Appendicitis
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Bedah di RSUD Muntilan
Disusun Oleh :
Athika Dwi S
20110310113
20110310204
Dokter pembimbing :
dr. Riza Pahlevi, Sp.B
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
PRESENTASI KASUS
APPENDICITIS
Disusun Oleh :
Athika Dwi S
20110310113
20110310204
Dokter pembimbing :
dr. Riza Pahlevi, Sp.B
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
II.
Nama
: Nn. D
Usia
: 18 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Muntilan
Status perkawinan
: Single
Masuk RS
Bangsal
: Flamboyan
ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Muntilan dengan keluhan nyeri hilang timbul pada perut
bagian kanan bawah yang dirasakan sudah 4 hari tapi pada awalnya nyeri dirasakan di
sekitar perut bagian tengah, pasien juga mengeluh demam tapi tidak terlalu tinggi,
merasa pusing, mual nafsu makan turun, sulit BAB, BAK lancar, tidak sedang haid.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa disangkal, riwayat rawat inap di RS disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien tinggal bersama keluarganya, dan keluarga tidak memiliki gejala serupa keluhan
pasien.
Riwayat Personal Sosial
Merokok (-), konsumsi alkohol (-), konsumsi obat tertentu dalam jangka waktu lama
(-), sering jajan makanan disembarang tempat (+), tidak suka sayuran.
Anamnesis Sistem:
Kepala/Leher
THT
Respirasi
III.
Kardiovaskular
Gastrointestinal
Urogenital
Muskuloskeletal
Integumentum
membesar
e. Thorax
Cor
-Auskultasi suara S1 dan S2 terdengar regular dan tidak terdengar bising atau suara
tambahan jantung
Pulmo
-Inspeksi kedua hemithorak simetris, tidak terdapat jejas, tidak ada ketinggalan
gerak
-Palpasi tidak ada nyeri tekan pada lapang paru, vocal fremitus tidak ada
peningkatan maupun penurunan
-Perkusi : sonor
-Suara dasar vesikuler (+/+) terdengar di lapang paru dekstra dan sinistra
-Suara ronkhi (-/-) tidak terdengar di lapang paru dekstra dan sinistra
-Suara amforik (-/-) tidak terdengar di lapang paru dekstra dan sinistra
-Suara wheezing (-/-) tidak terdengar di lapang paru dekstra dan sinistra
f. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
HASIL
NILAI RUJUKAN
SATUAN
9,67
6,80
11,6
37,5
55,1
17,0
30,8
268
A
4,2 9,3
45
12 15
37 43
80 - 100
26 34
32 - 36
150 450
10^3/uL
10^6/uL
g/dL
%
fL
pg
g/dL
10^3/uL
Netrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
72,4
19,8
6,7
0,0
1,2
50 70
25 40
28
2-4
01
%
%
%
%
%
Cloting Time
Bleeding Time
Ureum
Creatinin
5
2
16
0,60
26
13
15 45
0,60 1,13
Menit
Menit
Mg/dl
Mg/dl
Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini, Appendix dikatakan
sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A
(IgA), merupakan komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT).2
B. INSIDENSI
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak kurang dari satu tahun.
Rasio pria : wanita = 1,2-1,3 : 1. 2
C. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
1. Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith merupakan
penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak dengan Appendicitis akut dan
30-40% pada anak dengan perforasi Appendix. Penyebab yang lebih jarang adalah hiperplasia
jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium yang mengering pada pemeriksaan sinar X,
biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris vermicularis. Reaksi jaringan limfatik, baik
lokal maupun generalisata, dapat disebabkan oleh infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella;
atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis,
Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau
sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Insidensi Appendicitis juga
meningkat pada pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi karena perubahan pada
kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid,
khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal.6
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi. Fecalith
ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65% pada kasus Appendicitis
gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis acuta gangrenosa dengan
perforasi. 1,2,6,7)
yang
mengalami
obstruksi
merupakan
tempat
yang
baik
bagi
suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik.
Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam
tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi tidak memiliki
jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang melokalisir penyebaran infeksi akibat
perforasi.6
2. Bakteriologi
Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix normal. Sekitar 60% cairan
aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis didapatkan bakteri jenis anaerob, dibandingkan yang
didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendix yang normal. 1,2,7
Appendicitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan lebih dari 14 jenis
bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami perforasi. 2) Flora normal pada Appendix sama
dengan bakteri pada Colon normal. Flora pada Appendix akan tetap konstan seumur hidup kecuali
Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada orang dewasa. Bakteri yang umumnya terdapat
di Appendix, Appendicitis acuta dan Appendicitis perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes
fragilis. Namun berbagai variasi dan bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan.
1,2,7
Bakteri Anaerob
Eschericia coli
Bacteroides fragilis
Pseudomonas aeruginosa
Bacteroides sp.
Klebsiella sp.
Fusobacterium sp.
Coccus Gr (+)
Streptococcus anginosus
Clostridium sp.
Streptococcus sp.
Enteococcus sp.
Peptostreptococcus sp.
Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix, biasanya suhu naik hingga
38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga > 39 oC. Anoreksia hampir selalu
menyertai Appendicitis. Pada 75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua
kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala
Appendicitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka
diagnosis Appendicitis diragukan.
2,8
diagnosis gastroenteritis.
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak pasien yang merasa
nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa pasien terutama anak-anak. 2,3,8 Diare
dapat timbul setelah terjadinya perforasi Appendix. 12,13
Gejala*
Frekuensi (%)
Nyeri perut
100
Anorexia
100
Mual
90
Muntah
75
Nyeri berpindah
50
50
tinggi)
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi
2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya ditentukan apakah akan dilakukan Appendectomy.
Setelah Appendectomy, dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasil PA
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut. 11)
Tabel 3. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.2
Gejala
Tanda
Lab
Gejala Klinik
Value
Anoreksia
Mual/muntah
Nyeri RLQ
Nyeri lepas
Febris
Leukositosis
Total poin
10
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya
dilakukan.2
Interpretasi:
Skor 7-10 = Apendisitis akut
Skor 5-6 = Curiga apendisitis akut
Skor 1-4 = Bukan apendisitis akut
2.4.2 Tanda Klinis
Penderita Appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan, karena pada sikap
itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang. Hal tersebut akan mengurangi tekanan ke arah
Appendix sehingga nyeri perut berkurang. 6
Rovsings sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum. Sering
positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.
Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan tangan kiri
menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan dalam arah anteroposterior.
Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi
langsung yang berasal dari peradangan Appendix. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi
rigiditas abdomen.
Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan pasien sedangkan
tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi
fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien
merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi
Appendix, abscess lokal, iritasi M. Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya
hernia obturatoria.
Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.
Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis
sel darah putih normal tidak ditemukan shift to the left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta
harus dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm 3 pada Appendicitis
tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan
terjadinya perforasi Appendix dengan atau tanpa abscess.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati sebagai respon
terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 6-12 jam inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP 8 mcg/mL, hitung leukosit 11000, dan persentase
neutrofil 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%.
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran kemih. Walaupun
dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi Urethra atau Vesica urinaria seperti yang
diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada Appendicitis acuta dalam sample urine catheter tidak akan
ditemukan bakteriuria.
2. Ultrasonografi1,2,6,7)
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis. Appendix diidentifikasi/
dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang nonperistaltik yang berasal dari Caecum.
Dengan penekanan yang maksimal, Appendix diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian
dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran anterior-posterior Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya
appendicolith akan mendukung diagnosis. Gambaran USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan
ringan merupakan struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan
diagnosis Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak terlihat dan tidak tampak
adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis Appendicitis acuta tersingkir dengan USG,
pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain.
Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan
transabdominal maupun endovagina agar dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin
menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis Appendicitis acuta dengan USG telah dilaporkan
sensitifitasnya sebesar 78%-96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anakanak dan wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai. Penilaian positif palsu
dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari peradangan sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi,
benda asing (inspissated stool) yang dapat menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas Appendix
mungkin tidak tertekan karena proses inflamasi Appendix yang akut melainkan karena terlalu banyak
lemak. USG negatif palsu dapat terjadi bila Appendicitis terbatas hanya pada ujung Appendix, letak
retrocaecal, Appendix dinilai membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila Appendix mengalami
perforasi oleh karena tekanan.
Scan diperiksa terutama saat dicurigai adanya Abscess appendix untuk melakukan percutaneous drainage
secara tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan yang tidak spesifik
akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan Appendix yang kosong dan dihubungkan dengan ketepatan
yang berkisar antara 50-48 %.
Gambaran CT Scan abdomen: Appendicitis perforata dengan abscess dan kumpulan cairan di pelvis 1)
Gambar 10. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Appendix (panah) dengan appendicolith 1
Tabel 6. Perbandingan USG dan CT Scan Appendix pada Appendicitis10)
USG
CT Scan Appendix
Sensitivitas
85%
90-100%
Spesifitas
92%
95-97%
Penggunaan
Keuntungan
Aman
Lebih akurat
Relatif murah
Dapat menyingkirkan
penyakit pelvis pada wanita
Lebih baik pada anak-anak
Kerugian
Tergantung operator
Mahal
Radiasi ionisasi
Kontras
Nyeri
F. Diagnosis Banding
1. Kehamilan ektopik terganggu
Gejala klinis mirip dengan apendisitis akut. Hamper selalu ada riwayat terlambat haid
dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim
dengan pendarahan, akan timbul nyeri yang mendadak di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok
hipovolemik. Pada pemeriksaan vagina, di dapatkan nyeri penonjolan dan penonjolan rongga
Douglas dan pada kuldosentesis di dapatkan darah
2. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahalui rasa nyeri. Nyeri perut bersifat
lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Sering dijumpai adanya hiperperistalsis. Panas dan
leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut
3. Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering di kacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih
tinggi dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai
keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus
diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnose banding.
4. Ureterolithiasis kanan
Ada riwayat kolik dari pinggang kanan ke perut yang menjalar dari inguinal kanan
merupakan gambaran khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau BNO IVP dapat
memastikan penyakit ini.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta yaitu 1,2,3,6,7)
1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis dehidrasi atau
septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika profilaksis harus diberikan
sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan single dose dipilih antibiotika yang bisa melawan
bakteri anaerob.
Teknik operasi Appendectomy 1,2,6,8):
a. Open Appendectomy
1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
2. Dibuat sayatan kulit:
Horizontal
Oblique
sayata
n
M.rectus
abd.
M.rectus abd.
ditarik ke
2 lapis medial
Keterangan gambar:
Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua mengenai
jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis externus.
2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral bawah.
Keterangan gambar:
Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi searah dengan seratnya
ke arah lateral.
Keterangan gambar:
Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak terjadi trauma
jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N. iliohipogastricus dan pembuluh yang
memperdarahinya terletak di sebelah lateral di antara M. obliquus externus dan internus.
Tarikan yang terlalu keras akan merobek pembuluh dan membahayakan saraf.
4. Peritoneum dibuka.
Keterangan gambar:
Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar. Peritoneum sering
nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di bawahnya. Secuil peritoneum angkat
dengan pinset. Yang nampak di sini ialah pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat
dengan cara yang sama pada sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan pinset,
memasang lagi sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang diangkat.
5. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri untuk mencari Appendix.
Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem dengan klem Babcock dengan arah selalu ke atas
(untuk mencegah kontaminasi ke jaringan sekitarnya).
Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:
Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya, diklem, kemudian
dipotong di antara 2 ikatan.
Keterangan gambar:
Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem Babcock melingkari
appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium seperti pada gambar. Cara lainnya ialah
dengan mengklem ujung bebas mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh
terlalu banyak diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.
6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih kuat karena
mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum). Klem dipindahkan sedikit ke distal,
lalu bekas klem yang pertama diikat dengan benang yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga
tidak terbentuk rongga dan bila terbentuk pus akan masuk ke dalam Caecum).
9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru dilepaskan dan
mesenteriolumnya (retrograde).
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b. Laparoscopic Appendectomy
Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri
akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy sangat berguna untuk pemeriksaan wanita
dengan keluhan abdomen bagian bawah. Dengan menggunakan laparoscope akan mudah membedakan
penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta.1)
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien didiagnosis dengan Appendicitis Akut, dengan mempertimbangkan
serangkaian penilaian dan pemeriksaan yang telah dilakukan. Berdasarkan gejala yang timbul,
pasien mengeluh nyeri perut di bagian tengah yang berpindah dan terlokalisir di daerah kanan
bawah, mual serta sulit BAB. Pada appendisitis tahapan distensi apendiks dapat menyebabkan
refleks mual bahkan sampai muntah meskipun jarang. Nyeri yang dirasakan pasien merupakan
bagian dari proses patologis dari appendisitis dimana pada awal onset nyeri yang terjadi adalah
nyeri yang melibatkan segmen serabut saraf viseral simpatis Torakal 10 dengan dermatom di
perut bagian tengah sekitar umbilikus. Seiring dengan brjalannya waktu, proses patologis pun
terus berjalan apabila inflamasi appendiks sudah bersinggungan dengan peritoneum parietal,
serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan mulai dirasakan terlokalisir dibagian kanan
bawah, tepatnya di regio Mc Burney.
Sulit BAB yang dirasakan pasien dapat berhubungan dengan kebiasaan yang tidak suka
mengkonsumsi sayur. Diketahui bahwa sayur merupakan bahan makanan yang kaya akan serat
yang dapat berfungsi melancarkan pencernaan. Bila asupan serat kurang maka feses dapat
mengeras sehingga sulit dikeluarkan, feses lebih lama tersimpan sehingga lama terpapar bakteri
di usus, hal ini dapat menjadi tempat bakteri untuk berkembang biak. Apabila timbul fekalit yang
dapat menyumbat appendiks maka hal ini semakin meningkatkan resiko untuk bisa terjadi
appendisitis.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan defance muscular dan nyeri tekan pada daerah kanan
bawah (Mc Burneys) sesuai dengan proyeksi dari appendiks. Selain itu dilakukan pula
pemeriksaan khusus meliputi pemeriksaan Psoas Sign, Rovsing Sign, Obturator Sign dan
masing-masing hasilnya adalah positif.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium dan USG. Hasil
dari pemeriksaan laboratorium yang mendukung adalah Angka Lekosit yang lebih dari nilai
rujukan menunjukkan proses infeksi terjadi. Netrofil (lekosit agranuler) nilainya meningkat pula
dimana netrofil berfungsi sebagai fagosit bakteri, hal ini menunjukkan bahwa terjadi proses
fagositosis. Dari serangkaian data yang didapat mulai dari gejala, tanda serta pemeriksaan
laboratorium dapat dimasukkan dalam sistem skoring ALVARADO dengan hasil skor adalah 9
dari skor maksimal 10. Berdasarkan skor tersebut diapat diketahui bahwa pasien mengalami
appendisitis akut. Pada pemeriksaan USG, dimana pemeriksaan ini bermanfaaat sebagai media
konfirmasi yang menguatkan diagnosis menunjukkan hasil sugestif Appendicitis.
Kemudian langkah selanjutnya untuk pasien adalah tindakan bedah / operasi berupa open
appendectomy, untuk penatalaksanaan medikasi diberikan injeksi ceftriaxone, sanmol, dan
ranitidin. Ceftriaxone merupakan antibiotik spektrum luas golongan cefalosporin yang berguna
menangani infeksi yang terjadi, sanmol berisikan paracetamol yang beguna dalam manajemen
nyeri maupun demam bila terjadi. Sedangkan ranitidin dapat digunakan untuk mengatasi nyeri
pada lambung bila terjadi.
BAB IV
KESIMPULAN
Appendicitis adalah peradangan pada Appendix vermicularis. Appendix merupakan derivat
bagian dari midgut, yang lokasi anatomisnya dapat berbeda tiap individu. Appendicitis
merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan. Faktor-faktor yang
menjadi etiologi dan predisposisi terjadinya Appendicitis meliputi faktor obstruksi, bakteriologi,
dan diet. Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta.
Gejala klinis Appendicitis meliputi nyeri perut, anorexia, mual, muntah, nyeri berpindah, dan gejala
sisa klasik berupa nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke
RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi. Tanda klinis yang dapat dijumpai dan manuver
diagnostik pada kasus Appendicitis adalah Rovsings sign, Psoas sign, Obturator sign, Blumbergs sign,
Defence musculare.
Pemeriksaan penunjang dalam diagnosis Appendicitis adalah pemeriksaan laboratorium, Skor
Alvarado, ultrasonografi, dan radiologi. Pada pasien ini telah dilakukan serangkaian pemeriksaan tersebut
untuk menegakkan diagnosis appendisitis. Kemudian penetalaksaanan yang dilakukan pada pasien ini
adalah dengan melakukan prosedur bedah berupa open appendictomy.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA