Anda di halaman 1dari 13

Nama

NIM
Kelas

: Muhammad Hasanain
: 04011381419180
: Gamma

Learning Issue
Farmakokinetik (digoxin, warfarin dan amoxixilin)
Farmakokinetik merupakan sebuah proses atau perjalanan suatu obat di dalam tubuh
organisme berupa absorpsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan ekskresi.
[Proses Mekanisme Obat]
Untuk dapat memberikan efek yang diinginkan, suatu obat harus dapat mencapai
tempatnya bekerja. Seperti halnya kerja antibiotik terhadap pengobatan infeksi ginjal.
Maka antibiotik harus dapat mencapai ginjal (tempatnya bekerja) agar dapat
membunuh bakteri yang menginfeksi ginjal sehingga memberikan efek teraupetik pada
penyakit terkait. Setelah obat bekerja di dalam tubuh sehingga menimbulkan efek,
selanjutnya obat akan diekskresikan. Ada beberapa tahapan yang perlu dilalui obat
hingga proses pengeluaran obat oleh tubuh.

1) Absorpsi
Absorpsi merupakan proses penyerapan zat aktif obat oleh tubuh. Proses absorpsi ini
sangat penting dalam menentukan efek obat. Hanya zat aktif yang berada dalam
keadaan larut yang dapat diabsorpsi oleh tubuh. Setelah zat aktif terlarut dalam
pencernaan, zat tersebut selanjutnya akan di absorpsi melalui usus dan kemudian
memasuki pembuluh darah. Terdapat banyak mekanisme absorpsi obat melalui usus,
anatara lain filtrasi, difusi pasif, transpor aktif, transpor, difusi terfasilitasi, dan
pinositosis (transfer pasangan ion). Sebagian besar obat diabsorpsi menggunakan
mekanisme difusi pasif. Semua bentuk sediaan obat mengalami tahap absorpsi kecuali
obat yang digunakan secara intravena karena obat langsung disuntikkan ke pembuluh
darah sehingga obat tidak melalui tahap liberasi dan absorpsi. Efek yang diberikan obat
intravena pun lebih cepat muncul. Proses absorpsi dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor:
Kelarutan obat
Kemampuan berdifusi melalui membran sel
Sirkulasi pada letak absorpsi
Konsentrasi obat
Cara pemakaian obat
Bentuk sediaan obat
Luas permukaan kontak obat
2) Distribusi
Proses penyaluran atau penyebaraan obat melalui pembuluh darah. Setelah berada di
dalam pembuluh darah obat akan di sebarkan ke seluruh tubuh bersama aliran darah.
Selanjutnya obat akan memasuki orga-organ tubuh. Pada tahap inilah obat mencapai
tempat kerjanya dan dapat memberikan efek yang diharapkan.
Beberapa senyawa obat melintasi plasenta atau tali pusat sehingga penggunaan obatobatan pada ibu hamil perlu dipertimbangkan karena kemungkinan akan menimbulkan
efek berbahaya pada janin. Bahkan dapat menimbulkan efek toksis yang berakibat
kelahiran bayi cacat atau mati. Untuk penggunaan obat pada ibu hamil perlu bukti
klinis yang menyatakan efektivitas obat tidak membahayakan pada janin.

3) Metabolisme
Proses detoksifikasi obat oleh tubuh. Di dalam tubuh obat dianggap sebagai benda
asing karena secara normal kandungan senyawa obat tidak terdapat di dalam tubuh.
Proses detoksifikasi obat perlu dilakukan oleh tubuh guna menurunkan kadar
toksik/racun. Tubuh suatu organisme telah memiliki mekanisme alamiah untuk
melakukan proses tersebut. Sebagian besar obat didetoksifikasi di hati oleh enzimenzim mikrosomal hati. Proses tersebut menghasilkan senyawa dengan sifat toksik
lebih rendah sehingga tidak terlalu beracun bagi tubuh organisme.
Beberapa kelompok obat masih tetap dalam bentuk aktif setelah didetoksifikasi hati
sehingga memberikan efek yang diharapkan. Namun ada pula kelompok obat yang
sudah tidak aktif lagi setelah didetoksifikasi hati. Untuk kelompok obat tersebut,
pemberiannya secara intravena (disuntikkan ke pembuluh darah) guna menghindari
proses detoksifikasi hati. obat tersebut akan langsung tersebar ke seluruh tubuh
bersama aliran darah, baru kemudian mengalami detoksifikasi hati menjadi bentuk
tidak aktif.
Untuk pemberian secara oral, obat akan memasuki hati terlebih dahulu karena
pembuluh darah yang berasal dari usus akan menuju ke hati, baru tersebar ke seluruh
tubuh. Tahap ini menyebabkan obat mengalami detoksifikasi terlebih dahulu sebelum
mencapai tempat kerjanya. Jika terjadi demikian obat tidak memberikan efek maksimal
karena sebagian kecil atau besar obat sudah berada dalam bentuk tidak aktif.
4) Ekskresi
merupakan proses pengeluaran obat dari tubuh organisme terutama dilakukan oleh
ginjal melalui urine. Selain organ ginjal obat diekskresikan lewat kulit (keringat),
pernapasan (udara), kelenjar payudara (air susu), mata (air mata), dan saluran
pencernaan (feses). Obat akan dikeluarkan dalam bentuk metabolit (bentuk asalnya).
Farmakokinetik digoxin
mekanisme kerja
Gagal jantung kongestif: menghambat pompa Na/K ATP0-ase yang bekerja dengan
meningkatkan pertukaran natrium-kalsium intraselular sehingga meningkatkan kadar
kalsium intraseluler dan meningkatkan kontraktilitas. Aritmia supraentrikular : Secara
langsung menekan konduksi AV node sehingga meningkatkan periode refractory efektif
dan menurunkan konduksi kecepatn - efek inotropik positif, meningkatkan vagal tone,
dan menurunkan dan menurunkan kecepatan ventrikular dan aritmia atrial. Atrial
fibrilasi dapat menurunkan sensitifitas dan meningkatkan toleransi pada serum
konsentrasi digoksin yang lebih tinggi. Digoksin merupakan prototipe glikosida jantung
yang berasal dari Digitalis lanata.
Mekanisme kerja digoksin melalui 2 cara, yaitu efek langsung dan tidaklangsung. Efek
langsung yaitu meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung (efek inotropik positif).
Hal ini terjadi berdasarkan penghambatan enzim Na+, K+ -ATPasedan peningkatan
arus masuk ionkalsium keintra sel. Efektidak langsung yaitu pengaruh digoksin
terhadap aktivitas saraf otonom dan sensitivitas jantung terhadap neurotransmiter.
Mekanisme Aksi
Gagal jantung kongestif: menghambat pompa Na/K ATP0-ase yang bekerja dengan
meningkatkan pertukaran natrium-kalsium intraselular sehingga meningkatkan kadar
kalsium intraseluler dan meningkatkan kontraktilitas. Aritmia supraentrikular : Secara
langsung menekan konduksi AV node sehingga meningkatkan periode refractory efektif

dan menurunkan konduksi kecepatn - efek inotropik positif, meningkatkan vagal tone,
dan menurunkan dan menurunkan kecepatan ventrikular dan aritmia atrial. Atrial
fibrilasi dapat menurunkan sensitifitas dan meningkatkan toleransi pada serum
konsentrasi digoksin yang lebih tinggi.
Monitoring Penggunaan Obat
Kapan mengukur konsentrasi serum digoksin : konsentrasi serum digoksin harus
dimonitor karena digoksin mempunyai rentang terapi yang sempit ; endpoint therapy
sukar ditentukan dan toksisitas digoksin dapat mengancam jiwa. Kadar serum digoksin
harus diukur sedikitnya 4 jam setelah pemberian dosis intravena dan sedikitnya 6 jam
setelah pemberian dosis oral (optimal 12 24 jam setelah pemberian). Terapi awal
(inisiasi): Jika loading dose diberikan: konsentrasi serum digoksin diukur dalam 12
24 jam sesudah pemberian loading dose awal. Kadar yang terukur menunjukkan
hubungan kadar plasma digoksin dan respon. Jika loading dose tidak diberikan :
konsentrasi serum digoksin ditentukan setelah 3 5 hari terapi. Terapi pemeliharaan
(maintenance ):Konsentrasi harus diukur minimal 4 jam setelah dosis IV dan paling
sedikit 6 jam setelah dosis oral.Konsentrasi serum digoxin harus diukur dalam 5-7
hari(rata-rata waktu steady state) setelah mengalami perubahan dosis. Pemeriksaan
dilanjutkan 7 14 hari setelah perubahan ke dalam dosis pemeliharaan (maintenance)
Catatan : pada pasien dengan end-stage renal disease (gagal ginjal terminal) diperlukan
waktu 15 20 hari untuk mencapai steady state. Sebagai tambahan pasien yang
menerima obat-obat yang dapat menurunkan kalium seperti diuretik, harus dimonitor
kadar kalium, magnesium dan kalsium. Konsentrasi serum digoksin harus diukur jika
terdapat kondisi berikut : Apabila meragukan kepatuhan pasien atau mengevaluasi
timbulnya respon klinik yang jelek pada pengobatan awal.
E. INTERAKSI OBAT
Kuinidin, verapamil, amiodarondan propafenon dapat meningkatkan kadar digitalis.
Diuretik, kortikosteroid, dapat menimbulkan hipokalemia, sehingga mudah terjadi
intoksikasi digitalis. Antibiotik tertentu menginaktivasi digoksin melalui metabolisme
bakterial di usus bagian bawah. Propantelin, difenoksilat, meningkatkan absorpsi
digoksin. Antasida, kaolin-peptin, sulfasalazin, neomisina, kolestiramin, beberapa obat
kanker, menghambat absorpsi digoksin. Simpatomimetik, meningkatkan resiko aritmia.
Beta - bloker, kalsium antagonis, berefek aditif dalam penghambatan konduksiAV.
Interaksi dengan obat-obat berikut dilaporkan menunjukkan signifikansi klinik
aminoglutetimid, asam aminosalisilat, antasida yang mengandung alumunium,
sukralfat, sulfasalazin, neomycin, ticlopidin.
- Dengan Obat Lain :
Efek Cytochrome P450: substrat CYP3A4 (minor):Meningkatkan efek/toksisitas :
senyawa beta-blocking (propanolol), verapamil dan diltiazem mempunyai efek aditif
pada denyut jantung. Karvedilol mempunyai efek tambahan pada denyut jantung dan
menghambat metabolisme digoksin. Kadar digoksin ditingkatkan oleh amiodaron
(dosis digoksin diturunkan 50 %), bepridil, siklosporin, diltiazem, indometasin,
itrakonazol, beberapa makrolida (eritromisin, klaritromisin), metimazol, nitrendipin,
propafenon, propiltiourasil, kuinidin dosis digoksin diturunkan 33 % hingga 50 % pada
pengobatan awal), tetrasiklin dan verapamil. Moricizine dapat meningkatkan toksisitas
digoksin . Spironolakton dapat mempengaruhi pemeriksaan digoksin, namun juga dapat
meningkatkan kadar digoksin secara langsung. Pemberian suksinilkolin pada pasien
bersamaan dengan digoksindihubungkan dengan peningkatan risiko aritmia. Jarang
terjadi kasus toksisitas akut digoksin yang berhubungan dengan pemberian kalsium
secara parenteral (bolus). Obat-obat berikut dihubungkan dengan peningkatan kadar
darah digoksin yang menunjukkan signifikansi klinik : famciclovir, flecainid,

ibuprofen, fluoxetin, nefazodone, simetidein, famotidin, ranitidin, omeprazoe,


trimethoprim.
Menurunkan efek: Amilorid dan spironolakton dapat menurunkan respon inotropik
digoksin. Kolestiramin, kolestipol, kaolin-pektin, dan metoklopramid dapat
menurunkan absorpsi digoksin. Levothyroxine (dan suplemen tiroid yang lain) dapat
menurunkan kadar digoksin dalam darah. Penicillamine dihubungkan dengan
penurunan kadar digoxin dalam darah.
Interaksi dengan obat-obat berikut dilaporkan menunjukkan signifikansi klinik
aminoglutetimid, asam aminosalisilat, antasida yang mengandung alumunium,
sukralfat, sulfasalazin, neomycin, ticlopidin.
F. INTERAKSI MAKANAN DENGAN DIGOXIN
a. Gambaran Umum
Digoxin adalah suatu obat diperoleh dari foxglove [tumbuhan], Digitalis lanata.
Digoxin digunakan terutama untuk meningkatkan kemampuan memompa (kemampuan
kontraksi) jantung dalam keadaan kegagalan jantung/congestive heart failure (CHF).
Obat ini juga digunakan untuk membantu menormalkan beberapa dysrhythmias ( jenis
abnormal denyut jantung). Obat ini termasuk obat dengan TherapeuticWindow sempit
(jarak antara MTC [Minimum Toxic Concentration] dan MEC [Minimum Effectiv
Concentration] mempunyai jarak yang sempit. Artinya rentang antara kadar dalam
darah yang dapat menimbulkan efek terapi dan yang dapat menimbulkan efek toksik
sempit. Sehingga kadar obat dalam plasma harus tepat agar tidak melebihi batas MTC
yang dapat menimbulkan efek toxic/keracunan). Efek samping pada pemakaian dosis
tinggi, gangguan susunan syaraf pusat: bingung, tidak nafsu makan, disorientasi,
gangguan saluran cerna: mual, muntah dan gangguan ritme jantung. Reaksi alergi kulit
seperti gatal-gatal, biduran dan juga terjadinya ginekomastia (jarang) yaitu
membesarnya payudara pria)mungkin terjadi.
b. Mekanisme Kerja Digoksin
Mekanisme kerja digoxin yaitu dengan menghambat pompa Na-K ATPase yang
menghasilkan peningkatan sodium intracellular yang menyebabkan lemahnya
pertukaran sodim/kalium dan meningkatkan kalsium intracellular. Hal tersebut dapat
mningkatkan penyimpanan kalsium intrasellular di sarcoplasmic reticulum pada otot
jantung, dan dapat meningkatkan cadangan kalsium untuk memperkuat /meningkatkan
kontraksi otot. Digoxin juga dapat dapat menimbulkan vagally mediated slowing of AV
conduction dan meningkatkan atrial ventricular block. Half life digoxin adalah 30-50
jam.
Pasien dengan hipokalemi, second-degree AV block, third-degree AV block, dan pasien
dengan atrial fibrillation dan juga yang menderita penyakit Wolfe-Parkinson-White
syndrome sebaiknya tidak diberikan digoxin. Digoxin diekskresi melalui ginjal, oleh
karena itu, pasien dengan renal insufficiency perlu dimonitor secara ketat.
c. Interaksi Makanan dengan Digoksin dan Reaksinya Terhadap Pengobatan
Secara umum, makanan akan berpengaruh terhadap absorbsi digoxin.
Absorbsi digoxin yang paling baik pada pada sediaan retikulum zat hidro-alkoholik
seperti minuman (beverage). Absorbsi dogoxin dihambat karena adanya makanan
dalam saluran cerna, melambatnya pengosongan lambung dan adanya sindroma
malabsorbsi.
Kadar serum puncak digoksin dapt diturunkan jika digunakan bersama dengan
makanan. Makanan yang mengandung serat (fiber) atau makanan yang kaya akan
pektin menurunkan absorpsi oral digoksin.Hindari ephedra (risiko stimulasi

kardiak),Hindari natural licorice (menyebabkan retensi air dan natrium dan


meningkatkanhilangnya kalium dalam tubuh)
1. Interaksi Digoxin dengan suplemen Magnesium (Mg)
Penggunaan Digoxin dapat menurunkan Mg intraseluler dan meningkatkan
pengeluaran Mg dari tubuh melalui urin. Pemberian suplemen Mg akan sangat
menguntungkan. Dianjurkan konsumsi Mg adalah 30-500 mg per hari. Dari makanan,
juga dapat ditingkatkan konsumsinya (tanpa melalui suplemen Mg). Sumber utama Mg
adalah sayuran hijau, serealia tumbuk, biji-bijian dan kacang-kacangan, daging, coklat,
susu dan hasil olahannya.
2. Interaksi Digoxin dengan Potassium (Kalium)
Digoxin mengganggu transport potassium dari darah menuju sel sehingga Digoxin pada
dosis yang cukup tinggi dapat menyebabkan hiperkalemia fatal. Oleh karenanya pada
saat mengkonsumsi/menggunakan Digoxin, hindari konsumsi suplemen potassium atau
makanan yang mengandung potassium dalam jumlah besar seperti buah (pisang).
Sumber utama potassium adalah buah, sayuran dan kacang-kacangan. Namun banyak
orang mengkonsumsi digoxin menyebabkan diuretic. Pada kasus tersaebut, peningkatan
intake potassium dibutuhkan. Oleh karenanya harus dikomunikasikan dengan tim
kesehatan yang lain.

3. Interaksi Digoxin dengan Calcium(Ca)


Peningkatan Ca dalam plasma dapat meningkatakan toksisitas digoxin. Oleh karenanya,
hindari konsumsi makanan tinggi Ca terutama 2 jam sebelum/sesudah minum obat ini.
Sumber utama Ca adalah susu dan hasil olahannya seperti keju.
4. Interaksi digooksin dengan Makanan Berserat
Serat larut air dalam makanan dapat menurunkan absorbsi digoxin.
5. Interaksi makanan dengan Herb (tanaman/jamu)
a. Ginseng : mekanisma belum jelas, namun penggunaan bersama menyebabkan
Digoxin kurang berfungsi
b. Teh Jawa : menyebabkan diuretik, jika dikonsumi dalam jumlah besar
mengakibatkan kehilangan potassium melalui urin.
c. GFJ : menginduksi P.Glikogen transporter obat dan menurunkan AUC Digoxin.
Beberapa obat dan makanan yang dapat menurunkan absorbsi Digoxin dalam tubuh:
Antacid yang mengandung Aluminium atau Magnesium.
Beberapa obat yang menurunkan kolesterol (Cholestyramine [Prevalite Questran] dan
Colestipol [Colestid]).
Metaclopramide (Maxolon, Octamide PFS, Regulan)
Sulfasalazine (Azulfidine)
Beberapa obat antidiare yang mengandung kaolindan pectin
Bulk laxatives (seperti psyllium, Metamucil atau Citrucel)
Makanan tinggi serat (sepert Bran Muffin) atau suplemen (seperti Ensure)
Jika menggunakan beberapa obat diatas atau mengkonsumsi makanan tinggi serat
bersamaan dengan Digoxin maka Digoxin tidak bisa bekerja sewcara optimal.
Menggunakan Digoxin juga harus menghindari konsumsi Black Licorice (yang
mengandung glcyrhizin). Jika dikonsumsi bersama akan lebih mempercepat kontraksi
jantung.
d. Cara Mengatasi Keracunan
Untuk mengatasi keadaan keracunan biasanya dokter memberikan KSR untuk

mencegah terjadinya penurunan kadar kalium dalam darah (hipokalemia). Keadaan


hipokalemia akan meningkatkan kepekaan sel-sel otot jantung terhadap digoxin
sehingga akan meningkatkan toksisitas digoksin. Oleh karena itu pasien juga harus
dikontrol makanannya terutama yang mengandung kalium dengan pengawasan yang
tepat.
G. PENGARUH
- Terhadap Kehamilan : Faktor risiko : C . Tidak diketahui apakah digoksin dapat
membahayakan fetus jika diberikan pada wanita hamil atau mempengaruhi kapasitas
reproduktif. Pemberian digoksin pada wanita hamil hanya jika memang benar
diperlukan
dan hanya jika keuntungan pada ibu lebih besar daripada resiko yang ditimbulkan pada
fetus.Literatur dari BNF 50 menyebutkan diperlukan penyesuaian dosis.
- Terhadap Ibu Menyusui : Hanya sedikit terdapat dalam air susu. Masuk dalam air susu
ibu (dalam jumlah sedikit)/compatible.
- Terhadap Anak-anak : Bayi yg baru lahir menunjukkan adanya toleransi yg bervariasi
terhadap digoksin. Bayi prematur dan immatur biasanya sensitif terhadap efek
digoksin, dan dosis obat tidak hanya diturunkan tapi harus dosis individualisasi sesuai
dgn tingkat maturitasnya.
Parameter Monitoring
Konsentrasi serum digoksin, denyut jantung, EKG, fungsi ginjal
Peringatan
Infark jantung baru ; sick sinus syndrome; penyakit tiroid ; dosis dikurangi pada
penderita lanjut usia ; hindari hipokalemia ; hindari pemberian intravena secara cepat
(mual dan risiko arimia); kerusakan ginjal ; kehamilan
Informasi Pasien
Jumlah dan frekuensi penggunaan obat tergantung dari beberapa faktor, seperti kondisi
pasien, umur dan berat badan. Bila anda mempunyai pertanyaan yang berkaitan dengan
jumlah dan/ frekuensi pemakaian obat tanyakan pada apoteker atau dokter. Obat ini
harus digunakan secara teratur, biasanya pada waktu yang sama tiap hari dan biasanya
pada pagi hari. Dapat digunakan tanpa makanan. Diperlukan jumlah kalium yang cukup
pada dietnya untuk menurunkan risiko hipokalemia (hipokalemia dapat meningkatkan
risiko toksisitas digoksin).Tes laboratorium diperlukan untuk memonitor terapi.
Pastikan hal ini dilakukan. Jangan menggunakan OTC seperti antasida, obat batuk, obat
influenza, alergi kecuali atas petunjuk dokter atau apoteker.Jangan menghentikan
pemakaian obat ini tanpa berkonsultasi dengan dokter.Jangan menggunakan obat
melebihi jumlah yang telah diresepkan, kecuali atas anjuran dokter. Kondisi medis awal
pasien harus diceritakan pada petugas kesehatan sebelum menggunakan obat ini.
Jangan menggunakan OTC atau obat resep yang lain tanpa memberitahu dokter yang
merawat Jika pasien lupa minum obat, segera mungkin minum obat setelah ingat. Jika
terlewat beberapa jam dan telah mendekati waktu minum obat berikutnya jangan
minum obat dengan dosis ganda, kecuali atas saran dari tenaga kesehatan. Jika lebih
dari satu kali dosis terlewat, hubungi dokter atau apoteker .Obat ini hanya digunakan
oleh pasien yang mendapat resep. Jangan diberikan pada orang lain.
Perubahan fungsi
Dugaan toksisitas digoksin : Pada permulaan pengobatan atau keputusan menghentikan
terapi dengan obat (amiodaron, kuinidin, verapamil) yang mana berinteraksi dengan
digoksin; jika terapi bersama quinidin dimulai, kadar digoxin harus diukur dalam 24
jam pertama sesudah mulai terapi dengan quinidin, kemudian sesudah 7 14
hari.Adanya perubahan penyakit (hypothyroidism).Denyut dan ritme dimonitor melalui
pemeriksaan secara periodik EKG untuk menilai baik efek terapi maupun tanda-tanda

toksisitas Monitoring dengan ketat ( terutama pasien yang menerima diuretik atau
amphotericin) terhadap penurunan kadar kalium dan magnesium dan peningkatan
kalsium , hal-hal tersebut merupakan pemicu toksisitas digoksin. Ukur fungsi ginjal.
Perhatikan interaksi obat. Obervasi pasien terhadap tanda-tanda toksisitas nonkardiak,
kebingungan dan depresi.
FARMAKOKIETIK WARFARIN
Warfarin adalah anti koagulan oral yang mempengaruhi sintesa vitamin K-yang
berperan dalam pembekuan darah- sehingga terjadi deplesi faktor II, VII, IX dan X. Ia
bekerja di hati dengan menghambat karboksilasi vitamin K dari protein prekursomya.
Karena waktu paruh dari masing-masing faktor pembekuan darah tersebut, maka hila
terjadi deplesi faktor Vll waktu protrombin sudah memanjang. Tetapi efek anti
trombotik baru mencapai puncak setelah terjadi deplesi keempat faktor tersebut. Jadi
efek anti koagulan dari warfarin membutuhkan waktu beberapa hari karena efeknya
terhadap faktor pembekuan darah yang baru dibentuk bukan terhadap faktor yang sudah
ada disirkulasi.
Warfarin tidak mempunyai efek langsung terhadap trombus yang sudah terbentuk,
tetapi dapat mencegah perluasan trombus. Warfarin telah terbukti efektif untuk
pencegahan stroke kardioembolik. Karena meningkatnya resiko pendarahan, penderita
yang diberi warfarin harus dimonitor waktu protrombinnya secara berkala.
Farmakokinetik :
Mula kerja biasanya sudah terdeteksi di plasma dalam 1 jam setelah
pemberian.
o

Kadar puncak dalam plasma: 2-8 jam.

Waktu paruh : 20-60 jam; rata-rata 40 jam.

Bioavailabilitas: hampir sempurna baik secara oral, 1M atau IV.

Metabolisme: ditransformasi menjadi metabolit inaktif di hati dan


ginjal.

Ekskresi: melalui urine clan feses.


Farmakodinamik :
99% terikat pada protein plasma terutama albumin.
Absorbsinya berkurang hila ada makanan di saluran cerna.
Indikasi :
Untuk profilaksis dan pengobatan komplikasi tromboembolik yang dihubungkan
dengan fibrilasi atrium dan penggantian katup jantung ; serta sebagai profilaksis
terjadinya emboli sistemik setelah infark miokard (FDA approved). Profilaksis TIA
atau stroke berulang yang tidak jelas berasal dari problem jantung.
Kontraindikasi .
Semua keadaan di mana resiko terjadinya perdarahan lebih besar dari keuntungan yang

diperoleh dari efek anti koagulannya, termasuk pada kehamilan, kecenderungan


perdarahan atau blood dyscrasias dll.
Interaksi obat :
Warfarin berinteraksi dengan sangat banyak obat lain seperti asetaminofen, beta bloker,
kortikosteroid, siklofosfamid, eritromisin, gemfibrozil, hidantoin, glukagon, kuinolon,
sulfonamid, kloramfenikol, simetidin, metronidazol, omeprazol, aminoglikosida,
tetrasiklin, sefalosporin, anti inflamasi non steroid, penisilin, salisilat, asam askorbat,
barbiturat, karbamazepin dll.
Efek samping
Perdarahan dari jaringan atau organ, nekrosis kulit dan jaringan lain, alopesia, urtikaria,
dermatitis, demam, mual, diare, kram perut, hipersensitivitas dan priapismus.
Hati -hati :
Untuk usia di bawah 18 tahun belum terbukti keamanan dan efektifitasnya. Hati- hati
bila digunakan pada orang tua. Tidak boleh diberikan pada wanita hamil karena dapat
melewati plasenta sehingga bisa menyebabkan perdarahan yang fatal pada janinnya.
Dijumpai pada ASI dalam bentuk inaktif, sehingga bisa dipakai pada wanita menyusui.
Dosis :
Dosis inisial dimulai ,dengan 2-5 mg/hari dan dosis pemeliharaan 2-10 mg/hari. Obat
diminum pada waktu yang sama setiap hari. Dianjurkan diminum sebelum tidur agar
dapat dimonitor efek puncaknya di pagi hari esoknya. Lamanya terapi sangat
tergantung pada kasusnya. Secara umum, terapi anti koagulan harus dilanjutkan sampai
bahaya terjadinya emboli dan trombosis sudah tidak ada. Pemeriksaan waktu
protrombin barns dilakukan setiap hari begitu dimulai dosis inisial sampai tercapainya
waktu protrombin yang stabil di batas
terapeutik. Setelah tercapai, interval pemeriksaan waktu protrombin tergantung pada
penilaian dokter dan respon penderita terhadap obat. Interval yang dianj urkan adalah
1-4 minggu.
FARMAKOKINETIK AMOXICILLIN
Amoxicillin diserap secara baik sekali oleh saluran pencernaan.
Kadar bermakna didalam serum darah dicapai 1 jam setelah pemberian per-oral. Kadar
puncak didalam serum darah 5,3 mg/ml dicapai 1,5-2 jam setelah pemberian per-oral.
Kurang lebih 60% pemberian per-oral akan diekskresikan melalui urin dalam 6 jam.

ANTIBIOTIK
antibiotik merupakan zat anti bakteri yang diproduksi oleh berbagai spesies
mikroorganisme

(bakteri,

jamur,

danactinomycota)

yang

dapat

menekan

pertumbuhan dan atau membunuh mikroorganisme lainnya. Penggunaan umum


sering meluas kepada agen antimikroba sintetik, seperti sulfonamid dan kuinolon
(Goodman Gillman).
1. Mekanisme Kerja

Antimikroba diklasifikasikan berdasarkan struktur kimia dan mekanisme kerjanya,


sebagai berikut:
1.Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri, termasuk golongan laktam misalnya, penisilin, sefalosporin, dan carbapenem dan bahan lainnya
seperti cycloserine, vankomisin, dan bacitracin.
2.Antibiotik

yang

bekerja

langsung

pada

membran

sel

mikroorganisme,

meningkatkan permeabilitas dan menyebabkan kebocoran senyawa intraseluler,


termasuk deterjen seperti polimiksin, anti jamur poliena misalnya, nistatin dan
amfoterisin B yang mengikat sterol dinding sel, dan daptomycin lipopeptide.
3.Antibiotik yang mengganggu fungsi subunit ribosom 30S atau 50S untuk
menghambat sintesis protein secara reversibel, yang pada umumnya merupakan
bakteriostatik

misalnya,

kloramfenikol,

tetrasiklin,eritromisin,

klindamisin,

streptogramin, dan linezolid.


4.Antibiotik berikatan pada subunit ribosom 30S dan mengganggu sintesis
protein, yang pada umumnya adalah bakterisida Misalnya, aminoglikosida.
5.Antibiotik yang mempengaruhi metabolisme asam nukleat bakteri, seperti
rifamycin misalnya, rifampisin dan rifabutin yang menghambat enzim RNA
polimerase dan kuinolon yang menghambat enzim topoisomerase.
6.Antimetabolit, seperti trimetoprim dan sulfonamid, yang menahan enzim enzim penting dari metabolisme folat (Goodman Gillman).
2. Golongan Antibiotik
Ada beberapa golongan golongan besar antibiotik, yaitu:
1.Golongan Penisilin

Penisilin diklasifikasikan sebagai obat -laktam karena cincin laktam mereka yang
unik. Mereka memiliki ciri-ciri kimiawi, mekanisme kerja, farmakologi, efek klinis,
dan karakteristik imunologi yang mirip dengan sefalosporin, monobactam,
carbapenem, dan -laktamase inhibitor, yang juga merupakan senyawa -laktam.
Penisilin dapat terbagi menjadi beberapa golongan :
-Penisilin natural (misalnya, penisilin G)
Golongan ini sangat poten terhadap organisme gram-positif, coccus gram negatif,
dan bakteri anaerob penghasil non--laktamase. Namun, mereka memiliki potensi
yang rendah terhadap batang gram negatif.
-Penisilin antistafilokokal (misalnya, nafcillin)
Penisilin jenis ini resisten terhadap stafilokokal -laktamase. golongan ini aktif
terhadap stafilokokus dan streptokokus tetapi tidak aktif terhadap enterokokus,
bakteri anaerob, dan kokus gram negatif dan batang gram negatif.
-Penisilin

dengan

spektrum

yang

diperluas

(Ampisilin

dan

Penisilin

antipseudomonas) Obat ini mempertahankan spektrum antibakterial penisilin dan


mengalami peningkatan aktivitas terhadap bakteri gram negatif (Katzung, 2007).
2. Golongan Sefalosporin dan Sefamisin
Sefalosporin mirip dengan penisilin secara kimiawi, cara kerja, dan toksisitas.
Hanya saja sefalosporin lebih stabil terhadap banyak beta-laktamase bakteri
sehingga memiliki spektrum yang lebih lebar. Sefalosporin tidak aktif terhadap
bakteri enterokokus dan L.monocytogenes. Sefalosporin terbagi dalam beberapa
generasi, yaitu:
a.Sefalosporin generasi pertama
Sefalosporin generasi pertama termasuk di dalamnya sefadroxil, sefazolin,
sefalexin, sefalotin, sefafirin, dan sefradin. Obat - obat ini sangat aktif terhadap
kokus gram positif seperti pnumokokus, streptokokus, dan stafilokokus.
b.Sefalosporin generasi kedua
Anggota dari sefalosporin generasi kedua, antara lain: sefaklor, sefamandol,
sefanisid, sefuroxim, sefprozil, loracarbef, dan seforanid. Secara umum, obat
obat generasi kedua memiliki spektrum antibiotik yang sama dengan generasi
pertama. Hanya saja obat generasi kedua mempunyai spektrum yang diperluas
kepada bakteri gram negatif.

c.Sefalosporin generasi ketiga


Obatobat sefalosporin

generasi

ketiga

adalah

sefeperazone,

sefotaxime,

seftazidime, seftizoxime, seftriaxone, sefixime, seftibuten, moxalactam, dll. Obat


generasi ketiga memiliki spektrum yang lebih diperluas kepada bakteri gram
negatif dan dapat menembus sawar darah otak.
d.Sefalosporin generasi keempat
Sefepime merupakan contoh dari sefalosporin generasi keempat dan memiliki
spektrum yang luas. Sefepime sangat aktif terhadap haemofilusdan neisseria dan
dapat dengan mudah menembus CSS (Katzung, 2007).
3. Golongan Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan inhibitor yang poten terhadap sintesis protein mikroba.
Kloramfenikol bersifat bakteriostatik dan memiliki spektrum luas dan aktif
terhadap masing masing bakteri gram positif dan negatif baik yang aerob
maupun anaerob (Katzung, 2007).
4. Golongan Tetrasiklin
Golongan tetrasiklin merupakan obat pilihan utama untuk mengobati infeksi dari
M.pneumonia, klamidia, riketsia, dan beberapa infeksi dari spirokaeta. Tetrasiklin
juga digunakan untuk mengobati ulkus peptikum yang disebabkan oleh H.pylori.
Tetrasiklin menembus plasenta dan juga diekskresi melalui ASI dan dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang dan gigi pada anak akibat ikatan
tetrasiklin dengan kalsium. Tetrasiklin diekskresi melalui urin dan cairan empedu
(Katzung, 2007).
5. Golongan Makrolida
Eritromisin merupakan bentuk prototipe dari obat golongan makrolida yang
disintesis dari S.erythreus. Eritromisin efektif terhadap bakteri gram positif
terutama pneumokokus, streptokokus, stafilokokus, dan korinebakterium. Aktifitas
antibakterial eritromisin bersifat bakterisidal dan meningkat pada pH basa
(Katzung, 2007). Erythromycin, clindamycin.

6. Golongan Aminoglikosida
Yang termasuk golongan aminoglikosida, antara lain: streptomisin, neomisin,
kanamisin,

tobramisin,

sisomisin,

netilmisin,

dan

lain

lain.

Golongan

aminoglikosida pada umumnya digunakan untuk mengobati infeksi akibat bakteri

gram negatif enterik, terutama pada bakteremia dan sepsis, dalam kombinasi
dengan vankomisin atau penisilin untuk mengobati endokarditis, dan pengobatan
tuberkulosis (Katzung, 2007).
7. Golongan Sulfonamida dan Trimetoprim
Sulfonamida dan trimetoprim merupakan obat yang mekanisme kerjanya
menghambat sintesis asam folat bakteri yang akhirnya berujung kepada tidak
terbentuknya basa purin dan DNA pada bakteri. Kombinasi dari trimetoprim dan
sulfametoxazole merupakan pengobatan yang sangat efektif terhadap pneumonia
akibat P.jiroveci, sigellosis, infeksi salmonela sistemik, infeksi saluran kemih,
prostatitis, dan beberapa infeksi mikobakterium non tuberkulosis (Katzung, 2007).
8. Golongan Fluorokuinolon
Golongan fluorokuinolon termasuk di dalamnya asam nalidixat, siprofloxasin,
norfloxasin, ofloxasin, levofloxasin, dan lainlain. Golongan fluorokuinolon aktif
terhadap bakteri gram negatif. Golongan fluorokuinolon efektif mengobati infeksi
saluran kemih yang disebabkan oleh pseudomonas. Golongan ini juga aktif
mengobati

diare

yang

disebabkan

oleh

shigella,

salmonella,

E.coli,

dan

Campilobacter (Katzung, 2007).

Terapi untuk faringitis


Golongan penisilin (pilihan utk faringitis streptokokus)
penisilin V oral 15-30 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis selama 10 hari atau
Amoksisilin 50mg/kgBB/hari dibagi 2 selama 6 hari. Bila alergi penisilin dapat
diberikan
Eritromisin etil suksinat 40 mg/kgBB/hari atau
Eritromisin estolat 20-40 mg/kgBB/hari dengan pemberian 2,3 atau 4 kali
perhari selama 10 hari.
Makrolid baru misalnya azitromisin dosis tunggal 10 mg/kgBB/hari selama 3 hari
Tidak dianjurkan: antibiotik golongan sefalosporin generasi I dan II karena resiko
resistensi lebih besar.
Jika setelah terapi masih didapatkan streptokokus persisten, perlu dievaluasi :
Kepatuhan yang kurang Adanya infeksi ulang Adanya komplikasi misal:
abses peritonsilar Adanya kuman beta laktamase.
Penanganan faringitis streptokokus persisten : Klindamisin oral 20-30
mg/kgBB/hari (10 hari) atau
Amoksisilin clavulanat 40 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis selama 10 hari atau
Injeksi benzathine penicillin G intramuskular, dosis tunggal 600.000 IU (BB30
kg).

Source :
http://www.health.harvard.edu/heart-health/warfarin-users-beware-of-antibiotics
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3712345/ Jacques Baillargeon,
Ph.D., Holly M. Holmes, M.D., Yu-li Lin, M.S., Mukaila A. Raji, M.D., M.Sc., Gulshan
Sharma, M.D., M.P.H., and Yong-Fang Kuo, Ph.D.
https://www.pharmgkb.org/pathway/PA145011114#tabview=tab0&subtab=
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39872/4/Chapter%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai