PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sepsis pada neonatus masih merupakan masalah yang belum terpecahkan
Demikian pula resiko kematian BBLR penderita sepsis lebih tinggi bila
dibandingkan bayi cukup bulan.1
Sepsis merupakan respon inflamasi tubuh terhadap suatu infeksi. Infeksi
tersebut bisa berupa infeksi lokal maupun sistemik dan dapat disebabkan oleh
bakteri, virus, parasit, ataupun jamur. Respon inflamasi yang ditimbulkan dapat
menyebabkan terjadinya kegagalan organ yang merupakan penyebab kematian
dari sepsis. 2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Sepsis adalah keadaan penyakit sistemik disebabkan oleh mikrob pada
bagian tubuh yang biasanya steril. Sepsis adalah sindroma respon inflamasi
sistemik dengan etiologi mikroba yang terbuktio atau dicurigai. Definisi ini
memberi arti bahwa berbeda dengan penyakit mikrob yang berasal dari kelainan
yang bukan disebabkan mikrob. Apabila disertai dengan gejala hipoperfusiatau
disfungsi minimal 1 fungsi organ, maka dinamakan sepsis berat. Akhirnya ,
apabila sepsis ini diikuti oleh hipotensi dan memerlukan vasopressor selain
resusitasi cairan, hal ini dinamakan syok septik9.
Ada dua macam sepsis neonatal yaitu sepsis awitan dini (early onset
sepsis/EOS) dan sepsis awitan lanjut (late onset sepsis/LOS)
Ada yang menyatakan bahwa EOS adalah sepsis yang terjadi dalam 24
jam atau terjadi dalam 24 jam sampai 6 hari, atau ada juga yang menyatakan
terjadi dalam 72 jam, sedangkan LOS adalah sepsis yang terjadi > 6 hari atau > 72
jam. Selain itu, ada juga istilah very late onset sepsis, yaitu onset > 30 hari9.
2.2
Faktor Risiko
Kriteria sepsis neonatorum baik berdasarkan anamnesis (termasuk
adanya faktor resiko ibu dan neonatus terhadap sepsis), gambaran klinis dan
pemeriksaan penunjang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya.
Terjadinya sepsis neonatorum dipengaruhi oleh faktor risiko pada ibu dan bayi.
Faktor risiko ibu:
Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam. Bila ketuban
pecah lebih dari 24 jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1%
dan bila disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan meningkat menjadi
4 kalinya.
Infeksi dan demam (>38C) pada masa peripartum akibat korioamnionitis,
infeksi saluran kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B (SGB),
kateter,
infus, pembedahan, akses vena sentral, kateter intratorakal
Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E. coli), defek
imun,atau asplenia.
Asfiksia neonatorum.
Cacat bawaan.
Tidak diberi ASI
Pemberian nutrisi parenteral.
Perawatan di bangsal intensif bayi baru lahir yang terlalu lama.
Perawatan di bangsal bayi baru lahir yang overcrowded
Buruknya kebersihan di NICU.
Bila terdapat satu faktor risiko mayor dan dua risiko minor maka pendekatan
diagnosis dilakukan secara aktif dengan melakukan pemeriksaan penunjang
(septicwork-up) sesegera mungkin. Pendekatan khusus ini diharapkan dapat
meningkatkan identifikasi pasien secara dini dan tata laksana yang lebih efisien
sehingga mortalitas dan morbiditas pasien diharapkan dapat membaik.5
2.3
Etiologi
Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat
menyebabkan infeksi berat yang mengarah pada terjadinya sepsis. Dalam kajian
ini, hanya dibahas sepsis yang disebabkan oleh bakteri. Pola kuman penyebab
sepsis pun berbeda-beda antar negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu.
Bahkan di negara berkembang sendiri ditemukan perbedaan pola kuman,
walaupun bakteri Gram negatif rata-rata menjadi penyebab utama dari sepsis
neonatorum.
masing-masing klinik dan rumah sakit memegang peranan yang sangat penting.1,2
Perbedaan pola kuman penyebab sepsis antar negara berkembang telah
diteliti oleh World Health Organization Young Infants Study Group pada tahun
1999 di empat negara berkembang yaitu Ethiopia, Philipina, Papua New Guinea
dan Gambia. Dalampenelitian tersebut mengemukakan bahwa isolate yang
tersering ditemukan pada kultur darah adalah Staphylococcus aureus (23%),
Streptococcus pyogenes (20%) dan E. coli (18%). Pada cairan serebrospinal yang
terjadi pada meningitis neonatus awitan dini banyak ditemukan bakteri Gram
negatif terutama Klebsiella sp dan E.Coli, sedangkan pada awitan lambat selain
bakteri Gram negatif juga ditemukan Streptococcus pneumoniae serotipe 2. E.coli
biasa ditemukan pada neonatus yang tidak dilahirkan di rumah sakit serta pada
usap vagina wanita-wanita di daerah pedesaan. Sementara Klebsiella sp biasanya
diisolasi dari neonatus yang dilahirkan di rumah sakit. Selain mikroorganisme di
atas, patogen yang sering ditemukan adalah Pseudomonas, Enterobacter, dan
Staphylococcus aureus.1,3
Di RSCM telah terjadi 3 kali perubahan pola kuman dalam 30 tahun
terakhir. Di Divisi Neonatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
pada tahun 2003, kuman terbanyak yang ditemukan berturut-turut adalah
Acinetobacter sp,Enterobacter sp, Pseudomonas sp. Data terakhir bulan Juli 2004Mei 2005 menunjukkan Acinetobacter calcoacetius paling sering (35,67%), diikuti
Enterobacter sp (7,01%), dan Staphylococcus sp (6,81%). 5
Tabel perubahan pola kuman penyebab sepsis neonatorum berdasarkan kurun
waktu:
2.4
Patofisiologi
Infeksi bukan merupakan keadaan yang statis. Adanya patogen di dalam
2. Acute
respiratory
distress
syndrome
yang
didefinisikan
dengan
10
di
negara
berkembang
termasuk
Indonesia,
mikroorganisme
Listeria dll.
Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor a/antisepsis misalnya
saat pengambilan contoh darah janin, bahan villi khorion atau
amniosentesis. Paparan kuman pada cairan amnion saat prosedur
dilakukan akan menimbulkan amnionitis dan pada akhirnya terjadi
aliran darah, akan terjadi respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan
kuman dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula
bermacam gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan
penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda.
Patofisiologi sepsis terdiri dari aktivasi inflamasi, aktivasi koagulasi, dan
gangguan fibrinolisis. Hal ini mengganggu homeostasis antara mekanisme
prokoagulasi dan antikoagulasi.
12
1. Respon inflamasi
Respon sepsis terhadap bakteri Gram negatif dimulai dengan pelepasan
lipopolisakarida (LPS), yaitu endotoksin dari dinding sel bakteri. Lipopolisakarida
merupakan komponen penting pada membran luar bakteri Gram negatif dan
memiliki peranan penting dalam menginduksi sepsis. Lipopolisakarida mengikat
protein spesifik dalam plasma yaitu lipoprotein binding protein (LPB).
Selanjutnya kompleks LPS-LPB ini berikatan dengan CD14, yaitu reseptor pada
membran makrofag. CD14 akan mempresentasikan LPS kepada Toll-like receptor
4 (TLR4) yaitu reseptor untuk transduksi sinyal sehingga terjadi aktivasi
makrofag.
Bakteri Gram positif dapat menimbulkan sepsis melalui dua mekanisme,
yakni dengan menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai superantigen dan
dengan melepaskan fragmen dinding sel yang merangsang sel imun. Superantigen
mengaktifkan sejumlah besar sel T untuk menghasilkan sitokin proinflamasi
dalam jumlah yang sangat banyak. Bakteri Gram positif yang tidak mengeluarkan
eksotoksin dapat menginduksi syok dengan merangsang respon imun non spesifik
melalui mekanisme yang sama dengan bakteri Gram negatif. Kedua kelompok
organisme diatas, memicu kaskade sepsis yang dimulai dengan pelepasan
mediator inflamasi sepsis. Mediator inflamasi primer dilepaskan dari sel-sel akibat
aktivasi makrofag. Kerusakan utama akibat aktivasi makrofag terjadi pada endotel
dan selanjutnya akan menimbulkan migrasi leukosit serta pembentukan
mikrotrombi sehingga menyebabkan kerusakan organ. Aktivasi endotel akan
meningkatkan jumlah reseptor trombin pada permukaan sel untuk melokalisasi
koagulasi pada tempat yang mengalami cedera. Cedera pada endotel ini juga
13
berkaitan dengan gangguan fibrinolisis. Hal ini disebabkan oleh penurunan jumlah
reseptor pada permukaan sel untuk sintesis dan ekspresi molekul antitrombik.
Selain itu, inflamasi pada sel endotel akan menyebabkan vasodilatasi pada otot
polos pembuluh darah.
2. Aktivasi Inflamasi dan Koagulasi
Pada sepsis terlihat hubungan erat antara inflamasi dan koagulasi.
Mediator inflamasi menyebabkan ekspresi faktor jaringan atau Tissue Factor
(TF). Ekspresi TF secara langsung akan mengaktivasi jalur koagulasi ekstrinsik
dan melalui lengkung umpan balik secara tidak langsung juga akan mengaktifkan
jalur instrinsik.1,3,5
Pada sepsis, aktivasi kaskade koagulasi umumnya diawali pada jalur
ekstrinsik yang terjadi akibat ekspresi TF yang meningkat akibat rangsangan dari
mediator inflamasi. Selain itu, secara tidak langsung TF juga akan megaktifkan
jalur intrinsik melalui lengkung jalur umpan balik. Terdapat kaitan antara jalur
ekstrinsik dan intrinsik dan hasil akhir aktivasi kedua jalur tersebut adalah
pembentukan fibrin.1,3,5
3. Gangguan Fibrinolisis
Fibrinolisis adalah respons homeostasis tubuh terhadap aktivasi sistem
koagulasi. Penghancuran fibrin penting bagi angiogenesis (pembentukan
pembuluh darah baru), rekanalisasi pembuluh darah dan penyembuhan luka.1,3,5
Aktivator fibrinolisis [tissue-type plasminogen activator (t-PA) dan
urokinasetype plasminogen activator (u-PA)] akan dilepaskan dari endotel untuk
merubah plasminogen menjadi plasmin. Jika plasmin terbentuk, akan terjadi
proteolisisfibrin. 1,3,5
14
15
mikrovaskular dan perdarahan. Pada pasien PIM, kadar PAI-1 yang tinggi
dihubungkan dengan prognosis buruk. 1,3,5
Efek
kumulatif
kaskade
sepsis
menyebabkan
ketidakseimbangan
16
Infeksi fokal
Aktivasi endotel
Peningkatan ekspresi molekul-molekul adhesi endotel
Pelepasan mediator inflamasi endogen
Sitokin pro-inflammasi
Sitokin anti-inflammasi
Platelet activating factor
Arachidonic acid metabolites
Penurunan trombomodulin
Substansi depresi miocardium
Opiat endogen
Peningkatan plasminogen activator inhibitor
Trombosis dan antifibrinolisis
Hipovolemia
Kegagalan jantung dan vaskularisasi
Kebocoran plasma / cedera endotel
Acute Respiratory Distress Syndrome
Disseminated intravascular coagulation
Penurunan sintesis steroid
Syok
MODS
Kematian
17
2.5
klasik yang ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun
keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan
bayi. Gejala klinis yang terlihat sangat berhubungan dengan karakteristik kuman
penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman. Janin yang terkena infeksi
akan menderita takikardia, lahir dengan asfiksia dan memerlukan resusitasi karena
nilai Apgar rendah. Setelah lahir bayi akan tampak lemah. Selanjutnya akan
terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh. Selain itu, terdapat
kelainan susunan saraf pusat (letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah
kadang-kadang terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat disertai
kejang), kelainan kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis,akral dingin). Bayi
dapat pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun
gangguan respirasi (perdarahan,ikterus, muntah, diare, distensi abdomen,
intoleransi minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipnea,
apnea, merintih dan retraksi). 7
Selain itu, menurut Buku Pedoman Integrated Management of Childhood
Illnesses tahun 2000 mengemukakan bahwa kriteria klinis sepsis neonatorum
berat bila ditemukan satu atau lebih dari gejala-gejala berikut : 7
Laju napas > 60 kali per menit
Retraksi dada yang dalam
Cuping hidung kembang kempis
Merintih
Ubun ubun besar membonjol
Kejang
Keluar pus dari telinga
Kemerahan di sekitar umbilikus yang melebar ke kulit
Suhu >37,7C (atau akral teraba hangat) atau < 35,5C (atau akral teraba dingin)
Letargi atau tidak sadar
18
19
Bila ada riwayat ibu dengan infeksi intrauterin, demam yang dicurigai
2.6
Pemeriksaan Laboratorium
A. Pemeriksaan kuman dengan kultur darah
Sampai saat ini pemeriksaan biakan darah merupakan baku emas dalam
20
pada LCS, diperlukan modifikasi tipe antibiotikdan dosis. Dari penelitian, terdapat
15% bayi dengan meningitis yang menunjukkan kultur darah negatif. 7
C.
Pewarnaan Gram
Selain biakan kuman, pewarnaan Gram merupakan teknik tertua dan
sampai saat ini masih sering dipakai di laboratorium dalam melakukan identifikasi
kuman. Pemeriksaan dengan pewarnaan Gram ini dilakukan untuk membedakan
apakah bakteri penyebab termasuk golongan bakteri Gram positif atau Gram
negatif. Walaupun dilaporkan terdapat kesalahan baca pada 0,7% kasus,
pemeriksaan untuk identifikasi awal kuman ini dapat dilaksanakan pada rumah
sakit dengan fasilitas laboratorium yang terbatas dan bermanfaat dalam
menentukan penggunaan antibiotik pada awal pengobatan sebelum didapatkan
hasil pemeriksaan kultur bakteri. 7
D. Pemeriksaan Hematologi
Beberapa parameter hematologi yang banyak dipakai untuk menunjang
diagnosis sepsis neonatorum adalah sebagai berikut : 7
Hitung trombosit
Pada bayi baru lahir jumlah trombosit yang kurang dari 100.000/L jarang
ditemukan pada 10 hari pertama kehidupannya. Pada penderita sepsis neonatorum
dapat terjadi trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.0000/L), MPV
(mean platelet volume) dan PDW (platelet distribution width) meningkat secara
signifikan pada 2-3 hari pertama kehidupan.
Hitung leukosit dan hitung jenis leukosit
Pada sepsis neonatorum jumlah leukosit dapat meningkat atau menurun,
walaupun jumlah leukosit yang normal juga dapat ditemukan pada 50% kasus
21
sepsis dengan kultur bakteri positif. Pemeriksaan ini tidak spesifik. Bayi yang
tidak terinfeksi pun dapat memberikan hasil yang abnormal, bila berkaitan dengan
stress saat proses persalinan. Jumlah total neutrofil (sel-sel PMN dan bentuk
imatur) lebih sensitif dibandingkan dengan jumlah total leukosit (basofil,
eosinofil, batang, PMN, limfosit dan monosit). Jumlah neutrofil abnormal yang
terjadi pada saat mulainya onset ditemukan pada 2/3 bayi. Walaupun begitu,
jumlah neutrofil tidak dapat memberikan konfirmasi yang adekuat untuk
diagnosis sepsis. Neutropenia juga ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu
penderita hipertensi, asfiksia perinatal berat, serta perdarahan periventrikular dan
intraventrikular.
Rasio neutrofil imatur dan neutrofil total (rasio I/T)
Pemeriksaan ini sering dipakai sebagai penunjang diagnosis sepsis
neonatorum. Semua bentuk neutrofil imatur dihitung, dan rasio maksimum yang
dapat diterima untuk menyingkirkan diagnosis sepsis pada 24 jam pertama
kehidupan adalah 0,16. Pada kebanyakan neonatus, rasio turun menjadi 0,12 pada
60 jam pertama kehidupan. Sensitivitas rasio I/T berkisar antara 60-90%, dan
dapat ditemukan kenaikan rasio yang disertai perubahan fisiologis lainnya; oleh
karena itu, rasio I/T ini dikombinasikan dengan gejala-gejala lainnya agar
diagnosis sepsis neonatorum dapat ditegakkan.
Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)
C-reactive protein (CRP) merupakan protein yang disintesis di hepatosit
dan muncul pada fase akut bila terdapat kerusakan jaringan. Protein ini diregulasi
oleh IL6 dan IL-8 yang dapat mengaktifkan komplemen. Sintesis ekstrahepatik
terjadi di neuron, plak aterosklerotik, monosit dan limfosit. CRP meningkat pada
22
50-90% bayi yang menderita infeksi bakteri sistemik. Sekresi CRP dimulai 4-6
jam setelah stimulasi dan mencapai puncak dalam waktu 36-48 jam dan terus
meningkat sampai proses inflamasinya teratasi. Nilai normal yang biasa dipakai
adalah < 5 mg/L. CRP sebagai suatu pemeriksaan serial selama proses infeksi
untuk mengetahui respon antibiotika, lama pengobatan, dan/atau relapsnya
infeksi. Faktor yang dapat memengaruhi kadar CRP adalah cara melahirkan, umur
kehamilan, jenis organisme penyebab sepsis, granulositopenia, pembedahan,
imunisasi dan infeksi virus berat (seperti HSV,rotavirus, adenovirus, influenza).
Untuk diagnosis sepsis neonatorum, CRP mempunyai sensitivitas 60%,
spesifisitas 78,94%. Jika CRP dilakukan secara serial, nilai prediksi negatif untuk
sepsis awitan dini adalah 99,7% sedangkan untuk sepsis awitan lanjut adalah
98,7%.
Pemeriksaan Biomolekuler/Polymerase Chain Reaction (PCR)
Akhir-akhir ini di beberapa negara maju, pemeriksaan biomolekular
berupa Polymerase Chain Reaction (PCR) dikerjakan guna menentukan diagnosis
dini pasien sepsis. Dibandingkan dengan biakan darah, pemeriksaan ini
dilaporkan mampu lebih cepat memberikan informasi jenis kuman. Selain
bermanfaat untuk deteksi dini, PCR juga dapat digunakan untuk menentukan
prognosis pasien sepsis neonatorum.
1.
Pencitraan
23
2.7
Diagnosis
Diagnosis dini sepsis neonatal penting artinya dalam penatalaksanaan
dan
prognosis
pasien.
Keterlambatan
diagnosis
berpotensi
mengancam
kelangsungan hidup bayi dan memperburuk prognosis pasien. Seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya, diagnosis sepsis neonatal sulit ditegakkan karena
gambaran klinis pasien tidak spesifik. Gejala spesis klasik yang ditemukan pada
anak lebih besar jarang ditemukan pada neonatus. Tanda dan gejala sepsis
neonatal tidak berbeda dengan gejala penyakit non infeksi berat lain pada
neonatus. Selain itu tidak ada satupun pemeriksaan penunjang yang dapat dipakai
sebagai pegangan tunggal dalam diagnosis pasti pasien sepsis.
Dalam menentukan diagnosis diperlukan berbagai informasi antara lain :
Faktor Resiko
Gambaran Klinik
Pemeriksaan Penunjang
pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi karena sumber infeksi yang terdapat
dalam lingkungan pasien.
Pada sepsis awitan dini faktor resiko dikelompokan menjadi :
1. Faktor ibu :
Chorioamnionitis
2. Faktor bayi
Asfiksia perinatal
Prosedur invasif
Kelainan bawaan
Semua faktor diatas sering kita jumpai dalam praktek sehari-hari dan
sampai saat ini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Hal ini
merupakan salah satu faktor penyebab mengapa angka kejadian sepsis neonatal
tidak banyak mengalami perubahan dalam dekade terakhir ini.
Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi
karena sumber infeksi yang berasal dari lingkungan tempat perawatan pasien.
25
Keadaan ini sering ditemukan pada bayi yang dirawat di ruang intensif neonatus,
bayi kurang bulan yang mengalamai lama rawat, nutrisi parenteral yang berlarutlarut, infeksi yang bersumber dari alat perawatan bayi, infeksi nosokomial atau
infeksi silang dari bayi lain atau dari tenaga medik yang merawat bayi. Faktor
resiko awitan dini maupun lambat ini walaupun tidak selalu berakhir dengan
infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus terutama bila disertai gejala
klinis. Hal ini akan meningkatkan identifikasi dini dan tata laksana yang lebih
efisien pada sepsis neonatal sehingga dapat memperbaiki mortalitas dan
morbiditas pasien.
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, gejala sepsis klasik yang
ditemukan pada anak lebih besar jarang ditemukan pada neonatus. Pada sepsis
awitan dini janin yang terinfeksi mungkin menderita takikardim lahir dengan
asfiksia, dan memerlukan resusitasi karena nilai apgar yang rendah. Setelah lahir
bayi terlihat lemah dan tampak gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia,
hipoglikemia, dan kadang-kadang hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat
berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh.
Gangguan fungsi organ tersebut antara lain kelainan susunan saraf pusat
seperti letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah, kadang-kadang terdengar
high pitch cry dan bayi menjadi iritabel serta mungkin disertai kejang. Kelainan
kardiovaskular seperti hipotensim pucat, sianosis, dingin, dan clammy skin. Bayi
dapat pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun
gangguan respirasi seperti perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen,
intoleransi minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipneu,
apneu, merintih, dan retraksi.
26
Gambaran Klinis
Tekanan darah sistolik < 40 mmHg
Denyut Jantung < 50 atau > 220/menit
Terjadi Henti Jantung
pH darah < 7.2 pada PaCO2 normal
Kebutuhan
Saluran Napas
akan
inotropik
untuk
Sistem Hematologik
SSP
Gangguan Ginjal
Gastroenterologi
Hepar
27
28
Penatalaksanaan
Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana
29
30
31
dilakukan melalui dua jalur, yaitu parenteral dan enteral. Pada bayi sepsis,
dianjurkan untuk tidak memberikan nutrisi enteral pada 24-48 jam pertama.
Pemberian nutrisi enteral diberikan setelah bayi lebih stabil.
2.9
Prognosis
Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik, tetapi
bila tanda dan gejala awal serta faktor risiko sepsis neonatorum terlewat, akan
meningkatkan angka kematian. Pada meningitis terdapat sequele pada 15-30%
kasus neonatus. Rasio kematian pada sepsis neonatorum 24 kali lebih tinggi pada
bayi kurang bulan dan bayi cukup bulan. Rasio kematian pada sepsis awitan dini
adalah 15 40 % (pada infeksi SBG pada SAD adalah 2 30 %) dan pada sepsis
awitan lambat adalah 10 20 % (pada infeksi SGB pada SAL kira kira 2 %). 5
32
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama
: By. M
Tanggal Lahir : 28/3/2016
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia
: 29 hari
Alamat
: Gudo
MRS
: 28 3 2016 jam 01.30
RM
: 30-81-95
Ayah:
o Nama
: Tn. T
o Usia
: 28 tahun
o Pekerjaan
: Swasta
o Pendidikan
: SMA
Ibu:
o Nama
: Ny. I
o Usia
: 31 tahun
o Pekerjaan
: IRT
o Pendidikan
: SMP
Perut membesar
Perut membesar sejak 3 hari SMRS. Pasien muntah 6x/hari sejak hari ini
sejak jam 11.00 muntah warna kuning. Panas sejak hari ini. 1 minggu yang
lalu pasien diare cair. BAB bisa sedikit-sedikit. Bisa kentut. Tidak ada
riwayat di pijat sebelumnya. BAB dari lahir terlambat 3 hari pasien minum
PASI
33
3.2.3
MRS 1 minggu yang lalu karena demam dan diare. Setelah KRS orang tua
mengatakan tidak BAB tapi bisa kentut
3.2.4
3.2.5
3.2.6
3.2.7
3.2.8
3.2.9
HR
: 160 kali/menit
RR
: 44 kali/menit
Suhu : 37,8C
3.3.3 Antropometri
34
BB : 2910 gram
PB : 52 cm
LK : 33 cm
LA : 39 cm
LD : 32 cm
Kecepatan nafas
: 44x/menit, reguler
Pernafasan
Suara jantung
Auskultasi
Murmur
: tidak
: normal, kuat
Inspeksi
Bising usus
: (+) lemah
Palpasi abdomen
: soefl
Perkusi
: hipertimpani
35
3.3.8 Ekstremitas :
-
Akral
36
MRS
Inf (D10 1/5 S 250cc, Aminofluid 150 cc, lipid 30 cc)/24 jam
OGT
Puasa
37
Tgl
26-4-2016 (H1)
27-4-2016 (H2)
28-3-2016 (H3)
Panas
Distensi berkurang
Distensi
panas
Ku : Lemah
Ku : Lemah
TTV : N: 158
Tax :
38 RR : 42
Kepala
Ku : Lemah
TTV : N: 142
Tax :
37,2 RR : 42
:
a/i/c/d
Kepala
TTV : N: 150
Tax :
37,8 RR : 42
a/i/c/d
Kepala
a/i/c/d
+/-/-/-
+/-/-/-
+/-/-/-
Thorak :
Thorak :
Thorak :
P : simetris, sonor,
P : simetris, sonor,
P : simetris, sonor,
Vesikular (+/+) Rh
Vesikular (+/+)
Vesikular (+/+) Rh
(-/-), Wh (-/-)
(-/-), Wh (-/-)
(-/-), Wh (-/-)
C : S1S2 tunggal
C : S1S2 tunggal
C : S1S2 tunggal
Abdomen : distensi,
Abdomen : distensi,
Abdomen : distensi,
counter, BU lemah
counter, BU lemah
counter, BU lemah
Ekstrimitas
Ekstrimitas
akralhangat (+/+)
akralhangat (+/+)
Bacaan CIL :
sp. B) hiscprungh
CIL,
lavement
Kontras
Rh
Ekstrimitas
akralhangat (+/+)
setinggi
sigmoid
38
1x/hari
Sepsis
Hiscprungh
-
Inf
Sepsis
Hiscprungh
D10 250
cc/ 24
Inf
Sepsis
Hiscprungh
D10 250
cc/ 24
Inf
D10 250
cc/ 24
AA 150 cc
AA 150 cc
AA 150 cc
Lipid 30 cc
Lipid 30 cc
Lipid 30 cc
Inj
Inj
Inj
meropenem 3
meropenem 3
meropenem
x 100 mg
x 100 mg
3 x 100 mg
Inj mikasin 2x
20 mg
-
Inj mikasin 2x
20 mg
Inj
Inj mikasin 2x
20 mg
Inj
Inj
paracetamol
paracetamol
paracetamol
3x3 cc
3x3 cc
3x3 cc
Puasa
Puasa
Puasa,, NGT
Tgl
29-4-2016 (H4)
30-4-2016 (H5)
1-5-2016 (H6)
Panas tidak
panas sumer
Panas sumer
Distensi berkurang
distensi
distensi
39
Ku : Lemah
Ku : Lemah
TTV : N: 140
Tax :
Tax :
37,3 RR : 40
37 RR : 38
Thorak :
Thorak :
Thorak :
P : simetris, sonor,
P : simetris, sonor,
P : simetris, sonor,
Vesikular (+/+) Rh
Vesikular (+/+)
Vesikular (+/+) Rh
(-/-), Wh (-/-)
(-/-), Wh (-/-)
(-/-), Wh (-/-)
C : S1S2 tunggal
C : S1S2 tunggal
C : S1S2 tunggal
Abdomen : distensi,
Abdomen : distensi,
Abdomen : distensi,
counter, BU lemah
counter, BU lemah
counter, BU lemah
akralhangat (+/+)
TTV : N: 132
37 RR : 40
Ekstrimitas
Ku : Lemah
Sepsis
Hiscprungh
-
Inf
Ekstrimitas
akralhangat (+/+)
-
D10 250
Rh
Sepsis
Hiscprungh
-
cc/ 24
Inf
D10 250
Ekstrimitas
akralhangat (+/+)
-
Sepsis
Hiscprungh
-
cc/ 24
Inf
D10 250
cc/ 24
AA 175 cc
AA 175 cc
AA 175 cc
Lipid 40 cc
Lipid 40 cc
Lipid 40 cc
Inj
Inj
Inj
meropenem 3
meropenem 3
meropenem
40
x 100 mg
-
Inj mikasin 2x
x 100 mg
-
20 mg
-
Inj
Inj mikasin 2x
3 x 100 mg
-
20 mg
-
Inj
Inj mikasin 2x
20 mg
Inj
paracetamol
paracetamol
paracetamol
3x3 cc
3x3 cc
3x3 cc
ASI 8x5
ASI 8x5
ASI 8x5
BAB 4
KESIMPULAN
Sepsis pada neonatus masih merupakan masalah yang belum dapat
dipecahkan yang karena bersifat multifaktorial, mulai dari faktor ibu, janin,
41
maupun dari pelayanan rumah sakit. Sepsis neonatorum juga merupakan masalah
yang sulit didiagnosa karena pada neonatus, respon sistem imun tubuhnya tidak
selalu menimbulkan gejala seperti sepsis pada anak yang lebih besar. Umumnya
penatalaksanaan yang diberikan bisa terlambat bila tenaga medis tidak
memberikan perhatian yang cukup pada pasien.
Tanda dan gejala klasik sepsis pada neonatus mencakup takikardi,
takipneu, leukositosis atau leukopeni, dan hipertermi atau hipotermi. Selain itu
bila didapatkan sepsis berat dapat ditemukan disfungsi organ-organ tertentu,
seperti jantung, hati, paru-paru, ginjal, dan sebagainya. Ketika kegagalan organ
sudah mencapai derajat tertentu, akan menyebabkan terjadinya septik syok yang
dapat segera menyebabkan sindrom disfungsi multiorgan yang berakhir pada
kematian bila tidak mendapatkan penatalaksanaan yang tepat.
Penatalaksanaan sepsis pada umumnya mencakup eradikasi infeksi
dengan antibiotika selektif, terapi adjuvant untuk mendukung status organ
neonatus, terapi kortikosteroid bila terdapat insufisensi adrenal, dan terapi nutrisi
yang adekuat untuk mempertahankan kesehatan bayi.
42
DAFTAR PUSTAKA
last
modified
June
20th,
2011.
Page
available
at
http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=98247
3. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Rudolph s Pediatrics, Buku
Ajar Pediatri Rudolph, edisi ke 20. Sepsis dan Meningitis Pada Neonatus.
Jakarta : EGC, 2006, hal 601-610.
4. Mary T. Caserta, MD : Neonatal Sepsis. Page was last modified October
2009.
Page
available
at
http://www.merckmanuals.com/professional/sec19/ch279/ch279m.html
5. Kosim Sholeh et al. Buku Ajar Neonatologi, edisi pertama, cetakan kedua.
Sepsis Pada Bayi Baru Lahir. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2010, hal 170-187.
6. Ann L Anderson-Berry, MD : Neonatal Sepsis. Page was last modified
February
23rd,
2010.
Page
available
at
http://emedicine.medscape.com/article/978352-overview
7. Claudio Chiesa et al : Diagnosis of Neonatal Sepsis : A Clinical and
Laboratory Challenge. Page was last modified July 1st, 2011. Page
available at http://www.clinchem.org/cgi/content/full/50/2/279
43
8. Carl Kuschel : Antibiotics for Neonatal Sepsis. Page was last modified
October
20th,
2010.
Available
at
http://www.adhb.govt.nz/AntibioticsForNeonatalSepsis.htm
9. Efendi Sjarif Hidayat, 2013, Sepsis Neonatal : Penatalaksanaan terkini
serta Berbagai Masalah Dilematis Bandung
44