Anda di halaman 1dari 8

PERAN SEKTOR PERTANIAN TERUTAMA BIDANG

AGROTEKNOLOGI DALAM PASAR BEBAS 2015

Disusun :
Yuyun Rahmadesi
201410200311017
Agroteknologi

Fakultas Pertanian & Peternakan


Universitas Muhammadiyah Malang
2014/2015
0

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pergeseran sistem ekonomi internasional yang bergerak ke arah pasar bebas
telah menimbulkan dampak yang sangat besar bagi perkembangan dan dinamika
suatu hubungan perdagangan antar negara. Akibatnya negara-negara dituntut untuk
dapat mengintegrasikan ekonomi nasionalnya menuju sistem pedagangan bebas.
Seperti halnya akan diberlakukan hubungan perdagangan ASEAN Economic
Community yang lebih populer disingkat AFTA (ASEAN Free Trade Area) pada awal
tahun 2015, dimana nantinya akan terjadi lalu-lintas perdagangan bebas khususnya
kawasan kelompok negara-negara dalam ASEAN menjadi tanpa kendala.
Pemberlakuan sistem AFTA merupakan wujud kesepakatan dan komitmen
dari negara-negara dalam kelompok Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara atau
Asian South East Ascociation Nation (ASEAN) agar segera terbentuk suatu kawasan
bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi di kawasan
regional dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia, serta dapat
menciptakan pasar bagi sekitar 500 juta penduduknya. Dengan demikian, AFTA dapat
diartikan sebagai kawasan perdagangan bebas bagi kelompok negara ASEAN, dengan
tidak akan ada lagi hambatan mengenai tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan
non tarif.
Prakarsa pembentukan AFTA dimulai pada saat terselenggaranya Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura pada tahun 1992 yang lalu, dimana
negara-negara ASEAN menyepakati pewujudan integrasi ekonomi kawasan yang
penerapannya mengacu pada ASEAN Economic Community (AEC) yang secara garis
besar ada 4 (empat) pilar utama dalam kesepakatan, antara lain: ASEAN sebagai
pasar tunggal, berdaya saing ekonomi tinggi, sebagai kawasan ekonomi merata, dan
sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global.

Indonesia termasuk negara berkembang yang berhak memperoleh


perlindungan dalam ketahanan pangan
Industri pangan di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat, sejalan
dengan makin meningkatnya pendapatan masyarakat, maka tuntutan terhadap mutu
produk olahan juga akan semakin meningkat. Persaingan produk antar negara
akhirnya tidak dapat dihindarkan. Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan
populasi yang tinggi, potensial untuk menjadi target market produk-produk impor.
Jika kualitas produk lokal tidak mampu bersaing dengan produk impor, maka
Indonesia tidak akan mampu bertahan dalam perdagangan bebas. Kualitas produk
sangat ditentukan oleh kualitas bahan pangan.
Tuntutan konsumen dan pasar global terhadap kualitas produk pangan lebih
ditujukan pada mutu yang sesuai dengan standar kesehatan berkaitan dengan adanya
cemaran selama penyediaan produk, pengolahan, maupun penyimpanan makanan.
Keamanan pangan bersifat dinamis dan bermanfaat baik dalam jangka waktu panjang
maupun jangka waktu pendek.

1.2 Tujuan
Tujuan dibuat makalah ini adalah untuk mengetahui tindakan pemerintah
dalam menghadapi pasar bebas 2015 mendatang dalam bidang pertanian terutama
pangan, faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keberhasilan Indonesia
menghadapi MEA 2015 serta peran ilmu agroteknologi yang perlu diterapkan untuk
pasar bebas 2015.

BAB II
2

PEMBAHASAN

Potensi defisit perdagangan, khususnya produk pertanian, akan makin besar


seiring pemberlakuan MEA 2015. Namun, Indonesia tidak dapat menghindari diri
dari pemberlakuan pasar bebas ASEAN itu. Sedangan dampak negatifnya bagi
Indonesia, keterbukaan bisa menyebabkan serbuan impor terutama pangan dalam arti
luas semakin membesar. Inilah yang harus diperhatikan pemerintah agar produkproduk pertanian tidak tergilas oleh produk impor.
Menghadapi penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015,
Indonesia mengusulkan tiga komoditas pertanian dikecualikan dalam klausul
perdagangan bebas. Ketiga komoditas itu adalah beras, gula dan produk peternakan
ungags. Pengenaan instrumen kepada tiga komoditas itu diyakini mampu menangkal
serbuan produk pertanian impor seiring penerapan pasar bebas Asean. Indonesia tidak
akan mengajukan usulan proteksi. Upaya peningkatan mutu kualitas dan kuantitas
produksi lebih diutamakan. Selain itu, menghadapi ASEAN Economic Community
(AEC) 2015, sektor pertanian didorong untuk memperkuat perdagangan intra dan
ekstra ASEAN dan daya saing produk. untuk meningkatkan daya saing komoditas
pertanian tidak saja ditentukan oleh mutu produk yang baik, tetapi juga dituntut harga
produk yang kompetitif serta ramah lingkungan dalam proses produksinya. Untuk itu,
penggunaan sumber daya yang efisien, teknologi yang tepat guna serta komitmen
yang tinggi dari seluruh pemangku kepentingan sangat diperlukan. Pelaksanaan MEA
sebetulnya mengalami proses yang sangat panjang. Inisiatif umum dimulai jauh hari,
tapi karena sesuatu hal yang menyangkut struktur sistem pertanian Indonesia,
membuat posisi pertanian Indonesia saat ini lebih rendah dibandingkan dengan
Thailand dan Vietnam, disusul Myanmar dan Kamboja. Namun, untuk produk
unggulan hortikultura, Indonesia memiliki mangga, manggis, dan salak yang sudah
diekspor ke Australia dan Selandia Baru. Sedangkan sektor perkebunan Indonesia
punya kelapa sawit dan kopi. Untuk menghadapi MEA 2015 bidang pertanian tidak
bisa hanya mengandalkan produksi saja, tetapi kualitas dan inovasi teknologi.

Disinilah peran agroteknologi dibutuhkan. Upaya yang telah dilakukan Kementan


dalam menghadapi MEA antara lain menyepakati harmonisasi standar sertifikasi
proses dan produk pertanian. Jadi, semua produk yang diperdagangkan harus siap. Di
lingkup Kementan, telah siapkan sosialisasi dan pendampingan pada para petani
Strategi Tingkatkan Daya Saing
diperlukan ketegasan pemerintah dengan menciptakan kebijakan-kebijakan yang
sangat pro rakyat. Seperti mengatur kembali tata niaga pangan, mematok harga dasar
atau harga pokok pangan yang menguntungkan petani dan konsumen. Bagaimanapun
harga dasar pangan tidak boleh tergantung kepada harga internasional dan tidak
berkorelasi langsung dengan ongkos produksi dan keuntungan di Indonesia, ataupun
dengan memperlancar distribusi hasil pertanian dengan siklus yang pendek, sehingga
dapat tersalurkan ke seluruh penjuru Nusantara dengan harga yang terjangkau sampai
ke tangan masyarakat. Sesungguhnya dengan potensi sumber daya alam dan sumber
daya manusia yang potensial Indonesia patut optimistis bisa melakukan ekspor
pangan bukan sebaliknya menjadi negara importir pangan.
Lalu upaya-upaya apa saja yang sekiranya bisa ditempuh agar petani di Indonesia
dalam rangka menghadapi pemberlakuan AEC 2015 nanti, diantaranya adalah :
1. Pemerintah dan pihak-pihak terkait harus segera menganalisa kekuatan dan
kelemahan di sektor pertanian dan membuat rumusan.
2. Perlu adanya sosialisasi intensif mengenai pemberlakuan AEC dan strategi
untuk menghadapinya, kepada petani yang dibuat dengan bahasa sederhana
agar mudah diterima petani.
3. Menemukan teknologi efisien, yang bertujuan untuk menghasilkan produk
dengan BEP rendah. BEP serendah mungkin bila dibandingkan dengan
komoditas yang sama dari negara pesaing, sehingga harga jual produk
pertanian Indonesia dipasaran bisa lebih terjangkau. Bagaimana hal ini dapat

dicapai, salah satunya adalah dengan kembali menerapkan prinsip sistem


pertanian

organik

dimana

selain

dapat

menjaga

kelestarian

ekosistem/lingkungan juga dapat meningkatkan produktivitas. Selain itu dapat


ditempuh dengan melakukan penerapan SOP/GAP spesifik lokasi dan
komoditas.
4. Membangun

dan memperkuat

kelembagaan

gapoktan/kelompok

tani.

Kemampuan teknik budidaya dan manajemen petani yang masih rendah harus
ditingkatkan, dan hal ini tidak lepas dari peran serta petugas dan pemerintah.
Petani diajarkan bagaimana caranya berbudidaya yang baik, menguntungkan
dan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga tani itu sendiri.
5. Menjalin kerjasama/kemitraan dan jejaring pasar secara nasional. Harus ada
kemitraan yang kuat antar wilayah-wilayah pertanian di Indonesia. Serta perlu
pengembangan sentra/daerah kawasan dengan komoditas spesifik lokasi.
6. Membangun rasa cinta/semangat nasionalisme terhadap produk pertanian
nasional. Di DIY hal ini sudah mulai dilakukan di Kabupaten Kulonprogo
dengan semboyannya Bela dan Beli Kulonprogo.
7. Menerapkan standar mutu internasional dalam rangka peningkatan kualitas
produk, kuantitas dan kontinuitas.
Harapannya dengan persiapan yang tepat maka produk pertanian Indonesia akan tetap
eksis tidak kalah bersaing dengan produk pertanian dari negara ASEAN lainnya.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dari uraian di atas menunjukkan pentingnya peningkatan


dalam industri pangan sebagai jaminan keamanan pangan serta
jaminan

pengendalian

mutu

pangan.

Dengan

diadakannya

pembenahan di setiap industri pangan terutama dalam UMKM, hal


tersebut dapat memudahkan sistem pengawasan dan dapat
diharapkan

dengan

optimis

bahwa

Indonesia

cukup

siap

menghadapi Pasar ASEAN 2015 mendatang maupun menjaga


kualitas, meningkatkan kuantitas dan meningkatkan keamanan
produk

pangan

dalam

negeri.

Untuk

mengantisipasi

pelaksanaannya dalam industri pangan perlu dipertimbangkan


beberapa hal, diantaranya:
1. Proses produksi harus jelas, kondisi setiap tahapa proses
disesuaikan dengan mutu produk yang akan dihasilkan,
sehingga pengendalian proses juga terarah.
2. Perlu ditingkatkannya standar mutu pangan terutama
dalam

penerapan

program

Good

Manufacturing

Practices (GMP) yaitu cara berproduksi yang baik untuk


menghasilkan produk makanan yang aman dan bermutu
sesuai dengan standar yang diacu.
3. Pemerintah dan para pelaku UMKM
bekerjasama untuk
UMKM

berbasis

pengembangan
akses

saling

terus mendorong pengembangan


HACCP

akses

pemasaran,

harus

kompetensi,

dan
6

antara

akses

lain
akses

modal

melalui
teknologi,

serta

dapat

mendorong peran institusi pengawas, industri pangan


hingga perguruan tinggi jika diperlukan adanya tenaga
professional agar HACCP dapat berjalan baik.

Anda mungkin juga menyukai