AUDIT MANAJEMEN
Oleh :
Rizky Dharana Meidina
I Dewa Made Gede B. B.
Firda Maisarasita A.
125020301111043
125020307111011
125020307111015
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN AKUNTANSI
MALANG
2015
Audit Investigatif
Audit Investigasi adalah proses pengumpulan dan pengujian bukti-bukti terkait kasus
penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan Negara dan / atau perekonomian
Negara, untuk memperoleh kesimpulan yang mendukung tindakan litigasi dan/atau tidakan
korektif manajemen. Audit Investigasi dapat dilaksanakan atas permintaan Kepala Daerah
dan Aparat Penegak Hukum. Audit Investigasi termasuk didalamnya audit dalam rangka
menghitung kerugian keuangan Negara, audit hambatan kelancaran pembagunan, audit
eskalasi audit klaim.
Tujuan Audit Investigatif
Tujuan dari dilakukannya Audit Investigatif antara lain untuk:
Memberhentikan manajemen
Menemukan asset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari kerugian yang
terjadi
Memastikan bahwa semua orang, terutama mereka yang diduga menjadi pelaku
kejahatan, mengerti kerangka acuan dari investigasi tersebut, harapannya adalah
bahwa mereka bersikap kooperatif dalam investigasi itu.
Memastikan pelakunya tidak melarikan diri atau menghilang sebelum tindak lanjut
yang tepat dapat diambil.
Mengumpulkan cukup bukti yang dapat diterima pengadilan, dengan sumber daya dan
terhentinya kegiatan perusahaan seminimal mungkin.
Memperoleh gambaran yang wajar tentang kecurangan yang terjadi dan membuat
keputusan yang tepat mengenai tindakan yang harus diambil
Mengikuti seluruh kewajiban hokum dan mematuhi semua ketentuan due diligence
dan diklaim kepada pihak ketiga
Mengumpulkan bukti yang cukup untuk menindak pelaku dalam perbuatan yang tidak
terpuji.
dalam
audit
investigatif
harus
disupervisi
oleh
auditor
yang
Aksioma tentang fraud sangat gamblang (self-evident). Ketiga aksioma tentang fraud
ini pun tidak memerlukan pembuktian mengenai kebenarannya.Namun, kadang pemeriksa
berpengalaman pun sering kali menghadapi berbagai masalah ketika ia mengabaikan
aksioma-aksioma ini.
a. Fraud is Hidden
Fraud is Hidden atau fraud selalu tersembunyi.
Berbeda dengan kejahatan lain, sifat perbuatan fraud adalah tersembunyi atau
mengandung tipuan (yang terlihat di permukaan bukanlah yang sebenarnya terjadi atau
berlangsung). Bayangkan sejenak perampokan bank yang dilakukan segerombolan penjahat.
Mereka masuk ke lobby bank, menodongkan senjata api kepada teller (juru bayar) dan
manajer bank, minta para teller mengisi kantong-kantong mereka dengan uang dan barang
berharga lain yang ada dalam kasanah (vault,kluis), kemudian meninggalkan bank dengan
kecepatan tinggi. Semuanya disaksikan oleh pelanggan bank yang sedang atau akan
bertransaksi.
Bandingkan adegan tadi dengan adegan lain di mana kepala cabang suatu bank besar
memfasilitasi pelanggannya dengan membuka L/C fiktif atau memberikan kredit bodong
yang segera menjadi NPL (non-performing loan). Dalam adegan kedua, terjadi dua scenario.
Skenario pertama yang terjadi di permukaan, seolah-olah ini transaksi normal antara banker
dan pelanggan terhormat. Transaksi ini didukung dengan segala macam berkas resmi dari
perusahaan sang pelanggan, bank, notaries, kantor akuntan, pengacara, bermacam-macam
legitimasi (termasuk surat-surat keputusan dari lurah sampai petinggi Negara lainnya) dan
entah berkas apalagi. Dalam scenario kedua, pihak-pihak yang terlibat menutup rapat-rapat
kebusukan mereka; penyuapan aparat penegak hukum dan instansi lain merupakan biaya
penutup kebusukan ini. Kedua scenario ini tidak terpisah, satu menguatkan yang lain dalam
jalinan ayau packaging yang rapi. Karena itu, dirigennya juga mempunyai nama terhormat,
arranger.
Adegan pembobolan pertama (oleh perampok) terlihat kasar dan kasat mata. Adegan
pembobolan kedua (oleh kelompok yang disebut atau menamakan diri mereka
professional) terlihat bersih; karena bagian yang kotor sudah tersembunyi dlam
pembungkusan atau packaging yang rapi.
Pertemuan Pendahuluan
Akuntan forensik melakukan pertemuan pendahuluan dengan calon klien (pimpinan
peusahaan di sekto swasta). Ia bisa bertemu dengan dan memwawancarai komite audit (atau
pejabat perusahaan lainnya) dan menanyakan hal-hal sebagai berikut.
Penyelidikan
Penyidikan
Penuntutan
Pemeriksaan di sidang pengadilan
Putusan pengadilan
Upaya hukum
Pelaksanaan putusan pengadilan
Pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pengadilan
Tahap 1(penyelidikan) sampai dengan Tahap 6 (Upaya Hukum) merupakan satu
rangkaian pemeriksaan yang merupakan upaya pembuktian. Hal ini dijelaskan dalam setiap
tahap dari Tahap 1 sampai dengan Tahap 6.
Penyelidikan
Penyelidikan adalah serangkaian kegiatan penyelidik untuk mencari dan menemukan
suatu perbuatan yang diduga merupakan tindak pidana guna menentukan dapat/tidaknya
penyelidikan dilakukan.
Penyelidikan tidaklah berdiri sendiri atau terpisah dari penyidikan, melainkan
merupakan satu rangkaian yang mendahului tindakan penyidikan lainnya, yakni
penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
Penyelidik mempunyai wewenang sebagai berikut:
Menerima laporan atau pengaduan tentang adanya dugaan tindak pidana
Mencari keterangan dan barang bukti
Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri
Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:
Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan;
Dalam hal Penyidik (Kepolisian atau Kejaksaan) berpendapat bahwa dari bukti-bukti
yang dikumpulkan secara maksimal ternyata tidak cukup bukti atau terbukti tapi bukan
merupakan tindak pidana (korupsi) maka mereka berwenang menghentikan penyidikan. KPK
tidak dibenarkan menghentikan penyidikannya, karena kewenangannya ada pada penghentian
penyelidikan.
Prapenuntutan
Prapenuntutan adalah tindakan jaksa (Penuntut Umum) untuk memantau perkembangan
penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik,
mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari
penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan
apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.
Penuntut Umum tidak akan menerima berkas perkara hasil penyelidikan yang buktinya
tidak lengkap. Karena bukti ini akan dijadikan alat bukti di sidang pengadilan untuk
membuktikan tindak pidana yang didakwakan. Di tahap prapenuntutan, pembuktian
merupakan focus utama dalam meneliti berkas perkara hasil penyidikan.
Penuntutan
Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum yang melimpahkan perkara ke Pengadilan
Negeri yang berwenang, sesuai dengan cara yang diatur dalam hukum acara pidana, dengan
permintaan agar diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang pengadilan.
Setelah Penuntut Umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang
lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah/ belum
memenuhi syarat untuk dilimpahkan ke pengadilan.
Pemeriksaan di pengadilan
Seperti pada tahap-tahap sebelumnya, acara pemeriksaan di sidang pengadilan utidak
lain berkenaan dengan pembuktian. Bukti-bukti yang diperoleh di tingkat penyidikan
diperiksa kembali di sidang pengadilan untuk dijadikan alat bukti:
Ahli yang telah memberikan keterangan di penyidikan atau yang telah membuat
laporan ahli, dipanggil kembali untuk didengar pendapatnya atau dibacakan
diperoleh di sidang pengadilan, yang dapat meyakinkan hakim tentang kesalahan terdakwa.
Alat bukti yang sah ini terdiri atas:
1.
2.
3.
4.
5.
Keterangan saksi
Keterangan ahli
Surat
Keterangan terdakwa
Petunjuk
Pemeriksaan di sidang pengadilan mempunyai satu tujuan saja, yaitu mencari alat bukti
dan meyakinkan.
Putusan lepas dari segala tuntutan hukum, apabila pengadilan berpendapat bahwa
perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak
merupakan suatu tindak pidana atau terbukti akan tetapi terdakwa tidak dapat
dipertanggung jawabkan terhadap perbuatannya.
Upaya Hukum
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan
pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi, atau hak terpidana untuk
mengajukan permohonan peninjauan kembali, atau hak Jaksa Agung untuk mengajukan
kasasi demi kepentingan hukum dalam hal seta menurut cara yang diatur dalam undangundang.
Upaya hukum ada dua macam, yaitu Upaya Hukum Biasa dan Upaya Hukum Luar
Biasa. Upaya Hukum Biasa terdiri atas Pemeriksaan Tingkat Banding dan Pemeriksaan
Kasasi. Upaya Hukum Luar Biasa Terdiri atas Pemeriksaan Kasasi Demi Kepentingan
Hukum dan Peninjauan Kembali putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
Bukti Dan Pembuktian Auditing Dan Hukum
Dari penjelasan di bagian terdahulu, jelas bahwa keenam tahapan dalam KUHAP
(mulai tahap Penyelidikan sampai Tahap Upaya Hukum baik upaya hukum biasa maupun
upaya hukum luar biasa) berkenaan dengan pembuktian. Juga penjelasan Mengenai Fraud
Theory tidak lain dari proses mengumpulkan bukti yang dapat diterima di pengadilan.
Para auditor yang berlatar belakang pendidikan akuntansi mengenal istilah bukti
audit. Mereka bahkan mengira bahwa pengertian bukti dalam auditing sama dengan
pengertian yang digunakan di pengadilan atau dalam bidang hukum.
Tabel 12.1
Comparative Classification of Evidence In Two Fields
Significant Characteristics
Law
Special purpose of Maintenance of justice
area
to
which
evidence
is
pertinent.
Auditing
Protection
readers
Method
collection
of
statement
Statement
development
Rational deduction
inference
Passive
Logical presumptions
Professional standards
Nature of rules Rules of admissibility and
governing the study relevance
A controlling factor
A controlling factor
of evidence
Importance of time
in
judgement
formation
and
evidence collection
Persuasive
Varies from absolute to
persuasive
Compulsiveness of
evidence
in
judgement
formation
Dalam bidang mereka sendiri para akuntan dan auditor di Indonesia sering terkecoh
dengan bukti dan sesuatu yang mengandung unsur-unsur pembuktian (evidential matter).
Audit harus menghimpun evidential matter (hal-hal yang bersifat membuktikan) dan tidak
sekedar evident atau bukti konkrit sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan klien. Yang dimaksud dengan evidential matter misalnya pengetahuan yang ada di
pikiran auditor mengenai uang yang sebenarnya dikeluarkan untuk membeli suatu aktiva.
Ukuran keabsahan (validitas) bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung pada pertimbangan
auditor. Dalam hal ini bukti audit berbeda dengan bukti hukum yang diatur secara tegas oleh
peraturan yang ketat. Bukti audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap kesimpulan yang
ditarik oleh auditor dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan yang
diauditnya. Ketepatan sasaran, obyektif, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti audit lain
yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti.
Perbandingan antara evidence dan evidential matter
No
Evidence
Evidential Matter
.
1
Ada di luar benak atau kesadaran Ada di dalam benak atau kesadaran
auditor
Bersifat konkrit, empiris
3
4
Realitas obyektif
Realitas substantif
Realitas subjektif
Realitas bentuk
Investigasi Pengadaan
Pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh barang dan
jasa oleh kementrian/lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/institusi lainnya yang
prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan
untuk memperoleh barang dan jasa.
Ketentuan perundang-undangan mengenai pengadaan barang dan jasa yang dibiayai
APBN dan APBD terdapat pada Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003. Dikutip dari
Kepres 80/2003, tujuan dikeluarkannya ketentuan perundangan ini adalah: Agar pengadaan
barang dan jasa yang dibiayai dengan APBN dan APBD dapat dilaksanakan dengan efektif
dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka, dan perlakuan yang adil
bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik,
keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat.
Dalam proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemborongan atau jasa lainnya
yang memerlukan penyedia barang dan jasa dibedakan menjadi empat cara berikut:
1.
2.
3.
4.
Pelelangan umum
Pelelangan terbatas
Pemilihan langsung
Penunjukan langsung
Pelelangan terbatas umumnya sama dengan pelelangan umum, kecuali dalam
pengumuman dicantumkan kriteria peserta dan nama-nama penyedia barang dan jasa yang
akan diundang. Apabila setelah diumumkan terdapat penyedia barang dan jasa yang tidak
tercantum dalam pengumuman dan berminat serta memenuhi kualifikasi, maka wajib untuk
diikutsertakan dalam pelelangan terbatas.
Terdapat dua istilah yang sering muncul dalam proses pelelangan umum, yaitu
prakualifikasi dan pascakualifikasi. Prakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan
kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang dan
jasa sebelum memasukkan penawaran. Pascakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi
dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang
dan jasa setelah memasukkan penawaran.
Salah satu kewajiban dalam pengadaan barang dan jasa adalag penyusunan HPS (Harga
Perkiraan Sendiri). Berikut data yang digunakan sebagai dasar penyusunan HPS:
1. Harga pasar setempat menjelang dilaksanakannya pengadaan.
2. Informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik
asosiasi terkai, dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
3. Daftar biaya/tarif barang dan jasa yang dikeluarkan oleh agen tunggal atau pabrikan.
4. Biaya kontrak sebelumnya yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor
perubahan biaya apabila terjadi perubahan biaya.
5. Daftar biaya standar yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
HPS disusun oleh panitia atau pejabat pengadaan dan ditetapkan oleh pengguna barang
dan jasa. HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran harga penawaran termasuk
perinciannya dan untuk menetapkan besaran tambahan nilai jaminan pelaksanaan bagi
penawaran yang dinilai terlalu rendah, tetapi tidak dapat dijadikan dasar untuk menggugurkan
penawaran.
Pelanggaran terhadap ketentuan pengadaan barang dan jasa bisa berupa sanksi
administrasi, tuntutan ganti rugi atau gugatan perdata, dan pemrosesan secara pidana. Berikut
perbuatan penyedia barang dan jasa yang dapat dikenakan sanksi:
1. Berusaha memengaruhi panitia pengadaan atau pejabat yang berwenang dalam bentuk
dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya
yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang ditetapkan dalam dokumen
pengadaan atau kontrak, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Melakukan persengkongkolan dengan penyedia barang dan jasa lain untuk mengatur
harga penawaran di luar prosedur pelaksana pengadaan barang dan jasa sehingga
mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan persaingan yang sehat
dan/atau merugikan pihak lain.
3. Membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak
benar untuk memenuhi persyaratan pengadaan barang dan jasa yang ditentukan dalam
dokumen pengadaan.
4. Mengundurkan diri dengan berbagai alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
dan/atau tidak dapat diterima oleh panitia pengadaan.
5. Tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya sesuai kontrak secara bertanggung jawab.
Secara luas, sistem pengadaan publik Indonesia diyakini merupakan sumber utama bagi
kebocoran anggaran yang memungkinkan korupsi dan kolusi yang memberikan sumbangan
besar terhadap kemerosotan pelayanan jasa bagi rakyat miskin Indonesia. Besarnya
pengadaan mengesankan skala potensial masalah tersebut.
Suatu sistem pengadaan efektif harus dipusatkan pada upaya untuk memastikan bahwa dana
publik dibelanjakan dengan baik guna meningkatkan efektivitas pembangunan. Apabila suatu
sistem pengadaan berfungsi dengan baik, dipastikan pembelian barang akan bersaing dan
efektif. Melihat ke depan, suatu sistem pengadaan publik kelas dunia dan bukannya sistem
dengan reputasi global untuk mendorong korupsi akan menjadi semakin penting bagi
Indonesia dengan munculnya zona perdagangan bebas Asia dan pelaksanaan ketentuanketentuan World Trade Organization pada waktunya, yang mewajibkan pada negara-negara
anggotanya memberi akses kepada pengadaan pemerintah bagi perusahaan-perusahaan dari
mitra dagang.
Apa saja yang membuat sistem pengadaan menjadi baik? Supaya berfungsi efektif,
suatu rezim pengadaan perlu mencakup ciri-ciri berikut:
1. Kerangka hukum yang jelas, komprehensif, dan transparan,
Antara lain, mewajibkan pemasangan iklan yang luas tentang kesempatan-kesempatan
penawaran, pengungkapan sebelumnya tentang semua kriteria untuk mendapatkan
kontrak, pemberian kontrak yang didasarkan atas kriteria yang objektif bagi penawar
yang dinilai paling rendah, pemaparan publik bagi penawaran-penawaran itu, akses
terhadap mekanisme peninjauan untuk keluhan penawar, pengungkapan publik dari
hasil-hasil proses pengadaan, dan pemeliharaan catatan lengkap tentang seluruh
proses tersebut.
2. Kejelasan tentang tanggung jawab dan akuntabilitas fungsional,
Termasuk penunjukan tanggung jawab yang jelas atas pengelolaan proses pengadaan,
memastikan bahwa aturan-aturan ditaati, dan mengenakan sanksi-sanksi jika aturanaturan itu dilanggar.
3. Suatu organisasi yang bertanggung jawab untuk kebijakan pengadaan dan
pengawasan penerapan tepat dari kebijakan tersebut.
Secara ideal, badan ini tidak boleh bertanggung jawab pula untuk mengelola proses
pengadaan. Badan tersebut harus memiliki wewenang dan independensi untuk
bertindak tanpa takut atau pilih kasih dalam menjalankan tanggung jawabnya.
4. Suatu mekanisme penegakan.
Tanpa penegakan, kejelasan aturan, dan fungsi tidak ada artinya. Badan audit
pemerintah harus dilatih untuk mengaudit pengadaan publik dan memulai tindakan
terhadap mereka yang melanggar aturan-aturan. Pemerintah perlu menetapkan
mekanisme-mekanisme yang memiliki kepercayaan penuh dari para penawar.
5. Staf pengadaan yang terlatih dengan baik,
Merupakan suatu kunci untuk memastikan sistem pengadaan yang sehat.
Investigasi Pengadaan
Terdapat tiga tahapan dalam pengadaan yang menggunakan sistem tender atau penawaran
terbuka:
1. Tahap pratender (presolicitation phase)
negosiasi teknis dan harga di-cantumkan hal-hal teknis dan item pekerjaan yang akan
diklarifikasi dan dinegosiasi, tetapi tidak boleh mencantumkan rincian HPS;
b. Klarifikasi dan negosiasi dilakukan kepada peserta pemilihan langsung yang
menawarkan harga terendah sampai terjadi kesepakatan. Klarifikasi dan negosiasi
tidak boleh dihadiri oleh peserta pemilihan langsung lainnya;
c. Klarifikasi dan negosiasi teknis dilakukan untuk mendapatkan barang/jasa yang sesuai
dengan spesifikasi yang tercantum dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa
atau spesifikasi yang lebih tinggi;
d. Bagi pengadaan barang/jasa berdasarkan kontrak harga satuan, panitia/pejabat
pengadaan melakukan klarifikasi dan negosiasi terutama terhadap harga satuan itemitem pekerjaan yang harga satuan penawarannya lebih tinggi dari harga satuan yang
tercantum dalam HPS;
e. Bagi pengadaan barang/jasa berdasarkan kontrak lumpsum, panitia/pejabat pengadaan
melakukan negosiasi hanya pada harga total saja;
f. Setelah klarifikasi dan negosiasi, panitia/pejabat pengadaan meminta kepada peserta
pemilihan langsung yang akan diusulkan untuk menandatangani berita acara hasil
klarifikasi dan negosiasi. Apabila tidak terjadi kesepakatan dengan urutan pertama,
maka klarifikasi dan negosiasi dilakukan kepada urutan penawar terendah berikutnya;
g. Berdasarkan berita acara tersebut, panitia/pejabat pengadaan membuat surat usulan
penetapan penyedia barang/jasa kepada pejabat yang berwenang menetapkan.
Skema fraud dalam tahap ini umumnya berupa persengkongkolan antara pembeli dan
kontraktor yang diunggulkan dan kontraktor pendamping atau pemantas yang
meramaikan proses penawaran.
Terdapat beberapa skema fraud sebagai berikut:
1. Permainan yang berkenaan dengan pemasukan dokumen penawaran. Misalnya,
membuka dokumen penawaran lebih awal, menerima dokumen penawaran meskipun
sudah melewati batas waktu, mengubah dokumen penawaran secara tidak sah (setelah
berhasil mengintip dokumen saingan), mengatur harga penawaran, memalsukan
berita acara dan dokumen proses tender lainnya.
2. Permainan yang berkenaan dengan manipulasi dalam proses persaingan terbuka yang
disebut dengan bid-rigging. Hal ini dilakukan dengan cara bersengkongkol antara
pembeli dan sebagian peserta tender.
3. Tender arisan (bid rotation) dilakukan untuk menentukan pemenang (kontraktor
dengan persyaratan atau terms terbaik) sebelum dokumen penawaran dibuka.
4. Menghalangi penyampaian dokumen penawaran. Misalnya, peserta tender yang tibatiba mengundurkan diri dengan atau tanpa alasan, peserta tender yang ditolak karena
menggunakan formulir yang salah atau lupa merekatkan materai, peserta tender
yang mengatur persyaratan tambahan, dan lain-lain.
5. Menyampaikan dokumen penawaran pura-pura (complementary bids) yang berisi
harga yang relatif lebih tinggi atau persyaratan yang sudah pasti akan
mengalahkannya.
Penyampaian
complementary
bids
dimaksudkan
untuk
lain.
6. Pembuatan sample yang khusus untuk mengujian dan memang lulus pengujian, tetapi
sebagian besar produk yang dikirimkan tidak sebaik sample ini.
7. Pemindahan tags yang bertanda Sudah Diperiksa dari barang yang sudah diperiksa
ke barang yang belum diperiksa.
8. Penggantian dengan barang-barang yang kelihatannya sama.
Kekeliruan dalam pembebanan biaya bisa berupa kekeliruan perhitungan (misalnya ada
biaya yang boleh dan tidak boleh dibebankan ke proyek), kekeliruan dalam pembebanan
biaya material atau tenaga kerja. Contohnya, dalam kontrak penggunaan tenaga konsultan
yang pembebanannya meliputi jumlah waktu (man-hours, man-days, dst.) dikalikan tarif per
satuan waktu. Yang bisa dimainkan adalah jumlah waktu, tarif yang seharusnya, dan hasil
perkalian. Selain itu, dalam tahap ini biasanya terjadi penyalahgunaan pada proses tendering
yang telah disegel. Orang yang mempunyai akses pada penawaran yang telah tersegel
biasanya menjadi target vendor tak beretika yang mencari keuntungan dalam proses ini.
Vendor menyuap karyawan untuk memberikan informasi sehingga vendor dapat
mempersiapkan penawarannya. Vendor yang menyuap karyawan ini dapat mengumpulkan
penawarannya yang paling akhir karena ia telah mengetahui harga yang diberikan
kompetitornya sehingga ia dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian tertentu.
Red Flag
Terdapat beberapa hal yang dapat mengindikasikan adanya praktik bid-rigging antara lain:
1. Harga kontrak yang tinggi secara tidak biasa.
Misalnya, jika dua atau lebih kontraktor bersekongkol dengan karyawan dalam proses
penawaran, atau jika karyawan memasukkan penawaran dari vendor fiktif untuk
menaikkan harga kontrak, penawaran yang memenangkan kontrak ini akan
mempunyai
harga
yang
sangat
tinggi
dibandingkan
dengan
harga
yang
Referensi
Website Kementrian Perindustrian tkdn.kemenperin.go.id/download.php?id=20
Wells, Joseph T. 2010. Principles of Fraud Examination Third Edition. Wiley, USA
Tuanakotta, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif Edisi 2. Penerbit
Salemba Empat, Jakarta