Anda di halaman 1dari 44

BAB IV

PENGENDALIAN PERSEDIAAN FeSO4 DAN Na2CO3


TAHUN 2014-2015 PADA UNIT PIMIT DENGAN
METODE PERIOD ORDER QUANTITY (POQ)

4.1

Landasan Teori

4.1.1 Persediaan Bahan Baku


Bahan baku merupakan bahan yang dipergunakan perusahaan untuk
menjadi bagian dari produk tertentu. Baroto (dalam Riggs, 1976) menyatakan
bahwa persediaan adalah bahan mentah, bahan dalam proses (work in process),
barang jadi, bahan pembantu, bahan pelengkap, komponen yang disimpan dalam
antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Persediaan bahan baku menurut
Assauri, Sofjan (1999: 171) adalah persediaan dari barang-barang berwujud yang
digunakan dalam proses produksi, dimana barang-barang tersebut dapat diperoleh
dari sumber-sumber alam ataupun dapat dibeli dari supplier atau perusahaan yang
menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang menggunakannya.
Berdasarkan jenisnya, barang persediaan dapat dibedakan atas beberapa
jenis atau klasifikasi (Eko dan Djokopranoto, 2003), yaitu:
1.

Bahan baku (raw material), merupakan bahan mentah yang belum diolah

2.

dan akan diolah menjaidd barang jadi.


Barang setengah jadi (semi finished products), yaitu hasil olahan bahan
mentah sebelum menjadi barang jadi, yang sebagian akan diolah lebih
lanjut menjadi menjadi barang jadi, dan sebagian

kadang dijual ke

3.

perusahaan lain.
Barang jadi (finished products), yaitu barang yang sudah selesai

4.

diproduksi atau diolah, dan siap untuk dijual.


Barang umum dan suku cadang (general materials and spare parts), segala
jenis barang atau suku cadang yang digunakan untuk operasi menjalankan
pabrik

dan untuk memelihara peralatan yang digunakan. Sering kali

barang ini disebut sebagai barang pemeliharaan, perbaikan, dan operasi


pada pabrik/perusahaan.

59

5.

Barang proyek (work in process), yaitu barang-barang yang ditumpu untuk

6.

menuggu pemasangan suatu proyek baru.


Barang dagangan (commodities), yaitu barang yag dibeli, sudah
merupakan barang jadi dan disimpan di gudang menunggu penjualan
kembali dengan keuntungan tertentu.
Dalam penyelenggaraan persediaan bahan baku dari suatu perusahaan,

terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persediaan bahan baku tersebut.


Menurut Ahyari, Agus dalam buku Manajemen Produksi Pengendalian Produksi
( 1986: 163) Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Perkiraan pemakaian bahan baku
Dengan memperkirakan pemakaian bahan baku, maka manajemen
perusahaan akan mempunyai gambaran tentang pemakaian bahan baku
untuk pelaksanaan proses produksi baik dalam hal jenis maupun jumlah
bahan baku.
2. Harga bahan baku
Faktor ini akan menentukan besarnya dana yang harus disediakan oleh
perusahaan dalam menyelenggarakan persediaan bahan baku.
3. Biaya-biaya persediaan
Perusahaan akan menanggung biaya-biaya persediaan yang terdiri dari
biaya penyimpanan dan biaya pemesanan
4. Kebijakan pembelajaan
Seberapa besar dana yang dapat dipergunakan untuk investasi dalam
persediaan bahan baku akan dipengaruhi oleh kebijaksanaan pembelanjaan
yang dilaksankan perusahaan.
5. Pemakaian bahan
Pemakaian bahan baku dari tahun-tahun sebelumnya untuk keperluan
produksi akan dapat digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan
dalam penyelenggaraan bahan baku. Hubungan antara perkiraan
pemakaian bahan baku dengan pemakaian bahan baku sesungguhnya
sangat mempengaruhi penyelenggaraan persediaan.
6. Waktu tunggu (lead time)
Tenggang waktu antara saat pemesanan bahan baku dengan datangnya
bahan baku yang dipesan tersebut. Apabila pemesanan bahan baku yang
akan dipergunakan tidak memperhitungkan waktu tunggu, maka
kemungkinan akan terjadi kekurangan bahan baku yang akan menghambat
proses produksi.
7. Model pembelian bahan (Method)
60

Model pembelian bahan akan menentukan besar kecilnya persediaan bahan


baku yang diselenggarakan perusahaan. Model pembelian yang berbeda
akan dapat menghasilkan jumlah pembelian optimal yang berbeda pula.
8. Persediaan pengaman (Safety Stock)
Dengan tersedianya persediaan pengaman, maka proses produksi di dalam
perusahaan akan berjalan lancar tanpa adanya gangguan kehabisan bahan
baku. Persediaan pengaman akan diselenggarakan dalam suatu jumlah
tertentu yang tetap dalam suatu periode yang telah ditentukan.
9. Pembelian kembali (Re-order point)
Pembelian kembali bahan baku akan mempertimbangkan panjangnya
waktu tunggu yang diperlukan, sehingga akan mendatangkan bahan baku
tepat pada waktunya.

4.1.2 Pengendalian Persediaan


Perusahaan harus menjaga persediaan yang cukup agar kegiatan
produksinya berjalan dengan lancar dan efisien. Maka perusahaan harus
melakukan pengendalian persediaan agar tujuan perusahaan dapat tercapai.
Pengendalian persediaan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menjamin
agar produksi dan operasi yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang
direncanakan. Apabila terjadi penyimpangan, maka penyimpangan tersebut dapat
dikoreksi, sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai (Assauri, 2004). Jumlah
atau tingkat persediaan yang dibutuhkan berbeda-beda unutk setiap perusahaan,
tergantung dari volume produksinya, jenis pabrik, dan prosesnya.
Menurut Rangkuti (2004), sistem persediaan dapat diartikan sebagai
serangkaian kebijakan dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan dan
menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus
disediakan, dan berapa besar pesanan yang harus dilakukan. Sistem ini bertujuan
menjamin tersedianya sumber daya yang tepat. Sistem dan model persediaan
bertujuan untuk meminimalkan biaya total melalui penentuan apa, berapa, dan
kapan pesanan dilakukan secara optimal.
Rangkuti (2007) menjelaskan, adapun fungsi-fungsi persediaan oleh suatu
perusahaan/pabrik adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Decoupling, merupakan fungsi persediaan yang memungkinkan
perusahaan dapat memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung

61

kepada pemasok. Persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan


tidak akan sepenuhnya tergantung pada pengadaan dalam hal kuantitas dan
waktu pengiriman. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi
permintaan produk yang tidak pasti dari para pelanggan.
2. Fungsi Economic Lot Sizing, merupakan fungsi persediaaan yang perlu
mempertimbangkan penghematan atau potongan pembelian, biaya
pengangkutan per unit menjadi lebih murah, dan sebagainya.
3. Fungsi Antisipasi, merupakan fungsi persediaan dalam menghadapi
fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan berdasarkan pengalaman
atau data-data masa lalu. Dalam menghadapi ketidakpastian jangka waktu
pengiriman dan permintaan barang-barang selama periode tertentu,
perusahaan memerlukan persediaan pengaman atau safety stock.
Apabila terjadi kekurangan persediaan bahan baku atau bahkan kehabisan
(stock out), maka proses produksi akan berhenti. Sebaliknya jika terjadi kelebihan
bahan baku maka akan mengakibatkan naiknya biaya-biaya terkait dengan bahan
baku tersebut. Maka dari itu pengadaan persediaan bahan baku perlu
diperhitungkan, dikendalikan, dan direncanakan agar proses produksi tetap lancar
dan stabil tanpa ada keterlambatan pengiriman barang jadi atau adanya kenaikan
biaya bahan baku. Adapun Biaya-biaya yang terlibat dalam persediaan menurut
Assauri, Sofjan( 1999: 172) dalam buku Manajemen Produksi adalah:
1. Ongkos Pembelian
merupakan ongkos yang dikeluarkan untuk membeli bahan yang
dibutuhkan.
2. Ongkos Pemesanan
Berdasarkan asal-usul barang, ongkos ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Ongkos Pemesanan
Semua ongkos pengeluaran yang ditimbulkan untuk mendatangkan
barang dari luar.
b. Ongkos Pembuatan
Semua ongkos pengeluaran yang ditimbulakan untuk persiapan dalam
memproduksi barang.
3. Ongkos Simpan
Merupakan semua ongkos pengeluaran yang ditimbulkan akibat
penyimpanan bahan, yang terdiri dari:
a. Ongkos Memiliki Persediaan
Ongkos yang muncul karena adanya barang dari gudang
b. Ongkos Gudang

62

Ongkos yang timbul akibat perlunya tempat untuk menyimpan barang


c. Ongkos Kerusakan Atau Penyusutan
Ongkos yang timbul akibat rusaknya barang saat dibawa ke tempat
produksi atau berkurangnya berat barang.
d. Ongkos Kadaluarsa
Ongkos yang timbul akibat munculnya model baru sebagai subtitusi.
e. Ongkos Asuransi
Ongkos yang timbul untuk menjaga barang terhadap hal-hal yang tidak
diinginkan, seperti kebakaran, pencurian, dan lain-lain
f. Ongkos Administrasi
Ongkos yang dibebankan untuk mendaftarkan persediaan barang yang
ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan barang, maupun
penyimpanan
g. Ongkos lain-lain
Semua ongkos penyimpanan yang belum dimasukkan ke dalam
kondisi perusahaan.
4. Ongkos Kekurangan Persediaan
Ongkos ini timbul ketika adanya permintaan, namun tidak ada barang
yang tersedia. Hal ini akan menimbulkan kerugian karena proses serta
waktu produksi akan terganggu sehingga kesempatan-kesempatan untuk
memperoleh keuntungan akan hilang. Yang termasuk ke dalam ongkos ini
adalah:
a. Ongkos untuk melakukan tindakan penanggulangan merupakan
pemesanan darurat yang biasanya menimbulkan biaya tambahan, biaya
perbaikan, atau tindakan lain yang ditujukan untuk mengatasi keadaan
ini.
b. Ongkos yang timbul karena kehilangan kesempatan memperoleh
keuntungan
c. Kerugian yang diderita karena terhentinya kegiatan produksi.
Teknik penetapan ukuran lot yang digunakan pada kasus ini adalah Period
Order Quantity (POQ).

4.1.3 Economic Order Quantity (EOQ)


Analisis

pemesanan yang ekonomis (Economic Order Quantity)

merupakan metode yang digunakan untuk menentukan jumlah pemesanan yang


paling ekonomis. Metode EOQ dapat digunakan apabila kebutuhan-kebutuhan
permintaan pada masa yang akan datang memiliki jumlah yang konstan dan relatif

63

memiliki fluktuasi perubahan yang sangat kecil. Freddy Rangkuti (2004)


menyatakan bahwa metode EOQ merupakan metode yang digunakan untuk
menentukan jumlah pembelian bahan mentah pada setiap kali pesan dengan biaya
yang paling rendah.
Formula EOQ yang digunakan adalah:
2. D . S
EOQ =
..............................................................................(4.1)
H

Keterangan:
EOQ = Jumlah pemesanan ekonomis
D

= Total demand dalam 1 tahun

= Biaya pemesanan per pesanan (Rp/pesan)

= Biaya penyimpanan per unit(Rp/unit/bulan)

4.1.4 Period Order Quantity (POQ)


Metode Period Order Quantity merupakan metode penentuan lot size
berdasarkan penentuan jumlah periode yang akan dimasukkan ke dalam satu kali
pemesanan. Perhitungannya didasarkan pada metode EOQ (Economic Order
Quantity) kemudian dimodifikasi agar dapat dipakai pada periode permintaan
yang bersifat diskrit (Sukama, 2010 : 43). Dengan mengambil dasar perhitungan
pada metode pesanan ekonomis, maka akan diperoleh besarnya jumlah pesanan
yang harus dilakukan dan interval periode pemesanan.
Berikut Asumsi POQ:
1. POQ digunakan sebagai pengganti EOQ, bila permintaan tidak uniform.
2. Dengan POQ ini kuantitas pemesanan ditentukan oleh permintaan aktual,
sehingga akan menurunkan biaya penyimpanan (carrying cost).
3. Formula POQ digunakan untuk menghitung waktu antar pemesanan
(economic time between orders).
4. Pada Metode POQ, interval pemesanan adalah konstan.
Interval pemesanan ekonomis (Economic Order Interval/ EOI) dapat
dihitung dengan formula berikut.

64

EOI =

EOQ
..............................................................(4.2)
D

Keterangan:
D

= rata-rata permintaan per periode (tahun)

EOQ = Jumlah pemesanan ekonomis


EIO = POQ = interval pemesanan ekonomis dalam satu periode
Pemesanan optimal untuk model ini dapat dilakukan dengan rumus
berikut:
Q=d ( T + L )+ Z T +L - I.....................................................................(4.3)
Keterangan:
Q = Jumlah pemesanan
d = rata-rata permintaan
T = periode
L = lead time
Z = tingkat kepercayaan
T + L= standar deviasi
I =tingkat persediaan sekarang

4.1.5

Safety Stock (SS)


Menurut Assauri, Sofyan (1999:186) safety stock merupakan persediaan
tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya
kekurangan bahan (out of stock ). Kemungkinan terjadinya out of stock dapat
disebabkan karena penggunanaan bahan baku yang lebih besar dari pada perkiraan
semula atau keterlambatan dalam penerimaan bahan baku yang dipesan. Sehingga
dengan adanya persediaan penyelamat dapat dijadikan sebagai upaya untuk
meredam permintaan dengan fluktuasi yang tidak beraturan. Dengan begitu dapat
mengurangi kerugian. Untuk menaksir besarnya safety stock (Sukama, 2010 : 43),
dapat digunakan cara berikut:
1. Metode perbedaan pemakaian maksimum dan rata-rata

65

Metode ini dilakukan dengan menghitung selisih antara pemakaian


maksimum dengan pemakaian rata-rata dalam jangka waktu tertentu,
kemudian selisih tersebut dikalikan dengan leada tiem.
safety stock =(pemakaian maksimum-pemakaian rata-rata) x lead time
2. Metode statistika
Yang harus dilakukan terlebih dahulu jika menggunakan metode ini adalah
menghitung standar deviasi. Standar deviasi merupakan perhitungan
ukuran sebaran data yang menunjukkan penyimpangan setiap demand
bahan baku terhadap rata-rata kebutuhan bahan baku. Ini akan
berpengaruh terhadap perhitungan safety stock.
Persamaan untuk menghitung standar deviasi adalah:
=

( x i x i )
N

.......................................................... (4.4)

Keterangan :

= standar deviasi (tingkat kesalahan)

x i = kebutuhan bahan baku (demand)


x i = rata-rata demand
N= jumlah periode

Untuk menghitung safety stock dipengaruhi dua faktor, yaitu:


1. Besarnya derajat signifikan standar deviasi pada kurva normal (Z)
2. Lamanya jangka waktu (lead time) yang digunakna sebagai dasar
perhitungan
Adapun persamaan untuk menghitung safety stock adalah sebagai berikut:
safety stock (SS) = Z x

x .........................................(4.5)

Keterangan :
SS = persediaan pengaman selama lead time
Z = perhitungan pada tabel tabel Z kurva normal
LT = Lead time

= standar deviasi

66

4.1.6

Total Biaya Persediaan (Total Inventory Cost)


Perhitungan Total Inventory Cost atau total persediaan dilakukan dengan

cara menjumlahkan biaya-biaya yang terjadi dalam perencanaan persediaan bahan


baku ferrosulfat dan Natrium Carbonate, antara lain: biaya pemesanan, biaya
penyimpanan, dan biaya pembelian.
TIC = Ordering Cost + Holding Cost +Purchasing cost
S
H
TIC = D Q + Q 2 +C........................................................(4.6)
Keterangan :
D
= Total demand dalam 1 tahun
TIC

= Total biaya persediaan (Rp)

= Biaya pemesanan per pesanan (Rp/pesan)

= Biaya penyimpanan per unit(Rp/unit/bulan)

= kuantitas pemesanan optimal

= Biaya pembelian (Rp)

4.2

Pengumpulan Data
Dalam penulisan laporan kerja praktek ini, penulis mendapatkan data-data

dan informasi dengan metode sebagai berikut:


1. Data Primer
Data ini didapatkan dari observasi dan wawancara. Observasi dilakukan
dengan mengamati secara langsung terhadap objek yang diteliti seperti,
proses oksidasi, tenaga kerja, dan lainnya ke gedung PIMIT. Wawancara
dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan langsung

kepada

penanggung jawab logistik dan pihak-pihak terkait lainnya mengenai


informasi yang dibutuhkan sebagai bahan identifikasi masalah dalam
menyelesaikan tugas khusus.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan dokumentasi perusahaan
yang berkaitan dengan perencanaan pengendalian inventory sebagai acuan
yang berupa teori-teori yang akan digunakan dalam tugas khusus
pengendalian persediaan bahan baku menggunakan metode POQ (Period
Order Quantity).

67

Dengan menggunakan metode di atas, data-data berikut ini diperoleh dari


beberapa departemen yang terkait tugas khusus penulis, yaitu:
Departemen Perencanaan Dan Pengendalian Produksi
a.
b.
c.
d.

Data harga bahan baku (chemical)


Kuantitas pemesanan
Biaya simpan
Biaya pesan

Departement PIMIT
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Data jumlah permintaan


Data lead time
Waktu operasional
Proyeksi permintaan
Stock bahan baku
Data proses operasi

4.2.1 Data Harga Bahan Baku (Chemical) Produk PIMIT Tahun


2014
Pada tabel 4.1 berikut ini menampilkan data harga bahan kimia untuk
memproduksi adsorben sulfur removal di bagian PIMIT tahun 2014.
Tabel 4.1 Data Harga Bahan Kimia Tahun 2014
N
Jenis bahan kimia
Satuan
o
1
Ferrosulfat (FeSO4.7H2O)
Kg
2
Natrium Carbonate (Na2CO3)
Kg
Sumber : PIMIT (2014)

Harga (Rp)
3.900
4.400

4.2.2 Data Pemakaian Bahan Baku Pada PIMIT Tahun 2014


Tabel 4.2 dan 4.3 berikut menunjukkan data pemakaian bahan kimia pada
PIMIT tiap bulan tahun 2014.
Tabel 4.2 Data Pemakaian Bahan Kimia Ferrosulfat Tahun 2014
Pemakaian bahan baku
No
Bulan
FeSO4 (Kg)
1
Januari
13.200
2
Februari
4.400
3
Maret
14.300
4
April
8.524
5
Mei
6
Juni
7
Juli
8
Agustus
9
September
-

68

10
11
12

Oktober
13.200
November
12.100
Desember
11.000
Total
76.724
Sumber : Departemen Rendal Produksi (2015)
Tabel 4.3 Data Pemakaian Bahan Kimia Natrium Carbonate Tahun 2014
Pemakaian Bahan Baku
No
Bulan
Na2CO3 (Kg)
1
Januari
5.088
2
Februari
1.696
3
Maret
5.512
4
April
3.287
5
Mei
6
Juni
7
Juli
8
Agustus
9
September
10 Oktober
5.088
11 November
4.664
12 Desember
4.240
Total
29.575
Sumber : Departemen Rendal Produksi (2015)

4.2.3 Biaya-Biaya Persediaan


Data di bawah ini merupakan biaya-biaya yang digunakan dalam
menentukan biaya total persediaan ( Total Inventory Cost ). Biaya-biaya tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Biaya Pesan (S)
Biaya pemesanan merupakan seluruh biaya yag dikeluarkan pihak
perusahaan untuk melakukan pemesanan, mulai dari saat bahan baku ada
di gudang supplier

sampai ada di gudang pembeli.

Yang termasuk

kedalam biaya tersebut diantaranya, biaya telepon, internet (email), biaya


administrasi, dan biaya pengiriman.
a. Biaya Telepon, diperkirakan sebesar Rp 10.000 sekali pesan
b. Biaya Internet (email), dipekirakan sebesar Rp 2.000 sekali pesan
c. Biaya Administrasi (mengurus surat izin Rp 100.000/ tahun, berarti
Rp 33.000 sekali pesan).
Dengan begitu, biaya pesan diperkirakan oleh perusahaan PT Pupuk
Iskandar Muda sebesar Rp 45.000 untuk sekali pemesanan bahan kimia
FeSO4. Sedangkan untuk bahan kimia Na2CO3 biaya pesannya adalah Rp
20.000 sekali pesan. Dengan rincian sebagai berikut:
a. Biaya Telepon, diperkirakan sebesar Rp 5.000 sekali pesan
b. Biaya Internet (email), dipekirakan sebesar Rp 2.000 sekali pesan

69

c. Biaya Administrasi (formulir-formulir aktivitas), diperkirakan Rp


13.000.
Hal ini diperkirakan oleh perusahaan karena pihak perusahaan sendiri
tidak pernah memiliki data detail mengenai biaya pemesanan untuk bahan
kimia. Maka nilai ini didasari karena perusahaan menerima bahan kimia
yang telah dipesan dari supplier yang berbeda (adanya supplier yang
berada di luar negeri).
b. Biaya simpan (H)
Biaya simpan diperkirakan oleh pihak PT Pupuk Iskandar Muda 3% dari
harga bahan kimia per kilo setiap 4 bulan. Persentase ini diperkirakan
karena perusahaan tidak memiliki data detail mengenai biaya simpan
untuk bahan kimia. selain itu juga dikarenakan PIMIT memiliki
ketersediaan gedung sendiri sebagai tempat penyimpanan bahan baku.
Jadi, perhitungannya hanya mempertimbangkan biaya asuransi, listrik, dan
PPN. Berikut tabel 4.4 menunjukkan hasil perhitungan biaya simpan
bahan kimia bagian PIMIT tahun 2014.
N
o
1
2

Jenis bahan kimia

Tabel 4.4 Perhitungan Biaya Simpan


Harga (Rp/kg)
Biaya simpan (Rp/kg)

Ferrosulfat (FeSO4)
3.900
Natrium Carbonate (Na2CO3)
4.400
Sumber: Departemen Rendal Produksi (2014)

117
132

c. Biaya Pembelian (C)


Biaya ini ditentukan berdasarkan hasil perkalian harga untuk masingmasing bahan baku dengan jumlah bahan baku yang dibutuhkan setiap
kali pemesanan.

4.2.4 Data Lead Time


Tabel 4.5 berikut menunjukkan data lead time untuk masing-masing bahan
kimia PIMIT pada tahun 2014 dengan life time 6 bulan.
Tabel 4.5 Data Lead Time Tahun 2014
No Jenis bahan kimia
Lead time
1
Ferrosulfat (FeSO4.)
4 bulan
2
Natrium Carbonate (Na2CO3)
4 bulan
Sumber: PIMIT (2013)

4.2.5 Data Kuantitas Pemesanan Perusahaan Tahun 2014

70

Data kuantitas pemesanan

menunjukkan jumlah permintaan atau

pemesanan bahan baku yang dilakukan pihak PIMIT terhadap supplier setiap
tahun. Kebutuhan bahan baku yang berbeda pada pembuatan produk ini,
menyebabkan jumlah bahan baku yang dipesan juga berbeda. Pada tebel 4.6
berikut ini menampilkan data kuantitas pemesanan yang dilakukan pihak PIMIT
pada tahun 2014.
Tabel 4.6 Data Kuantitas Pemesanan Tahun 2014
Kuantits
No
Jenis bahan kimia
Satuan
Pemesanan
1
Ferrosulfat (FeSO4)
Kg
120.000
2
Natrium Carbonate (Na2CO3)
Kg
41.000
Sumber: PIMIT (2014)

Intensitas
Pemesanan
3 kali
3 kali

4.2.6 Tingkat Kepercayaan (Confidence Level)


Tingkat kepercayaan ditetapkan melalui kebijakan dari perusahaan yang
bersangkutan dengan mengikuti standarisasi yang ada.

Adapun tingkat

kepercayaan yang digunakan adalah 90% dengan nilai Z = 1,645

4.3Pengolahan Data
Pengolahan data ini merupakan tindak lanjut dari langkah sebelumnya
dengan menggunakan analisis pengendalian persediaan bahan baku menggunakan
metode POQ (Period Order Quantity) melalui tahap-tahap berikut ini:

4.3.1 Perhitungan Dengan Menggunakan Metode POQ


Dengan metode POQ dapat menghemat total biaya persediaan/Total
Inventory Cost (TIC) melalui penentuan frekuensi pemesanan dan kualitas
pemesanan bahan baku secara ekonomis. Berikut merupakan hasil pengolahan
data dengan menggunakan metode POQ (Period Order Quantity).

4.3.1.1 Perhitungan Ferrosulfat (FeSO4)


Berikut ini perhitungan kuantitas tiap pemesanan, safety stock, dan biaya
total persediaan pada bahan kimia ferrosulfat (FeSO4).
a. Menentukan safety stock

71

Dalam perhitungan safety stock diperlukan perhitungan standar deviasi.


Tabel 4.7 menunjukkan proses perhitungan standar deviasi.
Periode (bulan ke-)

Tabel 4.7 Perhitungan Standar Deviasi


Perhitungan Standar Deviasi
Demand (xi)
x
(xi - x )

1
13.200
2
4.400
3
14.300
4
8.524
5
0
6
0
7
0
8
0
9
0
10
13.200
11
12.100
12
11.000

76.724
Sumber: Perhitungan Peneliti (2015)

( x i xi )

6.394
6.394
6.394
6.394
6.394
6.394
6.394
6.394
6.394
6.394
6.394
6.394
76.728

6.806
-1.994
7.906
2.130
-6.394
-6.394
-6.394
-6.394
-6.394
6.806
5.706
4.606
-4

( x ix )2
46.326.173
3.976.036
62.504.836
4.536.900
40.883.236
40.883.236
40.883.236
40.883.236
40.883.236
46.321.636
32.558.436
21.215.236
421.855.433

421.855.433
12

= 35.154 .619

= 5.929

Perhitungan safety stock :


SS = Z x x
= 1,645

x 5.929 x

= 19.505 kg
Jadi jumlah safety stock adalah 19.505 kg selama periode pemesanan
b. Penentuan Kuantitas Tiap Pesanan
Perhitungan kuantitas order dengan menggunakan metode POQ adalah
sebagai berikut.
Ongkos pesan (S)
Ongkos simpan (H)

= Rp 45.000/pesan
= Rp 117/kg
= 76.724 kg

Total Kebutuhan (D)

Keb . bersih

Rata-rata kebutuhan (d)

= 6.394 kg/bulan

72

Lead time (LT)


= 4 bulan
Maka kuantitas pemesanan bahan baku ferrosulfat dengan metode POQ
adalah:
EOQ =

2. D . S
H
2 x 76.724 kg xRp 45.000
Rp 117 / kg

59.018.462 kg

= 7.683 kg
Interval pemesanannya adalah:
EOI =

EOQ
D

7.683

= 6.394

= 1,2 2
Berarti untuk satu kali pemesanan dilakukan sebanyak 2 periode
kedepan. Adapun jumlah pesanan yang optimal adalah:
Q=d ( T + L )+ Z T +L - I
= 6.394 (2 + 4) + 1,645(5.929) 0
= 38.364 + 9.754
= 48.118 kg
namun jumlah pemesanan tersebut tidak konstan, artinya jumlah pesanan
akan berbeda pada setiap kali pemesanan dilakukan.
c. Perhitungan Biaya Total Persediaan
Perhitungan total biaya persediaan (Total Inventory Cost) diperoleh dari
jumlah biaya pesanan, biaya penyimpanan, dan biaya pembelian. Adapun
besarnya biaya persediaan Ferrosulfat adalah sebagai berikut:
S
TIC = D Q

H
+ Q 2 +C

73

= 76.724

kg

Rp 45.000
48.118 kg

Rp 117 /kg
+ 48.118 kg
+ Rp 3.900
2

(96.236 kg)
= Rp 76.724 (0,94) + Rp 48.118(58,5) + Rp 375.320.400
= Rp (72.121 + 2.814.903 + 375.320.400)
= Rp 378.207.424,Berikut adalah tabel hasil perhitungan total biaya persediaan ferrosulfat.
Tabel 4.8 Total Biaya Persediaan Ferrosulfat
Total Inventory Cost
Biaya pemesanan
Rp
72.121,Biaya penyimpanan
Rp
2.814.903,Biaya pembelian
Rp 375.320.400,
Rp 378.207.424,Sumber: Perhitungan Peneliti (2015)

Jadi, besarnya biaya yang dikeluarkan untuk sekali pesan bahan baku ferrosulfat
berdasarkan metode POQ adalah Rp 378.207.424,-.

4.3.1.2 Perhitungan Natrium Carbonate (Na2CO3)


Berikut ini perhitungan kuantitas tiap pemesanan, safety stock, dan biaya
total persediaan pada bahan kimia natrium carbonate (Na2CO3).
a. Menentukan safety stock
Dalam perhitungan safety stock diperlukan perhitungan standar deviasi.
Tabel 4.9 menunjukkan proses perhitungan standar deviasi.
Periode (bulan ke-)

Tabel 4.9 Perhitungan Standar Deviasi


Perhitungan Standar Deviasi
Demand (xi)
x
(xi - x )

1
5.088
2
1.696
3
5.512
4
3.287
5
0
6
0
7
0
8
0
9
0
10
5.088
11
4.664
12
4.240

29.575
Sumber: Perhitungan Peneliti (2015)

( x i x i )

2.465
2.465
2.465
2.465
2.465
2.465
2.465
2.465
2.465
2.465
2.465
2.465
29.575

74

2.623
-769
3.047
822
-2.465
-2.465
-2.465
-2.465
-2.465
2.623
2.199
1.775
0

( x ix )2
6.882.315
590.720
9.286.748
676.369
6.074.171
6.074.171
6.074.171
6.074.171
6.074.171
6.882.315
4.837.434
3.152.104
62.678.861

62.678 .861
12

= 5223238,41
= 2.286
Perhitungan safety stock :
SS
= Z x x
= 1,645

x 2.286 x

= 7.521 kg
Jadi jumlah safety stock natrium carbonate selama periode pemesanan
adalah 7.521 kg.
b. Penentuan Kuantitas Tiap Pesanan
Perhitungan kuantitas order dengan menggunakan metode POQ adalah
sebagai berikut.
Ongkos pesan (S)
Ongkos simpan (H)

= Rp 20.000
= Rp 132

Total kebutuhan ( D )

= 29.575 kg
n

Rata-rata demand / periode (d)

Keb . bersih
i

= 2.465 kg/ bulan


Lead time (LT)

= 4 bulan

Maka kuantitas pemesanan bahan baku natrium carbonate dengan metode


POQ adalah
2. D . S
EOQ =
H

2 x 29.575 kg x Rp 20.000
Rp 132 kg

= 8.962.122 kg
= 2.994 kg
Interval pemesanannya adalah:

75

EOI =

EOQ
D

2.994
2.465

= 1,2 2
Berarti untuk satu kali pemesanan dilakukan sebanyak 2 periode
kedepan. Adapun jumlah pesanan yang optimal adalah:
Q=d ( T + L )+ Z T +L - I
= 2.465 (2 + 4) + 1,645(2.286) 0
= 14.790 + 3.761
= 18.551 kg
namun jumlah pemesanan tersebut tidak konstan, artinya jumlah pesanan
akan berbeda pada setiap kali pemesanan dilakukan.
c. Perhitungan Total Biaya Persediaan
Perhitungan total biaya persediaan (total inventory cost) diperoleh dari
jumlah biaya pesanan, biaya penyimpanan, dan biaya pembeliaan. Adapun
besarnya biaya persediaan natrium carbonate adalah sebagai berikut:
S
H
TIC = D Q + Q 2 +C
Rp20.000
= 29.575 kg 18.551 kg

+ 18.551

kg

Rp 132/ kg
+ Rp
2

4.400 (37.102 kg)


= Rp 29.575 (1,1) + Rp 18.551 (66)+ Rp 163.248.800
= Rp (31.886 + 1.224.366 +163.248.800)
= Rp 164.505.052,Berikut adalah tabel hasil perhitungan total biaya persediaan natrium
carbonate.
Tabel 4.10 Total Biaya Persediaan Natrium Carbonate
Total Inventory Cost
Biaya pemesanan
Rp
31.886,Biaya penyimpanan
Rp
1.224.366,Biaya pembelian
Rp 163.248.800,
Rp 164.505.052,Sumber: Perhitungan Peneliti (2015)

Jadi, besarnya biaya yang dikeluarkan untuk sekali pesan bahan baku
Natrium Carbonate berdasarkan metode POQ adalah Rp 164.505.052,-.
76

4.3.2 Perhitungan Total Biaya Persediaan Bahan Kimia Metode


Perusahaan
Perhitungan total biaya persediaan di PIMIT akan dihitung menggunakan
persediaan rata-rata yang ada dengan menggunakan persamaan berikut.
S
=D Q

TIC

+C

Dengan Q merupakan besarnya kuantitas pesanan bahan baku yang


dilakukan perusahaan untuk sekali pesan.
QFerrosulfat = 120.000 kg/3 = 40.000 kg
QNatrium Carbonate = 41.000 kg/3 = 13.667 kg
Berikut ini merupakan hasil pengolahan data dengan menggunakan
kuantitas pemesanan yang telah digunakan/dilakukan pihak PIMIT sendiri selama
tahun 2014.

4.3.2.1 Perhitungan Biaya Persediaan Ferrosulfat


Berikut perhitungan total biaya persediaan bahan kimia ferrosulfat.
S
=D Q

TIC

= 76.724

H
+ Q 2 +C
kg

Rp 45.000
40.000 kg

+ 40.000 kg

Rp 117 /kg
+ Rp 3.900
2

(120.000 kg)
= Rp 76.724 (1,2) + Rp 40.000 (66)+ Rp 468.000.000
= Rp (92.069 + 2.640.000 + 468.000.000)
= Rp 470.732.069,Berikut adalah tabel hasil perhitungan total biaya persediaan ferrosulfat.
Tabel 4.11 Total Biaya Persediaan Ferrosulfat
Total Inventory Cost
Biaya pemesanan
Rp
92.069,Biaya penyimpanan
Rp
2.640.000,Biaya pembelian
Rp 468.000.000,
Rp 470.732.069,Sumber: Perhitungan Peneliti (2015)

77

Jadi, total biaya yang telah dikeluarkan PIMIT untuk persediaan bahan
baku ferrosulfat selama tahun 2014 adalah sebesar Rp 470.732.069,-.

4.3.2.2 Perhitungan Biaya Persediaan Natrium Carbonate


Perhitungan total biaya persediaan diperoleh dari jumlah biaya pesanan,
biaya penyimpanan, dan biaya pembeliaan. Adapun besarnya biaya persediaan
natrium carbonate adalah sebagai berikut:
S

TIC = D Q

+ Q 2 +C

Rp20.000
= 29.575 kg 13.667 kg

13.667

kg

Rp 132/kg
+ Rp
2

4.400 (41.000 kg)


= Rp 29.575 (1,5) + Rp13.667 (66)+ Rp 180.400.000
= Rp (44.363 + 902.022 + 180.400.000)
= Rp 181.346.385,-.
Berikut adalah tabel hasil perhitungan total biaya persediaan natrium
carbonate.
Tabel 4.12 Total Biaya Persediaan Natrium Carbonate
Total Inventory Cost
Biaya pemesanan
Rp
44.363,Biaya penyimpanan
Rp
902.022,Biaya pembelian
Rp 180.400.000,
Rp 181.346.385,Sumber: Perhitungan Peneliti (2015)

Jadi, total biaya yang telah dikeluarkan PIMIT untuk persediaan bahan
baku Natrium Carbonate adalah sebesar Rp 181.346.385,-.

4.4

Pengendalian Persediaan Untuk Permintaan Tahun 2015


Bagian PIMIT melakukan perencanaan persediaan bahan baku pada saat

mendapatkan project order yang kemudian akan menjadi perintah kerja bagi
setiap operator. Mengingat kapasitas yang dimiliki oleh PIMIT sendiri masih
sangat terbatas, maka dalam upaya merealisasikan proyeksi permintaan konsumen
sebanyak 140 Ton pada tahun 2015, perlu dilakukan beberapa manajemen waktu
proses serta jumlah produksi agar dapat mengendalikan jumlah persediaan bahan
baku.

78

4.4.1 Manajemen

Pengendalian

Waktu

Produksi

Untuk

Permintaan Tahun 2015


Dalam memproduksi adsorben sulfur removal, bagian pabrik sendiri telah
menetapkan jadwal serta jumlah waktu yang produktif digunakan untuk kegiatan
produksi. Adsorben sulfur removal diproduksi menggunakan 8 mesin dengan
jumlah tenaga kerja 25 orang, dan jumlah jam kerja dalam sehari selama 8 jam.
Tabel berikut menyajikan data operasional PIMIT dalam memproduksi
adsorben sulfur removal degan basis 470 kg cake/batch.

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Tabel 4.13 Waktu Operasional Pabrik PIMIT


Batch-1
Durasi
Proses Operasi
(Menit)
(waktu)
Pengisian Hot Water ke Dilution Tank
30
07.00-07.30
Loading Fe2SO4 ke Dilution Tank
20
07.30-07.50
Pencampuran Fe2SO4 dan Air
60
07.50-08.50
Pengisian Hot Water ke Reactor Tank
30
07.30-08.00
Loading Na2CO3 ke Reactor Tank
10
08.00-08.10
Pencampuran Na2CO3 dan Air
40
08.10-09.00
Transfer/ Reaksikan larutan Fe2SO4 ke Reactor Tank
80
09.00-10.20
Transfer Fe CO3 dari Reactor ke Buffer Tank
15
10.20-10.35
Transfer Fe CO3 dari Buffer Tank ke Filter Press
60
10.35-11.35
Washing Larutan di Filter Press
30
11.35-12.05
Penjemuran (oksidasi)
60
12.05-13.05
Bongkar Cake di Filter Press
60
13.05-14.05
Susun Flat ram dan washing Filter Press
15
14.05-14.20

Batch-2
(waktu)
10.00-10.30
10.30-10.50
10.50-11.50
10.30-11.00
11.00-11.10
11.10-11.50
11.50-13.10
13.10-13.25
14.20-15.20
15-20-15.50
15.50-16.50
16.50-17.50
17.50-18.10

Proses di Tray Dryer


14
Dryer
Sumber : PIMIT (2014)

480

07.00-16.00

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa, proses produksi adsorben sulfur
removal dari bahan baku hingga menjadi produk semi finishing membutuhkan
waktu selama 510 menit untuk 1 batch. Untuk batch yang kedua yang juga
membutuhkan waktu proses yang sama, memulai produksi pada jam 10.00 WIB.
Sehingga penyelesaian untuk batch yang kedua akan selesai ada jam 18.10 WIB.
Berikut ini merupakan waktu total operasi yang diterapkan dalam
memproduksi adsorben sulfur removal dari awal hingga akhir (dari bahan baku
sampai menjadi produk).

No
1
2

Tabel 4.14 Waktu Operasi Adsorben Sulfur Removal.


Proses Operasi
Waktu (Menit)
Tahapan Pembuatan Cake (Hari ke-1)
Pengisian Hot Water ke Dilution Tank
Loading Fe2SO4 ke Dilution Tank

79

30
20

3
4
5
6
7

Pencampuran Fe2SO4 dan Air


Pengisian Hot Water ke Reactor Tank
Loading Na2CO3 ke Reactor Tank
Pencampuran Na2CO3 dan Air
Transfer/ Reaksikan Larutan Fe2SO4 ke Reactor Tank

8
9
10
11
12
13

Transfer Larutan Fe CO3 dari Reactor ke Buffer Tank


Transfer Larutan Fe CO3 dari Buffer Tank ke Filter Press
Washing Larutan di Filter Press
Blowing Larutan di Filter Press
Bongkar Cake di Filter Press
Susun Flat ram dan washing Filter Press
Tahapan Finishing Cake (Hari ke-4)
14 Crusher
15 Mixer dan Pellet
16 Susun cake ke Tray Trolley
Tahapan Finishing Produk (Hari ke-5)
17 Dryer
Sumber : PIMIT (2014)

60
30
10
40
80
15
60
30
60
60
15
60
120
15
480

Dari data tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk memproduksi adsorben
sulfur removal dari bahan baku hingga menjadi produk

semi fiinishing

(sebelum mengalami oksidasi) membutuhkan waktu 8 jam. Hal ini dapat


dilakukan selama 1 hari. Untuk proses selanjutnya yaitu oksidasi dilakukan pada
hari itu juga. Namun, tidak dilakukan sampai selesai. Karena proses oksidasi
membutuhkan waktu selama 3 hari. Adapun untuk proses pengepakan dan
sebagainya akan selesai selama 1 hari. Dengan demikian produksi adsorben sulfur
removal akan selesai hingga menjadi produk akhir (good finishing) selama 4 - 5
hari. Berikut proyeksi pemasaran adsorben sulfur removal dengan jumlah target
produksi sebanyak 140 Ton.
Tabel 4.15 Proyeksi Pemasaran PIMIT Tahun 2015
Demand
Inventory
Requisition
Keterangan
(Kg)
(Kg)
35,000
Stok akhir tahun 2014
45,000
Proyeksi, berdasarkan
5,000
50,000
PT. Petrochina (Jambi)
permintaan
60,000
Tabel 4.15 Proyeksi Pemasaran PIMIT Tahun 2015 (Lanjutan)
PT. Medco (LematangTelah berjalan sejak
15,000
55,000
Sumsel)
tahun 2013
65,000
75,000
85,000
5,000
90,000
PT. Petrochina (Jambi)
Proyeksi, berdasarkan

0
1

Production
(Kg)
0
?

5
6
7
8

?
?
?
?

Bulan

80

permintaan
9

100,000

10

15,000

95,000

PT. Medco (LematangSumsel)

11

100,000

5,000

PT. Medco (Kaji-Sumsel)

12
?
Total
140,000
140,000
Sumber : PIMIT (2015)

15,000

Telah berjalan sejak


tahun 2013
Proyeksi, berdasarkan
permintaan

Dengan adanya perkiraan permintaan dari konsumen tahun 2015 terhadap


adsorben sulfur removal sebanyak 140 Ton, maka akan ada upaya pengaturan
waktu yang efektif dan efisien untuk mewujudkan permintaan dari konsumen
tersebut. Karena hal tersebut sangat berdampak terhadap masa depan produksi
PIMIT khususnya dan PT. PIM umumnya.
Berikut data aktual untuk kegiatan produksi adsorben sulfur removal yang
telah berjalan selama ini.
1 hari

= 8 jam

8 jam

= 2 batch (sampai proses oksidasi/ semi finishing)

1 Minggu

= 6 batch

1 Bulan

= 24 batch

1 Tahun

= 288 batch

1 Ton

= 3 batch

1 Tahun

= 96 Ton

Dengan manajemen yang telah terjalankan seperti di atas, target produksi


140 Ton tidak dapat diwujudkan. Dengan demikian sistem manjamen waktu
terhadap waktu produksi adsorben sulfur removal harus diperbaiki. Berikut
merupakan gambaran sistem waktu dalam memproduksi adsorben sulfur removal
yang telah diperbaiki.

81

Gambaran Sistem Penjadwalan Jam Kerja


Pagi (07.00-12.05)
A-1
A-4
A-7
A-1&2
A-5&6

Siang (12.05-18.10)
A-2
A-5
A-8
A-1&2
A-5&6

Malam (19.00-04.20)
B-3
B-6
B-9
B-3&4
B-7&8

Hari
SENIN
SELASA
RABU
KAMIS
JUMAT

Keterangan

Variabel (A&B)
Koefisien (1-9)

Proses Permesinan
Proses Finishing
Shift
Batch

Gambar 4.1 Jadwal Kerja Pada Proses Produksi Adsorben Sulfur Removal
Sumber : Peneliti (2015)

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa, dalam memproduksi adsorben


sulfur removal diterapkannya sistem kerja shift. Dengan jadwal kerja siang hari
dan malam hari. Untuk siang hari jadwalnya adalah pagi dan siang yaitu dari jam
07.00-18.10. Adapun untuk shift malam, jam keeja dimulai dari jam 19.00-04.20.
sehingga dengan sistem shift tersebut, maka jumlah produksi adsorben sulfur
removal dapat ditingkatkan yaitu dengan jumlah total produksi selama seminggu
sebanyak 9 batch. Berikut gambaran penjadwalan produksi selama seminggu.
Gambaran Penjadwalan Produksi Adsorben Sulfur Removal

Gambar 4.2 Jadwal Kerja Pada Proses Produksi Adsorben Sulfur Removal
Sumber : Peneliti (2015)

82

Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa: pertama, untuk proses produksi
pada hari pertama, produk sudah mengalami proses oksidasi selama lebih kurang
setengah hari. Sehingga proses penjemuran selama 3 hari mulai dihitung dari hari
pertama hingga hari ke tiga. Kedua, untuk kerja shift malam, produksi yang
dihasilkan sebanyak 1 batch, dikarenakan kapasitas area penjemuran untuk
kegiatan oksidassi yang terbatas. Ketiga, untuk proses penjemuran pada 1 batch
yang terakhir akan selesai pada pagi sabtu (saat pekerja shift malam akan pulang).
Keempat, proses finishing untuk 1 batch yang terakhir tidak dapat dilakukan
dalam minggu tersebut, melainkan harus dilakukan pada minggu selanjutnya.
Maka di peroleh data sebagai berikut:
1 Minggu

= 8,5 batch

1 Tahun

= 408 batch

1 Bulan

= 34 batch

1 Ton

= 3 batch

Sehingga, diperoleh 1 Tahun = 136 Ton


Perhitungan di atas diperoleh berdasarkan asumsi jumlah minggu dalam
sebulan. Dengan adanya stock awal sebanyak 35 Ton, maka

akan diperoleh

jumlah produksi diakhir tahun sebanyak 171 Ton. Dengan begitu akan ada
kelebihan produksi sebanyak 31 Ton yang dapat dijadikan stock untuk tahun
selanjutnya. Adapun jika perhitungan produksi di atas berdasarkan asumsi jumlah
minggu dalam 1 tahun (1 Tahun = 52 Minggu), maka akan diperoleh produksi di
akhir tahun 2015 sebanyak 146 Ton. Ditambah dengan adanya stock di awal
tahun, jumlah produksi berdasarkan target yaitu sebanyak 140 Ton akan dapat
dipenuhi. Bahkan akan kelebihan produksi sebanyak 41 Ton yang dapat dijadikan
stock diawal tahun 2016 berikutnya.

4.4.2 Perhitungan Jumlah Produksi Untuk Permintaan 140 Ton


Dengan adanya stock produk jadi di awal tahun 2015 sebanyak 35 Ton
serta stock bahan baku sebanyak 225 Ton, maka jumlah produksi yang ditargetkan
akan mampu dipenuhi. Berikut ini merupakan proyeksi kebutuhan gudang serta
rencana produksi selama 12 Bulan dari PIMIT yang mampu menampung bahan
baku serta produk jadi adsorben sulfur removal berdasarkan permintaan 140 Ton.

83

Tabel 4.16 Proyeksi Kebutuhan Gudang Berdasarkan Rencana Produksi dan Pemasaran Tahun
2015

Sumber : PIMIT (2015)

Dari tabel hasil proyeksi produksi di atas, dapat dilihat bahwa, jumlah
produksi pada tahun 2015 sebanyak 128 Ton dengan jumlah produksi setiap tahun
yang berbeda-berbeda. Dengan perkiraan produksi tersebut maka dapat dihitung
besarnya bahan baku yang dibutuhkan. Berikut data aktual pemakaian bahan
baku yang dibutuuhkan dalam memproduksi produk adsorben sulfur removal.
FeSO4 = 1.100 kg/ batch
1 Ton = 3 batch x 1.100 kg/batch
= 3.300 kg
Na2CO3= 424 kg/ batch
1 Ton = 3 batch x 424 kg/batch
= 1.272 kg
Jadi, untuk memproduksi 1 Ton adsorben sulfur removal dibutuhkan 3.300
kg ferrosulfat dan 1.272 kg natrium carbonate. Maka perhitungan untuk produksi
yang telah ditargetkan setiap bulan di tahun 2015 adalah sebagai berikut.
Bulan ke-1

Bulan ke- 7
FeSO4
11 Ton = 11 x 3.300 kg
= 36.300 kg
Na2CO3
11 Ton = 11 x 1.272 kg
= 13.992 kg
Bulan ke- 8
FeSO4
11 Ton = 11 x 3.300 kg
= 36.300 kg
Na2CO3
11 Ton = 11 x 1.272 kg
= 13.992 kg
Bulan ke- 9

FeSO4
11 Ton = 11 x 3.300 kg
= 36.300 kg
Na2CO3
11 Ton = 11 x 1.272 kg
= 13.992 kg
Bulan ke- 2
FeSO4
11 Ton = 11 x 3.300 kg
= 36.300 kg
Na2CO3
11 Ton = 11 x 1.272 kg
= 13.992 kg

84

Bulan ke- 3

FeSO4
12 Ton = 12 x 3.300 kg
= 39.600 kg
Na2CO3
12 Ton = 12 x 1.272 kg
= 15.264 kg
Bulan ke- 10
FeSO4
11 Ton = 11 x 3.300 kg
= 36.300 kg
Na2CO3
11 Ton = 11 x 1.272 kg
= 13.992 kg
Bulan ke- 11
FeSO4
11 Ton = 11 x 3.300 kg
= 36.300 kg
Na2CO3
11 Ton = 11 x 1.272 kg
= 13.992 kg
Bulan ke- 12
FeSO4
12 Ton = 12 x 3.300 kg
= 39.600 kg
Na2CO3
12 Ton = 12 x 1.272 kg
= 15.264 kg

FeSO4
12 Ton = 12 x 3.300 kg
= 39.600 kg
Na2CO3
12 Ton = 12 x 1.272 kg
= 15.264 kg
Bulan ke- 4
FeSO4
11 Ton = 11 x 3.300 kg
= 36.300 kg
Na2CO3
11 Ton = 11 x 1.272 kg
= 13.992 kg
Bulan ke- 5
FeSO4
11 Ton = 11 x 3.300 kg
= 36.300 kg
Na2CO3
11 Ton = 11 x 1.272 kg
= 13.992 kg
Bulan ke- 6
FeSO4
12 Ton = 12 x 3.300 kg
= 39.600 kg
Na2CO3
12 Ton = 12 x 1.272 kg
= 15.264 kg

Dari hasil perhitungan di atas, maka diperoleh jumlah bahan baku yang
harus disediakan untuk merealisasikan produksi 140 Ton. Berikut tabel hasil
perkiraan jumlah bahan baku yang dibutuhkan.
Tabel 4.17 Proyeksi Penggunaan Bahan Baku Tahun 2015
Satua
Penggunaan Bahan Baku
No
Bulan
Total
FeSO4
Na2CO3
n
1
Ke-1( Januari)
Kg
36.300
13.992
50.292
2
Ke-2 (Februari)
Kg
36.300
13.992
50.292
3
Ke-3 (Maret)
Kg
39.600
15.264
54.864
4
Ke-4 (April)
Kg
36.300
13.992
50.292
5
Ke-5 (Mei)
Kg
36.300
13.992
50.292
6
Ke-6 (Juni)
Kg
39.600
15.264
54.864
7
Ke-7 (Juli)
Kg
36.300
13.992
50.292
Tabel 4.17 Proyeksi Penggunaan Bahan Baku Tahun 2015 (Lanjutan)
8
Ke-8 (Agustus)
Kg
36.300
13.992
50.292
9
Ke-9 (September)
Kg
39.600
15.264
54.864
10 Ke-10 (Oktober)
Kg
36.300
13.992
50.292
11 Ke-11(November)
Kg
36.300
13.992
50.292
12 Ke-12 (Desember)
Kg
39.600
15.264
54.864
Total
448.800
172.992
621.792
Sumber : Perhitungan Peneliti (2015)

85

Adapun tabel hasil proyeksi kebutuhan gudang berdasarkan rencana


produksi dan pemasaran tahun 2015 adalah sebagai berikut.
Tabel 4.18 Hasil Proyeksi Kebutuhan Gudang Berdasarkan Rencana Produksi Dan Pemasaran
Tahun 2015

Sumber : Perhitungan Peneliti (2015)

Dari tabel hasil proyeksi kebutuhan gudang di atas dapat dilihat bahwa
untuk memproduksi adsorben sulfur removal dengan jumlah 140 Ton dalam
setahun diperlukan maksimum kapasitas gudang penyimpanan bahan baku dan
produk dengan muatan 314 Ton. Disamping itu, untuk memproduksi produk
dengan rata-rata produksi 11,5 Ton per bulan diperlukan bahan baku rata-rata per
bulan sebanyak 53 Ton.

4.4.3 Perhitungan Dengan Menggunakan Metode POQ


Dengan metode POQ dapat menghemat total biaya persediaan/Total
Inventory Cost (TIC) melalui penentuan frekuensi pemesanan dan kualitas
pemesanan bahan baku secara ekonomis. Berikut merupakan hasil pengolahan
data dengan menggunakan metode POQ (Period Order Quantity).

4.4.3.1 Perhitungan Ferrosulfat (FeSO4)


Berikut ini perhitungan periode (interval) pemesanan dan biaya total
persediaan untuk bahan kimia ferrosulfat (FeSO4).
a. Menentukan safety stock
Dalam perhitungan safety stock diperlukan perhitungan standar deviasi.
Tabel 4.19 menunjukkan proses perhitungan standar deviasi.

86

Periode (bulan ke-)

Tabel 4.19 Perhitungan Standar Deviasi


Perhitungan Standar Deviasi
Demand (xi)
x
(xi - x )

1
36.300
2
36.300
3
39.600
4
36.300
5
36.300
6
39.600
7
36.300
8
36.300
9
39.600
10
36.300
11
36.300
12
39.600

448.800
Sumber: Perhitungan Peneliti (2015)

( x i x i )

37.400
37.400
37.400
37.400
37.400
37.400
37.400
37.400
37.400
37.400
37.400
37.400
448.800

-1.100
-1.100
2.200
-1.100
-1.100
2.200
-1.100
-1.100
2.200
-1.100
-1.100
2.200
0

( x ix )2
1.210.000
1.210.000
4.840.000
1.210.000
1.210.000
4.840.000
1.210.000
1.210.000
4.840.000
1.210.000
1.210.000
4.840.000
29.040.000

29.040 .000
12

= 2.420.000
= 1.556
Perhitungan safety stock :
SS
= Z x x
= 1,645

x 1.556 x

= 5.120 kg
Jadi jumlah safety stock ferrosulfat selama periode pemesanan adalah
5.120 kg.
b. Penentuan kuantitas tiap pesanan
Perhitungan kuantitas order dengan menggunakan metode POQ adalah
sebagai berikut.
Ongkos pesan (S)
= Rp 45.000/pesan
Ongkos simpan (H)
= Rp 117/kg
Total Kebutuhan (D)
= 448.800 kg /tahun
n

Rata-rata demand / periode (d)

87

Keb . bersih
i

= 37.400 kg/bulan
Lead time (LT)
= 4 bulan
Maka kuantitas pemesanan bahan baku ferrosulfat dengan metode POQ
adalah:
EOQ =

2. D . S
H
2 x 448.800 kg xRp 45.000
Rp 117 / kg

345.230.770 kg

= 18.581 kg
Interval pemesanannya adalah:
EOI =

EOQ
D

18.581
27.400

= 0,7 1
Berarti untuk satu kali pemesanan dilakukan sebanyak 1 periode
kedepan. Adapun jumlah pesanan yang optimal adalah:
Q=d ( T + L )+ Z T +L - I
= 27.400 (1 + 4) + 1,645(1.556) 0
= 137.000 + 2.560
= 139.560 kg
namun jumlah pemesanan tersebut tidak konstan, artinya jumlah pesanan akan
berbeda pada setiap kali pemesanan dilakukan.
c. Perhitungan Total Biaya Persediaan
Perhitungan total biaya persediaan (total inventory cost) diperoleh dari
jumlah biaya pesanan, biaya penyimpanan, dan biaya pembeliaan. Adapun
besarnya biaya persediaan ferrosulfat adalah sebagai berikut:

88

S
TIC = D Q

H
+ Q 2 +C

Rp 45.000
Rp 117 /kg
= 448.800 kg 139.560 kg + 139.56 0kg
+
2
Rp3.900(558.240 kg)
= Rp 448.800 (0,3) + Rp 139.560 (58,5)+ Rp
2.177.136.000
= Rp (134.640 + 8.165.260+ 2.177.136.000)
= Rp 2.185.435.900,Berikut adalah tabel hasil perhitungan total biaya persediaan natrium
carbonate.
Tabel 4.20 Total Biaya Persediaan Ferrosulfat
Total Inventory Cost
Biaya Pemesanan
Rp
134.640,Biaya Penyimpanan
Rp
8.165.260,Biaya Pembelian
Rp 2.177.136.000,
Rp 2.185.435.900,Sumber: Perhitungan Peneliti (2015)

Jadi, besarnya biaya yang dikeluarkan dalam memenuhi kebutuhan 140


Ton produk untuk bahan baku ferrosulfat berdasarkan metode POQ adalah Rp
2.185.435.900,-.

4.4.3.2 Perhitungan Natrium Carbonate (Na2CO3)


Berikut ini perhitungan periode pemesanan, safety stock, dan biaya total
persediaan pada bahan kimia natrium carbonate (Na2CO3).
a.

Menentukan safety stock


Dalam perhitungan safety stock diperlukan perhitungan standar deviasi.
Tabel 4.21 menunjukkan proses perhitungan standar deviasi.
Periode (Bulan ke-)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Tabel 4.21 Perhitungan Standar Deviasi


Perhitungan Standar Deviasi
Demand (xi)
x
(xi - x )
13.992
13.992
15.264
13.992
13.992
15.264
13.992
13.992
15.264
13.992
13.992
15.264
172.992

14.416
14.416
14.416
14.416
14.416
14.416
14.416
14.416
14.416
14.416
14.416
14.416
172.992

89

-424
-424
848
-424
-424
848
-424
-424
848
-424
-424
848
0

( x ix )2
179.776
179.776
719.104
179.776
179.776
719.104
179.776
179.776
719.104
179.776
179.776
719.104
4.314.624

Sumber: Perhitungan Peneliti (2015)

( x i x i )

4.314 .624
12

= 359.552
= 600
Perhitungan safety stock :
SS
= Z x x
= 1,645

x 600 x

= 1.974 kg
Jadi jumlah safety stock natrium carbonate selama periode pemesanan
adalah 1.974 kg.
b. Penentuan Kuantitas Tiap Pesanan
Perhitungan kuantitas order dengan menggunakan metode POQ adalah
sebagai berikut.
Ongkos pesan (S)
Ongkos simpan (H)

= Rp 20.000
= Rp 132

Total kebutuhan ( D )

= 172.992 kg
n

Rata-rata demand / periode (d)

Keb . bersih
i

= 14.416 kg/ bulan


Lead time (LT)

= 4 bulan

Maka kuantitas pemesanan bahan baku natrium carbonate dengan metode


POQ adalah
2. D . S
EOQ =
H

2 x 172.992 kg x Rp 20.000
Rp 132kg

= 52.421.819 kg
90

= 7.241 kg
Interval pemesanannya adalah:
EOI =

EOQ
D

7.241
14.416

= 0,5 1
Berarti untuk satu kali pemesanan dilakukan untuk 1 periode kedepan.
Adapun jumlah pesanan yang optimal adalah:
Q=d ( T + L )+ Z T +L - I
= 14.416 (1 + 4) + 1,645(600) 0
= 72.080 + 987
= 73.067 kg
namun jumlah pemesanan tersebut tidak konstan, artinya jumlah pesanan akan
berbeda pada setiap kali pemesanan dilakukan.
c. Perhitungan Total Biaya Persediaan
Perhitungan total biaya persediaan (total inventory cost) diperoleh dari
jumlah biaya pesanan, biaya penyimpanan, dan biaya pembeliaan. Adapun
besarnya biaya persediaan natrium carbonate adalah sebagai berikut:
S
H
TIC = D Q + Q 2 +C
Rp20.000
= 172.992 kg 73.067 kg

+ 73.067

kg

Rp 132/kg
+
2

Rp 4.400 (219.201 kg)


= Rp 172.992 (0,3) + Rp 73.067 (66)+ Rp
964.484.400
= Rp (51.898 + 4.822.422 + 761.164.800)
= Rp 969.358.720,Berikut adalah tabel hasil perhitungan total biaya persediaan natrium
carbonate.
Tabel 4.22 Total Biaya Persediaan Natrium Carbonate
Total Inventory Cost
Biaya pemesanan
Rp
51.898,Biaya penyimpanan
Rp
4.822.422,-

91

Biaya pembelian
Rp

Rp
Sumber: Perhitungan Peneliti (2015)

964.484.400,969.358.720,-

Jadi, besarnya biaya yang dikeluarkan untuk sekali pesan bahan baku
Natrium Carbonate berdasarkan metode POQ adalah Rp 969.358.720,-.

4.5

Analisa Hasil Pembahasan


Dari data yang telah diperoleh mengenai kebutuhan bahan baku

pembuatan adsorben sulfur removal, serta pengolahan data dengan menggunakan


metode POQ, maka dapat dijelaskan point-point yang berpengaruh dalam
pengendalian persediaan bahan baku (Ferrosulfat dan Natrium Carbonate). Pointpoint tersebut berupa periode serta kuantitas pemesanan optimal, Safety Stock, dan
total biaya persediaan yang dikeluarkan. Berikut merupakan analisis dari hasil
pengolahan data yang telah dilakukan.

4.5.1 Analisis Perbandingan Safety Stock


Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode POQ, diperoleh tabel
perbandingan nilai safety stock sebagai berikut.
Tabel 4.23 Perbandingan Safety Stock (SS) Perusahaan Dengan Metode POQ
Rata-Rata
SS
No
Bahan Baku
Satuan
kebutuhan/bulan (Perusahaan
SS
(D)
)
19.50
1
Ferrosulfat
Kg/bulan
6.394
5
Natrium
2
Kg/bulan
2.465
7.521
Carbonate
Sumber : Perhitungan Peneliti (2015)

Dengan kebutuhan rata-rata

bahan baku

ferrosulfat 6.394 kg/bulan

diperoleh nilai safety stock untuk bahan baku adalah sebesar 19.505 kg periode
pemesanan. Adapun safety stock untuk natrium carboante adalah sebesar 7.521
selama periode pemesanan dengan kebutuhan produksi rata-rata 2.994 kg/ bulan.
Sedangkan dari pihak perusahaan sendiri tidak menerapkan adanya safety stock.
Safety

stock (persediaan pengaman) digunakan untuk mengantisipasi

terjadinya peningkatan jumlah pemesanan selama lead time. Jumlah safety stock
digunakan untuk persediaan minimal yang harus ada di gudang agar tanggap
dalam menghadapi perubahan permintaan dari konsumen, keterlambatan

92

pengiriman bahan baku, kesalahan dalam proses produksi, dan lain sebagainya.
Dengan keputusan berdasarkan Metode POQ, hal-hal demikian dapat diantisipasi.
Sedangkan dengan keputusan yang telah diterapkan perusahaan yang tidak
menyediakan safety stock , hal- hal demikian tidak dapat diantisipasi.

4.5.2 Analisis Perbandingan Kuantitas Pemesanan Optimal


Berikut tabel perbandingan kuantitas pemesanan yang dilakukan pihak
PIMIT dengan kuantitas pemesanan menggunakan metode POQ.
Tabel 4.24 Perbandingan Kuantitas Pemesanan
Rata-Rata
Q (Metode
No
Bahan Baku
Satuan kebutuhan per bulan
Perusahaan)
(D)
1
Ferrosulfat
Kg
6.394
40.000
2
Natrium Carbonate
Kg
2.465
13.667
Sumber : Perhitungan Peneliti (2015)

Q (Metode
POQ)
48.118
18.551

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat perbandingan jumlah pemesanan


yang diterapkan PIMIT dengan jumlah pemesanan yang dihitung berdasarkan
metode POQ. Kebutuhan rata-rata yang dibutuhkan untuk bahan baku Ferrosulfat
adalah 6.394 kg/bulan. Dengan menggunakan metode POQ diperoleh pemesanan
optimal sebanyak 48.118 untuk sekali pemesanan. Jumlah tersebut akan mampu
memenuhi kebutuhan rata-rata, sehingga tidak terjadi stock out. Pemesaanan
tersebut dilakukan 2 kali dalam setahun. Dengan begitu, akan dapat dihemat biaya
pemesanan serta penyimpanan. Mengingat kebutuhan Ferrosulfat dalam setahun
sebanyak 76.724 kg, maka dengan jumlah pemesanan tersebut akan terdapat
kelebihan bahan baku dalam jumlah yang wajar. Dimana kelebihan tersebut dapat
dijadikan sebagai bahan baku pengganti jikalau terjadinya kegagalan produksi,
bahan baku yang rusak dan sebagainya. Sedangkan kuantitas pemesanan yang di
lakukan PIMIT sebanyak 40.000 kg dengan interval pemesanan sebanyak 3 kali.
Jumlah ini sangat jauh lebih besar dari jumlah kebutuhan rata-rata pertahun.
Kondisi ini dapat mengakibatkan over stock yang akan berujung pada kerugian
bagi pihak perusahaan sendiri.
Untuk pemesanan kebutuhan bahan baku Natrium Carbonate dengan
menggunakan metode POQ diperoleh sebesar 18.551 untuk sekali pemesanan
dengan interval pemesanan sebanyak 2 kali dalam setahun. Adapun jumlah

93

kebutuhan Natrium Carbonate dalam setahun adalah 29.575 kg. Dengan interval
pemesanan berdasarkan metode POQ, maka jumlah kebutuhan Natrium
Carbonate dapat dipenuhi dengan efektif. Sedangkan dengan metode yang telah
diterapkan perusahaan, jumlah pemesanan sebesar 13.667 kg dengan interval
pemesanan sebanyak 3 kali dalam setahun. Jumlah ini memilki kelebihan yang
jauh lebih besar dari kebutuhan sehingga dapat menyebabkan terjadinya over
stock.

4.5.3 Analisis Perbandingan Total Biaya Persediaan (TIC)


Hasil

perhitungan

total

biaya

yang

harus

dikeluarkan

dalam

mengendalikan persediaan berdasarkan Metode perusahaan dan Metode POQ


dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.25 Perbandingan TIC Perusahaan Dengan Metode POQ
TIC (Metode
TIC (Metode
No
Bahan Baku
Satuan
Penghematan
Perusahaan)
POQ)
470.732.069, 378.207.424,
92.524.645,1
Ferrosulfat
Rp
181.346.385, 164.505.052,
2
Natrium Carbonate
Rp
16.841.333,Sumber : Perhitungan Peneliti (2015)

Besarnya Total Inventory Cost (TIC) ditentukan oleh biaya penyimpanan,


biaya pemesanan, dan biaya pembelian. Jumlah pemesanan persediaan yang tidak
efektif dan tidak efisien akan mempengaruhi biaya total yang dikeluarkan. Dari
tabel 4.25 dapat dilihat bahwa, dengan menggunakan metode POQ biaya total
persediaan yang harus dikeluarkan untuk pemesanan bahan baku Ferrosulfat
dalam tahun 2014 adalah Rp378.207.424,-. Sedangkan metode yang
diterapkan oleh perusahaan biaya yang dikeluarkan adalah sebesar

Rp

470.732.069,-. Dapat dilihat juga bahwa dengan menggunakan metode POQ,


biaya dapat dihemat sebesar Rp 92.524.645,-.
Adapun total biaya persediaan yang harus dikeluarkan untuk bahan baku
Natrium Carbonate dengan metode POQ adalah Rp 164.505.052,-.Sama
halnya dengan ferrosulfat, biaya ini jauh lebih efesien dibandingkan dengan
metode yang telah diterapkan oleh perusahaan sendiri yang memerlukan biaya
sebesar Rp 181.346.385,-. Metode POQ dapat menghemat biaya sebesar Rp
16.841.333,- dari biaya yang dikeluarkan perusahaan. Metode yang telah
94

diterapkan oleh perusahaan lebih condong pada pemborosan serta ketidak


seimbangan pengeluaran dan pendapatan yang akan berakibat menurunnya
keuntungan perusahaan.

4.5.4 Analisis Manajemen Pengendalian Waktu Produksi Untuk


Permintaan 140 Ton
Berdasarkan data aktual yang diberikan mengenai waktu proses operasi
yang dibutuhkan untuk memproduksi produk adsorben sulfur removal serta
beberapa pertimbangan lainnya, diperolehlah manajemen waktu baru yang dapat
diterapkan oleh PIMIT dalam upaya mencapai terget produksi sebesar 140 Ton.
Dari manajemen waktu yang telah diperbaiki, diperoleh bahwa waktu kerja dalam
sehari dengan sistem shift mampu memproduksi 3 batch. Dimana dari pagi-sore
hari memproduksi sebanyak 2 Ton, sedangkan malam-pagi hari memproduksi
sebanyak 1 Ton (karena kapasitas gudang yang terbatas untuk melakukan proes
oksidasi). Sehingga dalam satu minggu PIMIT akan mampu memproduksi
produknya sebanyak 12 batch dan mampu memproduksi

sebanyak 34

batch /bulan (rata-rata 11,5 ton/bulan).


Proses produksi dengan sistem ini, menjadikan jam malam lebih
produktif. Dengan manajemen ini juga, antara minggu yang satu dengan minggu
kedepannya saling terikat dalam proses produksi (proses finishing). Selain itu,
tenaga kerja di PIMIT rata-rata mampu mengoperasikan lebih dari satu mesin.
Dengan kemampuan tersebut, maka sangat kecil kemungkinan terjadinya waiting
time maupun idle time. Hal ini akan menjadi lebih efektif dan efesien.
Dengan kemampuan memproduksi tersebut serta ditambah dengan stock di
awal tahun 2015 sebanyak 35 Ton, maka diperoleh kapasitas produksi selama
setahun sebanyak 171 Ton (35 Ton + 136 Ton). Dari jumlah ini dapat dijadikan
stock diawal tahun 2016 sebanyakk 31 Ton. Dengan jumlah tersebut, maka terget
produksi 140 Ton dapat direalisasikan.

4.5.5 Analisis Perhitungan Jumlah Produksi Untuk Permintaan


140 Ton

95

Dalam memproduksi adsorben sulfur removal, disamping air, bahan baku


utama lainnya yang sangat berperan adalah ferrosulfat dan natrium carbonate.
Jumlah kedua bahan baku tersebut dicampurkan dengan jumlah yang telah
ditetapkan. Dalam memproduksi adsorben sukfur removal sebanyak 1 Ton produk
dibutuhkan bahan baku ferrosulfat sebanyak 3.300 kg dan natrium carbonate
sebanyak 1.272 kg. Berikut tabel 4.26 merupakan hasil proyeksi penggunaan
bahan baku untuk produksi 140 Ton produk.
Tabel 4.26 Hasil Proyeksi Penggunaan Bahan Baku Tahun 2015
Satua
Penggunaan Bahan Baku
No
Bulan
FeSO4
Na2CO3
n
1
Ke-1( Januari)
Kg
36.300
13.992
2
Ke-2 (Februari)
Kg
36.300
13.992
3
Ke-3 (Maret)
Kg
39.600
15.264
4
Ke-4 (April)
Kg
36.300
13.992
5
Ke-5 (Mei)
Kg
36.300
13.992
6
Ke-6 (Juni)
Kg
39.600
15.264
7
Ke-7 (Juli)
Kg
36.300
13.992
8
Ke-8 (Agustus)
Kg
36.300
13.992
9
Ke-9 (September)
Kg
39.600
15.264
10 Ke-10 (Oktober)
Kg
36.300
13.992
11 Ke-11(November)
Kg
36.300
13.992
12 Ke-12 (Desember)
Kg
39.600
15.264
Total
448.800
172.992
Sumber : Perhitungan Peneliti (2015)

Total
50.292
50.292
54.864
50.292
50.292
54.864
50.292
50.292
54.864
50.292
50.292
54.864
621.792

Berdasarkan hasil perhitungan manual, diperoleh jumlah bahan baku untuk


memproduksi 140 Ton produk sebanyak 621.792 kg, dengan jumlah bahan baku
ferrosulfat 448.800 kg dan natrium carbonate 172.992 kg.

Dengan jumlah

tersebut maka diperoleh rata-rata produksi dalam 1 bulan sebanyak 11,5 Ton
produk dengan kebutuhan bahan baku sebanyak 51 Ton/bulan.
Tabel 4.27 Kapasitas Gudang Bahan Baku dan Produk

96

Sumber : Perhitungan Peneliti (2015)

Berdasarkan tabel di atas dapat dianalisis bahwa kapasitas gudang bahan


baku dan produk untuk produksi 140 Ton dibutuhkan muatan di awal tahun
sebanyak 243 Ton, dengan jumlah bahan baku 209 Ton dan jumlah produk
sebanyak 35 Ton. Adapun maksimal kapasitas gudang selama proses produksi
dalam 1 tahun tersebut adalah sebanyak 314 Ton. Dengan jumlah bahan baku 177
Ton dan produk jadi 137 Ton. Keadaan ini terjadi pada bulan ke-10. Dapat
dianalisis juga bahwa produksi sebanyak 12 Ton terjadi pada bulan ke-3, bulan ke6, bulan ke-9, dan bulan ke 12. Sedangkan untuk bulan-bulan yang lainnya jumlah
produksi sebanyak 11 Ton produk.

4.5.6 Analisis Perhitungan Safety Stock Untuk Produksi 140 Ton


Hasil perhitungan safety stock untuk bahan baku pembuatan adsorben
sulfur removal dengan metode POQ ditampilkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 4.28 Safety Stock (SS) Metode POQ
Rata-Rata
No
Bahan Baku
Satuan
Kebutuhan (D)
Kg/bula
1
Ferrosulfat
37.400
n
Kg/bula
2
Natrium Carbonate
14.416
n
Sumber : Perhitungan Peneliti (2015)

Dengan kebutuhan rata-rata

bahan baku

SS (Metode
POQ)
5.120
1.974

ferrosulfat 37.400 kg/bulan

diperoleh nilai safety stock untuk bahan baku adalah sebesar 5.120 kg selama
periode produksi. Adapun safety stock untuk natrium carboante adalah sebesar
1.974 kg selama periode produksi dengan kebutuhan produksi rata-rata 13.568 kg/
bulan. Jumlah safety stock untuk masing-masing bahan baku tersebut tidak terlalu
besar dikarenakan jumlah produksi setiap bulan pada tahun 2015 masih dalam
keadaan stabil, tidak adanya produksi yang terlalu kecil maupun terlalu besar.
Dengan adanya Safety stock (persediaan pengaman) maka jika terjadi kondisikondisi tidak terduga seperti perubahan permintaan dari konsumen, keterlambatan
pengiriman bahan baku, kesalahan dalam proses produksi, dan lain sebagainya
selama lead time dapat dihadapi.

97

4.5.7 Analisis Perhitungan Kapasitas Pemesanan Untuk Produksi


140 Ton
Berikut tabel hasil perhitungan kuantitas pemesanan optimal untuk
ferrosulfat dan natrium carbonate untuk produksi 140 Ton dengan menggunakan
Metode POQ.
Tabel 4.29 Kuantitas Pemesanan Metode POQ
Rata-Rata
No
Bahan Baku
Satuan
kebutuhan (D)
Kg/bula
1
Ferrosulfat
37.400
n
Kg/bula
2
Natrium Carbonate
14.416
n
Sumber : Perhitungan Peneliti (2015)

Q (Metode
POQ)
139.560
73.067

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk pemenuhan kebutuhan


produksi 140 Ton produk, dengan kebutuhan rata-rata 35.200 kg/bulan, kapasitas
optimal pemesanan yang harus dilakukan terhadap bahan baku ferrosulfat adalah
sebanyak 139.560 kg untuk 1 periode produksi. Dengan total kebutuhan selama 1
tahun adalah 448.800 kg. Adapun untuk bahan baku natrium carbonate dengan
kebutuhan rata-rata perbulan sebesar 14.416 kg, akan dilakukan pemesanan
optimal sebanyak 73.067 kg untuk 1 periode produksi.

4.5.8 Analisis Perhitungan Total Biaya Persediaan Bahan Kimia


Untuk Produksi 140 Ton
Dari tabel berikut ini terlihat besarnya biaya total persediaan yang
dikeluarkan untuk kebutuhan produksi 140 ton adsorben sulfur ramoval.
Tabel 4.30 TIC Dengan Metode POQ
Kebutuhan Bahan Baku ( kg) TIC Metode POQ (Rp)
2.185.435.900,1
Ferrosulfat
448.800
2
Natrium Carbonate
172.992
969.358.720,3.154.794.620,Total
621.792
Sumber : Perhitungan Peneliti (2015)
No

Bahan Baku

Dari tabel 4.30 di atas dapat dilihat bahwa, dengan menggunakan metode
POQ biaya total persediaan yang harus dikeluarkan untuk pemesanan bahan baku
Ferrosulfat adalah Rp 2.185.435.900,-Adapun total biaya persediaan yang
harus dikeluarkan untuk bahan baku Natrium Carbonate dengan metode POQ
adalah Rp 969.358.720,-. Sehingga biaya total yang harus dikeluarkan untuk
98

persediaan bahan baku Ferrosulfat dan Natrium Carbonate untuk produksi 140
Ton produk pada tahun 2015 adalah Rp 3.154.794.620,-.
Besarnya Total Inventory Cost (TIC) ditentukan oleh biaya penyimpanan,
biaya pemesanan, dan biaya pembelian. Total biaya tersebut tidak hanya untuk
memproduksi produk 140 ton, tapi mampu memproduksi produk dengan jumlah
lebih yaitu sebesar 31 Ton. Biaya yang dikeluarkan untuk Ferrosulfat lebih besar
dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk bahan baku Natrium
Carbonate karena bahan baku Ferrosulfat dibutuhkan dalam jumlah yang lebih
banyak dibandingkan dengan bahan baku Natrium Carbonate dalam kegiatan
produksi meskipun harga bahan baku Ferrosulfat/kg sedikit lebih murah.

99

BAB V
PENUTUP
5.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan serta analisis mengenai Pengendalian

Persediaan FeSO4 dan Na2CO3 tahun 2014-2015 pada unit PIMIT dengan Metode
Period Order Quantity (POQ) untuk kegiatan produksi adsorben sulfur removal
pada PT. Pupuk Iskandar Muda, diperoleh beberapa kesimpulan antara lain:
1.

PIMIT melakukan pemesanan persedian saat mendapatkan project order


dengan perencanaan dan pengendalian jumlah pemesanan yang kurang
tepat. Sehingga timbulnya kondisi stock yang berlebih dan juga

2.

kekurangan stock, hingga berujung pada terhambatnya proses produksi.


Berdasarkan pemakaian bahan baku ferrosulfat dan natrium carbonate
selama 7 bulan pada tahun 2014, diperoleh rata-rata kebutuhan masing-

3.

masing bahan baku tersebut adalah 6.394 kg dan 2.465 kg/bulan.


Dalam perhitungan pengendalian persediaan bahan baku ferrosulfat di
bagian PIMIT, dengan menggunakan metode POQ diperoleh hasil yang
lebih efektif dan efisien

dibandingkan dengan metode yang telah

diterapkan perusahaan mengenai beberapa hal berikut:


a. Besarnya persediaan pengaman (safety stock ) dengan menggunakan
metode POQ diperoleh sebesar 19.505 kg selama periode produksi,
sedangkan dengan metode perusahaan tidak memiliki safety stock.
b. Kuantitas pemesanan optimal setiap kali pemesanan dengan
menggunakan metode POQ sebesar 48.118 kg dengan interval
pemesanan 2 periode produksi, sedangkan dengan metode perusahaan
sebesar 40.000 kg.

100

c. Dengan menggunakan metode POQ, besarnya total biaya yang harus


dikeluarkan untuk persediaan bahan baku ferrosulfat selama 1 tahun
adalah sebesar Rp 378.207.424,-, sedangkan biaya total yang telah
dikeluarkan perusahaan sendiri untuk persediaan bahan baku adalah
sebesar Rp 470.732.069,-. dengan menggunakan metode POQ,
4.

biaya dapat dihemat sebesar Rp 92.524.645,-.


Pada perhitungan pengendalian persediaan untuk bahan baku natrium
carbonate, dengan menggunakan metode POQ juga diperoleh hasil yang
lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan metode yang diterapkan
perusahaan mengenai beberapa hal berikut:
a. Besarnya persediaan pengaman (safety stock ) dengan menggunakan
metode POQ diperoleh sebesar 7.521 kg periode pemesanan,
sedangkan dengan metode yang telah ditarapkan, perusahaan tidak
memiliki safety stock.
b. Kuantitas pemesanan optimal setiap kali pemesanan dengan
menggunakan metode POQ sebesar 18.551 kg sedangkan dengan
metode perusahaan pemesanan optimalnya sebesar 13.667 kg.

c. Dengan menggunakan metode POQ, besarnya total biaya yang harus


dikeluarkan untuk persediaan bahan baku natrium carbonate adalah
sebesar Rp 164.505.052,-, sedangkan biaya total yang telah
dikeluarkan perusahaan sendiri untuk persediaan bahan baku tersebut
adalah sebesar Rp 181.346.385,-. Metode POQ dapat menghemat
biaya sebesar Rp 16.841.333,- dari biaya yang dikeluarkan
5.

perusahaan
Dalam upaya pencapaian terget produksi adsorben sulfur removal
sebanyak 140 Ton pada tahun 2015, bagian PIMIT mnerapkan sistem shift
untuk memperoleh jumlah produksi yang optimal sehingga kapasitas

6.

produk pada tahun 2015 sebesar 171 Ton.


Bahan baku ferrosulfat yang dibutuhkan untuk mencapai produksi 140 Ton
adalah sebanyak

448.800 kg

dengan kebutuhan rata-rata 37.400

kg/bulan . Pengendalian persediaan menggunakan metode POQ diperoleh


hasil sebagai berikut:
a. Safety stock sebesar 5.120 kg selama 1 kali periode produksi.

101

b. Besarnya pemesanan optimal dalam sekali pemesanan adalah sebesar


139.560 kg selama 1 kali periode produksi dengan frekuensi

c.
7.

pemesanan 4 kali dalam setahun.


Besarnya total biaya yang harus dikeluarkan PIMIT untuk persediaan

bahan baku ferrosulfat adalah sebesar Rp 2.185.435.900,-.


Bahan baku natrium carbonate yang dibutuhkan untuk mencapai produksi
140 Ton adalah sebanyak 172.992 kg, dengan kebutuhan rata-rata 14.416
kg/bulan . Pengendalian persediaan menggunakan metode POQ diperoleh
hasil sebagai berikut:
a. Safety stock diperoleh sebesar 1.974 kg selama periode produksi.
b. Besarnya pemesanan optimal dalam sekali pemesanan adalah sebesar
73.067 kg untuk satu periode produksi.

c.

Besarnya total biaya yang harus dikeluarkan PIMIT untuk persediaan


bahan baku natrium carbonate adalah sebesar Rp 969.358.720,-.

5.2

Saran
Berdasarkan hasil perhitungan serta analisis mengenai Pengendalian

Persediaan FeSO4 dan Na2CO3 tahun 2014-2015 pada unit PIMIT dengan Metode
Period Order Quantity (POQ) untuk kegiatan produksi adsorben sulfur removal
pada PT. Pupuk Iskandar Muda, saran yang dapat disampaikan diantaranya:
1. Sebelum melakukan kegiatan produksi dengan terget tertentu, pihak
PIMIT harus melakukan perencanaan dan pengendalin persediaan bahan
baku yang lebih baik lagi.
2. Dalam upaya peningkatan jumlah produksi di bagian PIMIT, sebaiknya
dilakukan penambahan

jumlah tenaga kerja, jam kerja, luas area,

peralatan, dan mesin.


3. Pada proses oksidasi produk adsorben sulfur removal seharusnya tidak

lagi dilakukan secara manual yang sangat bergantung pada keadaan cuaca
karena waktu penyelesaiannya akan sulit diprediksi.

102

Anda mungkin juga menyukai