Hhdhdhbaksdkjs
Hhdhdhbaksdkjs
TINJAUAN PUSTAKA
1.
30-59 mL/min/1.73.
d. Tahap kedua (stage 4)
Reduksi LFG sangat banyak berkurang yaitu 15-29 mL/min/1.73.
e. Tahap kedua (stage 5)
Telah terjadi gagal ginjal dengan LFG yaitu <15 mL/min/1.73.
(Arora, 2009).
1. 3. Etiologi gagal ginjal kronik
Penyebab penyakit gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu
penyakit diabetik, penyakit ginjal non diabetik dan penyakit ginjal transplan. Pada
ginjal diabetik dapat disebabkan oleh diabetes tipe 1 dan 2. penyebab pada
penyakit ginjal non diabetik adalah penyakit glomerulus (penyakit autoimun,
infeksi sistemik, neoplasia), penyakit vaskuler (penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi dan mikroangiopati) penyakit tubulointerstisial (infeksi saluran kemih,
batu obstruksi dan toksisitas obat) dan penyakit kistik (penyakit ginjal polikistik).
Pada penyakit ginjal transplan dapat disebabkan oleh rejeksi kronik, toksisitas
obat, penyakit rekuren dan glomerulopati transplan (Suhardjono, 2003 dikutip dari
Susalit).
Krause (2009) menambahkan bahwa penyebab dari gagal ginjal kronik
sangat beragam. Pengetahuan akan penyebab yang mendasari penyakit penting
diketahui karena akan menjadi dasar dalam pilihan pengobatan yang diberikan.
Penyebab gagal ginjal tersebut diantaranya meliputi :
a. Penyebab dengan frekuensi paling tinggi pada usia dewasa serta anak-anak
adalah glomerulonefritis dan nefritis interstitial.
b. Infeksi kronik dari traktus urinarius (menjadi penyebab pada semua golongan
usia).
c. Gagal ginjal kronik dapat pula dialami ana-anak yang menderita kelainan
kongenital seperti hidronefrosis kronik yang mengakibatkan bendungan pada
aliran air kemih atau air kemih mengalir kembali dari kandung kemih.
d. Adanya kelainan kongenital pada ginjal.
e. Nefropati herediter.
f. Nefropati diabetes dan hipertensi umumnya menjadi penyebab pada usia
dewasa.
g. Penyakit polisistik, kelainan pembuluh darah ginjal dan nefropati analgesik
tergolong penyebab yang sering pula.
h. Pada beberapa daerah, gangguan ginjal terkait dengan HIV menjadi penyebab
yang lebih sering.
10
11
12
2) Nyeri dada dan sesak nafas, akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit
jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung
akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
3) Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan
kalsifikasi metastastatik.
4) Edema akibat penimbunan cairan.
f. Endokrin
Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan seksual,
libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan metabolisme
vitamin D.
g. Gangguan Sistem Lain
1) Tulang
Osteodistrofi
renal,
yaitu
osteomalasia,
osteitis
fibrosa,
13
14
2. Hemodialisa
2.1. Definisi
Hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah
pasien melewati membran semipermiabel (alat dialisa) ke dalam dialisat. Alat
dialisa juga dapat digunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan.
Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik
menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit
larutan) membrans (Tisher & Wilcox, 1995).
15
16
diberikan oleh mesin dialisa disamping jumlah darah yang melalui membran
dialisa dalam waktu 1 menit.
Dengan demikian hemodialisa dapat dibagi menjadi dua cara yaitu
konvensional hemodialisa dan difisiensi tinggi (high dificiency). Pada cara
konvensional hemodialisa dimana darah dan dialisa berdasarkan arus yang
berlawanan (countercurent) dengan kecepatan 300-500 cc/menit. Cairan dialisa
hanya sekali melalui membran dialisa dan dibuang sesudah sekali pakai. Efisiensi
dari hemodialisa dapat diperbesar dengan membran yang lebih porus terhadap air
dan cairan. Dan cara difisiensi tinggi atau (high dificiency) serta aliran tinggi (high
flux). Konfisiensi ultrafiltrasi dapat dinaikkan menjadi lebih 10 kali dan kurang
dari 20 cc/mm/Hg/jam. Pada high flux hemodialisa maka membrana dialisat lebih
porus dan koefisiensi ultrafiltrasi dapat dinaikkan sampai 20 cc/mm/Hg/jam.
2. 3. Komplikasi hemodialisa
Hemodialisa dapat memperpanjang usia meskipun tanpa batas yang jelas,
tindakan ini tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang
mendasari dan juga tidak akan mengembalikan seluruh fungsi ginjal. Komplikasi
yang dapat terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa meliputi ketidak
seimbangan cairan, hipervolemia, hipovolemia, hipertensi, hipotensi, ketidak
seimbangan elektrolit, infeksi, perdarahan dan heparinisasi dan masalah-masalah
peralatan yaitu aliran, konsentrasi, suhu dialisat, aliran kebocoran darah dan udara
dalam sikuit dialisa (Hudak & Gallo, 1996).
Tindakan hemodialisa dapat menyebabkan timbulnya berbagai komplikasi
yang berasal dari pemasangan kateter di pembuluh darah, berhubungan dengan air
17
perdarahan,
terbentuknya
embolisme,
hematoma,
robeknya
arteri,
hemotorak,
18
signifikan menyebabkan seseorang menjadi sakit atau terluka (Ayers, Bruno dan
Langford, 1999).
Pola hidup merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi
kesehatan seseorang. Perilaku untuk meningkatkan kesehatan dapat dikontrol dan
dipilih. Pilihan seseorang terhadap sehat tidaknya aktivitas yang dilakukan
dipengaruhi oleh faktor sosiokultural karakteristik individu. Perilaku yang bersifat
negatif terhadap kesehatan dikenal dengan faktor resiko (Kozier, 2004).
3. 2. Pola hidup yang Mempengaruhi Kesehatan
Potter dan Perry (2005) mengemukakan bahwa ada kegiatan dan perilaku
yang dapat memberikan efek terhadap kesehatan. Cara pelaksanaan kegiatan yang
berpotensi memberikan efek negatif antara lain makan berlebihan atau nutrisi
yang buruk, kurang tidur dan istirahat, dan kebersihan pribadi yang buruk.
Kebiasaan lain yang beresiko menyebabkan seseorang menderita penyakit yaitu
kebiasaan merokok atau minum-minuman beralkohol, penyalahgunaan obat, dan
kegiatan berbahaya seperti skydiving serta mendaki gunung. Individu dengan
kebiasaan yang dapat pula menimbulkan sakit yaitu kebiasaan berjemur di bawah
matahari yang meningkatkan resiko kanker kulit, dan kelebihan berat badan dapat
meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler.
Lebih lanjut Potter dan Perry (2005) mengemukakan berbagai stres akibat
krisis kehidupan dan perubahan gaya hidup. Stres emosional dapat menjadi faktor
risiko bila bersifat berat, terjadi dalam waktu yang lama atau jika seseorang yang
mengalaminya tidak mempunyai koping yang adekuat dapat meningkatkan
peluang terjadinya sakit. Stres dapat terjadi karena peristiwa kehidupan seperti
19
20
salah satu faktor risiko yang memicu timbulnya diabetes mellitus. Peningkatan
penderita diabetes akan meningkatkan jumlah penderita penyakit ginjal akibat
komplikasi dari diabetes yaitu nefropati diabetes (Francis, 2008).
Hal yang senada dikemukakan oleh Iseki (2005) yang melakukan
investigasi terhadap faktor-faktor yang mendukung terjadinya gagal ginjal
terminal melalui pemeriksaan status ginjal (renal outcome). Pemeriksaan tersebut
menemukan bahwa nutrisi yang berlebihan menjadi salah satu faktor risiko yang
mendukung timbulnya gagal ginjal kronik dan gagal ginjal terminal.
Konsumsi diet yang berlebihan menyebabkan kenaikan berat badan yang
tidak terkontrol dimana merupakan faktor resiko timbulnya berbagai penyakit.
Studi di Jepang menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang diukur dengan
Body Mass Index (BMI) merupakan parameter yang signifikan berhubungan
dengan kejadian gagal ginjal kronik. Hal ini disebabkan setiap kenaikan dari BMI
akan diikuti oleh kenaikan tekanan darah, lipid serum serta kadar glukosa darah.
Setiap peningkatan BMI akan diikuti dengan peningkatan risiko mengalami gagal
ginjal kronik. Walaupun mekanisme yang mendasari hubungan peningkatan BMI
dengan gagal ginjal kronik tidak begitu dimengerti namun diestimasi bahwa
kejadian tersebut ada kaitannya dengan aktivasi sistem renin angiotensin,
peningkatan
aktifitas
nervus
simpatis,
terjadi
resistensi
insulin
atau
21
tekanan darah. Selain itu penderita obesitas lebih resisten terhadap pengobatan
untuk menurunkan tekanan darah. Peningkatan berat badan yang berlebihan telah
mendukung peningkatan kadar leptin, volume ekspansi, sesak waktu tidur dan bila
peningkatan tekanan darah tidak dikontrol akan mempercepat ginjal kehilangan
fungsinya. Peningkatan risiko gagal ginjal kronik pada individu obesitas terjadi
melalui beberapa mekanisme. Salah satu mekanisme yang berhubungan adalah
peningkatan kadar leptin menyebabkan kerusakan dari sistem kardiovaskuler
ginjal yang merupakan kontribusi signifikan dari patogenesis hipertensi dan
diabetes karena obesitas (Ronco dkk, 2008).
Individu yang memiliki berat badan yang berlebihan atau overweight
karena pola diet yang tidak tepat ditemukan lebih banyak yang menjalani terapi
hemodialisa karena gagal ginjal terminal dibandingkan pasien yang memiliki berat
badan normal atau kurang. Studi yang dilakukan terhadap 1010 pasien
memperlihatkan, bila dilihat dari berat badan maka 47,9% pasien mempunyai
kelebihan berat badan, 40,2% memiliki berat badan normal dan 11,9% memiliki
berat badan di bawah standar untuk usia dan jenis kelaminnya (Salahudeen dkk,
2004).
3.2.1. Aktifitas fisik/olahraga
Manfaat yang dapat diperoleh dari aktifitas fisik yang dilakukan secara
teratur telah banyak dilaporkan. Aktifitas fisik yang dilakukan secara teratur
selama 30 menit setiap hari minimal 3 kali dalam seminggu akan membantu
memperpanjang umur harapan hidup dan menurunkan angka kesakitan dan
kematian karena penyakit (Ramadhan, 2008).
22
Olah raga yang teratur akan membantu menjaga tubuh tetap sehat dan
bugar karena kalori terbakar setiap hari serta mengendurkan semua otot yang
kaku. Olahraga dapat membantu meningkatkan kekuatan tulang, kekebalan tubuh,
menguatkan paru-paru, menurunkan emosi negatif, mempercantik tubuh dan kulit,
menambah tenaga, mengurangi dampak proses penuaan, serta membantu tidur
nyenyak. Dampak olah raga tersebut akan dirasakan bila olah raga minimal
aerobik dilakukan 3-5 kali seminggu selama 30 menit dengan pemanasan terlebih
dahulu (Ramadhan, 2008).
Sesuai dengan pernyataan Ayers, Bruno dan Langford (1999) bahwa pola
hidup yang cenderung meningkatkan resiko menderita penyakit dilihat dari
aktifitas fisik adalah individu yang lebih banyak duduk, tidak berolah raga atau
melakukan olah raga tidak teratur atau frekuensi latihan fisik tidak mencapai 30
menit dengan aktifitas minimal 3 kali dalam satu minggu.
Individu yang memiliki aktifitas fisik rendah beresiko mengalami beragam
penyakit seperti diabetes, hiperlipidemia, hipertensi, dan obesitas yang merupakan
faktor-faktor risiko terhadap penyakit kardiovaskuler, gagal ginjal kronik dan
gagal ginjal terminal. Hal ini diestimasi berdasarkan studi epidemiologi terhadap
faktor risiko penyakit tidak menular dan serangkaian pemeriksaan kesehatan
terhadap individu yang mengalami penyakit ginjal terkait dengan peningkatkan
prevalensi penyakit gagal ginjal kronik di Jepang. Adanya hubungan antara gagal
ginjal kronik dan gaya hidup yang berisiko akan membantu dalam meningkatkan
upaya-upaya pencegahan penyakit gagal ginjal kronik dan gagal ginjal terminal
(Iseki, 2005).
23
24
tetap merokok. Perokok yang telah berhenti berisiko 1,08 kali menderita gagal
ginjal kronik sedangkan yang memilih untuk tetap merokok 2,4 kali lebih
mungkin mengalami gagal ginjal kronik (Shankar dkk, 2006).
Mekanisme seseorang mengalami gagal ginjal kronik yang berlanjut
menjadi gagal ginjal terminal yang diinduksi oleh rokok, terjadi melalui tiga cara.
Mekanisme
pertama
yaitu
melalui
nonhemodinamik
(Nonhemodynamic
25
ginjal pada perokok yang berat, hiperplasia arteri intra renal, penebalan dinding
arteri yang memicu nefrosklerosis dan kerusakan-kerusakan lainnya (Orth dan
Hallan, 2008).
Selain rokok, menurut studi terhadap pasien yang menderita gagal ginjal
kronik yang kemudian mengalami gagal ginjal terminal, ditemukan zat-zat lain
yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan ginjal. Zat tersebut diantaranya
yaitu obat anti nyeri. Observasi yang dilakukan selama 2 tahun memperlihatkan
pasien yang telah mengkonsumsi obat anti nyeri secara tidak tepat (lebih dari satu
pil dalam seminggu) sepanjang kurun waktu 2 tahun atau lebih untuk
menghilangkan rasa sakit beresiko mengalami kerusakan ginjal. Lebih lanjut
ditemukan, pasien yang bekerja dalam waktu lama pada sektor industri, lebih
mungkin mengalami gagal ginjal dibandingkan sektor lain. Sektor industri yang
paling tinggi frekuensi penderitanya yaitu automobil (51%), diikuti pekerja
konstruksi (17%), pengecoran logam (9%) dan pekerja rumah sakit (6%)
(Steenland dkk, 2005).