Anda di halaman 1dari 9

INTEGRASI NASIONAL

1. Pengertian
Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan perbedaan
yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara
nasional. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat besar baik
dari kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi hal ini membawa dampak positif bagi
bangsa karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara bijak atau
mengelola budaya yang melimpah untuk kesejahteraan rakyat. Namun, selain
menimbulkan sebuah keuntungan hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah yang baru.
Kita ketahui dengan wilayah dan budaya yang melimpah itu akan menghasilkan karakter
atau manusia-manusia yang berbeda pula sehingga dapat mengancam keutuhan bangsa
Indonesia.
2. Faktor-Faktor Pendorong Integrasi Nasional sebagai berikut:
a. Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan.
b. Keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam
Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
c. Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana dibuktikan dengan
perjuangan merebut, menegakkan, dan mengisi kemerdekaan.
d. Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan
oleh banyak pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan.
e. Kesepakatan atau konsensus nasional dalam perwujudan Proklamasi Kemerdekaan,
Pancasila dan UUD 1945, bendera Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya,
bahasa kesatuan bahasa Indonesia.
3. Faktor-faktor penghambat integrasi nasional sebagai berikut:
a. Masyarakat Indonesia yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-faktor
kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah,
agama yang dianut, ras dan sebagainya.
b. Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh
lautan luas.
c. Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang
merongrong keutuhan, kesatuan dan persatuan bangsa, baik yang berasal dari dalam
maupun luar negeri.
d. Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil
pembangunan menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputus-asaan di masalah
SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan
kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa.

e. Adanya paham etnosentrisme di antara beberapa suku bangsa yang menonjolkan


kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain.
4. Contoh wujud integrasi nasional, antara lain sebagai berikut:
a. Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta oleh Pemerintah
Republik Indonesia yang diresmikan pada tahun 1976. Di kompleks Taman Mini
Indonesia Indah terdapat anjungan dari semua propinsi di Indonesia (waktu itu ada 27
provinsi). Setiap anjungan menampilkan rumah adat beserta aneka macam hasil
budaya di provinsi itu, misalnya adat, tarian daerah, alat musik khas daerah, dan
sebagainya.
b. Sikap toleransi antar umat beragama, walaupun agama kita berbeda dengan teman,
tetangga atau saudara, kita harus saling menghormati. Contohnya selain anjungan dari
semua propinsi di Indonesia, di dalam komplek Taman Mini Indonesia Indah juga
terdapat bangunan tempat ibadah dari agama-agama yang resmi di Indonesia, yaitu
masjid (untuk agama Islam), gereja (untuk agama Kristen dan Katolik), pura (untuk
agama Hindu) dan wihara (untuk agama Buddha). Perlu diketahui, bahwa waktu itu
agama resmi di Indonesia baru 5 (lima) macam.
c. Sikap menghargai dan merasa ikut memiliki kebudayan daerah lain, bahkan mau
mempelajari budaya daerah lain, misalnya masyarakat Jawa atau Sumatera belajar
menari legong yang merupakan salah satu tarian adat Bali.
5. Upaya Meningkatkan Nasionalisme dan Integrasi Nasional
a. Meningkatkan integrasi nasional secara vertical (pemerintah dengan masyarakat).
Cara-cara yang dapat ditempuh adalah:
Menerapkan rezim terbaik bagi Indonesia Ramlan Surbakti (1999: 32), yaitu
rezim yang sebagaimana terdapat dalam UUD 1945 dan Pancasila. Dimana
dalam UUD 1945 dinyatakan 4 tujuan negara yaitu: (1) melindungi seluruh
golongan masyarakat dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) mencerdaskan
kehidupan bangsa, (3) meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan (4) ikut serta
menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, keadilan dan
perdamaian abadi, dan Pancasila sebagai sumber filsafat

negara yaitu:

Ketuhanan Yang Mahaesa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradap, persatuan


Indonesia,

Kerakyatan

yang

Dipimpin

oleh

Hikmah

kebijaksanaan

Permusyawaratan Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat


Indonesia. Tujuan ini dipandang maksimal jika rezim didukung secara struktural
dengan bentuk dan susunan negara (negara republik dan kesatuan), karena

struktur pemerintahan cenderung bersifat pembagian kekuasaan daripada


pemisahan kekuasaan, dan jaminan atas hak-hak warga negara, seperti

menyampaikan pendapat, berasosiasi, beragama, dan kesejahteraan.


Menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu membangun
konsensus. Kompromi dan kesepakatan adalah jiwa musyawarah dan
sesungguhnya juga demokrasi. Iklim dan budaya yang demikian itu, bagi
Indonesia yang amat majemuk, sangat diperlukan. Tentunya, penghormatan dan
pengakuan kepada mayoritas dibutuhkan, tetapi sebaliknya perlindungan
terhadap minoritas tidak boleh diabaikan. Yang kita tuju adalah harmoni dan
hubungan simetris, dan bukan hegemoni. Karena itu, premis yang mengatakan
The minority has its say, the majority has its way harus kita pahami secara

arif dan kontekstual.


Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam segala
aspek kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan
semua pihak, semua wilayah. Kebijakan otonomi daerah, desentralisasi,
keseimbangan

pusat

daerah,

hubungan

simetris

mayoritas-minoritas,

perlindungan kaum minoritas, permberdayaan putra daerah, dan lain-lain


pengaturan yang sejenis amat diperlukan. Disisi lain undang-undang dan
perangkat regulasi lain yang lebih tegas agar gerakan sparatisme, perlawanan
terhadap ideologi negara, dan kejahatan yang berbau SARA tidak berkembang

dengan leluasa, harus dapat kita rumuskan dengan jelas.


Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan
yang arif dan efektif. Setiap pemimpin di negeri ini, baik formal maupun
informal, harus memiliki kepekaan dan kepedulian tinggi serta upaya sungguhsungguh untuk terus membina dan memantapkan integrasi nasional. Kesalahan
yang lazim terjadi, kita sering berbicara tentang kondisi objektif dari kurang
kukuhnya integrasi nasional di negeri ini, serta setelah itu bermimpi tentang
kondisi yang kita tuju (end state), tetapi kita kurang tertarik untuk
membicarakan proses dan kerja keras yang harus kita lakukan. Kepemimpinan
yang efektif di semua ini akhirnya merupakan faktor penentu yang bisa

menciptakan iklim dan langkah bersama untuk mengukuhkan integrasi nasional.


Meningkatkan Intergrasi wilayah Ramlan Surbakti (1999:53), dengan
membentuk kewenangan nasional pusat terhadap wilayah atau daerah politik
yang lebih kecil. Indonesia membentuk konsep wilayah yang jelas dalam arti
wilayah yang meliputi darat, laut, udara, dan isinya degan ukuran tertentu.

Maupun dengan aparat pemerintah dan sarana kekuasaan untuk menjaga dan
mempertahankan kedaulatan wilayah dari penetrasi luar. Nmun, kenyataannya
masih banyak wilayah Indonesia yang kurang mendapatkan perhatian dari
pemerintah sehingga seringkali diakui oleh Negara lain.
b. Meningkatkan integrasi nasional secara horizontal antar masyarakat Indonesia yang
plural.
Cara-cara yang dapat ditempuh adalah:
Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran, dan kehendak
untuk bersatu. Perjalanan panjang bangsa Indonesia untuk menyatukan dirinya,
sebutlah mulai Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi
Kemerdekaan 1945, dan rangkaian upaya menumpas pemberontakan dan
saparatisme, harus terus dilahirkan dalam hati sanubari dan alam pikiran bangsa

Indonesia.
Membangun kelembagaan (pranata) di masyarakat yang berakarkan pada nilai
dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa tidak memandang
perbedaan suku, agama, ras, keturunan, etnis dan perbedaan-perbedaan lainnya
yang sebenarnya tidak perlu diperdebatkan. Menyuburkan integrasi nasional
tidak hanya dilakukan secara struktural tetapi juga kultural. Pranata di
masyarakat kelak harus mampu membangun mekanisme peleraian konflikk
(conflict management) guna mencegah kecenderungan langkah-langkah yang

represif untuk menyelesaikan konflik.


Meningkatkan integrasi bangsa Ramlan Surbakti (1999: 52), adalah penyatuan
berbagai kelompok sosial budaya dalam satu-kesatuan wilayah dan dalam suatu
identitas nasional. Diandaikan, masyarakat itu berupa masyarakat majemuk
yang meliputi berbagi suku bangsa, ras, dan agama. Di Indoonesia integrasi
bangsa diwujudkan dengan a) penghapusan sifat kultural utama dari kelompok
minoritas dengan mengembangkan semacam kebudayaan nasional biasanya
kebudayaan suku bangsa yang dominan, atau b) dengan pembentukan kesetiaan
nasional tanpa menghapuskan kebudayaan kelompok kecil. Negara Indonesia
menempuh cara b ini, yakni menangani masalah integrasi bangsa dengan
kebudayaan nasional yang dilukiskan sebagai puncak-puncak (hal yang terbaik)
dari kebudayaan daerah, tetapi tanpa menghilangkan (bahkan mengembangkan)

kebudayaan daerah.
Mengembangkan perilaku integratif di Indonesia Ramlan Surbakti (1999: 55),
dengan upaya bekerja sama dalam organisasi dan berperilaku sesuai dengan

cara yang dapat membantu pencapaian tujuan organisasi. Kemampuan individu,


kekhasan kelompok, dan perbedaaan pendapat bahkan persaingan sekalipun
tidak perlu dipertentangkan dengan kesediaan bekerja sama yang baik. Perilaku
integrative dapat diwujudkan dengan mental menghargai akan perbedaan, saling

tenggang rasa, gotong royong, kebersamaan, dan lain-lain.


Meningkatkan integrasi nilai di antara masyarakat. Integrasi nilai Ramlan
Surbakti (1999: 54), adalah persetujuan bersama mengenai tujuan-tujuan dalam
prinsip dasar politik, dan prosedur-prosedur lainnya, dengan kata lain integrasi
nilai adalah penciptaan suatu system nilai (ideology nasional) yang dipandang
ideal, baik dan adil dengan berbagi kelompk masyarakat. Integrasi nilai
Indonesia ada dalam Pancasila dan UUD 1945 sebagai system nilai bersama.

6. Contoh-contoh Pendorong Integrasi Nasional:


a. Adanya rasa keinginan untuk bersatu agar menjadi negara yang lebih maju dan
tangguh di masa yang akan datang.
b. Rasa cinta tanah air terhadap bangsa Indonesia
c. Adanya rasa untuk tidak ingin terpecah belah, karena untuk mencari kemerdekaan itu
adalah hal yang sangat sulit.
d. Adanya sikap kedewasaan di sebagian pihak, sehingga saat terjadi pertentangan pihak
ini lebih baik mengalah agar tidak terjadi perpecahan bangsa.
e. Adanya rasa senasib dan sepenanggungan

f. Adanya rasa dan keinginan untuk rela berkorban bagi bangsa dan negara demi
terciptanya kedamaian
7. Contoh-contoh Penghambat Integrasi Nasional:
a. Perbedaan kepentingan, dengan masyarakat yang majemuk tentu akan menimbulkan
pula perbedaan kepentingan antara yang satu dan yang lain, dan bila tidak disikapi
secara dewasa hal ini juga dapat menimbulkan gesekan gesekan masyarakat.
b. Diskriminasi, adalah perlakuan yang tidak adil dan memihak hanya kesatu pihak saja
c. Masih berkembangnya paham ethosentris, yaitu paham yang menganggap budayanya
adalah yang paling unggul dan merendahkan budaya yan lainnya.
d. Masih maraknya isu keagamaan dan saling menjelek-jelekkan antara agama yang satu
dan yang lainnya, contohnya adalah perang atau bentrokan antar umat beragama yang
masih sering terjadi di sekitar kita.
e. Masih mudahnya masyarakat Indonesia untuk dihasut dan di adu domba, seperti kita
ketahui, dulu sewaktu Indonesia masih dijajah oleh Belanda, Belanda juga melakukan
politik adu domba ( devide et impera) untuk memecah belah perlawanan rakyat yang
hasilnya adalah kita kalah oleh Belanda.
f. Kurangnya rasa persatuan dan kesatuan

g. Bhinneka tunggal ika hanya sebatas wacana namun tidak pernah diterapkan atau di
praktekkan
8. Keterkaitan Identitas Nasional dengan Integrasi Nasional
Keterkaitan Identitas Nasional dengan Integrasi Nasional Indonesia Berbagai
peristiwa sejarah di negeri ini telah menunjukkan bahwa hanya persatuan dan
kesatuanlah yang membawa negeri Indonesia ini menjadi negeri yang besar. Besarnya
kerajaan Sriwijaya dan Majapahit tidaklah mengalami proses kejayaan yang cukup lama
karena pada waktu itu persatuan cenderung dipaksakan melalui ekspansi perang dengan
menundukkan negara- negara tetangga.
Sangat berbeda dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945
yang sebelum proklamasi tersebut telah didasari keinginan kuat dari seluruh elemen
bangsa Indonesia untuk bersatu dengan mewujudkan satu cita-cita yaitu bertanah air satu
tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia dan menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan (Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928). Dilihat dari
banyak ragamnya suku, bangsa, ras, bahasa dan corak budaya yang ada membuat bangsa
ini menjadi rentan pergesekan, oleh karena itu para pendiri Indonesia telah menciptakan
Pancasila sebagai dasar bernegara. Dilihat dari bentuknya Pancasila merupakan
pengalaman sejarah masa lalu untuk menuju sebuah cita-cita yang luhur.
Pancasila dilambangkan seekor burung Garuda yang mana burung tersebut
dalam kisah pewayangan melambangkan anak yang berjuang mencari air suci untuk
ibunya, sedangkan pita bertuliskan Bhineka Tunggal Ika berartikan berbeda tetapi tetap
satu. Kemudian tergantung di dada burung tersebut sebuah perisai yang mana biasanya
perisai adalah alat untuk menahan serangan perang pada zaman dulu, jadi kalau diartikan
untuk menjaga integritas bangsa Indonesia baik itu ancaman dari dalam maupun dari luar
yaitu dengan menggunakan perisai yang didalam nya terkandung lima sila. Dalam pidato
bahasa Inggris di Washington Sukarno telah mendapatkan apresiasi yang luar biasa dari
bangsa Amerika yang mana Sukarno pada waktu itu mengenalkan ideologi Indonesia
yaitu Pancasila. Panca berarti Lima dan sila berarti landasan atau dasar yang mana dasar
pertama Negara Indonesia ini dalah berdasar Ketuhanan, kedua berdasar Kemanusiaan,
ketiga persatuan , dan keempat adalah demokrasi, serta kelima adalah keadilan social.
Seringkali bangsa kita ini mengalami disintegrasi dan kemudian bersatu kembali
konon kata beberapa tokoh adalah berkat kesaktian Pancasila. Sampai pemerintah juga
menetapkan hari kesaktian pancasila tanggal 1 Oktober. Hal ini menunjukan bahwa
sebenarnya Pancasila hingga saat ini masih kuat relevansinya bagi sebuah ideology
Negara seperti Indonesia ini. Untuk itu dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa

hakikat identitas Nasional kita sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa
dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam berbagai penataan
kehidupan kita dalam arti luas, misalnya dalam Pembukaan beserta UUD kita, sistem
pemerintahan yang diterapkan, nilai-nilai etik, moral, tradisi, bahasa, mitos, ideologi, dan
lain sebagainya yang secara normatif diterapkan di dalam pergaulan, baik dalam tataran
nasional maupun internasional.

KESIMPULAN
Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan-perbedaan yang ada
pada negara Indonesia sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara nasional.
Walaupun sulit untuk mempertahankan kedamaian dan keutuhan negara Indonesia yang
memang merupakan bangsa yang besar dan majemuk dibutuhkan integrasi nasional untuk
menyatukan visi dan misi sebagai warga negara dalam sebuah kata Bhinneka Tunggal Ika
agar bisa menjadi bangsa yang besar dan maju.

DAFTAR PUSTAKA
H. Kaelan dan H

Achmad

Zubaidi.

2007.

Pendidikan

Kewarganegaraan

untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma


Notonagoro. 1997. Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta: Bumi Aksara.
Rima Lestari. 2013. Integrasi Nasional. http://rimalestari123.blogspot.com/2013/10/integrasinasional.html?m=1. Diakses pada 29 Oktober 2014

Anda mungkin juga menyukai