Anda di halaman 1dari 9

1

PENGELOLAAN KEUANGAN SEBAGAI ALAT PENGENDALIAN


KINERJA MANAJEMEN MUTU PUSKESMAS
Oleh
drg. Fuad Fatkhurrohman, SE.Akt, MPH
(Dokter Gigi Puskesmas Bejen)
Pelayanan Puskesmas pada dasarnya harus mencakup aspek masyarakat
luas. Puskesmas sebagai organisasi pelayanan publik memiliki fungsi melayani
publik, dalam bentuk melayani dan mengatur

kebutuhan masyarakat dalam

bidang kesehatan. Sejak tahun 1999, reformasi yang berkaitan dengan Puskesmas
mulai dikaji karena masyarakat menginginkan peningkatan kualitas pelayanan
publik yang mereka terima serta dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat.
Hasil kajian manajemen beberapa Puskesmas diketahui bahwa: visi dan misi baru
Puskesmas di era desentralisasi kurang dihayati oleh pimpinan dan staf
Puskesmas, penurunan kunjungan yang turun, waktu kerja Puskesmas yang tidak
efektif, pemanfaatan ruang rawat inap di beberapa Puskesmas yang tidak efisien,
beban program dan kerja yang dibebankan sangat banyak, serta belum adanya
sistem informasi manajemen Puskesmas (SIMPUS) untuk menunjang proses
penyusunan rencana strategis Puskesmas (Muninjaya, 2004). Padahal, reformasi
Puskesmas seharusnya ada upaya yang berkelanjutan, menyeluruh, terpadu,
sistematis, dan objektif sampai masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan
yang bermutu.
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan yang memuaskan
pelanggan (internal, eksternal, intermediate) dan sesuai standar (dalam bidang
kesehatan medis, keperawatan, profesi lain dan non-medis) bukan hanya sekedar
"slogan". Upaya pencapaian tujuan pembangunan kesehatan yaitu masyarakat
Indonesia yang sehat, bugar, produktif, maju dan mandiri, mutu melekat erat
dengan sistem pelayanan kesehatan maupun sistem pembiayaan kesehatan. Sistem
pelayanan kesehatan bermutu dimulai dari input, proses sarnpai produk jasa
pelayanan yang dihasilkan sehingga mempercepat pencapaian tujuan secara
optimal (Djuhaeni, 1999). Hal tersebut berkaitan juga dengan pandangan bahwa
perbaikan mutu yang berkelanjutan pada produk juga berkaitan dengan

pengelolaan keuangan. Informasi keuangan yang disajikan dari hasil pengelolaan


keuangan merupakan indikator kinerja yang dapat diterima secara umum.
Organisasi publik dengan banyak kegiatan atau aktivitas yang kompleks
juga menjadi tren baru yang muncul karena kemajuan teknologi, persaingan dan
faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi keberhasilan organisasi publik
untuk mencapai tujuan jangka panjang. Kondisi ini, mengharuskan organisasi
publik untuk menetapkan suatu kebijakan di dalam organisasi agar beroperasi
dengan efisien dan mencapai tujuan organisasi dengan baik. Sebagian pimpinan
organisasi publik harus belajar bahwa cara terbaik menjalankan organisasi adalah
jangan bekerja lebih banyak dan perubahan terbesar harus dibuat mengenai
bagaimana organisasi harus dikelola dan pekerjaan dilakukan. Oleh karena itu,
pengelolaan organisasi publik memerlukan adanya desentralisasi, yaitu delegasi
otoritas pembuatan keputusan organisasi dengan memberikan kesempatan
pimpinan pada level operasional dan otoritas untuk membuat keputusan yang
berkaitan dengan daerah tanggung jawabnya.
Organisasi publik yang terdesentralisasi pada era sekarang harus
menggolongkan operasionalnya ke dalam pusat biaya, pusat pendapatan dan pusat
investasi, tergantung pada tanggung jawab segmen pimpinan organisasi publik
tersebut. Pusat pertanggungjawaban dari hasil kerja para pimpinan secara berkala
akan dinilai oleh pimpinan puncak. Pengelolaan keuangan yang baik diharapkan
manajemen dapat dengan mudah menghubungkan biaya yang timbul dengan
manajer pusat pertanggungjawaban yang bertanggung jawab atas timbulnya biaya
tersebut, untuk itu pengelolaan keuangan perlu untuk dievaluasi agar tercapai
tujuan organisasi publik secara keseluruhan dan berkesinambungan. Hal ini juga
dapat diterapkan pada manajemen mutu organisasi pelayanan publik untuk
meningkatkan kualitas pelayanan publik yang efektif dan efisien, produktif
memuaskan kebutuhan masyarakat, serta bahan analisis dalam melakukan
continous improvement mindset. Maka, kualitas pelayanan publik juga dapat
ditingkatkan melalui pengelolaan keuangan dan pengendalian manajemen yang
bermutu di organisasi pelayanan publik.

Pengelolaan keuangan merupakan hasil kerjasama yang merupakan


penggabungan kerja dari sebuah pemrosesan data dan transaksi yang
menghasilkan infomasi yang mengkomunikasikan informasi keuangan tersebut
kepada pemakai untuk proses pengambilan keputusan dalam perencanaan dan
pengendalian

operasiorganisasi.

Kajian

teori

beberapa

pakar

keuangan

mengemukakan bahwa suatu pengelolaan keuangan yang baik mempunyai


karakteristik sebagai berikut:Berguna (Usefullness)
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Ekonomis (Economy
Handal (Reliability)
Pelayanan Konsumen (Customer Service)
Kapasitas (Capacity)
Sederhana (Simplicity)
Fleksibel (Flexibility)

Sistem Pengendalian Manajemen Mutu


Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission
(COSO) berupa Internal Control Integrated Framework pengendalian intern
adalah suatu proses, yang dipengaruhi oleh dewan komisaris suatu entitas,
manajemen, dan personel lain, dirancang untuk menyediakan keyakinan yang
memadai berkaitan dengan pencapaian tujuan dalam beberapa kategori: efektivitas
dan efisiensi kegiatan, keandalan pelaporan keuangan, ketaatan pada peraturan
dan ketentuan yang berlaku. Istilah pengendalian intern merupakan istilah yang
dapat dipertukarkan dengan pengendalian manajemen. Standards for Internal
Control in the Federal Government yang dikeluarkan oleh General Accounting
Office (GAO) pada November 1999

menyatakan bahwa pengendalian intern

disebut pula pengendalian manajemen yang berguna membantu manajer program


pemerintah mencapai tujuan yang ditetapkan melalui pengelolaan sumber daya
publik secara efektif.

Jenis jenis Sistem Pengendalian Manajemen (SPM)

Menurut kegiatannya, pengendalian manajemen dapat diklasifikasikan ke


dalam 5 jenis, yaitu:
1) Pengendalian pencegahan (preventive controls)
2) Pengendalian deteksi (detective controls)
3) Pengendalian koreksi (corrective controls)
4) Pengendalian pengarahan/langsung (directive controls)
5) Pengendalian pengganti (compensating controls)

KomponenKomponen Sistem Pengendalian Manajemen (SPM) Versi COSO


Sarana SPM pada awalnya menggunakan 8 unsur sistem pengendalian
yang diperkenalkan GAO, yaitu: pengorganisasian, kebijakan, prosedur, personil,
perencanaan, akuntansi/pencatatan, pelaporan, dan review

intern. Dalam

perkembangannya dengan adanya hasil kajian oleh COSO dalam bentuk


Integrated Framework pada tahun 1992 diperkenalkan 5 komponen dari
pengendalian manajemen, yang meliputi: Lingkungan Pengendalian (Control
Environment), Penilaian Risiko (Risk Assessment), Informasi dan Komunikasi
(Information and Communication), Aktivitas Pengendalian (Control Activities),
dan Pemantauan (Monitoring). Kelima komponen SPM tersebut merupakan
komponen yang terjalin erat satu dengan yang lainnya dengan komponen
lingkungan pengendalian sebagai fondasinya. Kelima komponen SPM tersebut
dikategorikan sebagai standar SPM oleh GAO yang dipublikasikan pada bulan
November 1999 dengan judul Standards for Internal Control in the Federal
Government. Standar SPM menggariskan tingkat kualitas minimum yang dapat
diterima bagi suatu SPM di lingkungan sektor publik (pemerintah) dan
memberikan suatu dasar evaluasi atas SPM. Secara rinci unsur-unsur tersebut
akan dirinci sebagai berikut:
1)

Lingkungan Pengendalian

Manajemen dan staf harus menciptakan dan memelihara lingkungan dalam


organisasi yang menetapkan perilaku positif dan dukungan terhadap pengendalian
dan kesadaran manajemen. Beberapa faktor kunci yang dapat mempengaruhi

lingkungan pengendalian adalah integritas dan nilai etika, komitmen atas


kompetensi, filosofi dan gaya kepemimpinan manajemen, struktur organisasi,
komite audi/pengawasan, pemberian wewenang dan tanggung jawab, kebijakan
SDM dan Aplikasinya.
2)

Penilaian Risiko

Penilaian

risiko

merupakan

sebuah

mekanisme

untuk

mengidentifikasi,

menganalisis, dan mengelola berbagai risiko dalam organisasi dihubungkan


dengan tujuan yang ingin dicapai. Resiko tersebut meliputi resiko bisnis, resiko
operasi, resiko keuangan, dan resiko ketaatan.
3)

Sistem Komunikasi Dan Informasi

Sistem informasi dan komunikasi memungkinkan orang memperoleh dan


membagi informasi yang diperlukan untuk mengelola dan melaksanakan serta
mengendalikan kegiatan organisasi dengan tepat secara tepat isi dan tepat waktu.
Disamping itu, sistem informasi dapat memberikan kontribusinya terhadap
pencapaian tujuan organisasi yang dapat dibagi dalam 3 (tiga) kategori, yaitu:
a) Informasi operasional membantu pelaksanaan tugas pokok dan fungsi unit
kerja.
b) Informasi dalam bentuk pelaporan keuangan membantu pertanggungjawaban
pengelolaan keuangan atau anggaran.
c) Sistem informasi memberikan indikasi tingkat ketaatan unit kerja terhadap
ketentuan atau peraturan yang berlaku.
4) Aktivitas Pengendalian
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan, prosedur, teknik, dan mekanisme yang
memberikan arah bagi manajemen, seperti: proses ketaatan pada ketentuan
tentang perencanaan

dan pelaksanaan

anggaran. Aktivitas

pengendalian

merupakan bagian yang menyatu atau integral dari proses perencanaan,


pelaksanaan, pengkajian ulang dan pertanggungjawaban atas penggunaan sumber
daya yang dipercayakan serta pencapaian hasil yang efektif.
5)

Informasi dan Komunikasi

Informasi yang penting harus diidentifikasi, diperoleh, dan dikomunikasikan


dalam suatu bentuk dan kerangka yang memungkinkan orang untuk mewujudkan
tanggung jawabnya. Kualitas Informasi yang dihasilkan sistem informasi
mempengaruhi kemampuan manajemen untuk membuat keputusan yang tepat
dalam mengelola dan mengendalikan kegiatan organisasi. Sistem informasi harus
dirancang sedemikian rupa agar terjadi komunikasi, baik untuk kalangan internal
maupun eksternal organisasi. Dengan saluran komunikasi terbuka, pengguna jasa
dari sebuah instansi pemerintah dapat memberikan masukan penting dalam disain
maupun kualitas barang atau jasa, sehingga memungkinkan instansi tersebut
merespon perubahan permintaan pengguna jasa.
6)

Monitoring

Monitoring merupakan pengawasan oleh manajemen dan pegawai lain yang


ditunjuk atas pelaksanaan tugas sebagai penilaian terhadap kualitas dan efektivitas
SPM. Hal ini dapat dicapai melalui kegiatan monitoring secara terus menerus
(ongoing monitoring), evaluasi terpisah (separate evaluation), ataupun kombinasi
dari keduanya. Ongoing monitoring dilakukan menyatu (integrated) didalam
operasional organisasi dalam bentuk pengelolaan dan pengawasan rutin serta
kegiatan-kegiatan tiap personil dalam pelaksanaan tugasnya. Ruang lingkup dan
frekuensi dari separate evaluation tergantung pada hasil penilaian risiko
(assessment of risks) dan efektifitas prosedur ongoing monitoring.
Ross (1993) dalam Adnan dan Subandi (2000) mengemukakan bahwa
manajemen mutu terpadu adalah suatu proses dari awal hingga akhir yang
mengintegrasikan semua fungsi dan proses yang saling terkait di semua tingkatan
di dalam suatu organisasi untuk mencapai perbaikan berkelanjutan atas mutu
barang dan jasa yang dihasilkan organisasi itu. Untuk itu diperlukan perubahan
besar dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi yang dilandasi dengan empat
prinsip utama MMT, yaitu:
1) Kepuasan pelanggan
Konsep mengenai kualitas dan pelanggan mengalami perluasan. Kualitas
tidak lagi hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi tertentu, tetapi kualitas

tersebut ditentukan oleh pelanggan. Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk


dipuaskan dalam segala aspek termasuk didalamnya harga, kenyamanan,
keamanan, dan ketepatan waktu.
2) Penghargaan terhadap setiap orang
Sistem organisasi kelas dunia berpandangan bahwa setiap karyawan
merupakan individu yang memiliki bakat dan kreativitas tersendiri yang unik
karena karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Maka,
setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan
untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.
3) Manajemen berdasarkan fakta
Setiap keputusan selalu didasarkan pada data dan informasi, bukan sekedar
perasaan (Feeling). Ada dua konsep pokok berkaitan dengan hal ini, yaitu:
penjenjangan prioritas (prioritization) dan variasi (variation) atau variabilitas dala
bentuk kinerja manusia maupun data statistik yang memberikan gambaran
mengenai organisasi, dengan demikian manajemen dapat memprediksi hasil dari
setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
4) Perbaikan berkesinambungan
Setiap organisasi harus melakukan proses secara sistematis dalam
melaksanakan perbaikan berkesinambungan untuk sukses. Konsep yang simpel
berkaitan kesinambungan adalah siklus PDCA (plan-do-check-action), yang
terdiri dari perencanaan, pelaksanaan rencana, pemeriksaan hasil pelaksanaan
rencana, dan tindakan korektif.
Komponen Manajemen Mutu Terpadu
Definisi mengenai MMT mencakup dua komponen, yakni apa dan
bagaimana menjalankan MMT. Yang membedakan MMT dengan pendekatan
pendekatan lain dalam menjalankan usaha adalah komponen bagaimana tersebut.
Menurut Goetsch dan Davis (1994) dalam Adnan dan Subandi (2000), komponen
ini memiliki sepuluh unsur utama yang masing-masing akan dijelaskan sebagai
berikut:

1) Fokus pada pelanggan


2) Obsesi terhadap kualitas terhadap hasil yang diperoleh.
3) Pendekatan Ilmiah
4) Komitmen jangka panjang
5) Kerja sama tim
6) Perbaikan sistem secara berkesinambungan
7) Pendidikan dan pelatihan
8) Kebebasan yang terkendali
9) Kesatuan tujuan
10) Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan
Puskesmas sebagai organisasi publik merupakan salah satu perusahaan
yang kompleks. Sebab, Puskesmas pada dasarnya harus mempekerjakan puluhan
atau ratusan tenaga kerja dengan berbagai macam tugas. Selain itu, pihakpihak
yang berkepentingan dengan Puskesmas juga membutuhkan informasi yang
dibutuhkan yang berguna dalam pengambilan keputusan. Sehingga, seorang
kepala Puskesmas harus mampu memahami sistem pengendalian manajemen
(SPM) yang membantunya mencapai tujuan yang ditetapkan melalui pengelolaan
sumber daya publik secara efektif dan efisien. Didalam mengendalikan
organisasinya, kepala Puskesmas harus selalu berdasarkan informasi yang datanya
bersifat handal dan akurat. Salah satu sistem informasi yang menjadi dasar
pengambilan keputusan tersebut adalah informasi pengelolaan keuangan.
Informasi pengelolaan keuangan merupakan hasil penggabungan kerja dari
beberapa sumber yang melakukan kerjasama satu dengan yang lainnya.
Kerjasama tersebut menghasilkan transformasi data keuangan menjadi informasi
akuntansi keuangan dan informasi akuntansi manajemen. Informasi akuntansi
keuangan akan digunakan untuk pegangan menilai kewajaran usaha perusahaan.
Sedangkan, informasi akuntansi manajemen berguna untuk pegangan dalam
menilai efisiensi dan efekitivitas kinerja perusahaan. Bagi kepala Puskesmas,
kedua informasi akuntansi tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengurangi
semakin tingginya risiko yang dihadapi Puskesmas. Dengan demikian, informasi
tersebut diharapkan menjadi dasar

pihak manajemen Puskesmas dalam

menjalankan SPM. Sebab, sistem pengelolaan keuangan dirancang untuk


menyediakan keyakinan yang memadai berkaitan dengan pencapaian tujuan

dalam beberapa kategori: efektivitas dan efisiensi kegiatan, keandalan pelaporan


keuangan serta ketaatan pada peraturan dan ketentuan yang berlaku. Ketiga hal
tersebut hanya dapat dicapai dengan penerapan SPM yang berbasis manajemen
mutu terpadu (MMT). MMT akan mengintegrasikan semua fungsi dan proses
SPM dan sistem pengelolaan keuangan yang saling terkait di semua tingkatan di
dalam suatu organisasi untuk mencapai perbaikan berkelanjutan atas mutu barang
dan jasa yang dihasilkan organisasi itu. Sehingga, pelayanan Puskesmas akan
menghasilkan suatu pelayanan yang berkualitas dan bermutu.

Anda mungkin juga menyukai