yang efektif bekerja dengan
meningkatkan sinyal dari serotonin dan norepinefrin adalah dengan cara menghambat
proses reuptake pada celah-celah sinaps.
Beberapa jenis obat tersebut adalah SSRIs, NRI dan obat-obatan dengan cara kerja
ganda yang menghambat pengambilan serotonin dan norepinefrin. Monoamine
Oxidase Inhibitors (MAOIs) bekerja dengan menghambat degradasi monoamine oleh
Monoamine oxidase A atau B. Sementara obat-obat antidepresan yang lain
mengantagonis kerja autoreseptor 2-adrenergik yang mengakibatkan meningkatnya
pelepasan norepinefrin, mengantagonis reseptor 5-hydroxytryptamine2A, atau
keduanya.

SSRI (Selective Serotonine Reuptake inhibitor)


Pada percobaan klinis, didapatkan bahwa keberhasilan pengobatan dengan
beberapa macam SSRIs bila dibandingkan dengan dengan beberapa jenis
antidepressan lain adalah kurang bermakna, namun beberapa perbedaan yang
spesifik perlu diperhatikan.
Metabolit aktif fluoxetine memiliki waktu paruh yang lebih panjang daripada
SSRI lainnya, yang menyebabkan fluoxetine hanya diperbolehkan untuk
dimakan satu dosis per hari dan dengan demikian mengurangi efek dari
diskontinuasi pengobatan SSRI. Namun Fluoxetine perlu digunakan secara
berhati-hati pada pasien dengan sindroma bipolar atau pasien dengan riwayat
keluarga sindroma bipolar, karena metabolit aktif yang terdapat dalam darah
selama beberapa minggu dapat memperburuk episode manik pada saat
perubahan episode dari depresi ke episode manik.
SSRI juga dapat digunakan pada pasien yang tidak berespons dengan
pengobatan trisiklik antidepresan, serta pada pasien yang memiliki daya
toleransi yang rendah pada kasus diskontinuasi obat SSRI dan efek

13

kardiovaskular. Meskipun obat trisiklik antidepresan mungkin memiliki


tingkat kemanjuran yang lebih tinggi daripada SSRI pada kasus-kasus depresi
mayor yang parah atau pada depresi dengan fitur melankolis, trisiklik
antidepresan kurang efektif pada pengobatan kasus bipolar karena trisiklik
antidepresan dapat memacu episode mania atau episode hipomania.
SSRI tidak begitu efektif bila dibandingkan jenis lainnya dalam kasus depresi
yang berhubungan dengan penyakit-penyakit fisik, ataupun pada kasus dimana
terdapat nyeri yang mencolok.
SSRI yang paling menunjukan efektivitas pada anak-anak dan dewasa muda
(18-24 tahun) adalah Fluoxetine.

NRI (Norepinephrine Reuptake Inhibitor)


Nortriptyline, maprotiline, dan desipramine adalah NRI trisiklik dengan efek
antikolinergik, sementara reboxetine adalah NRI selektif fengan efektivitas
yang mirip dengan trisiklik antidepresan dan SSRI.

Antidepresan kerja ganda


Serotoninnorepinephrine reuptake inhibitors seperti venlafaxine, duloxetine,
dan milnacipran memblok transporter monoamine lebih efektif daripada
trisiklik antidepresan, dengan efek samping jantung minimal.
Kerja ganda dari antidepresan seperti venlafaxine menunjukan efektivitas yang
lebih tinggi dan nilai remisi yang lebih tinggi pada depresi yang parah bila
dibandingan dengan fluoxetine atau trisiklik antidepresan
Efektivitas duloxetine mirip dengan paroxetine golongan SSRI, sementara
venlafaxine dan duloxetine juga efektif untuk meredakan sakit yang kronis dan
diabetik neuropati.

MAOI (Monoamine Oxidase Inhibitor)


MAOI generasi lama yang

secara ireversibel dan nonselektif memblok

isoenzim MAO A dan B memiliki efektivitas yang mirip dengan trisiklik


antidepresan. Namun MAOI bukanlah obat pilihan pertama dikarenakan
pasien yang memilih pengobatan dengan MAOI diharuskan untuk mengikuti
diet dengan tyramine rendah untuk mencegah munculnya krisis hipertensi,
serta karena MAOI juga memiliki resiko interaksi obat yang tinggi dengan
pengobatan lainnya.

14

MAOI biasanya dipakai pada pasien yang tidak berespons pada pengobatan
trisiklik antidepresan.

Antidepresan lainnya
Mirtazapine dapat meningkatkan pelepasan norepinefrin dengan menghambat
autoreseptor a2-adrenergic dan reseptor serotonin 5-HT2A, reseptor serotonin
5-HT3, serta reseptor hitsamin H-1.
Nefazodone, menghambat reseptor serotonin 5-HT2A dan reuptake serotonin
dengan begitu memiliki efektivitas yang mirip dengan SSRI namun dengan
efek samping minimal. Nefazodone juga sering dipakai pada depresi pasca
melahirkan, depresi kronis dan depresi major dengan gangguan cemas yang
resisten terhadap pengobatan lainnya.

Interaksi dengan obat-obatan lain


Beberapa obat-obatan dapat ditambahkan dengan antidepresan untuk memperbesar
efek dari antidepresan tersebut (tabel.2). Beberapa dari obat-obatan tersebut juga
dapat mencegah beberapa efek samping, seperti mencegah perubahan episode depresi
menjadi episode mania.

Mood stabilizer
Lithium merupakan obat antimanik dan berfungsi sebagai mood stabilizer yang
fungsinya untuk mencegah rekurensi dari episode depresi maupun episode manik.
Lithium baik dipakai untuk pasien dengan bipolar, namun tidak dianjurkan untuk
pasien dengan depresi mayor.
Antikonvulsan lamotrigine dapat dipakai pada pasien depresi mayor, dan untuk
pencegahan relaps bipolar. Namun lamotrigine memiliki efek samping
menginduksi Steven Johnson syndrome dan Toxic epidermal nercrolisis meskipun
penurunan dosis secara gradual dapat mengurangi resiko tersebut.
Mood stabilizer lainnya yang termasuk dalam golongan antikonvulsan seperti
asam valproat, divalproex dan carbamazepine biasa dipakai untuk mengobati
episode mania dalam kasus bipolar.

Obat-obatan antipsikotik
Obat-obatan antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine, fluphenazine, dan
haloperidol menginhibisi reseptor dopamin D2, dimana agen antipsikotik atipikal
(clozapine, olanzapine, risperidone, quetiapine, ziprasidone, and aripiprazole)
berperan sebagan antagonis dari 5HT2A. Obat-obatan antipsikotik yang

15

dikombinasikan dengan antidepresan digunakan untuk mengobati depresi dengan


fitur-fitur

psikotik.

Atipikal

antipsikotik

memberikan

efek

samping

parkinsonisme, akathisia dan diskinesia.


Psikologi Terapi

Cognitive Behavioural therapy


Cognitive Behavioral Therapy (CBT) berorientasi pada pemecahan masalah
dengan terapi yang dipusatkan pada keadaan disini dan sekarang, yang
memandang individu sebagai pengambil keputusan penting tentang tujuan atau
masalah yang akan dipecahkan dalam proses terapi. Dengan cara tersebut, pasien
sebagai mitra kerja terapis dalam mengatasi masalahnya dan dengan pemahaman
yang memadai tentang teknik yang digunakan untuk mengatasi masalahnya
Tujuan utama dalam teknik Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah :

Membangkitkan pikiran pikiran negative/ berbahaya, dialog internal atau


bicara sendiri (self-talk), dan interpretasi terhadap kejadian kejadian yang
dialami. Pikiran pikiran negative tersebut muncul secara otomatis, sering
diluar kesadaran pasien, apabila menghadapi situasi stress atau mengingat
kejadian penting masa lalu. Distorsi kognitif tersebut perilaku maladaptive
yang menambah berat masalahnya.

Terapis bersama klien mengumpulkan bukti yang mendukung atau


menyanggah interpretasi yang telah diambil. Oleh karena pikiran otomatis
sering didasarkan atas kesalahan logika, maka program Cognitive Behavioral
Therapy (CBT) diarahkan untuk membantu pasien mengenali dan mengubah
distorsi kognitif. Pasien dilatih mengenali pikiranya, dan mendorong untuk
menggunakan ketrampilan, menginterpretasikan secara lebih rasional terhadap
struktur kognitif yang maladaptive.

Menyusun desain eksperimen (pekerjaan Rumah) untuk menguji validitas


interpretasi dan menjaring data tambahan unjtuk diskusi di dalam proses

terapi.
Interpersonal Therapy
Dilakukan terhadap pasien yang mengalami konflik saat ini dengan pihakpihak lain yang bermakna sehingga ia mengalami kesulitan dalam beradaptasi

16

terhadap perubahan-perubahan dalam karier atau peran sosial atau perubahan


hidup lainnya. Banyak dilakukan terhadap depresi sedang dan berat.

Intervensi krisis:
Dilakukan terhadap pasien yang sedang mengalami suatu krisis dan
memerlukan tindakan segera (catatan: krisis yaitu suatu respons terhadap
keadaan bahaya atau penuh risiko dan dirasakan/dihayati sebagai keadaan
yang menyakitkan, agar tercapai kembali keadaan seimbang (emotional
equilibrium). Dalam terapi ini kita harus secepatnya membina hubungan
interpersonal yang adekuat serta mengerti peran psikodinamik dan
hubungannya terhadap krisis yang terjadi. Teknik yang dilakukan yaitu
reassurance, sugesti, manipulasi lingkungan dan medikasi psikotropik. Kita
ajarkan kepada pasien untuk menghindari situasi yang berbahaya untuk
mencegah terjadinya kembali krisis di masa yang akan datang.

Terapi berorientasi psikoanalitik


Pendekatan psikoanalitik pada gangguan mood adalah didasarkan pada teori
psikoanalitik tentang depresi dan mania. Pada umumnya, tujuan psikoterapi
psikoanalitik ini adalah untuk mendapatkan perubahan pada struktur atau
karakter kepribadian pasien, bukan semata-mata menghilangkan gejala.
Perbaikan dalam kepercayaan diri, keintiman, mekanisme mengatasi masalah,
kapasitas untuk berduka cita, dan kemampuan untuk mengalami berbagai
macam emosi adalah beberapa tujuan terapi psikoanalitik. Pengobatan
seringkali mengharuskan pasien mengalami kecemasan dan penderitaan yang
lebih banyak selama perjalanan terapi yang dapat berlangsung beberapa hari.

Terapi keluarga
Terapi keluarga umumnya tidak digunakan sebagai terapi primer untuk
pengobatan gangguan depresif berat, tetapi semakin banyaknya bukti
menyatakan bahwa membantu seorang pasien dengan gangguan mood
menurunkan stress dan menerima stress dapat menurunkan kemungkinan
relaps. Terapi keluarga diindikasikan jika gangguan membahayakan
perkawinan atau fungsi keluarga pasien atau jika gangguan mood
dikembangkan atau dipertahankan oleh situasi keluarga. Terapi keluarga
memeriksa peranan anggota yang mengalami gangguan mood dalam
kesehatan psikologis keseluruhan keluarga; terapi ini juga memeriksa peranan

17

keseluruhan keluarga dalam mempertahankan gejala pasien. Pasien dengan


gangguan mood memiliki angka perceraian yang tinggi, dan kira-kira 50%
dari semua pasangan melaporkan bahwa mereka seharusnya tidak menikah
dengan pasien atau memiliki anak jika mereka tahu bahwa pasien akan
memiliki suatu gangguan mood.

18

Anda mungkin juga menyukai