Anda di halaman 1dari 30

PRESENTASI KASUS

Appendicitis
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Bedah di RSUD Muntilan

Disusun Oleh :
Athika Dwi S

20110310113

Candra Widhi Wicaksono

20110310204

Dokter pembimbing :
dr. Riza Pahlevi, Sp.B
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016

PRESENTASI KASUS

APPENDICITIS

Disusun Oleh :
Athika Dwi S

20110310113

Candra Widhi Wicaksono

20110310204

Dokter pembimbing :
dr. Riza Pahlevi, Sp.B
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016

BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS

II.

Nama

: Nn. D

Usia

: 18 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Muntilan

Status perkawinan

: Single

Masuk RS

: Tanggal 14 Mei 2016

Bangsal

: Flamboyan

ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Muntilan dengan keluhan nyeri hilang timbul pada perut
bagian kanan bawah yang dirasakan sudah 4 hari tapi pada awalnya nyeri dirasakan di
sekitar perut bagian tengah, pasien juga mengeluh demam tapi tidak terlalu tinggi,
merasa pusing, mual nafsu makan turun, sulit BAB, BAK lancar, tidak sedang haid.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa disangkal, riwayat rawat inap di RS disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien tinggal bersama keluarganya, dan keluarga tidak memiliki gejala serupa keluhan
pasien.
Riwayat Personal Sosial
Merokok (-), konsumsi alkohol (-), konsumsi obat tertentu dalam jangka waktu lama
(-), sering jajan makanan disembarang tempat (+), tidak suka sayuran.
Anamnesis Sistem:
Kepala/Leher
THT
Respirasi

: Tidak ada keluhan


: Tidak ada keluhan
: Tidak ada keluhan

III.

Kardiovaskular
Gastrointestinal
Urogenital
Muskuloskeletal
Integumentum

: Tidak ada keluhan


: Sulit BAB
: Tidak ada keluhan
: Tidak ada keluhan
: Tidak ada keluhan

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT PASIEN


1. S (Subjektif)
Pusing (+), mual (+), muntah (-), sesak napas (-), nyeri perut (+) terutama dibagian
kanan bawah, BAB sulit, BAK lancar.
2. O (Objektif)
a. Kesan Umum
: Tampak lemas
b. Kesadaran
: E4V5M6, Compos Mentis
c. Vital Sign
-Tekanan darah : 100/70 mmHg
-Nadi
: 80x/menit
-Frekuensi napas : 19x/menit
-Suhu
: 36,8 0C
d. Kepala dan Leher
Kepala
: Normochepali
Mata
: Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek pupil (+/
+)
Telinga : Sekret (-/-), darah (-/-)
Hidung : Deformitas (-), sekret (-/-)
Mulut : Karies (-/-)
Leher

: Pembesaran tiroid (-), kelenjar getah bening tidak teraba

membesar
e. Thorax

Cor
-Auskultasi suara S1 dan S2 terdengar regular dan tidak terdengar bising atau suara

tambahan jantung
Pulmo
-Inspeksi kedua hemithorak simetris, tidak terdapat jejas, tidak ada ketinggalan
gerak
-Palpasi tidak ada nyeri tekan pada lapang paru, vocal fremitus tidak ada
peningkatan maupun penurunan
-Perkusi : sonor
-Suara dasar vesikuler (+/+) terdengar di lapang paru dekstra dan sinistra
-Suara ronkhi (-/-) tidak terdengar di lapang paru dekstra dan sinistra
-Suara amforik (-/-) tidak terdengar di lapang paru dekstra dan sinistra

-Suara wheezing (-/-) tidak terdengar di lapang paru dekstra dan sinistra
f. Abdomen

Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi

: Distensi abdomen (-)


: BU (+)
: Tympani
: Defance Muscular (+)
Nyeri Tekan di daerah kanan bawah
Rovsings Sign (+)
Psoas Sign (+)
Obturator Sign (+)
Akral dingin (-), edema (-)
g. ALVARADO Score : 7 (sebelum lab ), 9 (setelah lab)
h. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 14 Mei 2015
PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
Lekosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
Golongan Darah

HASIL

NILAI RUJUKAN

SATUAN

9,67
6,80
11,6
37,5
55,1
17,0
30,8
268
A

4,2 9,3
45
12 15
37 43
80 - 100
26 34
32 - 36
150 450

10^3/uL
10^6/uL
g/dL
%
fL
pg
g/dL
10^3/uL

Netrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil

72,4
19,8
6,7
0,0
1,2

50 70
25 40
28
2-4
01

%
%
%
%
%

Cloting Time
Bleeding Time
Ureum
Creatinin

5
2
16
0,60

26
13
15 45
0,60 1,13

Menit
Menit
Mg/dl
Mg/dl

Pemeriksaan USG dilakukan pada tanggal 14 Mei 2016, dengan hasil :


Appendix : Ukuran 5 x 15 mm, hipoechoic dinding tipis

Tak tampak kelainan pada organ-organ lain


Kesan : Sugestif Appendicitis
3. A (Asessment)
Appendicitis Akut
4. P (Planing)
Infus Asering 30 tpm
Sanmol 500 mg / 8 jam
Inj Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
Inj Ranitidin 150 mg / 12 jam
Program Appendictomy 16 Mei 2016
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi, Fisiologi, Dan Embriologi Appendix
Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan Colon
ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix terlihat pada minggu ke-8
kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya Appendix berada pada apeks Caecum, tetapi
kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses
perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir pada kuadran kanan bawah perut.
Appendix selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir Appendix
ditentukan oleh lokasi Caecum. Tepatnya dipertemuan tiga tainea yaitu Taenia libera, taenia colica,
taenia omentum. Dari topografinya apendiks terletak di sepertiga jarak dari SIAS kanan sampai
umbilikus. 1,2,3

Gambar 1,2. Appendix vermicularis4)


Vaskularisasi Appendix berasal dari A. apendicularis percabangan A. Ileocolica cabang a. Mesenterica
Superior. Persarafan apendiks berasal dari persarafan simpatis plexus mesenterial superior (T10-T11) dan
parasimpatis n.Vagus.
Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata panjang 6-9 cm.
Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada dasar Caecum, ujung Appendix
memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan
mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi apabila Appendix mengalami peradangan. 1,2

Gambar 3. Variasi lokasi Appendix vermicularis1

Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini, Appendix dikatakan
sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A
(IgA), merupakan komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT).2
B. INSIDENSI
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak kurang dari satu tahun.
Rasio pria : wanita = 1,2-1,3 : 1. 2
C. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
1. Obstruksi

Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith merupakan
penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak dengan Appendicitis akut dan
30-40% pada anak dengan perforasi Appendix. Penyebab yang lebih jarang adalah hiperplasia
jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium yang mengering pada pemeriksaan sinar X,
biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris vermicularis. Reaksi jaringan limfatik, baik
lokal maupun generalisata, dapat disebabkan oleh infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella;
atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis,
Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau
sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Insidensi Appendicitis juga
meningkat pada pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi karena perubahan pada
kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid,
khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal.6
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi. Fecalith
ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65% pada kasus Appendicitis
gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis acuta gangrenosa dengan
perforasi. 1,2,6,7)

Gambar 3.1. Appendicitis (dengan fecalith) 8)


Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal mukosa
Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada Appendix normal 0,1 mL. Sekresi sekitar
0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal sekitar 60 cmH 2O. Distensi merangsang
akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut
tengah atau di bawah epigastrium. 2)
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan bakteri yang cepat di
Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi tekanan vena, aliran kapiler dan vena
terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya
menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan
serosa Appendix dan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke
RLQ. 2,6,7
Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap kekurangan suplai darah. Dengan
bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah dengan suplai darah yang paling sedikit
akan mengalami kerusakan paling parah. 1,2,6,7

Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala gangguan


gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB, dan
kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis Appendicitis, khususnya pada
anak-anak.6

Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang dipersepsikan


sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri tumpul di dermatom Th 10.
Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah dalam beberapa jam setelah
timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis
lain.6
Appendix

yang

mengalami

obstruksi

merupakan

tempat

yang

baik

bagi

perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan


aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut semakin meningkatan
tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya, peningkatan tekanan ini menyebabkan gangguan
aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan iskhemia jaringan intraluminal
Appendix, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke dinding Appendix;
diikuti demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator inflamasi karena iskhemia
jaringan.
Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding Appendix berhubungan dengan
peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada
lokasi Appendix, khususnya di titik Mc Burneys.
Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral
sebelumnya. Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya
tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi
Appendix dan penyebaran infeksi.
Nyeri pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di punggung atau
pinggang. Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah
testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya.
Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi Appendicitis dapat menyebabkan
nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.
Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis difus.
Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan tubuh
pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi Appendix mencakup peningkatan

suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik.
Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam
tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi tidak memiliki
jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang melokalisir penyebaran infeksi akibat
perforasi.6
2. Bakteriologi
Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix normal. Sekitar 60% cairan
aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis didapatkan bakteri jenis anaerob, dibandingkan yang
didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendix yang normal. 1,2,7
Appendicitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan lebih dari 14 jenis
bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami perforasi. 2) Flora normal pada Appendix sama
dengan bakteri pada Colon normal. Flora pada Appendix akan tetap konstan seumur hidup kecuali
Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada orang dewasa. Bakteri yang umumnya terdapat
di Appendix, Appendicitis acuta dan Appendicitis perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes
fragilis. Namun berbagai variasi dan bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan.
1,2,7

Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Appendicitis acuta 2)


Bakteri Aerob dan Fakultatif

Bakteri Anaerob

Batang Gram (-)

Batang Gram (-)

Eschericia coli

Bacteroides fragilis

Pseudomonas aeruginosa

Bacteroides sp.

Klebsiella sp.

Fusobacterium sp.

Coccus Gr (+)

Batang Gram (-)

Streptococcus anginosus

Clostridium sp.

Streptococcus sp.

Coccus Gram (+)

Enteococcus sp.

Peptostreptococcus sp.

3. Peranan lingkungan: diet dan higiene 7)


Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan kandungan serat
rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan kondisi tertentu pada pencernaan.
Appendicitis, penyakit Divertikel, carcinoma Colorectal lebih sering pada orang dengan diet seperti di
atas dan lebih jarang diantara orang yang memakan makanan dengan kandungan serta lebih tinggi. Burkitt
mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan
lumen yang mempunyai kecenderungan untuk timbul fecalith.
D. MANIFESTASI KLINIS
1 Gejala Klinis
Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri perut yang
didahului anoreksia.12,13 Gejala utama Appendicitis acuta adalah nyeri perut. Awalnya, nyeri dirasakan
difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri
berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi di
RLQ. Variasi dari lokasi anatomi Appendix berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai contoh; Appendix
yang panjang dengan ujungnya yang inflamasi di LLQ menyebabkan nyeri di daerah tersebut, Appendix
di daerah pelvis menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal Appendix dapat menyebabkan nyeri testicular.
1,2,3,7,8

Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix, biasanya suhu naik hingga
38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga > 39 oC. Anoreksia hampir selalu
menyertai Appendicitis. Pada 75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua
kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala
Appendicitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka
diagnosis Appendicitis diragukan.

2,8

Muntah yang timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada

diagnosis gastroenteritis.
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak pasien yang merasa
nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa pasien terutama anak-anak. 2,3,8 Diare
dapat timbul setelah terjadinya perforasi Appendix. 12,13

Tabel 2. Gejala Appendicitis acuta 9)

Gejala*

Frekuensi (%)

Nyeri perut

100

Anorexia

100

Mual

90

Muntah

75

Nyeri berpindah

50

Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah


kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang tidak terlalu

50

tinggi)
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam

Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi
2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya ditentukan apakah akan dilakukan Appendectomy.
Setelah Appendectomy, dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasil PA
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut. 11)
Tabel 3. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.2

Gejala

Tanda

Lab

Gejala Klinik

Value

Adanya migrasi nyeri

Anoreksia

Mual/muntah

Nyeri RLQ

Nyeri lepas

Febris

Leukositosis

Shift to the left

Total poin

10

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya
dilakukan.2

Interpretasi:
Skor 7-10 = Apendisitis akut
Skor 5-6 = Curiga apendisitis akut
Skor 1-4 = Bukan apendisitis akut
2.4.2 Tanda Klinis
Penderita Appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan, karena pada sikap
itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang. Hal tersebut akan mengurangi tekanan ke arah
Appendix sehingga nyeri perut berkurang. 6

Gambar 4. Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut 10)


Secara klinis, dikenal beberapa Manuver Diagnostik: 10

Rovsings sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum. Sering
positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.

Gambar 5. Rovsings Sign

Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan tangan kiri
menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan dalam arah anteroposterior.
Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi
langsung yang berasal dari peradangan Appendix. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi
rigiditas abdomen.

Gambar 6. Psoas sign 10

Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan pasien sedangkan
tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi
fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien
merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi

Appendix, abscess lokal, iritasi M. Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya
hernia obturatoria.

Gambar 7. Obturator sign10)

Blumbergs sign (nyeri lepas kontralateral)


Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif bila pada saat
dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.

Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.

Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral

Dunphys sign (nyeri ketika batuk)


E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1 Laboratorium2,3,6,7)
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm 3, biasanya didapatkan pada keadaan akut,

Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis
sel darah putih normal tidak ditemukan shift to the left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta
harus dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm 3 pada Appendicitis
tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan
terjadinya perforasi Appendix dengan atau tanpa abscess.

CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati sebagai respon
terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 6-12 jam inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP 8 mcg/mL, hitung leukosit 11000, dan persentase
neutrofil 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%.
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran kemih. Walaupun
dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi Urethra atau Vesica urinaria seperti yang
diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada Appendicitis acuta dalam sample urine catheter tidak akan
ditemukan bakteriuria.
2. Ultrasonografi1,2,6,7)
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis. Appendix diidentifikasi/
dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang nonperistaltik yang berasal dari Caecum.
Dengan penekanan yang maksimal, Appendix diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian
dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran anterior-posterior Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya
appendicolith akan mendukung diagnosis. Gambaran USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan
ringan merupakan struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan
diagnosis Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak terlihat dan tidak tampak
adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis Appendicitis acuta tersingkir dengan USG,
pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain.
Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan
transabdominal maupun endovagina agar dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin
menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis Appendicitis acuta dengan USG telah dilaporkan
sensitifitasnya sebesar 78%-96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anakanak dan wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai. Penilaian positif palsu
dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari peradangan sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi,
benda asing (inspissated stool) yang dapat menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas Appendix
mungkin tidak tertekan karena proses inflamasi Appendix yang akut melainkan karena terlalu banyak
lemak. USG negatif palsu dapat terjadi bila Appendicitis terbatas hanya pada ujung Appendix, letak
retrocaecal, Appendix dinilai membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila Appendix mengalami
perforasi oleh karena tekanan.

Gambar 8.Tampak dinding apendiks menebal dan gambaran apendicolith 10)


3. Pemeriksaan radiologi1,2,6,7)

Gambaran foto polos abdomen tampak apendikolith (panah)

Gambaran pengisian penuh dengan kontras pada apendiks, apendiks normal


Gambaran pengisian tak penuh dengan kontras pada apendiks
Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema. Meskipun CT Scan telah dilaporkan
sama atau lebih akurat daripada USG, tapi jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT

Scan diperiksa terutama saat dicurigai adanya Abscess appendix untuk melakukan percutaneous drainage
secara tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan yang tidak spesifik
akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan Appendix yang kosong dan dihubungkan dengan ketepatan
yang berkisar antara 50-48 %.

Gambaran CT Scan abdomen: Appendicitis perforata dengan abscess dan kumpulan cairan di pelvis 1)
Gambar 10. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Appendix (panah) dengan appendicolith 1
Tabel 6. Perbandingan USG dan CT Scan Appendix pada Appendicitis10)

USG

CT Scan Appendix

Sensitivitas

85%

90-100%

Spesifitas

92%

95-97%

Penggunaan

Evaluasi pasien pada pasien


Appendicitis

Evaluasi pasien pada pasien


Appendicitis

Keuntungan

Aman

Lebih akurat

Relatif murah

Lebih baik dalam


mengidentifikasi Appendix
normal, phlegmon dan
abscess

Dapat menyingkirkan
penyakit pelvis pada wanita
Lebih baik pada anak-anak

Kerugian

Tergantung operator

Mahal

Secara teknik tidak adekuat


dalam menilai gas

Radiasi ionisasi
Kontras

Nyeri

F. Diagnosis Banding
1. Kehamilan ektopik terganggu
Gejala klinis mirip dengan apendisitis akut. Hamper selalu ada riwayat terlambat haid
dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim
dengan pendarahan, akan timbul nyeri yang mendadak di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok
hipovolemik. Pada pemeriksaan vagina, di dapatkan nyeri penonjolan dan penonjolan rongga
Douglas dan pada kuldosentesis di dapatkan darah
2. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahalui rasa nyeri. Nyeri perut bersifat
lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Sering dijumpai adanya hiperperistalsis. Panas dan
leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut
3. Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering di kacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih
tinggi dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai
keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus
diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnose banding.
4. Ureterolithiasis kanan
Ada riwayat kolik dari pinggang kanan ke perut yang menjalar dari inguinal kanan
merupakan gambaran khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau BNO IVP dapat
memastikan penyakit ini.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta yaitu 1,2,3,6,7)
1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis dehidrasi atau
septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika profilaksis harus diberikan
sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan single dose dipilih antibiotika yang bisa melawan
bakteri anaerob.
Teknik operasi Appendectomy 1,2,6,8):
a. Open Appendectomy
1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
2. Dibuat sayatan kulit:
Horizontal

Oblique

3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:


a. Pararectal/ Paramedian
Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan ke medial.
Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis karena fascianya ada 2
agar tidak tertinggal pada waktu penjahitan. Bila yang terjahit hanya satu lapis fascia saja,
dapat terjadi hernia cicatricalis.

sayata
n

M.rectus
abd.

M.rectus abd.
ditarik ke
2 lapis medial

b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting


Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.
1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral atas ke medial bawah.

Keterangan gambar:
Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua mengenai
jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis externus.
2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral bawah.

Keterangan gambar:
Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi searah dengan seratnya
ke arah lateral.

3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.

Keterangan gambar:
Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak terjadi trauma
jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N. iliohipogastricus dan pembuluh yang
memperdarahinya terletak di sebelah lateral di antara M. obliquus externus dan internus.
Tarikan yang terlalu keras akan merobek pembuluh dan membahayakan saraf.
4. Peritoneum dibuka.

Keterangan gambar:
Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar. Peritoneum sering
nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di bawahnya. Secuil peritoneum angkat
dengan pinset. Yang nampak di sini ialah pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat
dengan cara yang sama pada sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan pinset,
memasang lagi sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang diangkat.

5. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri untuk mencari Appendix.
Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem dengan klem Babcock dengan arah selalu ke atas
(untuk mencegah kontaminasi ke jaringan sekitarnya).
Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:
Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya, diklem, kemudian
dipotong di antara 2 ikatan.

Keterangan gambar:
Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem Babcock melingkari
appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium seperti pada gambar. Cara lainnya ialah
dengan mengklem ujung bebas mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh
terlalu banyak diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.
6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih kuat karena
mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum). Klem dipindahkan sedikit ke distal,
lalu bekas klem yang pertama diikat dengan benang yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga
tidak terbentuk rongga dan bila terbentuk pus akan masuk ke dalam Caecum).

7. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.

8. Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara:


a. Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix diinversikan ke dalam Caecum.
Tabak sak dapat ditambah dengan jahitan Z.
b. Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko kontaminasi dan adhesi.
c. Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung rapuh, dapat dilakukan
penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.

9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru dilepaskan dan
mesenteriolumnya (retrograde).
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b. Laparoscopic Appendectomy
Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri
akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy sangat berguna untuk pemeriksaan wanita
dengan keluhan abdomen bagian bawah. Dengan menggunakan laparoscope akan mudah membedakan
penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta.1)

Gambar 3.10. Posisi operasi Laparoscopic Appendectomy 1)

BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien didiagnosis dengan Appendicitis Akut, dengan mempertimbangkan
serangkaian penilaian dan pemeriksaan yang telah dilakukan. Berdasarkan gejala yang timbul,
pasien mengeluh nyeri perut di bagian tengah yang berpindah dan terlokalisir di daerah kanan
bawah, mual serta sulit BAB. Pada appendisitis tahapan distensi apendiks dapat menyebabkan
refleks mual bahkan sampai muntah meskipun jarang. Nyeri yang dirasakan pasien merupakan
bagian dari proses patologis dari appendisitis dimana pada awal onset nyeri yang terjadi adalah
nyeri yang melibatkan segmen serabut saraf viseral simpatis Torakal 10 dengan dermatom di
perut bagian tengah sekitar umbilikus. Seiring dengan brjalannya waktu, proses patologis pun
terus berjalan apabila inflamasi appendiks sudah bersinggungan dengan peritoneum parietal,
serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan mulai dirasakan terlokalisir dibagian kanan
bawah, tepatnya di regio Mc Burney.
Sulit BAB yang dirasakan pasien dapat berhubungan dengan kebiasaan yang tidak suka
mengkonsumsi sayur. Diketahui bahwa sayur merupakan bahan makanan yang kaya akan serat
yang dapat berfungsi melancarkan pencernaan. Bila asupan serat kurang maka feses dapat
mengeras sehingga sulit dikeluarkan, feses lebih lama tersimpan sehingga lama terpapar bakteri
di usus, hal ini dapat menjadi tempat bakteri untuk berkembang biak. Apabila timbul fekalit yang
dapat menyumbat appendiks maka hal ini semakin meningkatkan resiko untuk bisa terjadi
appendisitis.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan defance muscular dan nyeri tekan pada daerah kanan
bawah (Mc Burneys) sesuai dengan proyeksi dari appendiks. Selain itu dilakukan pula
pemeriksaan khusus meliputi pemeriksaan Psoas Sign, Rovsing Sign, Obturator Sign dan
masing-masing hasilnya adalah positif.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium dan USG. Hasil
dari pemeriksaan laboratorium yang mendukung adalah Angka Lekosit yang lebih dari nilai
rujukan menunjukkan proses infeksi terjadi. Netrofil (lekosit agranuler) nilainya meningkat pula
dimana netrofil berfungsi sebagai fagosit bakteri, hal ini menunjukkan bahwa terjadi proses
fagositosis. Dari serangkaian data yang didapat mulai dari gejala, tanda serta pemeriksaan
laboratorium dapat dimasukkan dalam sistem skoring ALVARADO dengan hasil skor adalah 9
dari skor maksimal 10. Berdasarkan skor tersebut diapat diketahui bahwa pasien mengalami

appendisitis akut. Pada pemeriksaan USG, dimana pemeriksaan ini bermanfaaat sebagai media
konfirmasi yang menguatkan diagnosis menunjukkan hasil sugestif Appendicitis.
Kemudian langkah selanjutnya untuk pasien adalah tindakan bedah / operasi berupa open
appendectomy, untuk penatalaksanaan medikasi diberikan injeksi ceftriaxone, sanmol, dan
ranitidin. Ceftriaxone merupakan antibiotik spektrum luas golongan cefalosporin yang berguna
menangani infeksi yang terjadi, sanmol berisikan paracetamol yang beguna dalam manajemen
nyeri maupun demam bila terjadi. Sedangkan ranitidin dapat digunakan untuk mengatasi nyeri
pada lambung bila terjadi.

BAB IV
KESIMPULAN
Appendicitis adalah peradangan pada Appendix vermicularis. Appendix merupakan derivat
bagian dari midgut, yang lokasi anatomisnya dapat berbeda tiap individu. Appendicitis
merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan. Faktor-faktor yang
menjadi etiologi dan predisposisi terjadinya Appendicitis meliputi faktor obstruksi, bakteriologi,
dan diet. Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta.
Gejala klinis Appendicitis meliputi nyeri perut, anorexia, mual, muntah, nyeri berpindah, dan gejala
sisa klasik berupa nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke
RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi. Tanda klinis yang dapat dijumpai dan manuver
diagnostik pada kasus Appendicitis adalah Rovsings sign, Psoas sign, Obturator sign, Blumbergs sign,
Defence musculare.
Pemeriksaan penunjang dalam diagnosis Appendicitis adalah pemeriksaan laboratorium, Skor
Alvarado, ultrasonografi, dan radiologi. Pada pasien ini telah dilakukan serangkaian pemeriksaan tersebut
untuk menegakkan diagnosis appendisitis. Kemudian penetalaksaanan yang dilakukan pada pasien ini
adalah dengan melakukan prosedur bedah berupa open appendictomy.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai