Anda di halaman 1dari 53

DEPARTEMEN

PEKERJAAN

UMUM

DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARY A


OIREKTORAT

IENGE~mA!\'GAPNENYEHATAN

LINGKUNGAN

PE~tUKI~IAN

PEDOMAN

PENGOPERASIAN

DAN

PEMELIHARAAN TEMPAT

PEMBUANGAN AKHIR (TPA)


SISTEM CONTROLLED LANDFILL DAN SANITARY LANDFILL

Disiapkan oleh : Enri Damanhuri


Ria lsmaria
Tri Padrni
Teknik Lingkungan FTSL ITB

VERSI FINAL September 2006

DAFTAR

151

halaman
DAFTAR ISI .....

DAFTAR TABEl.

DAFTAR GAMBAR

BABI

PENDAHULUAN ..

1.1 Ruang Lingkup


.
1.2 Acuan Normatif. .
1.3 Istilah dan Definisi

3
3
3

BAB II KETENTUAN-KETENTUAN
2.1 Ketentuan Umum..............
2.2 Ketentuan Teknis..............
2.2.1 Cakupan Pelaksanaan..
2.2.2 Koordinasi Tindak Rutin.......................................................
BAB III

CARA PELAKSANAAN

OPERASI DAN PEMELIHARAAN......

10
3.1 Pembagian Area Efektif Pengunugan

10

3.2 Konstruksi Sistem Pelapis Dasar (Liner)

11

3.3 Konstruksi Under-Drain Pengumpul Lindi (Leachate)

12

3.4 Pemasangan Sistem Penanganan Gas

13

3.5 Penanganan Sampah yang Masuk

15

3.6 Pengurugan Sampah pada Bidang Kerja

16

3.7 Aplikasi Tanah Penutup...................................................

17

3.8 Pengoperasian Unit Pengolahan Lindi (Leachate)..........

18

3.9 Penggunaan dan Pemeliharaan Alat-alat Berat TPA

20

3.9.1 Penggunaan dan Pemeliharaan Alat BeraL........

20

3.9.2 Pemeliharaan Jalan, Drainase, dan Jembatan Timbang

21

3.9.3 Pemeliharaan Tanah Penutup

23

3.9.4 Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Lain..

23

3.10 Pemantauan Operasional........................................


3.11 Kontrol Pencemaran Air
Dn~f'1.""Sf',1I_Tl'kllik

Li/18::'lIngmt ITS _.\gu,,-tIU

23
24

2006

5
5
8
8
8

3.12 Kontrol terhadap Kebakaran, Gas, dan bau............


3.13 Kontrol Stabilitas lereng

25

3.14 Kontrol Kualitas Lingkungan lain


3.15 Kegiatan Pasca Operasi

Dn~f'1.""Sf',1I_Tl'kllik

Li/18::'lIngmt ITS _.\gu,,-tIU

25
26
27

2006

DAFTAR TABEL

halaman
Tabel1

Perbedaan Controlled Landfill dan Sanitary Landfill

Tabel2

Baku Mutu Efluen IPL

6
19

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13

Pembagian Area Efektif Pengurugan


Lapisan Dasar TPA
Konstruksi Sistem Pelapis Dasar (Liner)..
Desain Pemasangan Pipa Drainase Lindi
Konstruksi Underdrain Pengumpul Lindi (Leachate)..............
Sistem Penanganan Gas..........................
Penanganan Sampah yang Masuk TPA
Pengurugan Sampah pada Bidang Kerja ..
Sistem Penutup pada Controlled Landfill dan Sanitary Landfill.......
Penutupan Tanah
Pengolahan Lindi (Leachate)..................................................
Contoh Alat Berat pada Operasional Landfilling... ...........
Sarana Sistem Drainase TPA..................................................

11
12
12
13
13
15
16
17
18
18
20
21
22

BABI PENDAHULUAN

1.1 RuangLlngkup
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah meneapai
tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan.
pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. Dengan semakin berkembangnya
suatu daerah akan semakin sulit pula untuk mendapatkan lahan TPA. Untuk itu
diperlukan pemikiran untuk meneoba memperpanjang usia TPA, salah satunya
dengan melakukan pengoperasian dan pemeliharaan TPA seeara tepa!.
Mengaeu pada PP 16/2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
yang didalamya juga mengatur masalah persampahan (bagian ketiga pasal 19 pasal 22), bahwa :
-

Penanganan sampah yang memadai perlu dilakukan untuk perlindungan air baku

air minum
- TPA wajib dilengkapi dengan zona
akhirnya

dilakukan

seeara

sanitary

penyangga dan metoda pembuangan

landfill

(kota

besar/metropolitan)

dan

controlled landfill (kota sedang/keeil)


- Perlu dilakukan pemantauan kualitas hasil pengolahan leachate (efiuen) seeara
berkala.
Ketentuan tersebut mulai berlaku pada tahun 2008. NSPM ini berisi pengertian
dasar, ketentuan umum, dan ketentuan teknis tentang cara pengoperasian dan
pemeliharaan TPA dengan sistem controlled landfill dan sanitary landfill termasuk
eara pelaksanaan monitoring dan reneana setelah penutupan.

1.2 Acuan Normallf


a). UU No.4 Tahun 1992 tentang Perumahan Dan Permukiman
b). UUNo. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
c). UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
d). PP No. 16 Tahun 2004 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

e). Peraturan

Menteri

No.

294/PRT/M/2005

tentang

Badan

Pendukung

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum


f). SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah
Perkotaan
g). SNI 19-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA.

1.3 Islilah dan Dellnlsl


Yang dimaksud dengan :
1. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau

dari proses

alam yang berbentuk padat.


2. Pengelolaan

sampah

adalah

kegiatan

yang

sistematis

dan

berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.


3. Penanganan
pengumpulan,

sampah adalah upaya yang meliputi kegiatan pemilahan,


pemindahan,

pengangkutan,

pengolahan dan pemerosesan akhir

sampah.
4. Pemerosesan

akhir

adalah

kegiatan

untuk

mengembalikan

sampah

danlatau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan seeara aman.

5. Penghasil

sampah

adalah setiap orang, usaha, dan/atau kegiatan yang

menghasilkan timbulan sampah.


6. Tempa! pemerosesan

akhir adalah tempat untuk mengembalikan sampah

ke media lingkungan secara aman.


7. Sanitary landfill
disiapkan

dan

merupakan sarana pengurugan sampah ke lingkungan yang

dioperasikan

secara

sistematis,

dengan

penyebaran

dan

pemadatan sampah pada area pengurugan, serta penutupan sampah setiap hari.
8. Controlled landfill

merupakan sarana pengurugan sampah yang bersila!

antara sebelum mampu melaksanakan operasi sanitary landill, dimana sampah yang
telah diurug dan dipadatkan di area pengurugan dilakukan penulupan dengan
tanah penutup paling tidak seliap 7 hari.
9. Open dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan
sederhana dimana sampah hanya dihamparkan

pada suatu lokasi, dibiarkan

terbuka tanpa pengamanan dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh.


10. Area pengurugan

dan penimbunan

sampah

merupakan susunan sel-sel

sampah yang disusun secara vertikal atau honzontal dengan ukuran tertentu.
11. Lindi (Leachate) adalah cairan yang timbul sebagi limbah akibat masuknya air
eksternal ke dalam urugan atau timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi
terlarut, termasuk juga materi organik hasil proses dekomposisi biologis.
12.lnstalasi

pengolah

lindi (IPL) adalah sarana pengolahan lindi baik secara

biologis, maupun secara lisika, atau kimia ataupun gabungan, yang harus dioperasikan
secara konsisten sesuai SOP agar efluen dari sarana ini memenuhi
baku-mutu yang berlaku.
13. Biogas adalah gabungan gas metan (CH.) dan gas karbon dioksida (CO,) yang
muncul akibal proses biodegradasi maleri organik yang berada dalam kondisi kurang
atau lanpa oksigen (0,).
14. Penambangan TPA (landfill mining) adalah upaya untuk mendapalkan kembali
bahan bermanfaat dari urugan atau timbunan sampah yang sudah dilutup, yaitu bahan
berupa kompos atau berupa tanah penutup, dengan cara

menggali sarana

tersebut dan menyaring sampahnya.


15. Kegiatan

pasca-operasi

adalah kegiatan yang sifatnya pemantauan dan

pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana yang ada, sedemikian sehingga upaya
rehabilitasi ex-TPA dapat berjalan sesuai rencana, dan fasililas in; tidak mendatangkan
dampak negatif terhadap kesehatan dan keselamatan manusia,
serta lingkungan.

BAS II KETENTUAN - KETENTUAN

2.1 Ketentuan

Umum

1). Visi regulasi dalam hal ini unluk mengalur perencanaan pembangunan TPA yang
sesuai dengan kaidah lingkungan tanpa mengabaikan visi masyarakal untuk
memperoleh mantaal dari keberadaan TPA dan lerhindar dari dampak negalit yang
dilimbulkannya.
2). 8eberapa informasi perencanaan leknis yang perlu selalu dievaluasi adalah :
a). SNI tentang pengelolaan sampah hendaknya dimasukkan dalam Peraturan
Daerah

(Perda)

terkait,

sehingga

SNI

tersebut

menjadi

acuan

dalam

implementasi Perda.
b). Rencana Tata Ruang Wilayah/Kota (RTRW/K) terkait dengan luas daerah
pelayanan, manajemen persampahan, tata guna lahan, dan pertumbuhan jumlah
penduduk
c). Estimasi jumlah dan traksi sampah yang akan dilayani
d). Kondisi fisik dan lingkungan, khususnya : sttuktur geologi tanah, hidrogeologi
tanah, keslabilan geoteknik, iklim dan curah hujan, ketersediaan lanah penutup, kondisi
zone penyangga sekeliling TPA.
4). Penyiapan lahan untuk dijadikan TPA harus melalui beberapa tahapan penting,
yaitu:
a). Pemilihan lokasi/site (site selection)
b). Penyusunan DED (detailed engineering design)
c). Pembangunan TPA sesuai spesifikasi DED
d). Penyusunan AMDAL (ana/isis mengenai dampak lingkungan).
5). Tidak diizinkan membangun permukiman dan sarana

lain

yang tidak sesuai

dengan tata-guna lahan pada area penyangga yang merupakan satu kesatuan dengan
lokasi TPA. Peruntukan sekitar lokasi TPA misalnya untuk pertanian. perkebunan,
peternakan. Pemukiman dijinkan dibangun dengan radius minimal
500 m sekeliling lokasi TPA. Dibutuhkan adanya buffer area (daerah penyangga).
6). Ketentuan sampah yang ditangani di TPA :
a). Sampah yang boleh masuk ke TPA adalah sampah yang berasal dari kegiatan
rumah tangga, kegiatan pasar, kegiatan komersial, kegiatan perkantoran, institusi

pendidikan, dan kegiatan lainnya yang menghasilkan limbah sejenis sampah kota.
Limbah yang berkategori 83 dilarang masuk ke TPA
b). Limbah 83 yang berasal dari kegiatan rumah tangga harus ditangani secara khusus
sesuai peraturan perundang-undangan yang bertaku. dan TPA hanya berfungsi sebagai
tempat

penampungan

sementara.

Limbah

83

rumah tangga dikelola dengan

mengaktilkan lungsi pewadahan di TPS untuk kemudian diangkut ke tempat


pemerosesan akhir limbah 83, lokasi penampungan juga disediakan di TPA untuk
mengantisipasi limbah 83 yang terlanjur masuk ke TPA. Limbah 83 tidak diolah di
TPA.
c). Limbah yang dilarang diurug dalam sebuah TPA :
-

Limbah cair yang berasal dari kegiatan rumah tangga

Limbah yang berkatagori 83 menurut PP 18/99 jo PP85/99

Limbah medis dari kegiatan medis

d). Sampah yang masuk ke TPA tidak seluruhnya diurug ke dalam area
pengurugan. Proses lainnya sangat dianjurkan seperti daur-ulang dan pengomposan.

7). Selalu memperhatikan

kecocokan

metode operasi TPA, apakah sanitary

landfill atau controlled landfill, sesuai dengan kelayakan teknis dan pertimbangan
sosial ekonomis yang dikaitkan dengan besaran kota dan timbulan sampah kota.
8). Controlled landfill dibedakan dengan sanitary landfill seperti Tabel 1 di bawah.
Tabel 1 : Perbedaan Controlled Landfill dengan Sanitary Landfill
No

Parameter
A

Dasar landfill
1
Sanitarylandfill

menuju

suatu titik tertentu

Controlledlandfill

Proleksllerhadap
IinQkun
Tanah setempat dipadatkan,
liner dasar dengan tanah

an

Tanah setempat
dipadatkan, liner dengan

permeabilitas rendah

tanah permeabilitas rendah,


bila diperlukan gunakan

Tanah dengan permeabilitas


rendah dipadatkan 2 x 30

Tanah dengan
permeabilitas rendah

geomembran
2

Liner dasar

em, bila perlu gunakan


geomembran

HOPE

dipadatkan

3 x 30 em. bila

perlu gunakan
qeornernbran

HOPE

Karpet kerikil

Dianjurkan

Oiharuskan

Pasir pelindung
minimum 20 em
Drainase f tan99ul

Oianjurkan

Diharuskan

Diharuskan

Diharuskan

Diharuskan
Minimal saluran kerikil

Diharuskan
Sistem saluran dan pipa

Diharuskan

Diharuskan

Oianjurkan
Kolarn-kolarn stabilisasi

Oiharuskan
Pengolahan biologis. bila
perlu ditambah pengolahan

minimum 20 em

kelilinll
Drainase local
Pengumpullindi

Kolam penampung

perforasi
IIndi
10
11

Resirkulasi lindi

12

Sumur pantau

Minimum 1 hulu dan 1 hilir


sesuai arah aliran air tanah

13

Ventilasi gas

Miminimum dengan kerikil


horizontal- vertikal

Pengolah lindi

kimia, dan Jandtreatmenl


Minimum 1 hulu. 2 hilir
dan
1 unit di luar lokasi sesuai
arah ali ran air tanah
Sistem vertikal dengan
beronjog kerikil dan pipa,
karpe! kerikil setiap 5 m

lapisan, dihubungkan
dengan perpipaan recovery
14

Sarana Lab Analisa

15

Air
Jalur hijau

16

penyangga
Tanah penutup rutin

17

Sistem penutup
antara

gas
Oianjur1<an

Diharuskan

Diharuskan

Minimum setiap 7 hari


Bila tidak digunakan
dan 1 bulan

lebih

Setiap han
Bila !idak digunakan lebih

dari 1 bulan. dan setiap


meneapai ketinggian
lapisan 5 m

18

Sistem penutup final

Minimum tanah kedap 20


em, ditambah sub-drainase
alr-permukaan, ditambah

top-soil

Dn~f'1.""S(,,1I ...T,.klliJ: Li/18kllngmt ITS _,\$u.,-/l(.1


2006

Sistem terpadu dengan


lapisan kedap, subdrainase air-permukaan,
pelindung, karpet
penangkap gas, bila pertu

dengan geosintetis, diakhiri


denqan top-soil minimum

Control/ed landfill

No Parameter

Sanitary landlill
60 em

dan bau

B
1

Alat berat

2
3
4
5
10
11
12
13

Transportasi lokal
Cadangan bahan
baker
Cadangan insktisida
Pelataran unloading
dan manuver
Jalan operasi utama
Jalan operasi dalam
area
Jembatan timbang
Ruang registrasl

C
12

Papan
nama Pintu gerbang

pagar TPA
3 Kantor
pOSiaqa

Pengoperasian landfill
Dozer dan loader,
dianjurkan dilengkapi
excavator
Dian'urkan
Diharuskan

Dozer, loader dan


excavator
Diharuskan
Diharuskan

Diharuskan
Diharuskan

Oiharuskan
Diharuskan

Diharuskan
Diharuskan

Diharuskan
Diharuskan

Diharuskan
Diharuskan, minimum
manual
PrasaranaSarana

Diharuskan
Diharuskan, digital

Diharuskan
Diharuskan

Oiharuskan
Oiharuskan

Minimum digabung dengan

Diharuskan

Garasi alat berat

Diharuskan

Diharuskan

Gudang

Dianjurkan

Oiharuskan

6 Workshop dan

Dianjurkan

Diharuskan peralatan
7

Pemadam kebakaran

Fasilitas toilet

Diharuskan

Oiharuskan

MCK

Kamar mandi dan we

terpisah
9

Cuci kendaraan

Minimum ada faucet

Oiharuskan

10

Penyediaan air

Diharuskan

Oiharuskan

bersih
11

Listrik

Diharuskan

Oiharuskan

12

Alat komunikasi

Oiharuskan

Oiharuskan

13

Ruang jaga

Diharuskan

14

Area khusus daur-

ulanq
15

Area transit limbah

Oiharuskan

Diharuskan

Oiharuskan

Oiharuskan

Oiharuskan

Diharuskan

Oiharuskan

83 rumah langga
16

P3K

Dn~f' 1.""Sf',1I...T,.klliJ:Li/18kllngmt ITS _,\$u.,-/l(.1


2006

17

Tempat ibadah

Dianiurkan

Diharuskan

Petugas TPA

0
1 Kepala TPA

Diharuskan,

pendidikan

pendidikan minimal 03 teknik, atau


berpengalaman

Olharuskan,

minimal 03 teknik, atau yang

yang berpengalaman

Petuqas reqlstrasi

Dlanlurkan

Diharuskan

Penga\vas operasi

Diharuskan, minimal

Oiharuskan

dirangkap Kepala TPA


4

Supir alat berat

Oiharuskan

Diharuskan

Tehnisi

Oiharuskan

Oiharuskan

Salpam

Diharuskan

Diharuskan

9).

Pengoperasian

dan pemeliharaan

TPA, baik dengan controlled landfill

maupun
sanitary landfill, harus dapal menjamin lungsi :

Dn~f' 1.""Sf',1I...T,.klliJ:Li/18kllngmt ITS _,\$u.,-/l(.1


2006

a). Sistem pengumpulan dan pengolahan leachate


b). Penanganan gas metan
c). Pemeliharaan estetika sekitar lingkungan d).
Pengendalian vektor penyakit
e). Pelaksanaan keselamatan pekerja
f). Penanganan tanggap darurat bahaya kebakaran dan kelongsoran.
10). Dibutuhkan pengawasan dan pengendalian untuk meyakinkan bahwa setiap
kegiatan yang ada di

TPA dilaksanakan

sesuai dengan

rencana yang telah

ditentukan. Data pemantauan di atas perlu dirangkum dengan baik menjadi suatu
laporan yang dengan mudah memberikan gambaran mengenai kondisi pengoperasian
dan pemeliharaan TPA.

2.2 Ketenluan

Teknls

2.2.1 Cakupan Pelaksanaan


Cakupan pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan TPA dalam petunjuk ini
meliputi:
a). Pembuatan rencana tindak rutin terhadap penanganan sampah dalam area
pengurugan serta yang terkait dengan pengoperasian sarana dan prasarana lain (2.2.2).
b). Kegiatan konstruksi dan pemasangan berjalan sistem pelapis dasar TPA, sistem
ventilasi gas (3.2).
c). Konstruksi sistem pengumpullindi (3.3).
d). Pemasangan sistem penangkap gas (3.4).
e). Pengaturan dan pencatatan sampah yang masuk ke TPA (3.5).
f). Pengurugan sampah pada bidang kerja (3.6).
g). Aplikasi tanah penutup (3.7).
h). Pengoperasian unit pengolahan leachate (3.7).
i). Pemeliharaan area/sel yang sudah dikerjakan (3.8)
j).

Pengoperasian dan pemeliharaan sarana, khususnya alat-alat berat, prasarana,

sarana dan utilitas (3.9).


k). Pemantauan lingkungan dan operasi sesuai ketentuan analisis dampak
lingkungan (3.10).
I). Pemantauan rutin terhadap berfungsinya sarana dan prasarana yang ada (3.11).
Dn~f'1.""Sf',1I_Tl'kllik

Li/18::'lIngmt ITS _.\gu,,-tIU

2006

2.2.2 Koordinasi Tindak Rutin


a). Manajemen operasi dan pemeliharaan TPA meliputi penetapan organisasi dan
manajemen operasi TPA, pelaksanaan monitoring, penyusunan dan pengendalian
rencana tindak.
b). Setting organisasi dan manajemen TPA :
- Harus selalu dievaluasi secara periodik untuk menjamin bahwa kapasitas dan
dukungan sumber

daya eukup memadai untuk melaksanakan

operasi dan

pemeliharaan sesuai dengan disain dan periode pengoperasian


- Penyiapan dan

pelaksanaan monitoring

untuk memantau,

mengukur dan

meneatat indikator-indikator operasi dan pemeliharaan, melaksanakan tindak tan9gap


darurat bila diperlukan demi keselamatan pekerja dan mitigasi untuk meneegah dan
meminimasi dampak negatif terhadap lingkungan.
e). Secara periodik penanggung jawab TPA melakukan pertemuan teknis kepada
stafnya untuk menggariskan rencana.
d). Bila dipertukan, dilakukan pembuatan gambar kerja baru untuk memodivikasi
gambar kerja induk yang tersedia guna menyesuaikan dengan perkembangan di
lapangan.

Dn~f'1.""Sf',1I_Tl'kllik

Li/18::'lIngmt ITS _.\gu,,-tIU

2006

e). Laksanakan pekerjaan konstruksi lapisan dasar TPA secara bertahap sesuai
dengan rencana/urutan.
f). Usahakan agar penetapan bloklzone aktif pertama adalah yang terdekat dengan
pengolah leachate.
g). Penggunaan bahan dan pemasangannya dalam

konsttuksi berjalan harus

didasarkan atas desain, spesifikasi dan SOP yang telah dibuat dalam tahap desain
TPA tersebut.
h). Bila apa yang dipasang tidak sesuai dengan gambar desain, maka perlu dibuat
kembali as-built drawing diserta informasi spesifikasi teknis lainnya.
i).

Pemilihan dan penetapan metode pengurugan dan pengerjaan sel sampah dapat

dilakukan dengan berbagai cara. Spesifikasi teknis bahan yang digunakan untuk
pelaksanaan kegiatan konstruksi berjalan selama periode operasi dan pemeliharaan
adalah sesuai dengan spesifikasi teknis untuk pelaksanaan pembangunan menurut
desain awal dari sarana ini, dan sesuai dengan metode yang dipilih.
j). Seperti halnya program pemeliharaan lazimnya maka sesuai tahapannya pertu
diutamakan kegiatan pemeliharaan yang bersifat preventif untuk mencegah terjadinya
kerusakan

dengan

melaksanakan

pemeliharaan

rutin.

Pemeliharaan korektif

dimaksudkan untuk segera melakukan perbaikan kerusakan-kerusakan kecil agar tidak


berkembang menjadi besar dan kompleks.
k). Informasi lengkap tentang dasar dan kriteria desain terdapat pada NSPM Tata
Cara Perencanaan TPA.

Dn~f'1.""Sf',1I_Tl'kllik

Li/18::'lIngmt ITS _.\gu,,-tIU

2006

BAB III
CARA PELAKSANAAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN

3.1 Pembaglan Area Efektlf Pengurugan


a). Lahan efektif untuk pengurugan sampah dibagi menjadi beberapa area atau
zone, yang merupakan penahapan pemanfaatan lahan, dibatasi dengan jalan operasi
atau

penanda

operasional

lain,

tanggul

pembatas,

atau

sistem pengumpul

lindi. Zone operasi merupakan bagian dari lahan TPA yang digunakan untuk
jangka waktu panjang misal 1 - 3 tahun.
b). Lahan efektif selanjutnya dapat dibagi dalam sub-area, atau sub-zone, atau blok
operasi dengan lebar masing-masing sekitar 25 m. Setiap bagian tersebut

dibagi

menjadi beberapa strip. Pengurugan sampah harian dilakukan pada strip yang
ditentukan, yang disebut working face. Setiap working face

mempunyai lebar

maksimum 25 m, yang merupakan lebar sel sampah.


c). Blok operasi merupakan bagian dari lahan TPA yang digunakan untuk
penimbunan sampah selama periode operasi menengah misalnya 1 atau

2 bulan.

Luas blok operasi sama dengan luas sel dikalikan perbandingan periode operasi
menengah dan pendek.
d). Pengurugan sampah pada :
- Sanitary landfill : sampah disebar dan dipadatkan lapis per-lapis sampai
ketebalan sekitar 1,50 m yang terdiri dari lapisan-Iapisan sampah setebal sekitar
0,5 m yang digilas dengan steel wheel compactor atau dozer paling tidak sebanyak 4
sampai 6 gilasan, dan setiap hari ditutup oleh tanah penutup setebal minimum 15
cm, sehingga menjadi sel-sel sampah. Setelah terbentuk 3 (tiga) lapisan, timbunan
tersebut kemudian ditutup dengan tanah penutup antara setebal minimum 30 cm.
Tinggi tinggi lapisan setinggi sekitar
5 m disebut sebagi 1 lift, dengan kemiringan talud sel maksimum 1 : 3.
Control/ed landfill:

sampah

disebar dan dipadalkan

lapis per-lapis sampai

ketebalan sekilar 4,50 m yang lerdiri dari lapisan-Iapisan sampah setebal sekitar
0,5 m yang digilas dengan steel wheel compactor atau dozer paling tidak sebanyak 3
sampai 5 gilasan, sehingga menjadi sel-sel sampah. Setelah terbentuk ketinggian
lersebut, timbunan kemudian ditutup dengan tanah penulup antara selebal minimum
20 cm. Tinggi tinggi lapisan setinggi sekitar 5 m disebut sebagi 1 lift.
Dn~f'1.""Sf',1I_Tl'kllik

Li/18::'lIngmt ITS _.\gu,,-tIU

2006

- Di alas limbunan sampah dalam bentuk lift lersebut kemudian diurug sampah baru,
membentuk ketinggian seperti dijelaskan di muka. Bila pengurugan sampah dilakukan
dengan metode area, maka untuk memperkuat kestabilan timbunan, maka batas antara
2 lift tersebut dibuat terasering selebar 3 - 5 m.
e). Lebar sel berkisar antara 1,5 - 3 lebar blade alat beral agar manuver alat berat
dapat lebih efisien. Panjang sel dihilung berdasarkan volume sampah yang akan
diurug pada hari ilu (uruuk sanitary landfilf) dibagi dengan lebar dan lebal sel.
Batas sel harus dibuat jelas dengan pemasangan patok-patok dan tali agar operasi
penimbunan sampah dapat berjalan dengan lancar.
f). Guna memudahkan masuknya truk pengangkul sampah ke titik penuangan.
maka dibuat jalan semi-permanen antar lift, dengan maksimum kemiringan jalan
5%.
g). Elevasi dan batas sub-zone maupun sel-sel urugan sampah tersebut harus
dibual jelas dengan pemasangan patok-patok atau cara lain agar operasi pengurugan
dan penimbunan sampah dapal berjalan dengan lancar.
h). Untuk mencegah lerjadinya erosi air permukaan, maka dibuat drainase pelindung
penggerusan menuju titik di bawahnya.

Dn~f'1.""Sf',1I_Tl'kllik

Li/18::'lIngmt ITS _.\gu,,-tIU

2006

i). Pelapisan lahan diprioritaskan dimulai dan lembah (lajur utama pipa lindi).
Pelapisan berikutnya adalah di bagian kemiringan dinding sesuai dengan naiknya
lift timbunan sampah.
j). Kegiatan pengurugan sampah tersebut

di atas harus didahului dengan

konstruksi berjalan, yang seeara garis besar terdiri dari :


-

Pembuatan sistem pelapisan dasar

Pemasangan sistem penangkap dan pengumpulan leachate

Pemasangan sistern pengumpul dan penyalur gas.

Gambar 1 : Pembagian Area Efektif Pengurugan

3.2 Konslruksl Sisiem Pelapls Oasar (Liner)


a). Teliti kembali kedalaman muka air tanah pada musim hujan terhadap lapisan
dasar TPA yaitu minimum 3 meter sebelum tanah dasar dikupas dan dipadalkan.
Dn~f'1.""Sf',1I_Tl'kllik

Li/18::'lIngmt ITS _.\gu,,-tIU

2006

b). Padatkan lanah dasar dengan alai berat, dan arahkan kemiringan dasar menuju
sistem pengumpul leachate. Pelapis dasar hendaknya :
- Tidak tergerus selama menunggu penggunaan. seperti terpapar hujan dan panas
- Tidak

tergerus akibat operasi

rutin, khususnya akibat truk

pengangkut

sampah dan operasi alat berat yang lalu di atasnya


- Sampah halus tidak ikut terbawa ke dalam sistem pengumpul lindi, dan
memungkinkan lindi mengalir dan terarah ke bawahnya.
e). Bila menggunakan tanah liat, lakukan pemadatan lapis-perlapis minimum 2
lapisan dengan ketebalan masing-masing

minimal 250 mm, sampai

meneapai

kepadatan proctor 95%. Kelulusan minimal dari eampuran tanah tersebut mempunyai
kelulusan maksimum 1 x 10" em/del.
d). Lakukan pengukuran kemiringan lapisan dasar TPA yaitu dengan kemiringan
yang disyaralkan 1-2 % ke arah tempat pengumpulan/pengolahan leachate.
-

Sanitary landfill, yang terdiri dart :

o Lapisan tanah pelindung setebal minimum 30 em


o Di bawah lapisan tersebut terdapat lapisan penghalang dari geotekstil alau
anyaman bambu, yang menghalangi tanah pelindung dengan media penangkap lindi
o Media karpet kerikil penangkap lindi setebal minimum 15 em. menyatu dengan
saluran pengumpul lindi berupa media kerikil berdiameter 30 minimum 20 em yang mengelilingi pipa periorasi 8 mm dari

Dn~f'1.""Sf',1I_Tl'kllik

Li/18::'lIngmt ITS _.\gu,,-tIU

2006

50 mm. tebal

PVC, berdiameler minimal 150 mm. Jarak anlar lubang (prforasi) adalah 5 cm. Oi alas
media kerikil.
Controlled landfill, yang terdiri dari :
o Lapisan tanah pelindung selebal minimum 30 cm
o Oi bawah lapisan tersebut terdapat lapisan penghalang dari anyaman bambu,
yang menghalangi tanah pelindung dengan media penagkap lindi
o Media karpet kerikil penangkap lindi setebal minimum 15 cm, menyatu dengan
saluran pengumpullindi

berupa media kerikil berdiameter 30 -

50 mm, tebal

minimum 20 cm.
e). Bila menurut desain perlu digunakan geosintetis seperti geomembran, geotekstil,
non-woven, geonet, dan sebagainya, pemasangan bahan ini hendaknya disesuaikan
spesifikasi teknis yang telah direncanakan, dan dilaksanakan oleh
konlraklor yang berpengalaman dalam bidang ini.

Tanah Biasa, 30 cm
Sampah
Tanah Biasa. 30 cm, k = 10"cm/det
Geotekstil
Kerikil, 15 cm
Tanah Asli Oipadatkan, 15 cm, k = 10"cm/det
Tanah Liat, 25 cm
Tanah Liat, 25 cm
Tanah Asli Oipadatkan, k = 10,scm/det

Gambar 2 : Lapisan Oasar TPA

Dn~f'1.""Sf',1I_Tl'kllik

Li/18::'lIngmt ITS _.\gu,,-tIU

2006

Gambar 3: Konstruksi Sistem Pelapis Oasar (Liner)

3.3 Konstruksl Under-Drain

Pengumpul Llndl (Leachate)

a). Teliti kembali pola pemasangan sislem under-drain tersebut sesuai dengan
dengan perencanaan, yaitu dapat berupa pola tulang ikan atau pota lurus.
b). Teliti kembali dan kalau perlu revisi desain jaringan under-drain penangkap dan
pengumpulan leachate agar fungsinya tercapai. Susunan sistem pengumpul
leachate seperti telah diuraikan pada 3.2 (d).
c). Kemiringan saluran pengumpul lindi antara 1 - 2 % dengan pengaliran secara
gravitasi menuju instalasi pengolah lindi (IPL)

Dn~f'1.""Sf',1I_Tl'kllik

Li/18::'lIngmt ITS _.\gu,,-tIU

2006

d). Sistem penangkap lindi diarahkan menuju pipa berdiamter minimum 150 mm.
atau saluran pengumpul lindi. Pada sanitary landfill. pertemuan antar pipa penangkap
atau antara pipa penangkap dengan pipa pengumpul dibuat bak kontrol (juctionbox). yang dihubungkan sistem ventilisasi vertikal penangkap atau pengumpul gas.

Gambar 4 : Desain Pemasangan Pipa Drainase Lindi dan Gas Vertikal

Dn~f'1.""Sf',1I_Tl'kllik

Li/18::'lIngmt ITS _.\gu,,-tIU

2006

Gambar 5 : Konstruksi Underdrain Pengumpul Lindi (Leachate)

3.4 Pemasangan Sistem Penanganan Gas


a). Gas yang ditimbulkan dari proses degradasi di TPA harus dikontrol di tempat
agar tidak mengganggu kesehatan pegawai, orang yang menggunakan fasilitas TPA,
serta penduduk sekitarnya.

Dn~f'1.""Sf',1I_Tl'kllik

Li/18::'lIngmt ITS _.\gu,,-tIU

2006

I).

Dn~f'1.""Sf',1I_Tl'kllik
2006

Li/18::'lIngmt ITS _"\gu,,-tIU

egah mengalir seeara literal dari lokasi pengurugan menuju daerah sekitarnya.

c). Setiap 1 tahun sekali dilakukan pengambilan sampel gas-bio pada 2 titik yang

berbeda, dan dianalisa terhadap kandungan CO, dabn CHe-

d). Pada sistem sanitary landfill, gasbio harus dialirkan ke udara terbuka melalui

ventilasi sistem penangkap gas, lalu dibakar pada gas-flare. Sangat dianjurkan

menangkap gasbio tersebut untuk dimanfaatkan.


e). Pada sistem controlled landfill, gasbio harus dialirkan ke udara terbuka melalui

ventilasi sistem penangkap gas, sedemikian sehingga tidak berakumulasi yang

dapat menimbulkan ledakan atau bahaya toksik lainnya.

f). Pemasangan penangkap gas sebaiknya dimulai dari saat lahan-urug tersebut

dioperasikan, dengan demikian metode penangkapannya dapat disesuaikan asi antara

dua eara tersebut.

g). Metode untuk membatasi dan menangkap pergerakan gas adalah :

- Menempatkan materi impermeabel pada atau di luar perbatasan fandfill untuk

menghalangi aliran gas

(perimeter) untuk penyaluran dan atau pengumpulan gas

Sistem penangkap gas dapat berupa :

Ventilasi horizontal

sel atau lapisan sampah

Vantilasi vertikal

mengalirkan gas yang terbentuk ke atas

Ventilasi akhir

timbunan akhir sudah terbentuk, yang dapat dihubungkan pada pembakar gas (gas-

flare) atau dihubungkan dengan sarana pengumpul gas untuk dimanfaatkan

lanjut.

sehingga mungkin tidak mampu untuk digunakan dalam operasi rutin.

k). Timbulan gas harus dimonitor dan dikontrol sesuai dengan perkiraan umurnya.

Beberapa kriteria desain perpipaan vertikal pipa biogas:

u
t
d
i

Menempatkan materi granular pada atau di luar perbatasan landfiff


Pembuatan sistem ventilasi penagkap gas di dalam lokasi ex-TPA. j).
yang bertujuan untuk menangkap aliran gas dalam dari satu
merupakan
merupakan

Perlu

difahami

ventilasi
ventilasi

yang
yang

mengarahkan
dibangun

100 - 150 mm Lubang

bor berisi kerikil

50 - 100 em Perforasi

8 - 12 mm Kedalaman
Jarak atara ventilasi vertikal

e
2006

saat
lebih

bahwa potensi gas pada ex-TPA ini sudah mengeeil

Pipa gas dengan casing PVC atau PE

Dn~f'1.""Sf',1I_Tl'kllik

pada

dan

Li/18::'lIngmt ITS _"\gu,,-tIU

80
25 - 50 m.

''-

-.,

~
=

~
~.,
_~
~
..;.
Y'_
-:.
~
~::
~
~e

"
~
~
'
:
'
.
'
Dn~f'1.""Sf',1I_Tl'kllik
2006

Li/18::'lIngmt ITS _"\gu,,-tIU

Gambar 6 : Sistem Penanganan Gas

3.5 Penanganan Sampah yang Masuk


a). Kegiatan operasi pengurugan dan penimbunan pada area pengurugan sampah secara
berurutan meliputi :
- Penerimaan sampah di pos pengendalian, dimana sampah diperiksa, dicatat dan
diarahkan menuju area lokasi penuangan
- Pengangkutan sampah dari pos penerimaan ke lokasi sel yang dioperasikan
dilakukan sesuai rute yang diperintahkan
- Pembongkaran sampah dilakukan di titik bongkar yang telah ditentukan
dengan manuver kendaraan sesuai petunjuk pengawas
- Perataan sampah oleh alat berat yang dilakukan lapis-per-Iapis agar tercapai
kepadatan optimum yang diinginkan
- Pemadatan sampah oleh alat berat untuk mendapatkan timbunan sampah yang
cukup

padat

sehingga

stabilitas

permukaannya

dapat

menyangga lapisan

berikutnya
-

Penutupan sampah dengan tanah untuk mendapatkan kondisi operasi

sanitary atau controlled landfill.


b). Setiap truk pengangkut sampah yang masuk ke TPA membawa sampah harus
melalui petugas registrasi guna dicatat jumlah, jenis dan sumbernya serta tanggal
waktu pemasukan. Petugas berkewajiban menolak sampah yang dibawa dan akan
diproses di TPA bila tidak sesuai ketentuan.
c). Mencatat secara rutin jumlah sampah yang masuk dalam satuan volume (m')
Metode Pengoperasian TPA Kota Parepare

dalam satuan berat (ton) per hari. Pencatatan dilakukan secara praktis di
jembatan timbang/pos jaga dengan mengurangi berat truk masuk (isi) dengan
berat truk keluar TPA (kosong).
d). Pemerosesan sampah masuk di TPA dapat terdiri dari :
-

Menuju area pengurugan untuk diurug, atau

Menuju area pemerosesan lain selain pengurugan, atau

Menuju area transit untuk diangkut ke luar TPA.

e). Pemulung ataupun kegiatan peternakan di lokasi TPA dan sekitamya tidak
dilarang, tetapi sebaiknya dikendalikan oleh suatu peraturan untuk ketertiban
kegiatan tersebut.

Metode Pengoperasian TPA Kota Parepare

Gambar 7 : Penanganan Sampah yang Masuk TPA

3.6 Pengurugan Sampah pada Bldang Kerja


a). Sampah yang akan diproses dengan pengurugan atau penimbunan setelah
didata akan dibawa menuju tempat pengurugan yang telah ditentukan. Dilarang
menuang sampah di mana saja kecuali di tempat yang telah ditentukan oleh
pengawas lapangan. Letak titik pembongkaran harus diatur dan diinformasikan secara
jelas

kepada pengemudi truk agar mereka

membuang pada titik yang benar

sehingga proses berikutnya dapat dilaksanakan dengan elisien.


b). Titik bongkar umumnya diletakkan di tepi sel yang sedang dioperasikan dan
berdekatan dengan jalan kerja sehingga kendaraan truk dapat dengan mudah
mencapainya. Titik bongkar yang baik kadang sulit dicapai pada saat hari hujan akibat
licinnya jalan kerja. Hal ini perlu diantisipasi oleh penanggung jawab lokasi agar tidak
terjadi.
c). Jumlah titik bongkar pada setiap sel ditentukan oleh beberapa laktor :
-

Lebar sel

Waktu bongkar rata-rata

Frekuensi kedatangan truk pada jam puncak.

d). Harus diupayakan agar setiap kendaraan yang datang dapat segera mencapai
titik bongkar dan melakukan pembongkaran sampah agar elisiensi kendaran dapat
dicapai.
e). Sampah yang dibawa ke area pengurugan kemudian
Metode Pengoperasian TPA Kota Parepare

dituangkan secara teratur

sesuai arahan petugas lapangan di area kerja aktil (working face area) yang
tersedia.
f). Pekerjaan perataan dan pemadatan sampah dilakukan dengan memperhatikan
efisiensi operasi alat bera!. Perataan dan pemadatan sampah dimaksudkan untuk
mendapatkan kondisi pemanfaatan lahan yang elisien dan stabilitas permukaan TPA
yang baik.
g). Pada TPA

dengan intensitas kedatangan truk yang tinggi, perataan dan

pemadatan perlu segera dilakukan setelah sampah menggunung sehingga pekerjaan


perataannya akan kurang efisien dilakukan.
h). Pada TPA dengan frekuensi kedatangan truk yang rendah maka perataan dan
pemadatan sampah dapat dilakukan secara periodik, misalnya pagi dan siang.
i). Setelah sebuah truk melaksanakan tugasnya, maka alat angkut tersebut dicuci,
paling tidak dengan membersihkan bak dan roda truk agar sampah yang melekat tidak
terbawa ke luar lokasi operasi. Bilasan pencucian ini dialirkan menuju pengolah lindi,
atau dikembalikan ke urugan sampah.

Metode Pengoperasian TPA Kota Parepare

Gambar 8 : Pengurugan Sampah pada Bidang Kerja

3.7 Apllkasl Tanah Penutup


a). Jenis,

frekuensi,

dan

ketebalan

tanah

penutup

reguler

pada

sel-sel

uruganllimbunan sampah seperti telah diuraikan bagian 3.1(b) di atas.


b). Padatkan tanah penutup reguler dengan alat berat, dan arahkan kemiringan
dasar menuju pengumpul aliran drainase. Upayakan agar air run-off ini tidak
bereampur dengan saluran penampung lindi yang keluar seeara lateral.
e). Penutupan sampah dengan tanah serta proses pemadatannya dilakukan seeara
bertahap sel demi sel, sehingga setelah sel lapisan pertama selesai maka dapat
dilanjutkan dengan membuat lapisan selanjulnya di alasnya.
d). Lapisan tanah penutup hendaknya :
- Tidak

lergerus

selama

menunggu

penggunaan.

seperti

tergerus

hujan,

tergerus akibat operasi rutin, khususnya akibat truk pengangkut sampah dan operasi
alat berat yang lalu di atasnya
-

Mempunyai kemiringan menuju titik pengumpulan.

e). Sistem penutup akhir pada sanitary landfill

terdiri atas beberapa lapis, yaitu

berturul-turut dari bawah ke atas :


- Di atas timbunan sampah : lapisan tanah penutup reguler (harian atau
antara). Bila sel harian tidak akan dilanjutkan untuk jangka waktu lebih dari 1 bulan,
Metode Pengoperasian TPA Kota Parepare

maka dibutuhkan penutup antara setebal 30 em dengan pemadatan


- Lapisan karpel kerikil berdiameter 30 -

50 mm sebagai penangkap gas

horizontal setebal 20 em, yang berhubungan dengan perpipaan penangkap gas


vertikal
- Lapisan tanah liat selabal 20 em dengan permeabilitas maksimum sebesar 1 x 10"
em/del
- Lapisan karpet kerikil under-drain penangkap air infiltrasi terdiri dari media
kerikil berdiameter 30 - 50 mm setebal 20 em. menuju sistem drainase. Bilamana
diperlukan di atasnya dipasang lapisan geotekstil untuk meneegah masuknya tanah di
atasnya
-

Lapisan tanah humus setebal minimum 60 em.

f). Sistem penutup akhir pada controlled landfill lerdiri atas beberapa lapis, yaitu
berturut-turut dari bawah ke atas :
-

Di atas timbunan sampah : lapisan tanah penutup reguler (harian atau antara)

- Lapisan tanah liat setabal 20 em dengan permeabililas maksimum sebesar 1 x 10"


em/det
-

Lapisan tanah humus setebal minimum 60 em

e). Bila menurut desain perlu digunakan geotekstil dan sebagainya, pemasangan
bahan ini hendaknya disesuaikan spesifikasi teknis yang telah direneanakan, dan
dilaksanakan oleh kontraktor yang berpengalaman dalam bidang ini.
g). Kemiringan tanah penutup akhir hendaknya mempunyai grading dengan
kemiringan maksimum 1 : 3 untuk menghindari terjadinya erosi.

Metode Pengoperasian TPA Kota Parepare

h). Kemiringan dan kondisi tanah penutup harus dikontrol setiap hari untuk
menjamin peran dan fungsinya, bilamana perlu dilakukan penambahan dan perbaikan
pada lapisan ini.
i). Dalam kondisi sulit mendapalkan lanah penulup, dapal digunakan reruntuhan
bangunan, sampah lama atau kompos, debu sapuan jalan, hasil pembersihan saluran
sebagai pengganti tanah penulup.
j).

Penutup akhir diaplikasikan pada setiap area pengurugan yang tidak akan

digunakan lagi lebih dari 1 lahun. Kelebalan tanah penulup final ini paling lidak
60 em.
k). Pada area yang lelah dilaksanakan penutupan final diharuskan ditanami pohon
yang sesuai dengan kondisi daerah selempat.

Top6olT;)~n
T"nal1
Top Soli Tanaman

mlnma.rn

Tan~nhumt1$ minimum 60 em

PorIgh;lhng,b~ peril.. Qe~'$(jj


Ilfl.I .. , .. II">'Ij,,"_)fmrmrRo;l
Kl:-f6dl, 20 om, 030-60 mm
PoneQo9.lln !:lIt Qk~l,e,fnll'.
T\\!'IOIh 1I1j1k1<1xtO'c.mrdcc,

20 em

Controtled Landfill

Metode Pengoperasian TPA Kota Parepare

MlJ'TfJS
co em

Gambar 9 : Sistem Penutup pada Controlled Landfill dan Sanitary Landfill

Gambar 10 : Penulupan Tanah

3.8 Pengoperasian Unit Pengoiahan

L1ndi (Leachate)

a). Lakukan evaluasi rutin lerhadap as-built drawing, spesifikasi leknik jaringan
under-drain pengumpul leachate, sistem pengumpul leachate, bak konlrol dan bak
penampung, pipa inlet ke instalasi, dan instalasi pengolah lindi (IPL) agar sistem yang
ada sesuai dengan perkembangan sampah yang masuk.
b). Pada pengolahan seeara biologi, lakukan seeding dan aklimatisasi terlebih
dahulu sesuai SOP IPL, sebelum dilakukan proses pengolahan leachate
sesungguhnya. Langkah ini kemungkinan besar akan terus dibutuhkan, bila

Metode Pengoperasian TPA Kota Parepare

terjadi perubahan kualitas dan beban seperti akibat hujan atau akibat perubahan
sampah yang masuk, atau akibat tidak berfungsinya sistem IPL biologis ini, sehingga
merusak mikrorganisme semula.
c). Sebelum tersedianya baku-mutu eftuen lindi dari sebuah landfill sampah kota,
maka eftuen IPL lindi harus memenuhi persyaratan seperti lercantum dalam label
2 berikut.
label 2 ' Baku Mutu Efluen IPL Komponen
I Baku mutu Zat padat terlarut

Satuan

mq/L

Zat padat tersuspensi

mort,

pH

N-NH,

mQ/L

N-NO,

mQ/L

30

N-N02

4000

400

6-9

mqlL

BOD

mqlL

150

COD

mglL

300

Bila eftuen lindi dibuang ke badan air penerima untuk peruntukkan tertenlu, maka
efluen tersebut harus sesuai dengan baku mutu peruntukkan badan air penerima,
misalnya badan air penerima diperunlukkan sebagai air baku air minum, maka
kualitas badan air penerima harus tetap memenuhi kualitas baku mutu air
tersebut.
d). Dianjurkan agar pada saat tidak hujan, sebagian lindi (leachate) yang ditampung
dikembalikan ke timbunan sampah sebagai resirkulasi lindi. Lakukan pengecekan
secara rutin pompa dan perpipaan resirkulasi leachate untuk menjamin sistem
resirkulasi tersebut.
e). l.akukan secara rutin dan periodik updating data curah hujan, temperatur dan
kelembaban udara, debit leachate, kualitas influen dan eftuen hasil IPL, untuk
selanjutnya masuk ke informasi recordinglpencatalan.
f). Kolam penampung dan pengolah leachate seringkali mengalami pendangkalan
akibal endapan suspensi. Hal ini akan menyebabkan semakin kecilnya volume
efektif kolam yang berarti semakin berkurangnya waklu linggal, yang akan berakibal
pada rendahnya

efisiensi pengolahan

yang

berlangsung.

Unluk

ilu, perlu

diperhatikan agar kedalaman efektif kolam tetap terjaga.


g). Lumpur endapan yang mulai tinggi melampaui dasar efektif kolam harus segera
dikeluarkan. Gunakan excavator dalam pengeluaran lumpur ini. Dalam beberapa hal
dimana ukuran kolam tidak terlalu besar, dapal

digunakan truk tinja untuk

menyedot lumpur yang terkumpul yang selanjutnya dapat dibiarkan mengering dan
dimanfaatkan sebagai tanah penutup sampah.
h). Resirkulasi lindi sangat dianjurkan untuk mempercepat proses stabilitas urugan
sampah. Resirkulasi dilakukan pada saat tidak turun hujan, dengan melakukan
pemompaan dari penampungan lindi menuju pipa gas vertikal, atau menuju langsung
pada timbunan sampah.
i). Lateral drainage aliran lindi perlu disiapkan, khususnya bila timbunan sampah
berada di atas lanah (above ground) agar lindi yang muncul dari sisi timbunan sampah
tidak bercampur dengan air permukaan (air run-of!). Drainase yang terkumpul melalui
drainase khusus ini dialirkan menuju pengolah lindi.

Gambar 11 : Pengolahan Lindi (Leachate)

3.9 Penggunaan

dan Pemellharaan

AlalAlal

Beral TPA

3.9.1 Penggunaan dan Pemeliharaan AlaI Berat


a). Kebutuhan alat berat untuk sebuah TPA akan bervariasi sesuai dengan
perhitungan desain dari sarana landfill ini.
b). Alat berat yang digunakan untuk operasi pengurugan sampah hendaknya selalu siap
untuk dioperasikan setiap hari. Katalog dan tata-eara pemeliharaan harus tersedia di
lapangan dan diketahui seeara baik oleh petugas yang diberi tugas.
c). Lakukan inventarisasi dan teliti kembali spesifikasi teknis dan lungsi alat-alat
berat yang tersedia :
o Loader atau bulldozer (120 - 300 HP) atau landfill compactor (200 - 400 HP)
berfungsi untuk mendorong, menyebarkan, menggilas/memadatkan lapisan sampah.
Gunakan blade sesuai spesilikasi pabrik guna memenuhi kebutuhan kapasitas aktivitas
o

!Excavator untuk

penggalian

dan

peletakan tanah

penutup

ataupun

memindahkan sampah dengan spesifikasi yang disyaratkan dengan bucket


0,5 - 1,5 m'
o

Dump truck untuk mengangkut tanah penutup (bila diperlukan) dengan

volume 8 - 12 m'.
d). Penggunaan dan pemeliharaan alat-alat berat harus sesuai dengan spesifikasi

teknis dan

rekomendasi labrik. Karena alat-alat

berat tersebut pada dasarnya

digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan teknik sipil, maka penggunaan pada sampah


akan mengakibatkan terjadinya korosi yang berlebihan atau bantalan/sepatu wheel
atau bulldozer maeet karena terselip potongan jenis sampah tertentu yang diurug.
Untuk mengurangi resiko tersebut, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain
adalah :
o Kedisiplinan pemanfaatan jalur track (traficability) pada lahan dan bidang
kerja TPA yang telah disiapkan, jalan operasional dan tanah penutup
o Instruksi yang jelas dan training bagi operator untuk menggunakan dan
memelihara alat-alat berat
o

Peningkatan management after-sales service system dengan alokasi dana yang

memadai untuk melakukan pemeliharaan seeara rutin dan periodik : Penyediaan


garasi/bengkel beratap dan peratatan yang diperlukan
Pembersihan dan pemeliharaan alat-alat berat harian
Servis alat-alat berat bulanan
Penyediaan minyak pelumas/oli
Pembelian dan pemasangan spare-part (alokasi budget tahunan)
Hubungan

on-line dengan

supplier/dealer

alat-alat

berat

dan

pelatihan

diusahakan untuk operator/mechanic untuk pemahaman lebih lanjut mengenai


spesilikasi teknis, penggunaan dan pelaksanaan perawatan kendaraan seeara rutin dan
berkala

Penyiapan record konsumsi bahan bakar, penggunaan minyak pelumas, dan data-data
terkait dengan pemeliharaan rutin dan berkala.

pengurugan

Gambar 12 : Contoh Alat Serat pada Operasi Landfilling


3.9.2 Pemeliharaan Jalan, Drainase, dan Jembalan lim bang
a). Jalan merupakan sarana TPA yang harus selalu ada dalam desain dan
pekerjaan konstruksi. Sarana jalan di TPA umumnya adalah :
- Jalan masuk/akses, yang menghubungkan TPA dengan jalan umum yang telah
tersedia
-

Jalan penghubung, yang menghubungkan antara satu zone dengan zone lain

dalam wilayah TPA


- Jalan operasi/kerja, yang diperlukan oleh kendaraan pengangkut menuju titik
pembongkaran sampah
-

Pada TPA dengan luas dan kapasitas pembuangan yang terbatas, biasanya

jalan-jalan penghubung dapat juga berfungsi sekaligus sebagai jalan kerja/operasi.

b). Konstruksi jalan TPA eukup beragam disesuaikan dengan kondisi setempat
seperti dengan konstruksi botmix, beton, aspal, perkerasan sirtu, kayu.
e). Pemeliharaan jalan di TPA umumnya dibutuhkan pada ruas jalan masuk dimana
kondisi jalan bergelombang maupun berlubang yang disebabkan oleh beratnya
beban

truk

sampah yang

melintasinya.

Jalan yang

berlubang/bergelombang

menyebabkan kendaraan tidak dapat melintasinya dengan lanear sehingga terjadi


penurunan keeepatan yang berarti menurunnya efisiensi pengangkutan, di samping
lebih eepat ausnya beberapa komponen seperti kopling, rem, dan lain lain.
d). Bagian jalan lain yang juga sering mengalami kerusakan dan kesulitan adalah
jalan kerja dimana kondisi jalan temporer tersebut memiliki faktor kestabilan yang
rendah, khususnya bila dibangun di atas sel sampah. Kondisi jalan yang tidak baik
dapat menimbulkan kerusakan batang hidrolis pendorong bak pada dump truck,
terutama bila pengemudi memaksa membongkar sampah pada saat posisi kendaraan
tidak rata/horizontal.
e). Jalan kerja dapat memiliki faktor kesulitan lebih tinggi pada saat hari hujan. Jalan
yang liein menyebabkan truk sampah sulit bergerak dan harus dibantu oleh alat berat,
sehinggga

menyebabkan waktu operasi

pengangkutan

di

TPA menjadi lebih

panjang dan pemanfaatan alat berat untuk hal yang tidak efisien.
f). Lakukan pengawasan harian terhadap jalan akses/masuk dari kemungkinan
terjadinya blokade jalan truk. Jalan masuk disyaratkan 2 arah, yaitu tipe jalan kelas
3, dengan keeepatan rata-rata 30 km/jam. Pemeliharaan rutin dan rehabilitasi
jalan masuk termasuk saluran drainase TPA harus dilakukan tahunan.
g). Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan
dengan tujuan memperkeeil aliran yang masuk ke timbunan sampah. Semakin keeil
rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah, akan semakin kecil pula debit
leachate yang dihasilkan
h). Drainase utama dibangun di sekeliling blok atau zona penimbunan. Drainase
dapat berfungsi sebagai penangkap aliran limpasan air hujan yang jatuh di atas
timbunan sampah tersebut. Permukaan tanah penutup harus dijaga kemiringannya
mengarah pada saluran drainase.
i). Lakukan pemeriksaan rutin setiap minggu khususnya pada musim hujan, untuk
menjaga tidak terjadi kerusakan saluran yang serius.
j).

Saluran drainase dipelihara dari tanaman rumput atau semak yang mudah sekali

tumbuh akibat tertinggalnya

endapan tanah hasil erosi tanah penutup. TPA di

daerah bertopografi perbukitan akan sering mengalami erosi akibat aliran air yang

deras.
k). Lapisan drainase dari pasangan semen yang retak atau peeah perlu segera
diperbaiki agar tidak mudah lepas oleh erosi air, sementara saluran tanah yang berubah
profilnya akibat erosi perlu segera dikembalikan ke dimensi semula agar
dapat berfungsi mengalirkan air dengan baik.

Gambar 13 : Sarana Sistem Drainase TPA

3.9.3 Pemeliharaan Tanah Penutup


a). Lakukan pemeliharaan seeara rutin terhadap lanah penutup, terulama dengan
terbentuknya genangan (ponding) agar lungsi lanah penutup telap seperti yang
diharapkan. Lapisan penutup TPA perlu dijaga kondisinya agar tetap berfungsi dengan
baik. Perubahan lemperalur dan kelembaban udara dapal menyebabkan timbulnya
retakan permukaan tanah yang memungkinkan terjadinya aliran gas keluar dari
TPA ataupun mempereepal rembesan air pada saat hari hujan.
Relakan yang lerjadi perlu segera dilutup dengan tanah sejenis.
b). Proses penurunan permukaan lanah juga sering tidak berlangsung seragam
sehingga ada bagian yang menonjol maupun melengkung ke bawah. Ketidakteraluran
permukaan ini perlu diralakan dengan memperhalikan kemiringan ke arah saluran
drainase. Penanaman rumput dalam hal ini
dianjurkan untuk mengurangi elek retakan lanah melalui jaringan akar yang
dimiliki.
e). Pemeriksaan kondisi permukaan TPA perlu dilakukan minimal sebulan sekali
atau beeberapa han setelah terjadi hujan lebal unluk memastikan lidak terjadinya
perubahan drastis pada permukaan lanah penutup akibal erosi air hujan.
d). Deposit (eadangan) lanah penutup harus lersedia untuk eadangan 1 minggu.
Deposit ini dapat berasal dari tanah galian area pengurugan. lanah dan luar
(borrowed materails) atau dari penyaringan sampah yang sudah diurug lebih dari
3 tahun.
3.9.4 Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Lain
a). Fasilitas penerimaan sampah dan jembalan
tempat pemeriksaan
kedatangan truk

sampah

sampah.

yang datanq,

Pada TPA

timbang dimaksudkan sebagai

penealatan

besar yang

data. dan

melampaui

pengaluran
50

ton/han.

dianjurkan penggunaan jembalan limbang untuk efisiensi dan ketepatan pendalaan.


Lakukan pembersihan rutin dan kalibrasi seeara periodik jembatan timbang pada pos
jalan masuk (beban 5 Ion).
b). Lakukan pembersihan harian dan pemeliharaan seeara periodik bangunan
kantor, gudang. pos jaga. bengkellgarasi. termasuk instalasi lislrik dan penerangan.
pompa/jaringan pipa air bersih dan sarana sanitasi.
e). Peralatan bermesin lain seperti pompa air, aerator IPL sangat vital bagi operasi

TPA sehingga kehandalan dan unjuk kerjanya harus dipelihara seeara rutin.
Pengoperasian dan pemeliharaannya harus selalu dijalankan dengan benar agar
peralatan tersebul terhindar dari kerusakan.
d). Kegiatan perawatan seperti penggantian minyak pelumas baik mesin maupun
transmisi harus diperhatikan sesuai ketenluan pemeliharaannya. Demikian pula dengan
pemeliharaan komponen seperti baterai. filler-filler.

dan lain-lain

lidak boleh

dilalaikan ataupun dihemat seperti banyak dilakukan.

3.10 Pemantauan Operaslonal


a). Pemanlauan dan peneatatan rutin hendaknya dilakukan seeara baik, untuk
meneatat:
- Permasalahan

operasional

lapangan

yang

penting.

pengaduan

dari

masyarakal atau kesulilan yang dijumpai selama operasi harian


-

sumner, jumlah, karakleristik dan komposisi sampah yang ditangani

- Seeara rutin dilakukan pengukuran topograti ulang di atas timbunan sampah untuk
mengevaluasi sisa kapasitas lahan yang tersediaa

Setelah area pengurugan ditutup karena penuh, suatu laporan rinci perlu

dibuat,

yang berisi catatan dan data yang

penting, yang terkait dengan

monitoring jangka panjang.


b). Setiap awal operasi di pagi hari, pengawas lapangan melakukan peninjauan
pada rencana lokasi penuangan sampah hari itu untuk mengevaluasi :
- Kondisi sekitar lahan operasi, khususnya erosi timbunan, settlement, fungsi
instalasi pengolah lindi dan pengendali biogas
-

Kondisi drainase permukaan

Kondisi jalan operasi

Stok tanah penutup.

c). Pada musim hujan, lakukan pengamatan rutin terhadap kemiringan tanah
penutup harian, untuk menjamin pengaliran run-off dari atas lapisan penutup
mengalir secara lancar menuju ke saluran drainase.
d). Bila terdapat aktivitas recovery sampah dalam bentuk pemulungan sebelum
pengurugan sampah, maka aklivilas ini hendaknya dimasukkan ke dalam tata cara
operasional rutin sehingga kegiatan-kegiatan tersebut berjalan secara sinergis dan
saling menguntungkan.
e). Timbunan sampah dalam landlill yang telah matang, sekitar 3-5 tahun, dapat
digali kembali untuk dimanfaatkan sebagai kompos atau tanah penutup. Setelah
landfill site ditata kembali, maka residu yang lidak dapat dimanfaatkan diurug
kembali ke dalam tanah.
f). Selama pengoperasian,

permasalahan lingkungan yang biasanya muncul,

hendaknya dipantau dan dikelola secara baik dan profesional. Persoalan utarna yang
perlu mendapal perhatian adalah :
- Evaluasi secara

kualitatif

dan

kuantitalif

terhadap

dampak lingkungan,

khususnya yang terkait dengan pengendalian lindi. gas, dan bau


-

Upaya pengendalian bau dan kebakaran

Upaya-upaya pengendalian binatang pengeral (vektor)

Upaya-upaya pengendalian debu dan sampah ringan.

3,11 Kontrol Pencemaran Air


a). Setiap TPA harus menyiapkan rencana pemantauan dan pengonlrolan kualitas

air. Rencana kontrol kualitas air harus memuat :


-

Kondisi badan air dan prediksi daerah yang berpotensi tercemar oleh lindi

Elevasi dan arah allran air tanah


Lokasi dan tinggi muka air permukaan yang berdekatan
Potensi

hubungan

antara

lokasi

pengurugan,

akuifer

setempat,

dan

air

permukaan yang didasarkan atas catatan historis serta informasi lain


Kualitas air dari zone yang berpotensi terkena dampak sebelum pengurugan
dilakukan
- Rencana

penempatan

sumur

pemantau,

stasiun

sampling, serta

program

sampling
-

Informasi tentang karakteristik tanah dan hidrogeologi di bawah lokasi lahan

urug (landfill) pada kedalaman yang cukup untuk memungkinkan dilakukannya


evaluasi peran tanah tersebut dalam melindungi air lanah
- Rencana kontrol run-off untuk mengurangi infiltrasi air ke dalam urugan, serta
kontrol erosi urugan dan persediaan bahan penutup
- Potensi timbulan lindi dan dan rencana sistem penanggulangannya untuk
melindungi air tanah dan air permukaan.
b). Lakukan pengecekan dan pemeriksaan secara rutin dan berkala terhadap
kualitas air tanah di sumur-sumur monitoring, sumur penduduk di sekitar TPA
dengan parameter utama pH, daya hantar listrik, khlorida, BOD, COD.

c). Sampah dan lindi tidak boleh berkontak langsung dengan air tanah atau badan
air yang digunakan sebagai sumber air minum. Sampling dan analisa air tanah yang
digunakan sebagai sumber air minum dilakukan secara berkala, mengikuti standar
kualitas air minum yang berlaku.
d). Sampling dan analisa air sungai yang berjarak kurang dari 200 m dari batas
terluar TPA dilakukan secara berkala sesuai peraturan yang berlaku, yaitu setiap
6 bulan selama TPA tersebut dioperasikan. Pemantauan setelah penutupan dilakukan
setiap 2 tahun.

3.12 Kontrol terhadap Kebakaran, Gas, dan Bau


a). Pembakaran sampah tidak terkontrol (open burning) dilarang dilakukan di lokasi
TPA.
b). Sekeliling lokasi TPA hendaknya dikelilingi zone penyangga dari tanaman yang
dapat menjadi penghalang dari adanya sampah beterbangan dan adanya penampakan
yang dapat mengganggu estetika. Dianjurkan adanya sarana penghalang sampah
terbang yang dapat dipindah pindah sesuai kebutuhan.
c). Kontrol terhadap timbulnya bau dan debu harus diadakan unluk melindungi
kesehalan

serta keselamatan

personel,

penduduk sekilar,

serta orang

yang

menggunakan fasililas TPA ini.


d). Tingkal kebauan yang keluar dari TPA digolongkan pada bau yang berasal dari
bau campuran, dinyalakan

sebagai ambang

bau yang dapal

dideteksi secara

sensorik oleh lebih dari 50% anggota penguji yang berjumlah minimal 8 (delapan)
orang.
e). Kontrol bau dapat juga dilakukan dengan menggunakan fly-index dengan
menggunakan standar kepadatan lalat yang biasa digunakan.
f). Kontrol kebakaran yang muncul akibat pembakaran liar di lokasi, atau karena
terbakarnya bagian sampah yang mudah terbakar, serta tersedianya bahan bakar
gasbio pada timbunan, dapat dihindari dengan menerapkan peraturan yang ketat
(a) agar tidak membuang puntung rokok pada area timbunan sampah, dan (b) agar
tidak membakar sampah pada timbunan sampah. Kebakaran yang terjadi pada area
penimbunan sampah hanya dapat dipadamkan dengan aplikasi tanah penutup secara
merata agar udara tidak masuk ke dalam limbunan sampah.

3.13 Kontrol Stabllltas Lereng


a). Lahan TPA, khususnya area pengurugan, hendaknya selalu dikontrol terhadap
kemungkinan terjadinya kelongsoran akibat terjadinya ketidakstabilan terhadap
keruntuhan geser, atau terganggunya kestabilan lereng
b). 6atasan nilai yang biasa digunakan agar material dalam timbunan tidak runluh
dikenal dengan sebagai faklor keamanan (safety factor atau SF). Syarat kriteria nilai
SF minimum 1,3 unluk kemiringan timbunan semenlara dan 1,5 untuk kemiringan
yang permanen.
c). Pada timbunan di landfill kestabilan akan ditentukan antara lain oleh :
Karakteristik dan kestabilan tanah dasar
Karakteristik dan berat sampah : lambah banyak plastik cenderung tambah tidak stabil,
tambah tinggi timbunan cenderung akan tambah berat, dan akan tambah tidak stabi!.
Sifat ini terkait erat dengan kuat geser sampah dalam timbunan, yang akan tergantung
pada sudut geser (<1 dan daya lekat antar partikel (nilai kohesi c)

Kandungan air dalam sampah dan dalam timbunan : tambah lembab sampah akan
tambah tidak stabil. tambah banyak air di dasar timbunan. akan tambah tidak stabil
timbunan tersebut
Kemiringan

lereng

: tambah

kecil

sudut kemiringan

akan

tambah

stabil.

Kemiringan yang baik bagi timbunan sampah adalah antara 20 - 30 Penggunaan


terassering

pada

ketinggian

tertentu.

Sebaiknya

digunakan terasering selebar

minimum 5 m untuk setiap ketinggian 5 m


Kepadatan sampah : tambah padat sampah. maka akan tambah mampu
mendukung timbunan sampah di atasnya. Kepadatan yang baik dengan penggunaan
alat berat dozer akan dicapai bila dilakukan secara lapis-per lapis
Jenis dan integrasi tanah penutup harian dan penutup antara : setiap jenis
tanah

akan

mempunyai

sifat

kestabilan

tertentu.

yang

membutuhkan

informasi yang akurat sebelum digunakan. seperti nilai <I> dan nilai c.
3.14 Kontrol Kualltas Llngkungan Lain
a). Penggunaan upaya rekayasa, seperti penahan aliran untuk memperlama run-off
digunakan bilamana perlu untuk mencegah adanya erosi akibat kecepatan run0(( yang berlebihan.
b). Kondisi pengurugan sampah harus dipertahankan agar tidak menarik minat
binatang. khususnya binatang pengerat yang tergolong penyebar penyakit. seperti
tikus, untuk mencari makan dan berkembang biak.
c). Kontrol terhadap stabilitas tereng dan reruntuhan sampah ke saluran drainase
perlu

dilakukan

secara

rutin

dengan

menatur

dan

membenahi

kembali

kemiringan talud timbunan. dan memperbaiki tanah penutup reguler yang telah
mengalami erosi dan telah mengalamim penurunan.
d). Operasi pemulungan bila tidak dapat dihindari hendaknya memperhatikan
masalah estetika.
e). Manual tentang tata-cara dan prosedur terhadap penyelamatan kecelakaan
harus tersedia di lapangan untuk digunakan oleh pekerja.
f). Setiap pekerja harus

diinformasikan

tentang cara-cara

penyelenggaraan

keselamatan kerja.
g). Peralatan keselamatan kerja seperti sarung tangan. topi lapangan. kacamata
pelindung. sepatu kerja harus disiapkan di lapangan.

h). Tanda-tanda penngatan yang terkait dengan pencegahan kecelakaan, seperti


pemadam kebakaran. dilarang merokok, dsb harus jelas tertihat dari kejauhan.
i). Perkembangan lalat dapat terjadi dengan cepat yang umumnya disebabkan oleh
terlambatnya penutupan dampah dengan tanah sehingga tersedia cukup waktu bagi
telur lalat untuk berkembang menjadi larva dan lalat dewasa. Karenanya perlu
diperhatikan dengan seksama batasan waktu paling lama untuk penutupan tanah.
Semakin pendek periode

penutupan tanah akan semakin kecil pula kemungkinan

perkembangan lalal.
j). Pemantauan sanitasi lingkungan dengan indikator jumlah lalal. Apabila nilai
pengamatan terakhir lebih besar dan sebelumnya, terdapat indikasi penurunan kualitas
lingkungan. Apabila di TPA terdapat tingkat kepadatan lalat lebih dari 20 ekor per
grill, maka perlu dilakukan pengendalian.
k). Dalam hal lalat telah berkembang banyak, dapat dilakukan penyemprotan
insektisida dengan menggunakan mistblower. Tersedianya pepohonan dalam hai ini
sangat membantu pencegahan penyebaran lalat ke lingkungan luar TPA.
I). Kebakaran/asap terjadi karena gas metan terlepas tanpa kendali dan bertemu
dengan sumber api. Terlepasnya gas metan seperti telah dibahas sebelumnya sangat
ditentukan oleh kondisi dan kualitas tanah penutup. Sampah yang tidak tertutup tanah
sang at rawan terhadap bahaya kebakaran karena gas tersebar di

seluruh

permukaan

TPA.

Untuk

mencegah

kasus

ini

perlu

diperhatikan

pemeliharaan lapisan tanah penutup TPA.


m). Pencegahan pencemaran air di sekitar TPA perlu dilakukan dengan menjaga
agar leachate yang dihasilkan dari TPA dapat :
Terbentuk sesedikit mungkin, dengan mencegah rembesan air hujan melalui
konstruksi drainase dan tanah penutup yang baik
Terkumpul pada kolam pengumpul dengan lancar
Diolah dengan baik pada kolam pengolahan yang kualitasnya secara periodik
diperiksa.

3.15 Keglatan Pasca Operasl


a). Pemanfaatan
pelapisan

lahan TPA pasca operasi sangat dipengaruhi oleh metode

tanah

dimanfaatkan

penutup

akhir.

Agar

lahan

TPA

pasca

operasi

dapat

dengan baik, maka tanah penutup harus memenuhi persyaratan

sebagai tanah penutup akhir. Pola penutupan juga direncanakan sesuai dengan
lansekap akhir.
b). Pada pasca operasi, pemantauan terhadap kualitas air tanah harus terus
dilakukan secara rutin dan berkala mengingat masih ada potensi pencemaran dari
sampah yang telah diurug. Pada pemantauan pasca operasi, mensyaratkan bahwa
minimum harus ada 2 sumur pantau (1 di hulu dan 1 di hilir sesuai arah aliran air
tanah), dan dipasang sampai dengan zone jenuh.
c). Bekas lahan TPA pasca operasi dapat digunakan antara lain untuk kegunaan :
-

Rekreasi aktif area contoh golf course atau atletik, dan rekreasi pasif

Lahan penghijauan

Taman

Cagar alam

Taman botani

Lahan pertanian, tanaman jenis palawija

- Penggunaan sebagai lahan perumahan sederhana dapat dilakukan setelah


kestabilan tercapai.
d). Kegiatan pasca operasi TPA antara lain meliputi kegiatan :
-

Inspeksi rutin

Kegiatan revegetasi dan pemeliharaan lapisan penutup

Penanaman dan pemeliharaan tanaman di TPA

Pemeliharaan dan kontrol/eachate dan gas

Pembersihan dan pemeliharaan saturan-saluran drainase

Pemantauan penurunan lapisan dan stabilitas lereng

Pemantauan kualitas Lingkungan.

e). Uraian lengkap tentang teknis pengelolaan pasca operasi TPA terdapat pada
NSPM Tata-Cara Rehabilitasi dan Monitoring TPA.

Anda mungkin juga menyukai