Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Pertama penulis mengucapkan puji dan syukur Penulis kepada Allah SWT atas rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial tentang Solusio
Plasenta tepat pada waktunya. Adapun pembuatan makalah ini adalah sebagai salah
prasyarat penulis untuk kelulusan dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kandungan dan
Kebidanan di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing,
dr. Kalsah Nugroho Ariyanto K, Sp.OG yang telah memberikan bimbingannya dalam proses
penyelesaian makalah ini.
Demikian makalah ini dituliskan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya. Penulis mohon maaf apabila pada penulisan masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu penulis menghimbau agar para pembaca dapat memberikan saran dan
kritik yang membangun dalam perbaikan makalah ini.

Jakarta, September 2015

SOLUSIO PLASENTA

1. Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi
normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir .
Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur
plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir

(2)

. Jika separasi ini

terjadi di bawah kehamilan 20 minggu maka mungkin akan didiagnosis sebagai abortus
imminens

(5)

. Sedangkan Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio

plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir,
dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat
janin di atas 500 gram .

Gambar 1.Solusio Plasenta (Placental abrubtion).


2. Klasifikasi
a. Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta

(5)

1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.


2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.
b. Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan (3):
1. Solusio plasenta dengan perdarahan keluar
2

2. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma


retroplacenter
3. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .
c. Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio
plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu

(2)

1. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan,
janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma
lebih 150 mg%.
2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat
janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen
plasma 120-150 mg%.
3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati,
pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan

3. Epidemiologi
Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan. Literatur lain
menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio plasenta berat 1
dalam 500-750 persalinan . Slava dalam penelitiannya melaporkan insidensi solusio plasenta
di dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa tidak ada angka pasti
untuk insiden solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria menegakkan diagnosisnya
(8)

Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus dalam 500


persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas tinggi, terjadi pula
penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan

(2)

. Menurut hasil

penelitian yang dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio plasenta di
3

Amerika Serikat menjadi sebab kematian bayi . Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh
Ducloy di Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio
plasenta .
Cunningham di Amerika Serikat melakukan penelitian pada 763 kasus kematian ibu hamil
yang disebabkan oleh perdarahan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. 1 Kematian ibu hamil yang disebabkan perdarahan (2) .
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Pada

Penyebab Perdarahan
Sampel
(%)
Solusio Plasenta
141
19
Laserasi/ Ruptura uteri
125
16
Atonia Uteri
115
15
Koagulopathi
108
14
Plasenta Previa
50
7
Plasenta Akreta/ Inkreta/ Perkrata
44
6
Perdarahan Uterus
44
6
Retained Placentae
32
4
tabel 2. 1 diketahui bahwa solusio plasenta menempati tempat pertama sebagai

penyebab kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan dalam masa kehamilan

(2)

Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto
Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta didapat angka 2% atau 1 dalam 50 persalinan.
Antara tahun 1968-1971 solusio plasenta terjadi pada kira-kira 2,1% dari seluruh persalinan,
yang terdiri dari 14% solusio plasenta sedang dan 86% solusio plasenta berat. Solusio
plasenta ringan jarang didiagnosis, mungkin karena penderita terlambat datang ke rumah
sakit atau tanda-tanda dan gejalanya terlalu ringan sehingga tidak menarik perhatian
penderita maupun dokternya (5).
Sedangkan penelitian yang dilakukan Suryani di RSUD. DR. M. Djamil Padang dalam
periode 2002-2004 dilaporkan terjadi 19 kasus solusio plasenta dalam 4867 persalinan
(0,39%) atau 1 dalam 256 persalinan .

4. Etiologi
4

Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor
yang menjadi predisposisi :
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia . Pada
penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio
plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit
hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio
plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu (2,3).
2. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
- Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
- Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau
tindakan pertolongan persalinan.
- Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
Dari penelitian yang dilakukan Slava di Amerika Serikat diketahui bahwa trauma yang terjadi
pada ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, dan lain-lain) merupakan penyebab 1,5-9,4% dari
seluruh kasus solusio plasenta

(9)

. Di RSUPNCM dilaporkan 1,2% kasus solusio plasenta

disertai trauma (5).


3. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83
kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18
pada primipara. Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio
plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi
paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium (2,3,5).
4. Faktor usia ibu
5

Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan


kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan
karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun (1,2,3,5).
5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila
plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma (3).
6. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan
katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah
uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara
definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar
antara 13-35% .
7. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai
dengan 25% pada ibu yang merokok 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada
ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada
mikrosirkulasinya . Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio
plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan.
8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta
adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta
sebelumnya (3).
9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior
dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain (6).

5. Patogenesis.
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan
terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium
atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan
perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus (2,3).

Gambar 2. 2 Plasenta normal dan solusio plasenta dengan hematom


subkhorionik.
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak jaringan
plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan tandanya pun
belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta
didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna
kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak terkontrol karena
otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk membantu
dalam menghentikan perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik akan
menjadi bertambah besar, kemudian akan medesak plasenta sehingga sebagian dan
akhirnya seluruh plasenta akan terlepas dari implantasinya di dinding uterus. Sebagian
darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar melalui vagina, darah juga
7

dapat menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau mengadakan ekstravasasi di antara
otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat akan terjadi suatu kondisi
uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana pada kondisi ini
dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus terdapat bercak-bercak berwarna
biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus Couvelaire) akan terasa sangat
tegang, nyeri dan juga akan mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus
yang sangat diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi
perdarahan post partum yang hebat (3,5).
Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan tromboplastin
yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler
dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu
jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi
gangguan pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh
lainnya (5).

6. Gambaran Klinis
Gambaran

klinis

dari

kasus-kasus

pengelompokannya menurut gejala klinis

solusio
(2,5)

plasenta

diterangkan

atas

1. Solusio plasenta ringan


Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan
sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam,
warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak
tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah
diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin
8

tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan
adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitamhitaman (2,5).
2. Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi belum dua per
tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta
ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang
tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan
pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml.
Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup
mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan
nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup,
bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah
terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat

(2,5)

3. Solusio plasenta berat


Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba.
Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat
tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan
keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi.
Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan
darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal (2,5,7).

7. Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang
terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung.
9

Komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu:


1. Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat
dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah
diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus
yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya
kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak
sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat (2,3).
Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan
segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan
kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi
akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok
perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan
petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan
tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan
mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan
yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga
dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan .
2. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio
plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang
terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat
ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan
pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau
10

nekrosis korteks ginjal mendadak

(2,5)

. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan

pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta
berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya,
pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan
mengatasi kelainan pembekuan darah (2).
3. Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh
hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPNCM
dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta
yang ditelitinya

(5)

Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%,
berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg%
maka akan terjadi gangguan pembekuan darah (2,5).

11

Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase :


a.

Fase I

Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan darah, disebut
disseminated

intravasculer

clotting.

Akibatnya

ialah

peredaran

darah

kapiler

(mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan karena
pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi consumptive. Diduga
bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan
intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan
jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat
menyebabkan oliguria/anuria .
b. Fase II
Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk membuka kembali
peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis.
Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen
sehingga terjadi perdarahan patologis . Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah
harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan
darah merupakan cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan laboratorium lainnya
memerlukan waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita
saat itu (2).
4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di
bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini
menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau
ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau
tidak, tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan .
12

Komplikasi yang dapat terjadi pada janin :


1. Fetal distress
2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan
3. Hipoksia dan anemia
4. Kematian

8. Diagnosis
Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai
contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum begitu
luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan
eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai
akibat langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi
mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat
kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang
tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat (2,3).
Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan pada 59 kasus
solusio plasenta dilaporkan gejala dan tanda pada solusio plasenta (2,3) :

13

Tabel 2. 2 Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta


No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Tanda atau Gejala

Frekuensi (%)

Perdarahan pervaginam
78
Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang
66
Gawat janin
60
Persalinan prematur idiopatik
22
Kontraksi berfrekuensi tinggi
17
Uterus hipertonik
17
Kematian janin
15
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala atau

tanda dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.


Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta klasik
umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya pada bentuk solusio
plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat
pada perut yang datangnya cepat disertai uterus yang tegang terus menerus seperti papan,
penderita menjadi anemia dan syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan pada
pemeriksaan palpasi perut ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian janin.
Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain :
1. Anamnesis (5)
- Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menunjukkan tempat yang
dirasa paling sakit.
- Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong (non-recurrent)
terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman .
- Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak
lagi).
- Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu terlihat anemis yang
tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.
- Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
2. Inspeksi (5)
14

- Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.


- Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
- Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
3. Palpasi (5)
- Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
- Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu
his maupun di luar his.
- Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
- Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
4. Auskultasi (5)
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas 140,
kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari satu
per tiga bagian.
5. Pemeriksaan dalam
- Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
- Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his
maupun di luar his.
- Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah
dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini sering meragukan dengan
plasenta previa.
6. Pemeriksaan umum (5)
- Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler,
tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil dan
filiformis.
7. Pemeriksaan laboratorium
15

- Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.
- Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pada
solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka
diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen
(fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).
8. Pemeriksaan plasenta .
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian
plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya
menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.
9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :
- Terlihat daerah terlepasnya plasenta
- Janin dan kandung kemih ibu
- Darah
- Tepian plasenta

Gambar 2. 3 Ultrasonografi kasus solusio plasenta.

9. Terapi
16

Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala
klinis, yaitu:
a. Solusio plasenta ringan
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan
(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring
dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan

(2)

Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin
jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka
kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati
lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan

(4)

b. Solusio plasenta sedang dan berat


Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah
sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria (5).
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi
sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan (5). Amniotomi akan
merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga
dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin
ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari
hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga
dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki
kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan (3,4).
Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang terjadi adalah
nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat tertolong dengan penanganan
yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada
tahap oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya
17

dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin
dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi
menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang,
pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan
persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan
pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena
itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan
pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat
mencegah kelainan pembekuan darah.
Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi
jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka
satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria (5).
Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan
tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan
histerektomi perlu dilakukan (5).

10. Prognosis
Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya
perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya
perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta sampai selesainya persalinan. Angka
kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat berkisar antara 0,5-5%. Sebagian besar
kematian tersebut disebabkan oleh perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal (5).
Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian. Tetapi ada
literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar antara 50-80%. Pada
18

kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin tergantung pada luasnya plasenta
yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio plasenta berlangsung dan usia kehamilan.
Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus
tertentu tindakan seksio sesaria dapat mengurangi angka kematian janin (5).

DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S, Hanifa W. Kebidanan Dalam Masa Lampau, Kini dan Kelak. Dalam: Ilmu
Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 3-21.
2. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. Obstetrical
Haemorrhage. Wiliam Obstetrics 21 th edition. Prentice Hall International Inc Appleton.
Lange USA. 2001; 819-41.
3. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R Prajitno
Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya: Airlangga University
Press, 2001; 456-70.
4. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003. 518-20.
5. Rachimhadhi T. Perdarahan Antepartum. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 362-85.
19

6. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum. Bagian


Obstetri danGinekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.

20

Anda mungkin juga menyukai