Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu layanan dasar sosial yang harus dipenuhi
oleh pemerintah sebagai kewajibannya untuk menjaga kesejahteraan
masyarakat. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk
keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan
dengan berwawasan kesehatan yang menyeluruh dan berkesinambungan.
Berdasarkan Kepmenkes no. 128 tahun 2004, Puskesmas adalah
penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang tingkat
pertama. Puskesmas merupakan unit organisasi pelayanan kesehatan terdepan
yang mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan, yang
melaksanakan pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
terpadu untuk masyarakat yang tinggal di suatu wilayah kerja tertentu.
Wilayah kerja puskesmas pada mulanya ditetapkan satu kecamatan, kemudian
dengan semakin berkembangnya kemampuan dana yang dimiliki oleh
pemerintah untuk membangun puskesmas, wilayah kerja puskesmas
ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk di satu kecamatan, kepadatan dan
mobilitasnya.
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten / kota
yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja. Puskesmas sebagai pusat pembangunan kesehatan memegang
peranan yang penting karena fungsi dari puskesmas adalah mengembangkan
dan membina kesehatan masyarakat serta menyelenggarakan pelayanan
kesehatan terdepan dan terdekat dengan masyarakat dalam bentuk kegiatan
pokok yang menyeluruh dan terpadu di wilayah kerjanya.
Dalam pelaksanaan kegiatan dijalankan bentuk 6 program pokok
Puskesmas yang terdiri atas upaya Promosi Kesehatan (Promkes), Kesehatan
Lingkungan (Kesling), Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Perbaikan Gizi,
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2M), dan Pengobatan
Dasar. Namun, pada umumnya program pokok Puskesmas ini belum dapat

dilaksanakan secara optimal. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan dan


hambatan baik dari sisi internal (Puskesmas) maupun eksternal (masyarakat)
dalam pelaksanaan program pokok Puskesmas. Kondisi tersebut dapat diatasi
berdasarkan skala prioritas permasalahan dengan memanfaatkan potensi
sumber daya yang ada.
Selama pelaksanaan kegiatan kepaniteraan di bagian IKK/IKM ini, telah
dilakukan pengamatan secara langsung maupun pengumpulan data sekunder
dari dokumen-dokumen kesehatan yang terdapat di Puskesmas Wangon 1
untuk menilai pelaksanaan dan efektivitas program-program yang ada di
Puskesmas Wangon 1. Pengamatan yang dilakukan meliputi program-program
kegiatan yang sudah diagendakan, pelaksanaan program kegiatan, evaluasi
program kegiatan, hingga target-target yang ditetapkan masing-masing
program beserta angka pencapaiannya. Terdapat beberapa permasalahan pada
program Puskesmas wangon 1, sehingga perlu dilakukannya evaluasi program
agar program-program puskesmas tersebut dapat menghasilkan output yang
maksimal dan memuaskan, salahsatu proram yang akan dievaluasi adalah
mengenai program pebaikan gizi.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Menganalisa masalah pendataan indikator kesehatan yang ada di
Puskesmas I Wangon serta mencari metode pemecahan masalahnya.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran umum proses pendataan suatu indikator
kesehatan di wilayah Kecamatan Wangon.
b. Mengetahui secara umum hambatan dalam pemantauan pertumbuhan
balita dalam program perbaikan gizi wilayah kerja Pusksesmas I
Wangon.
c. Mengetahui pelaksanaan dan keberhasilan program pemantauan
pertumbuhan balita di wilayah kerja Pusksesmas I Wangon.
d. Menganalisis kekurangan dan kelebihan pelaksanaan program
pemantauan pertumbuhan balita di Pusksesmas I Wangon.

C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat bagi Puskesmas
a. Sebagai

bahan

wacana

bagi

Puskesmas

untuk

memperbaiki

kekurangan yang mungkin masih ada dalam 6 program pokok


Puskesmas I Wangon khususnya pada bagian Promkes.
b. Sebagai bahan pertimbangan bagi Puskesmas, dalam melakukan
evaluasi dalam kinerja program pemantauan gizi oleh bidang Promkes
Puskesmas I Wangon.
c. Sebagai bahan untuk memperbaiki kekurangan dari program kerja
pemantauan pertumbuhan balita oleh bidang Perbaikan gizi Puskesmas
I Wangon.
d. Sebagai

bahan

untuk

perbaikan

program

kerja

Pemantauan

pertumbuhan balita kearah yang lebih baik guna mengoptimalkan mutu


pelayanan kepada masyarakat pada umumnya dan individu pada
khususnya di wilayah kerja Puskesmas I Wangon.
2. Manfaat bagi Mahasiswa
a. Sebagai bahan untuk pembelajaran dalam menganalisa suatu
permasalahan kesehatan dalam 6 program pokok Puskesmas.
b. Sebagai bahan untuk pembelajaran dalam menentukan pemecahan
permalahan kesehatan dalam 6 program pokok Puskesmas.

BAB II
ANALISIS SITUASI DAN IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS 1 WANGON
A.

Keadaan Geografi
Puskesmas I Wangon merupakan salah satu bagian dari wilayah kabupaten
Banyumas, dengan luas wilayah kerja kurang lebih 40 km2. Wilayah kerja
Puskesmas I Wangon terdiri atas 7 desa, dengan desa yang memliki
wilayah paling luas adalah Randegan dengan luas 10,4 km 2, dan yang
tersempit adalah Banteran dengan luas 2,5 km2.
Batas Wilayah Puskesmas I Wangon :
a. Utara

: Wilayah Puskesmas II Wangon

b. Selatan

: Wilayah Kabupaten Cilacap

c. Timur

: Wilayah Puskesmas Jatilawang

d. Barat

: Wilayah Puskesmas Lumbir

Luas lapangan lahan di wilayah Puskesmas I Wangon dirinci sebagai


berikut :
a. Tanah Sawah

: 8.625,00 Ha

b. Tanah Pekarangan

: 57,16 Ha

c. Tanah Tegalan

: 1.889,79 Ha

d. Tanah Hutan Negara

: 209,00 Ha

e. Tanah Perkebunan Rakyat: 85,00 Ha


f. Lain-lain
B.

: 241,00 Ha

Keadaan Demografi
1. Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan data dari kecamatan dan desa, untuk wilayah
Puskesmas I Wangon jumlah penduduk sampai dengan akhir tahun 2013
adalah 55.232 jiwa yang terdiri dari 26.769 jiwa laki-laki dan 28.463 jiwa
perempuan dan 16.508 KK. Jumlah penduduk terbanyak adalah Desa

Klapagading Kulon sebanyak 11.153 jiwa, sedangkan yang terendah


adalah Desa Banteran dengan 4.275 jiwa.
2. Kepadatan Penduduk
Penduduk di wilayah puskesmas I Wangon penyebarannya tidak
merata terbukti dengan adanya Jumlah Penduduk yang tinggi dan rendah.
Kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas I Wangon adalah 1.398
jiwa/km2, dengan desa terpadat adalah Klapagading Kulon dengan
kepadatan 3.014 jiwa/km2 sedangkan desa dengan kepadatan penduduk
terendah adalah Randegan dengan 682 jiwa/km2.
C.

Situasi Derajat Kesehatan


1. Mortalitas
Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat
dilihat dari kejadian kematian di masyarakat. Disamping itu kejadian
kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian
keberhasilan

pelayanan

kesehatan

dan

program

pembangunan

kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung


dengan melakukan berbagai survey dan penelitian. Perkembangan
tingkat kematian dan penyakit-penyakit yang terjadi pada periode
tahun 2013 akan diuraikan di bawah ini.
a. Angka Kematian Bayi
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi (012 bulan) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun.
AKB dapat menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan
masyarakat berkaitan dengan faktor penyebab, pelayanan antenatal,
status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB
serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi.
Profil kesehatan di wilayah Puskesmas 1 Wangon pada tahun
2013 terdapat 20 kasus kematian bayi dari 1036 kelahiran hidup.
Jika dikonversi maka AKB di Puskesmas I Wangon adalah 19,3 per
1000 kelahiran hidup. Dibanding tahun sebelumnya jumlah
kematian bayi tahun ini meningkat dimana tahun 2010 terdapat 15

kasus kematian bayi dari 980 kelahiran hidup (AKB 15,3 per 1000
kelahiran hidup) dan tahun 2011 terdapat 5 kasus kematian bayi
dari 955 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan indikator
Indonesia Sehat 2010, AKB di puskesmas I Wangon masih lebih
rendah, namun lebih tinggi dibandingkan cakupan MDGs ke-4
tahun 2015 (IIS = 40 per 1000 kelahiran hidup, MDGs 2015 = 17
per 1000 kelahiran hidup). Peningkatan kasus kematian bayi di
wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon akan menjadi perhatian untuk
meningkatkan upaya promotif preventif baik program KIA, gizi,
imunisasi maupun promkes.
b. Angka Kematian Ibu
Angka Kematian Ibu (AKI) mencerminkan risiko yang
dihadapi ibu selama kehamilan, melahirkan dan nifas, yang
dipengaruhi baik oleh penyebab langsung maupun tak langsung.
Penyebab langsung terbesar adalah komplikasi obstetri seperti
perdarahan, eklampsia-preeklampsia, dan infeksi, sedangkan
penyebab tak langsung erat berhubungan dengan sosial budaya
seperti keyakinan, kepercayaan, sikap dan perilaku masyarakat
terhadapt perawatan selama hamil, melahirkan nifas.
Sebagai Puskesmas PONED, Puskesmas I Wangon berusaha
menekan angka kematian ibu terendah mungkin. Pada tahun 2013
tidak ada kasus kematian ibu. Hal ini merupakan hasil kerja semua
pihak di jajaran pelayanan kesehatan ibu.
c. Angka Kematian Balita
Jumlah balita di wilayah kerja Puskesmas I Wangon sebanyak
5064

balita,

dimana

terdapat

kasus

kematian

balita.

Dibandingkan tahun sebelumnya terdapat penurunan kejadian


kematian balita.
2. Morbiditas
a. Penyakit Malaria

Tahun 2013 d Puskesmas 1 Wangon tidak dijumpai kasus


malaria, hal ini sama dengan tahun lalu dimana juga tidak ada
kasus malaria.
b. TB Paru
Jumlah TB paru klinis tahun 2013 di Puskesmas 1 Wangon
sebanyak 296 kasus, sebanyak 33 kasus diantaranya merupakan
kasus baru BTA (+), sementara pada tahun sebelumnya didapatkan
15 kasus TB paru positif atau terjadi peningkatan penemuan 18
kasus TB paru BTA (+). Jumlah ini tidak mencerminkan keadaan
sesungguhnya, karena masih ada penderita TB yang berobat ke
praktek pribadi dokter dan tidak terpantau oleh puskesmas.
c. HIV
Tahun 2013 tercatat 1 kasus HIV/AIDS di Wilayah Puskesmas
1 Wangon. Penderita menjalani kontrol rawat jalan rutin ke RSUD
Banyumas.
d. AFP/ Acute Flaccid Paralysis
Tahun 2013 tidak didapatkan kasus AFP di wilayah Puskesmas
1 Wangon.
e. Demam Berdarah Dengue
Tahun 2013 didapatkan 10 kasus DBD di wilayah Puskesmas 1
Wangon. Dari jumlah kasus itu tiad ada penderita yang meninggal,
semua dapat ditangani dengan baik di Puskesmas maupun dirujuk
ke Rumah Sakit terdekat. Masyarakat kecamatan Wangon turut
berperan aktif dalam program kegiatan PSN untuk mencegah
terjadinya DBD.
f. Diare
Selama tahun 2013 terdapat 973 kasus Diare, dengan angka
kejadian tertinggi pada warga Wangon sebanyak 251 kasus. Tidak
dijumpai penderita yang meninggal akibat diare.
g. Pneumonia Balita

Selama tahun 2013 di Puskesmas I Wangon ditemukan


sebanyak 58 kasus pneumonia dari perkiraan sebanyak 552 kasus
(10,5%). Kekurangan ini dimungkinkan karena :
1) Sistem pencatatan dan pelaporan kurang baik
2) Kerjasama lintas program kurang baik
D. Status Gizi
Total jumlah balita sebanyak 5.064 anak, dirinci sebagai berikut :
1. Balita yang ditimbang

: 332 anak

2. Berat Badan Naik

: 299 anak

3. Bawah Garis Merah

: 28 anak

4. Gizi Buruk

: 1 anak; yaitu di Pengadegan

Seluruh daerah bebas rawan gizi di Kecamatan Wangon.


ASI ekslusif
Dari total jumlah bayi 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas I
Wangon sebanyak 394 anak, yang mendapat ASI eksklusif 6 bulan
sebanyak 239 anak atau sekitar 60,7 %. Hal ini mengindikasikan
pentingnya edukasi kepada warga masyarakat tentang ASI eksklusif agar
digalakkan.
E. Upaya Kesehatan
1. Pelayanan Kesehatan Dasar
Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang
penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara tepat dan cepat,
diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat sudah dapat
teratasi.
a. Sarana Kesehatan Dasar
Jumlah sarana kesehatan dasar di Wilayah Puskesmas 1 Wangon
pada tahun 2011 adalah sebagai berikut :
Puskesmas

:1

Puskesmas Pembantu

:1

Puskesmas Keliling

:1

PKD

: 13

Posyandu

: 79

Rumah Bersalin

:3

Balai Pengobatan

:2

Apotek

:4

b. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak


Seorang ibu memiliki peran yang sangat besar dalam
pertumbuhan bayi dan perkembangan anak. Gangguan kesehatan
yang dialami seorang ibu apalagi yang sedang hamil bisa
berpengaruh terhadap kesehatan janin dalam kandungan hingga
kelahiran dan masa pertumbuhan bayi dan anaknya.
1) Pelayanan K-4
Masa kehamilan merupakan masa yang rawan
kesehatan, baik ibu maupun janin yang dikandungnya,
sehingga

dalam

masa

kehamilan

perlu

dilakukan

pemeriksaan secara teratur guna mencegah gangguan yang


membahayakan

kesehatan

ibu

dan

janin

yang

dikandungnya.
Pada tahun 2013 jumlah ibu hamil di wilayah
Puskesmas 1 Wangon sebanyak 1.073 ibu hamil, adapun
ibu hamil yang mendapat pelayanan K-4 sebanyak 1.088
(101,4%). Hal tersebut mungkin disebabkan adanya ibu
hamil luar wilayah yang mendapat pelayanan K-4 di
wilayah Puskesmas 1 Wangon.
Standar Pelayanan Minimal untuk cakupan ibu
hamil

K-4 adalah sebesar 95%, dengan

demikian

Puskesmas 1 Wangon mampu memenuh target SPM yang


diharapkan.
2) Pertolongan oleh Tenaga Kesehatan (Nakes)
Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi
baru lahir sebagian besar terjadi pada masa sekitar
persalinan. Hal ini antara lain disebabkan oleh pertolongan

yang tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki


kompetensi kebidanan (profesional).
Jumlah ibu bersalin tahun 2013 sebanyak 1.024
orang. Jumlah yang ditolong nakes sebanyak 1.031 orang
(100,7%). Target Standar Pelayanan Minimal untuk
pertolongan persalinan oleh nakes untuk Kabupaten
Banyumas adalah sebesar 81 %. Denga demikian cakupan
persalinan nakes di Puskesmas 1 Wangon telah memenuhi
target SPM yang diharapkan.
3) Bumil Risti dirujuk
Tahun 2013 di Puskesmas 1 Wangon terdapat ibu
hamil risiko tinggi sebanyak 215 dari total 1.073 ibu hamil.
4) Bayi dan Bayi BBLR
Tahun 2013 jumlah bayi lahir hidup sebanyak 1.036 bayi.
5) Pelayanan Keluarga Berencana
Menurut hasil penelitian, usia subur seorang wanita
biasanya antara 15-49 tahun. Oleh karena itu untuk
mengatur jumlah kelahiran atau menjarangan kelahiran,
wanita/pasangan usia ini lebih diprioritaskan untuk
menggunakan alat/cara KB.
Tahun 2013 jumlah Pasangan Usia Subur (PUS)
sebanyak 12.961 pasangan. Dari jumlah tersebut, peserta
KB aktif sebanyak 11.465 atau sekitar 88,5%, sedangkan
jumlah peserta KB baru sebanyak 1934 atau sekitar 14,9%
dibandingkan tahun sebelumnya maka jumlah PUS, peserta
KB aktif dan peserta KB baru di Puskesmas 1 Wangon
mengalami peningkatan.
6) Pelayanan Imunisasi
Kegiatan

imunisasi

rutin

meliputi

pemberian

imunisasi untuk bayi berumur 0-1 tahun (BCG, DPT, Polio,


Campak, HB), imunisasi untuk wanita usia subur/ibu hamil
(TT) dan imunisasi untuk anak sekolah SD (Kelas 1 : DT;

10

kelas

2-3

TT).

Desa/kelurahan

Universal

Child

Immunization (UCI) sebanyak 7 desa atau 100%


2. Pencegahan Dan Pemberantasan Penyakit Menular
a. Pencegahan dan Pemberantasan Polio
Tahun 2013 tidak ditemukan adanya kasus AFP (Acute
Flaccid Paralyisis)
b. Pencegahan dan Pemberantasan TB Paru
Selama tahun 2013 terdapat 33 kasus TB paru BTA (+) dan 32
orang diantaranya dinyatakan sembuh atau sekitar 96,97%. Standar
Pelayanan Minimal untuk kesembuhan penderita TB BTA (+) >
85%, dengan demikian Puskesmas 1 Wangon sudah memenuhi
SPM yang diharapkan dalam P2TB.
c. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ISPA
Tahun 2013 perkiraan kasus pneumonia balita sebanyak 552
orang. Sedangkan yang ditemukan dan ditangani sebanyak 58 atau
10,5%. Dari jumlah kasus tersebut semua yang ditemukan
seluruhnya ditangani dengan baik.
Standar Pelayanan Minimal untuk balita dengan Pneumonia
ditangani sebesar 100%, dalam hal penemuan kasus kurang dari
target (10%x jumlah balita 5521=552) hal ini disebabkan karena
masih lemahnya dalam penegakkan diagnosis Pneumonia Balita.
Kondisi tersebut bisa diatasi dengan pertemuan pemantapan
program dan pelatihan MTBS untuk dokter, perawat dan bidan.
d. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit HIV-AIDS
Selama tahun 2013 di wilayah Puskesmas 1 Wangon
ditemukan 1 kasus dengan infeksi opportunistik mengarah pada
HIV/AIDS, dan terbukti 9+) reaktif di RS dan mendapatkan
pelayanan sesuai standar di RS. Selama ini hambatan yang
dihadapi adalah kesadaran untuk memeriksakan diri bagi orangorang dengan risiko HIV/AIDS yang masih rendah karena berbagai
faktor baik dari dalam diri maupun lingkungan.

11

e. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD


Kasus DBD selama tahun 2013 di Puskesmas 1 Wangon
sebanyak 10 kasus, yaitu di Desa Wangon 3 kasus, Klapagading 3
kasus, Klapagading Kulon 2 kasus, Banteran 2 kasus dan Randegan
1 kasus. Seluruhnya telah mendapatkan penanganan

yang

memadai (100%).
Upaya pemberantasan demam berdarah terdiri dari 3 hal
yaitu : 1) peningkatan kegiatan surveilance penyakit dan vektor, 2)
Diagnosis dini dan pengobatan dini, 3) Peningkatan upaya
pemberantasan vektor DBD. Dalam rangka pemberantasan DBD
daam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuma telah
melaksanakan langkah-langkah konkret antara lain : foging focus,
abatisasi selektif, penggerakan PSN dan penyuluhan kesehatan.
f. Penyelenggaraan Penyelidikan Epidemiologi dan Penggulangan
KLB
Tahun 2013 ddi wilayah Puskesmas 1 Wangon tidak ada KLB.
g. Pelayanan Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor untuk nyamuk, yang dilakukan secara
rutin adalah gerakan PSN, abatisasi, fogging dan penyuluhan.
Namun langkah yang paling efektif adalah dengan PSN.
Tahun 2013 dari sejumlah 6152 bangunan yang ada, diperiksa
sejumlah 2410 rumah (39,17%), yang terbukti bebas jentik
sebanyak 2387 rumah (99,05%).
3. Kesehatan Lingkungan Dan Sanitasi Dasar
a. Pelayanan Kesehatan Lingkungan
Pada tahun 2013 jumalh institusi yang terdiri dari saran
kesehatan, saran pendidikan, saran ibadah dan perkantoran di
wilayah Puskesmas 1 Wangon sebanyak 189 buah, yang dibina
sebanyak 71 (37,6%). Standar Pelayanan Minimal untuk institusi
uang dibina sebesar 70 % sehingga dengan demikian institusi yang
di bina di Puskesmas 1 Wangon belum mencapai standar.

12

b. Pelayanan Hygiene Sanitasi Tempat Umum dan Pengelolaan


Makanan (TUPM)
Pada

tahun

2013

jumlah

TUPM

yang

diperiksa

kesehatannya sebanyak 16 buah dari 51 buah yang ada. TUPM


yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 11 (68,7%) dari
jumlah TUPM yang diperiksa.
c. Rumah Sehat
Tahun 2013 dari 16.838 rumah, yang diperiksa kesehatannya
sebanyak 4.900 rumah (29,1%) dan yang memenuhi syarat Rumah
Sehat sebanyak 4804 rumah atau 98%.
4. Perbaikan Gizi Masyarakat
a. Pemantauan Pertumbuhan Balita
Jumlah seluruh Balia (S) : 4.113 anak
Jumlah Balita yang ditimbang (D) : 2915 anak
Jumlah Balita yang naik berat badannya (N) :2.249 anak
Berdasarkan data di atas, maka tingkat partisipasi
masyarakat (D/S) sebanyak 70,8%, efek penyuluhan (N/D)
sebesar 77,2%. Upaya yang ditempuh untuk meningkatkan
cakupan

partisipasi

meningkatkan

masyarakat

penyuluhan,

antara

meningkatkan

lain

dengan

fungsi

Pokja

Posyandu Desa untuk memberikan motivasi kepada masyarakat


sehingga berperan serta secara aktif.
b. Pelayanan Gizi
1) Pemberian Kapsul Vitamin A
Upaya perbaikan gizi juga dilakukan pada
beberapa sasaran yang diperkirakan banyak mengalami
kekurangan

vitamin

A,

yang

dilakukan

melalui

pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada bayi dan


balita yang diberikan sebanyak 2 kali dalam satu tahun
(Februari dan Agustus).

13

Jumlah balita yang ada tahun 2013 sebanyak


3794 balita dan yang mendapat kapsul vitamin A 2 kali
sebanyak 3794 atau 100%.
Standar

Pelayanan

Minimal

untuk

balita

mendapat kapsul vitamin A 2 kali sebesar 90% dengan


demikian cakupan Balita yang mendapatkan kapsul
vitamin A 2 kali telah memenuhi target SPM.
2) Pemberian Tablet Besi
Pemberian tablet besi (Fe) dimaksudkan untuk
mengatasi kasus anemia serta mengurangi dampak buruk
akibat kekurangan Fe khususnya yang dialami ibu hamil.
Jumlah ibu hamil selama tahun 2013 sebanyak
446 orang, yang mendapatkan tablet Fe sebanyak 151
orang atau sekiat 34 %. Hal ini mungkin disebabkan
pencatatan

dan

pelaporan

yang

kurang

baik.

Dibandingkan tahun sebelumnya tahun ini mengalami


penurunan.
F. Analisis SWOT
Tabel II. Daftar 10 Besar Penyakit di Puskesmas I Wangon
No

Nama Penyakit

Jumlah

ISPA

5024

Dispepsia

1821

Rheumatoid Artritis

1752

Demam Tifoid

1731

Penyakit Kulit

1436

Hipertensi

1347

Asma

600

Diabetes Melitus

332

Konjungtivitis

225

14

10

Mialgia

92

Sumber : Profil Puskesmas I Wangon Tahun 2013


Meskipun TB bukan menjadi penyakit yang masuk ke dalam 10 besar
penyakit di Puskesmas I Wangon, terdapat kasus TB positif di Kecamatan Wangon
sejumlah 38 kasus, tetapi jumlah kasus suspek TB masih belum bisa dideteksi,
karena masih ada penderita TB yang berobat ke dokter praktik swasta dan belum
terpantau oleh Puskesmas. Hal yang masih menjadi masalah adalah cara
mendeteksi kasus TB. Puskesmas sejauh ini hanya bisa mendeteksi secara pasif
saja, sementara deteksi aktif dengan melibatkan peran serta masyarakat belum
berjalan.
Tujuan penanggulangan TB menurut Depkes (2002) yaitu:
1. Jangka panjang
Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian penyakit TB
dengan cara memutuskan rantai penularan, sehingga penyakit TB tidak
lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia.
2. Jangka pendek
Tercapainya angka kesembuhan minimal 85% dari semua penderita
baru BTA positif yang ditemukan dan tercapainya cakupan penemuan
penderita secara bertahap.
Adapun langkah upaya untuk meningkatkan kasus TB adalah:
1. Penatalaksanaan P2M TB
a. Penemuan penderita TB
Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif, artinya penjaringan
tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke
unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan
penyuluhan secara aktif baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat,
untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. Cara ini
biasanya dikenal dengan sebutan passive promotive case finding.
b. Pengobatan

15

Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam


jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-9 bulan, supaya kuman dapat
dibunuh.
2. Peningkatan SDM
Dengan pelatihan diberikan kepada semua tenaga terkait dengan P2M TB
diantaranya
a)

Pelatihan dokter dan paramedis UPK (RS, puskesmas, BP4, Poliklinik, dsb)

b)

Pelatihan staf kabupaten/kota


3. Monitoring dan evaluasi
a. Supervisi
Supervisi dilakukan secara rutin, teratur dan terencana. Supervisi ke
UPK (misalnya RS, puskesmas, BP4 termasuk laboratorium) dilaksanakan
sekurang-kurangnya 3 bulan sekali. Supervisi ke kabupaten/kota
dilaksanakan sekurang-kurangnya 6 bulan sekali.
b. Pertemuan monitoring
Pertemuan monitoring dilaksanakan secara berkala dan terus
menerus untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam
pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan agar dapat dilakukan
tindakan perbaikan segera. Evaluasi dilakukan setelah suatu jarak waktu
lebih lama, biasanya setiap 6 bulan- 1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai
sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai.
4. Promosi
a. Advokasi
b. Kemitraan
c. Penyuluhan
Adapun indikator kegiatan P2M TB (Menkes RI, 2002) meliputi:
1. Cakupan suspek TB
Definisi suspek TB adalah penderita dengan gejala TB yang datang ke
puskesmas dan diperiksa dahaknya. Perkiraan suspek TB paru di Indonesia
adalah 107/1000 penduduk.
2. Case Detection Rate (CDR)

16

CDR atau angka penemuan penderita TBC BTA (+) adalah persentase
jumlah penderita baru BTA positif yang ditemukan dibanding jumlah
penderita baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut.
Perkiraan nasional BTA (+) adalah 107/1000 penduduk. CDR ini
menggambarkan cakupan penemuan penderita BTA (+) pada wilayah tersebut.
3. Convertion rate
Convertion rate adalah persentase penderita TB paru BTA (+) yang
mengalami konversi menjadi BTA (-) setelah menjalani masa pengobatan
intensif (2 bulan). Angka konversi ini berguna untuk mengetahui
kecenderungan keberhasilan pengobatan dan untuk mengetahui pengawasan
langsung menelan obat dilakukan dengan benar. Angka konversi didapatkan
dari jumlah penderita TB BTA (+) yang mengalami konversi menjadi BTA (-)
setelah pengobatan fase intensif (2-3 bulan) dibanding dengan jumlah
penderita TB BTA (+) yang selesai pengobatan fase intensif (2-3 bulan).
4. Cure rate
Cure rate adalah angka yang menunjukkan persentase penderita TB BTA
(+) yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara penderita TB BTA
(+) yang tercatat. Kesembuhan adalah penderita yang minum obat lengkap,
dan pemeriksaan sputum secara mikroskopis minimal 2 kali berturut-turut
terakhir dengan hasil negatif. Angka kesembuhan ini untuk menilai
keberhasilan

program

pemberantasan

penyakit

tuberkulosis.

Angka

kesembuhan dihitung dengan cara jumlah penderita TB BTA (+) yang sembuh
setelah selesai masa pengobatan TB (6-9 bulan) dibagi jumlah penderita TB
BTA (+) yang sudah selesai pengobatan TB selama 6-9 bulan.
Puskesmas 1 Wangon wilayah kerjanya membawahi 7 desa, saat ini hanya
dibantu oleh satu Puskesmas pembantu (PUSTU) yang terletak di Desa
Klapagading Kulon. Kondisi yang seperti ini dirasa sangat memberatkan oleh
pihak Puskesmas karena wilayah cakupan Puskesmas 1 Wangon yang sangat luas
dan bahkan ada beberapa wilayah yang sulit terjangkau. Oleh karena itu untuk
mengidentifikasi masalah secara menyeluruh dalam pemberantasan TB di wilayah

17

kerja Puskesmas I Wangon digunakan pendekatan sistem yang meliputi input,


proses, output, outcome, dampak dan lingkungan.
Berdasarkan hasil evaluasi program Puskesmas I Wangon tahun 2013
didapatkan data sebagai berikut:

No

Desa

Kasus
baru
BTA (+)

Perkiraan
jml kasus
BTA (+)

Diobat
i

Sembuh

%
sembuh

Wangon

10

100

Klapagading

10

100

Klapagading
Kulon

12

100

Banteran

100

Rawaheng

Pengadegan

100

Randegan

100

Sumber :profil Puskesmas I Wangon 2013


Cakupan suspek TB paru BTA (+) merupakan salah satu indikator kinerja
yang menjadi masalah sehingga diperlukan analisis kemungkinan penyebab tidak
tercapainya target tersebut. Analisis penyebab masalah dilakukan berdasarkan
pendekatan sistem, seperti yang digambarkan pada bagan berikut.

INPUT
Man
Money
Method
Material
Machine

PROSES

OUTPUT

P1
P2
P3

Cakupan
program

LINGKUNGAN

18

Dalam hal ini dilihat apakah output (skor pencapaian suatu indikator
kinerja) mengalami masalah atau tidak. Apabila ternyata bermasalah,
penyebab masalah tersebut dapat kita analisis dari input dan proses kegiatan
tersebut.
Input mencakup 5 indikator yaitu man (sumber daya manusia), money
(sumber dana), method (cara pelaksanaan suatu kegiatan), material
(perlengkapan), dan machine (peralatan). Proses menjelaskan fungsi
manajemen yang meliputi tiga indikator yaitu: P1 (perencanaan), P2
(penyelenggaraan) dan P3 (pengawasan, pemantauan, dan penilaian).
Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah segala sesuatu ataupun
kondisi disekitar ruang lingkup kehidupan manusia/individu/organisme yang
mempengaruhi kehidupan dan perkembangan organisme tersebut, diantaranya
adalah:
1. Lingkungan fisik: Lingkungan alamiah disekitar manusia (fisik, kimiawi,
biologik)
2. Lingkungan non fisik: Lingkungan yang muncul akibat adanya interaksi
antar manusia (lingkungan sosial budaya)
A. Analisis Input
Berikut ini data jumlah tenaga medis, paramedis dan non-medis yang
bekerja di Puskesmas 1 Wangon pada tahun 2013.

N
O

NAMA

NIP

PANGKAT
GOL

1 dr. Tulus Budi Purwanto


2
3
4
5

Sudarso, SE
dr. Hariyo Saloka WN
dr. Bety Jalanita
drg. Lydia

6 Gatot Sunarno, AMK


7 Sardi

JABATAN

TMT

19820327 200903 1
006

III/c

1961107 198603 1 010

III/c

Ka.
1032009 Puskesmas
Ka. Tata
1031986 usaha
Dokter
Dokter
Dokter Gigi

II/d

1031998 Perawat

III/d

1031987 Perawat gigi

19771008 199803 1
001
19630604 198703 1
016

19

8 Agus Raharjo, AMK


9 Sugianto, AMK
10 Sukirman
11 Sumarno
12 Wahyu Dwi Ratmono
Titin Listiyoningsih,
13 Amd.Keb
14 Admini, Amd.Keb
15 Nur Indah R
16 Kristinah, SE
17 Sumarni
18 Turiman
Titi Hari Pangesti, A.Md.
19 Keb
20 Silviana Putri W
21 Lasmi Puji Astuti
22 Sri Naipi, A.Md.Keb
23 Westi Rachmawati

19670620 198703 1
003
19670724 199003 1
012
19590315 198107 1
001
19631011 198603 1
009
19650604 198703 1
014
19720513 199203 2
009
19730618 199203 2
002
19611010 199103 2
004
19710423 199303 1
003
19820624 200501 2
010
19720517 200604 2
014
19760506 200701 2
012
19771203 200604 2
008
19700718 200701 2
006
11.4.047 1795
11.4.047 10834
11.4.047.10813
11.4.025333
11.4.047.11096
11.4.048.173887
11.4.048.17417
11.4.3300985

24 Nasipah
25 Murniasih
26 Nita Umi Fatmawati
27 Dwi Indriyanti
28 Januar Nenen Nikita
29 Meiana Penisetya Putri
30 Alin Nur Ubay
31 Runmiyati
32 Elen Afriani
33 Haryani Mei Lestari
Sumber : profil Puskesmas I Wangon 2013

III/d

1031987 Perawat

III/c

1031990 Perawat

III/c

III/b

1071981 Perawat
Kes.
1031986 Lingkungan
Pekarya
1031987 kesehatan

III/c

1031992 Bidan

III/c

1031992 Bidan
Bidan
Petugas
1031991 obat
Bidan desa

III/c

III/c

III/c

1031993 Perawat

II/d

1012005 Bidan
Staf

II/a

1042006 Bidan desa

II/c

1012007 Bidan

II/b

1042006 Bidan

II/b

1012007
1072005
10072007
1072007
6252012
1012009
2112009
2112009
6252012

Adminkes
Bidan desa
Bidan desa
Bidan desa
Bidan desa
Bidan desa
Bidan desa
Bidan desa
Bidan desa

1. Man
a. Kelebihan

20

1) Tersedianya tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat dan petugas


laboratorium) dan koordinator program untuk mendeteksi dan
menangani penderita TB di puskesmas. Terdapat 33 pegawai Puskesmas
I Wangon yang terdiri dari 3 dokter umum, 1 dokter gigi, 1 perawat
gigi, 5 perawat, 5 bidan, 10 bidan desa, staf administrasi sebanyak 3
orang, petugas obat sebanyak 1 orang, petugas gizi sebanyak 1 orang,
petugas promosi kesehatan, P2M, dan kesehatan lingkungan sebanyak 1
orang, dan petugas laboratorium sebanyak 1 orang. Untuk yang
bertugas di bagian masalah TB paru hanya satu orang yaitu Turiman
yang sebenarnya memiliki tugas pokok sebagai perawat.
2) Petugas poli akan merujuk ke laboratorium jika ada suspek TB sehingga
pasien suspek TB yang datang ke puskesmas dapat terdeteksi.
b. Kekurangan
1) Belum semua petugas puskesmas terutama paramedis (perawat, bidan
desa) mengetahui secara tepat cara menjaring tersangka TB
2) Kurang optimalnya pemanfaatan kader-kader posyandu sehingga
kader TB belum tersedia di setiap desa sehingga kegiatan pemantauan
tidak dapat dilakukan secara maksimal.
2. Money
a. Kelebihan
Tersedia dana dari pemerintah untuk TB mulai dari penemuan kasus,
pemeriksaan sampai pengobatan.
b. Kekurangan
Tidak adanya dana khusus (reward) untuk petugas yang terlibat langsung
dengan program pemberantasan TB, misalnya dana untuk petugas tiap kali
melakuakn pemeriksaan dahak, dana bagi petugas yang mengirim sampel
dahak bila hasil pemeriksaan BTA (+) serta dana bagi petugas jika seorang
pasien TB sembuh.
3. Material
a. Kelebihan
1) Terdapat Puskesmas, Pustu, Posyandu, Polindes, PKD.

21

2) Puskesmas I Wangon memiliki ambulans dan kendaraan roda dua


sebagai alat transportasi ke masyarakat.
3) Tersedianya Laboratorium sebagai sarana untuk pemeriksaan dahak
suspek TB.
4) Tersedianya alat untuk pemeriksaan fisik suspek TB.
5) Tersedianya peralatan untuk pembuatan preparat S-P-S (pot sputum,
obyek glass, lampu spritus, mikroskop, zat pewarna, dan lain lain).
b. Kekurangan
1) Masih minimnya media promosi yang ada (misalnya poster).
2) Belum semua orang dengan kriteria tersangka TB yang terjaring di
Poli terutama Pustu, dapat diperiksa dahaknya (dahak tidak
keluar/tersangka TB tidak mengirimkan dahaknya).
4. Metode Pelaksanaan Program
a. Kelebihan
Terdapat SOP untuk melaksanakan upaya pemeriksaan suspek TB paru di
puskesmas.
b. Kekurangan
1) Metode yang digunakan adalah passive promotif case finding.
2) Penyuluhan dilakukan jika ditemukan suspek penderita TB dan hanya
dilakukan kepada keluarga suspek penderita TB.
B. Analisis proses penyebab masalah
1. Perencanaan
a. Kelebihan
1) Penjaringan

tersangka

penderita

dilaksanakan

dengan

menggunakan metode passive promotif case finding (karena


dianggap lebih cost-effective.
2) Rencana pelaksanaan program P2M TB bekerja sama lintas
program (Promkes dan pengobatan)
b. Kekurangan
Menggunakan metode passive promotif case finding.
2. Pelaksanaan

22

a. Kelebihan
Petugas poli melakukan rujukan ke laboratorium jika ada pasien suspek
TB.
b. Kekurangan
1) Pasien

dengan

keluhan

batuk

(kemungkinan TB)

kadang

didiagnosis selain TB/ ISPA tanpa digali riwayat batuknya lebih


dalam dan masih ada masyarakat yang berobat tidak ke Puskesmas
setempat.
2) Belum semua orang dengan kriteria tersangka TB yang terjaring di
poliklinik terutama di pustu dapat diperiksa dahaknya (dahak tidak
keluar).
3) Beberapa tersangka TB yang tidak kembali untuk mengumpulkan
sampel.
4) Tidak adanya kader TB
5) Penyuluhan dilakukan jika ditemukan suspek penderita TB dan
hanya dilakukan kepada keluarga suspek penderita TB.
3. Pengawasan dan pengendalian
a. Kelebihan
Laporan program P2M TB dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten
Banyumas tiap triwulan, disertai dengan data pencapaian program.
Evaluasi program dilakukan setiap 6 bulan s/d 1 tahun.
b. Kekurangan
C. Analisis lingkungan penyebab masalah
Berdasarkan pengamatan, analisis lingkungan yang bisa menjadi
penyebab cakupan suspek TB masih rendah adalah:
1. Masih rendahnya tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang TBC,
sehingga masyarakat kurang perduli.
2. Kebersihan diri atau kebiasaan perorangan yang kurang baik.
3. Pasien TB seringkali merasa malu atau minder apabila diketahui sebagai
penderita tuberkulosis, karena penyakit ini menular.

23

4. Kurangnya kesadaran pada tersangka penderita TB dan keluarga suspek


TB untuk memeriksakan dahaknya ke laboratorium.
5. Tersangka penderita TB tidak bisa mengeluarkan dahak, karena kurang
memahami cara pengambilan sputum atau dahak yang benar.
D. Analisis output
Berdasarkan data yang ada dapat diketaui bahwa hasil kegiatan
indikator kinerja cakupan TB Puskesmas I Wangon selama tahun 2013 belum
memenuhi target pencapaian yang ditetapkan Dinas Kesehatan Kabupaten
Banyumas untuk tahun 2013.
Apabila kita menggunakan analisa SWOT mengenai maslah penyakit TB, maka
didapat informasi sebagai berikut :
a. Strength
1) Puskesmas I Wangon memiliki letak yang strategis, yaitu berada di pusat
kecamatan sehingga memudahkan akses layanan kesehatan.
2) Tersedianya tenaga kesehatan dan koordinator program untuk mendeteksi
dan menangani penderita TB di puskesmas
3) Memiliki sarana non kesehatan yang cukup memadai yaitu satu sepeda
motor dan satu mobil Puskesmas.
b. Weakness
1) Terbatasnya tenaga kesehatan di bidang P2M khususnya yang menangani
masalah TB yaitu hanya satu orang sehingga kurang optimal dalam
penemuan penderita TB.
2) Belum semua petugas puskesmas terutama paramedis (perawat, bidan desa)
mengetahui secara tepat cara menjaring tersangka TB
3) Sistem deteksi penyakit TB masih dilakukan secara pasif, yaitu hanya
mengandalkan pasien yang datang ke puskesmas dan memiliki tanda dan
gejala TB. Deteksi penderita secara aktif, penyuluhan kesehatan ke desadesa dan pembentukan kader kesehatan dalam penananganan TB belum
berjalan.
4) Penyediaan obat yang belum kontinyu.

24

5) Pengetahuan penderita yang kurang mengenai penyakit TB paru, cara


pengobatan dan bahaya akibat berobat tidak adekuat.
6) Tidak adanya kader TB di tiap desa.
c. Opportunity
Warga Kecamatan Wangon mudah diajak kerjasama dalam masalah
kesehatan, hal ini terlihat dari mereka sangat mudah dikumpulkan dalam
acara kesehatan, misalnya Posyandu maupun Posyandu Lansia.
d. Threat
1) Banyak warga Kecamatan Wangon yang sama sekali tidak mengetahui
tentang penyakit TB, baik faktor risiko, cara penularan, maupun tanda dan
gejala.
2) Sarana dan prasarana yang belum memadai.
3) Perlindungan diri terhadap analis laboratorium yang belum optimal.
4) Kurangnya motivasi tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas P2M
TB.
A. Identifikasi Aspek Isu Strategis dari Hasil Analisis SWOT
Dari hasil analisis SWOT, dapat disimpulkan permasalahan yang terjadi
seputar tentang upaya untuk meningkatkan cakupan penemuan TB paru, baik
dari dalam maupun dari luar Puskesmas. Sebenarnya Puskesmas I Wangon
memiliki kekuatan dalam upaya melaksanakan program P2M TB yaitu letak
puskesmas yang berada di pusat kecamatan sehingga masyarakat Wangon
mudah menjangkaunya selain itu adanya fasilitas berupa mobil dan sepeda
motor puskesmas yang memudahkan petugas TB dalam melaksanakan
tugasnya. Akan tetapi kondisi ini kurang mendukung karena tenaga kesehatan
di bidang penanggulangan penyakit menular sangat terbatas yaitu hanya satu
orang sedangkan wilayah kerja Puskesmas I Wangon cukup luas. Kondisi ini
jelas mempersulit cakupan penemuan TB secara aktif dengan terjun langsung
ke masyarakat. Penjaringan penderita TB maupun suspek TB juga melibatkan
tenaga analis laboratorium puskesmas, namun tenaga analis laboratorium ini
juga terbatas dan belum dilengkapi dengan alat perlindungan diri yang
memadai.

25

Sementara itu, jika kita melihat ke masyarakat Kecamatan Wangon,


sebenarnya lebih banyak kekuatan yang dapat dioptimalkan. Kondisi ini
terlihat dari antusiasme warga yang sangat tinggi terhadap masalah kesehatan,
mereka mudah dikumpulkan dalam acara posyandu lansia. Dari mereka juga
banyak yang menjadi kader kesehatan di desa masing-masing. Sementara,
hambatan yang terjadi yaitu masalah pengetahuan kesehatan yang rendah. Jika
dilihat kekuatan dan kelemahan yang telah dianalisis, baik dari dalam dan luar
Puskesmas, mengajak peran serta masyarakat dalam penanggulangan TB
adalah solusi yang cukup tepat, dibanding hanya mengandalkaan peran
petugas kesehatan saja yang jumlahnya terbatas untuk turun langsung ke
masyarakat. Hal ini mengingat mereka, masyarakat Kecamatan Wangon
memiliki tingkat partisipatif yang cukup baik di bidang kesehatan dan dapat
diajak kerjasama.

BAB III
PEMBAHASAN ISU STRATEGIS DAN ALTERNATIF YANG DAPAT
DILAKUKAN UNTUK MENGANTISIPASI ISU STRATEGIS TERSEBUT
Indikator

nasional

yang

dipakai

untuk menentukan

keberhasilan

pencapaian program TB paru adalah angka penemuan penderita (Case Detection


Rate) minimal 100%, angka kesembuhan (Cure Rate) minimal 90% dan angka
konversi (Conversion Rate) minimal 80%. Dengan jumlah penduduk Kecamatan
Wangon akhir tahun 2013 sebesar 55.232 jiwa maka indikator keberhasilan
pencapaian program TB paru yang telah dicapai selama tahun 2013 ialah:
1. Case Detection Rate

26

No

Bulan

Penderita BTA
TB
(+)

Konversi

DO

Conversion
Rate (%)

Januari Maret

100

April Juni

17

100

Juli September

19

100

Oktober - Desember

12

50

54

24

20

14

83,33

CDR adalah presentase jumlah penderita dari BTA (+) yang ditemukan
dibanding jumlah penderita baru BTA (+) yang diperkirakan ada dalam wilayah
tersebut. Perkiraan sebesar 58,93%.
2. Cure Rate
Cure Rate adalah angka yang menunjukkan presentase penderita TB
BTA(+) yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara penderita TB
BTA(+) yang tercatat. Berdasarkan profil Puskesmas I Wangon tahun 2013
jumlah penderita TB BTA(+) yang sembuh sebesar 32 kasus, sedangkan jumlah
penderita TB BTA(+) yang tercatat sebesar 33 kasus. Maka CR Puskesmas I
Wangon sebesar 96,97 %.
3. Conversion Rate
Conversion Rate adalah presentase penderita TB paru BTA(+) yang
mengalami konversi menjadi BTA (-) setelah menjalani masa pengobatan
intensif (2-3 bulan). Angka konversi didapatkan dari jumlah penderita TB BTA
(+) yang mengalami konversi menjadi BTA(-) setelah pengobatan fase intensif
dibanding dengan jumlah penderita TB BTA (+) yang selesai pengobatan fase
intensif 2-3 bulan. Berdasarkan pemeriksaan dahak tahun 2013 di UPK
Puskesmas 1 Wangon didapatkan data sebagai berikut:

Dari data diatas didapatkan rata-rata Conversion Rate tahun 2013 sebesar
83,33%. Hasil tersebut sudah memenuhi target untuk Conversion Rate nasional
yaitu sebesar 80%.

27

Dari hasil cakupan P2M TB Puskesmas I Wangon, dapat dilihat bahwa


indikator-indikator keberhasilan pencapaian program TB paru yang telah dicapai
selama tahun 2009 belum memenuhi target pencapaian nasional. Dimana CDR
sebesar 58,93% masih jauh dari target pencapaian nasional yaitu sebesar 100%,
angka Cure Rate sebesar 96,97% dengan target minimal untuk kesembuhan
penderita TB BTA (+) sebesar 90%, angka Conversion Rate sebesar 83,33% yang
dimana sudah memenuhi target nasional yaitu sebesar 80%.
Belum tercapainya target yang telah ditentukan Dinas Kesehatan dapat
disebabkan berbagai hal. Selanjutnya akan dilakukan analisis untuk menentukan
kemungkinan penyebab masalah tidak tercapainya target puskesmas dengan
metode pendekatan sistem (input, proses, lingkungan, dan output). Setelah melalui
tahapan analisis kemungkinan penyebab dari input dan proses dapat ditemukan
kemungkinan penyebab yang menimbulkan masalah tersebut adalah :
a. Belum semua petugas Puskesmas terutama paramedis (perawat, bidan desa)
mengetahui secara tepat cara menjaring tersangka TB.
b. Kurang optimalnya pemanfaatan kader posyandu sebagai kader TB, sehingga
belum tersedianya kader-kader TB di setiap desa.
c. Pasien dengan keluhan batuk (kemungkinan TB) kadang didiagnosis selain TB/
ISPA tanpa digali riwayat batuknya lebih dalam, dan masih ada masyarakat
yang berobat tidak ke Puskesmas setempat (misalnya: BP4, RS swasta,
perawat, bidan)
d. Tidak adanya dana khusus untuk petugas yang terlibat langsung dengan
program pemberantasan TB.
e. Metode yang digunakan adalah passive promotif case finding.
f. Penyuluhan dilakukan jika ditemukan suspek penderita TB dan hanya
dilakukan kepada keluarga suspek penderita TB, dan masih minimnya media
promosi yang ada.
g. Belum semua orang dengan kriteria tersangka TB yang terjaring di Poli
terutama Pustu, dapat diperiksa dahaknya (dahak tidak keluar).
h. Tidak taatnya tersangka penderita TB dalam mengumpulkan sampel dahak.
i. Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai TB masih rendah, dan kesadaran
akan pentingnya kebersihan diri atau perilaku hidup sehat masih minim, serta

28

masih berkembangnya stigma negatif tentang tuberkulosis, karena penderita


dianggap menularkan penyakit.
Isu strategis tersebut lebih mengarah ke peran serta masyarakat dalam
deteksi pasien TB Paru secara aktif. Strategi ini berdasarkan analisis SWOT
dianggap paling realistis, mengingat jika orientasi pemecahan masalah ini lebih ke
arah interna puskesmas, maka lebih banyak kesulitan, terutama masalah
terbatasnya tenaga kesehatan di bidang penanggulangan penyakit menular dan
luasnya wilayah kerja Puskesmas I Wangon yang membawahi 7 desa.
Dalam penanggulangan TB diperlukan upaya yang melibatkan berbagai
sektor, baik dari pemerintah, swasta maupun kelompok organisasi masyarakat,
mengingat beban masalah TB yang tinggi, keterbatasan sektor pemerintah, potensi
melibatkan sektor lain, keberlanjutan program dan akuntabilitas, mutu serta
transparansi. Dalam deteksi kasus TB Paru secara aktif yang dalam hal ini lebih
berorientasi pada peran serta masyarakat, maka diperlukan strategi utama dan
strategi alternatif unntuk mengatasi masalah ini. Strategi yang dapat dilakukan
adalah kolaborasi dokter praktek swasta (DPS) dan promosi aktif melalui media
ataupun langsung pada msyarakat di tiap-tiap desa di Wilayah Kecamatan Wangon
dan strategi alternatif yang dapat dilakukan adalah melakukan penyuluhan secara
intensif dan berkesinambungan dengan mengajak peran serta masyarakat.
PERAN SERTA DOKTER PARAKTEK SWASTA (DPS)
Pelaporan program TB termasuk angka penemuan kasus di Dinas
Kesehatan Kabupaten hanya berasal dari puskesmas saja. Sedangkan dokter
praktik swasta (DPS) yang merupakan salah satu unsur upaya pelayanan
kesehatan sama halnya dengan puskesmas, seharusnya mampu ikut berperan
serta dalam upaya penemuan kasus tuberkulosis dan melaporkannya ke
Dinas Kesehatan ataupun melakukan rujukan pasien ke puskesmas sehingga
angka penemuan kasus yang tercatat meningkat.
Komunikasi yang dilakukan dalam upaya penemuan kasus baru TB paru
berupa rujukan dan pelaporan DPS ke Puskesmas dapat berupa rujukan untuk
melakukan pemeriksaan sputum atau pun pelaporan penemuan kasus baru.
Komunikasi yang berupa rujukan melalui pasien dengan perantara surat rujukan

29

sehingga dapat diketahui status pasien rujukan atau bukan. Kejasama lain yang
dapat dilakukan adalah dengan pemberian pot sputum pada DPS untuk dilakukan
pengiriman sampel sputum ke puskesmas atau untuk dilakukan pemeriksaan
sputum di kliniknya jika memadai dan kemudian dilaporkan ke puskesmas dari
hasil pemeriksaan tersebut. Jika DPS menemukan kasus baru TB Paru maka
dokter menanyakan adakah anggota keluarga pasien yang mempunyai gejala
yang sama dianjurkan untuk diperiksakan juga kemudian dilakukan pengobatan
serta pelaporan ke puskesmas.
PENYULUHAN LANGSUNG PERORANGAN
Cara penyuluhan langsung perorangan lebih besar kemungkinan untuk
berhasil dibanding dengan cara penyuluhan melalui media. Dalam penyuluhan
langsung perorangan, unsur yang terpenting yang harus diperhatikan adalah
membina hubungan yang baik antara petugas kesehatan (dokter, perawat, dll)
dengan penderita. Penyuluhan ini dapat dilakukan di rumah, di puskesmas,
posyandu, dan lain lain sesuai kesempatan yang ada. Supaya komunikasi dengan
penderita bisa berhasil, petugas harus menggunakan bahasa yang sederhana yang
dapat dimengerti oleh penderita. Gunakan istilah-istilah setempat yang sering
dipakai masyarakat untuk penyakit TB dan gejala-gejalanya. Supaya komunikasi
berhasil baik, petugas kesehatan harus melayani penderita secara ramah dan
bersahabat, penuh hormat dan simpati, mendengar keluhan-keluhan mereka, serta
tunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan dan kesembuhan mereka. Dengan
demikian, penderita mau bertanya tentang hal-hal yang masih belum dimengerti.
Penyuluhan langsung perorangan ini dapat dianggap berhasil bila:
1) Penderita bisa menjelaskan secara tepat tentang riwayat pengobatan
sebelumnya
2) Penderita datang berobat secara teratur sesuai jadwal pengobatan
3) Anggota keluarga penderita dapat menjaga dan melindungi kesehatannya
Hal-Hal Penting Yang Disampaikan Pada Kunjungan Pertama

30

Dalam kontak pertama dengan penderita, terlebih dulu dijelaskan tentang


penyakit apa yang dideritanya, kemudian petugas kesehatan berusaha memahami
perasaan penderita tentang penyakit yang diderita serta pengobatannya. Petugas
Kesehatan seyogyanya berusaha mengatasi beberapa faktor manusia yang dapat
menghambat terciptanya komunikasi yang baik. Faktor yang menghambat
tersebut antara lain:
1) Ketidaktahuan penyebab TB dan cara penyembuhannya
2) Rasa takut yang berlebihan terhadap TB yang menyebabkan timbulnya reaksi
penolakan
3) Stigma sosial yang mengakibatkan penderita merasa takut tidak diterima oleh
keluarga dan temannya
4) Menolak untuk mengajukan pertanyaan karena tidak mau ketahuan bahwa ia
tidak tahu tentang TB
Pada kontak pertama ini petugas kesehatan harus menyampaikan beberapa
informasi penting tentang TB antara lain:
a. Apa itu TB?
Jelaskan bahwa TB adalah penyakit menular dan bukan penyakit
keturunan. Tenangkan hati penderita dengan menjelaskan bahwa penyakit ini
dapat disembuhkan bila penderita menjalani seluruh pengobatan seperti yang
dianjurkan.
b. Riwayat pengobatan sebelumnya
Jelaskan kepada penderita bahwa riwayat pengobatan sebelumnya sangat
penting untuk menentukan secara tepat paduan OAT yang akan diberikan.
Salah pengertian akan mengakibatkan pemberian paduan OAT yang salah.
Petugas Kesehatan harus menjelaskan bahwa pengobatan pada seorang
penderita baru berbeda dengan pengobatan pada penderita yang sudah pernah
diobati sebelumnya.
c. Bagaimana cara pengobatan TB
Jelaskan kepada penderita tentang:
1) Tahapan pengobatan (tahap intensif dan tahap lanjutan)
2) Frekuensi menelan obat (tiap hari atau 3 kali seminggu)
3) Cara menelan obat (dosis tidak dibagi)

31

4) Lamanya pengobatan untuk masing-masing tahap


d. Pentingnya pengawasan langsung menelan obat
Perlu disampaikan pentingnya pengawasan langsung menelan obat pada
semua penderita TB, terutama pada pengobatan tahap awal (intensif). Bila
tahap ini dapat dilalui dengan baik, maka besar kemungkinan penderita dapat
disembuhkan. Penderita perlu didampingi oleh seorang Pengawas Menelan
Obat (PMO). Diskusikan dengan penderita bahwa PMO tersebut sangat penting
untuk mendampingi penderita agar dicapai hasil pengobatan yang optimal.
e. Bagaimana penularan TB
Jelaskan secara singkat bahwa kuman TB dapat menyebar ke udara waktu
penderita bersin atau batuk. Orang di sekeliling penderita dapat tertular karena
menghirup udara yang mengandung kuman TB. Oleh karena itu, penderita
menutup mulut bila batuk atau bersin dan jangan membuang dahak di
sembarang tempat. Jelaskan pula bila ada anggota keluarga yang menunjukkan
gejala TB (batuk, berat badan menurun, kelesuan, demam, berkeringat malam
hari, nyeri dada, sesak nafas, hilang nafsu makan, batuk dengan dahak campur
darah), sebaiknya segera memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan.
Setiap anak balita yagn tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita TB
BTA positif segera dibawa ke unit pelayanan kesehatan untuk mendapatkan
pemeriksaan, sebab anak balita sangat rentan terhadap kemungkinan penularan
dan jatuh sakit.
Hal-hal yang perlu ditanyakan pada kunjungan berikutnya
Pada kunjungan berikutnya, sisihkan waktu beberapa menit untuk
menanyakan hal-hal yang telah dijelaskan pada kunjungan lalu, hal ini untuk
memastikan bahwa penderita sudah mengerti. Beberapa hal penting yang perlu
dibahas dengan penderita pada kunjungan berikutnya adalah:
a. Cara menelan OAT
b. Jumlah obat dan frekuensi menelan OAT
c. Apakah terjadi efek samping OAT, seperti:
1) Kemerahan pada kulit
2) Kuning pada mata dan kulit

32

3) Gejala seperti flu (demam, kedinginan, dan pusing)


4) Nyeri dan pembengkakan sendi, terutama pada sendi pergelangan kaki dan
pergelangan tangan
5)

Gangguan penglihatan

6)

Warna merah / orange pada air seni

7) Gangguan keseimbangan dan pendengaran


8) Rasa mual, gangguan perut sampai muntah
9) Rasa kesemutan / terbakar pada kaki
10) Jelaskan kepada penderita, bial mengalami hal-hal tersebut, beri tahu
petugas kesehatan atau PMO supaya dapat segera diatasi
d. Pentingnya dan jadwal pemeriksaan ulang dahak
e. Arti hasil pemeriksaan ulang dahak: negatif atau tetap positif
f. Apa yang dapat terjadi bila pengobatan tidak teratur atau tidak lengkap
PENYULUHAN KELOMPOK
Penyuluhan kelompok adalah penyuluhan TB yang ditujukan kepada
sekelompok orang (sekitar 15 orang), bisa terdiri dari penderita TB dan
keluarganya. Penggunaan flip chart (lembar balik) dan alat bantu penyuluhan
lainnya sangat berguna untuk memudahkan penderita dan keluarganya menangkap
isi pesan yang disampaikan oleh petugas. Dengan alat peraga (dalam
gambar/simbol) maka isi pesan akan lebih mudah dan lebih cepat dimengerti.
Gunakan alat bantu penyuluhan dengan tulisan dan atau gambar yang singkat dan
jelas.
PENYULUHAN MASSA
Penyakit menular termasuk TB bukan hanya merupakan masalah bagi
penderita, tetapi juga masalah bagi masyarakat, oleh karena itu keberhasilan
penanggulangan TB sangat tergantung pada tingkat kesadaran dan partisipasi
masyarakat. Pesan-pesan penyuluhan TB melalui media massa (surat kabar, radio,
dan TV) akan menjangkau masyarakat umum. Bahan cetak berupa leaflet, poster,
billboard hanya menjangkau masyarakat terbatas, terutama pengunjung sarana
kesehatan. Penyampaian pesan TB perlu memperhitungkan kesiapan unit

33

pelayanan, misalnya tenaga sudah dilatih, obat tersedia dan sarana laboratorium
berfungsi. Hal ini perlu dipertimbangkan agar tidak mengecewakan masyarakat
yang datang untuk mendapatkan pelayanan. Penyuluhan massa yang tidak
dibarengi kesiapan UPK akan menjadi bumerang (counter productive) terhadap
keberhasilan penanggulangan TB (Eddy W, 2004).

PLAN OF ACTION
N
o

Jenis Kegiatan

Penggunaan
metode passive
proactive case
finding

Sasaran

Petugas
kesehatan
dan kader
TB

Pembentukan
Kader TB

Kader
Posyandu

Pelatihan kader
TB

Kader TB

Tujuan

Planning

Meningkatkan
angka cakupan
TB

Setiap ada
penderita
suspek TB
dilakukan
pemeriksaan
lebih lanjut

Organizing

Action

Control

Petugas
kesehatan
Puskemas

Sosialisasi
kepada
petugas
kesehatan
yang ada di
pustu

Meningkatnya
temuan kasus
TB dan
suspek TB

Tiap
penanggung
jawab
mencatat
suspek TB
dan kasus
BTA (+)

Evaluasi
kegiatan
kader TB tiap
bulan

Pelatihan
sebelum

Penilaian
secara

Mengumpulkan
kasus BTA (+)
dan suspek TB

Penunjukkan
kader TB tiap
desa

Dikoordini
r oleh
bidan desa

Menjelaskan
langkah langkah

Pelatihan
sebelum dan

Petugas

34

penanggulangan
TB

dalam tugas

P2M TB

dan saat
tugas

sistematis
apakah tujuan
pelatihan
telah tercapai

Penyuluhan
perorangan
dan
kelompok
dilakukan 3
bulan sekali

Petugas
kesehatan
Puskesmas
I Wangon

Ceramah
dan
pembagian
leaflet

Masyarakat
paham dan
mengerti
mengenai
penyakit TBC

Penyuluhan TB,
menjelaskan
pentingnya
pemeriksaan
sampel dahak
pada tersangka
penderita TB
serta
menjelaskan
cara dan waktu
pengumpulan
dahak yang
benar

Masyarakat
dalam
wilayah
kerja
Puskesmas
I Wangon

Meningkatkan
pengetahuan
serta kesadaran
masyarakat
tentang bahaya
TB sekaligus
menghapus
stigma negatif
yang
berkembang di
masyarakat

Kolaborasi DPS
dengan
Puskesmas

DPS tiap
wilayah
desa

Meningkatkan
angka cakupan
TB

Rapat
koordinasi
tingkat
kecamatan

Kepala dan
petugas
P2M TB
Puskemas I
Wangon

Sosialisasi
DPS

Kasus BTA
(+)

Mengurangi
angka
morbiditas dan
mortalitas TB

Penyediaan
OAT

Petugas
kesehatan
Puskesmas

Penyediaan
OAT

Pengobatan TB

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Pencapaian program TB paru di Puskesmas I Wangon tahun 2013 belum
memenuhi target pencapaian untuk Jawa Tengah, dimana angka CDR
sebesar 58,93%. Sedangkan Cure Rate sebesar 96,97% dan Conversion
Rate sebesar 83,33% sudah memenuhi target nasional.
2. Terdapat keterbatasan tenaga kesehatan dalam program P2M TB, yaitu
hanya terdapat seorang petugas lapangan di puskesmas,.
3. Penemuan kasus TB paru di Kecamatan Wangon masih bersifat pasif,
dimana penemuan kasus dilakukan pada pasien yang berobat ke Balai
Pengobatan dan memiliki tanda dan gejala TB Paru.

35

4. Belum semua orang dengan kriteria tersangka TB yang terjaring di poli


terutama Pustu, dapat diperiksa dahaknya (dahak tidak keluar atau
tersangka TB tidak mengirimkan dahaknya).
5. Tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang penyakit TB yang masih
rendah menyebabkan masyarakat kurang peduli terhadap penyakit ini.
6. Kesadaran tersangka penderita TB dan keluarga suspek TB masih rendah
untuk memeriksakan dahaknya ke laboratorium.
7. Pembentukan dan peran serta PMO dalam mengawasi pengobatan TB
sudah berjalan dengan baik.
B. Saran
1. Bagi peneliti
Makalah ini dapat digunakan sebagai bahan dasar dilakukannya
penelitian lebih lanjut mengenai program P2M khususnya penanganan TB
di wilayah kerja Puskesmas I Wangon.
2. Bagi DKK
Diperlukan komitmen yang berkesinambungan dalam menangani
TB sehingga tiap program yang dilakukan akan memberikan hasil yang
maksimal.
3. Bagi Puskesmas
a. Diperlukan pendataan suspek TB dan BTA (+) yang lebih akurat.
b. Dilakukan skrining suspek TB dan BTA (+) untuk memenuhi target
pencapaian nasional.
c. Bila ditemukan suspek TB pada saat pemeriksaan di Posyandu maka
sebaiknya dahak penderita langsung diambil untuk diperiksa.
d. Bila ditemukan penderita BTA (+) maka dicari pula suspek TB pada
keluarga yang tinggal satu rumah.
e. Dilakukan penyuluhan berkesinambungan yang ditujukan kepada
seluruh masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
mengenai TB paru.
4. Bagi masyarakat

36

Masyarakat

hendaknya

dapat

mendukung

pemberantasan TB yang dilakukan Puskesmas

setiap

I Wangon

langkah
untuk

meningkatkan kualitas hidup penderita TB maupun suspek TB.

DAFTAR PUSTAKA

Depertemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis Edisi Ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia;p.1-131.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2013. Buku Profil Kesehatan Profinsi
Jawa Tengah Tahun 2012.
Eddy Widodo. 2004. Upaya Peningkatan Peran Masyarakat dan Tenaga
Kesehatan dalam Pemberantasan Tuberkulosis. Makalah Pribadi
Pengantar Falsafah Sains Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.p.1-16.

37

Mual Bobby E. Peranan Foto Dada dalam Mendiagnosis Tuberkulosis Paru


Tersangka dengan BTA Negatif di Puskesmas Kodya Medan. Program
Pendidikan Dokter Spesialis Departemen Ilmu Penyakit Paru FK USU.
Medan: FK USU; 2009.p.1-77.
Notoatmodjo Soekidjo, prof. Dr. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat PrinsipPrinsip Dasar. PT Rineka Cipta; Jakarta.
Profil Puskesmas I Wangon. 2013.
Weni, Lusia. Budi, Iwan S dan Faisya, A.F. 2013. Kolaborasi Dokter Praktik
Swasta (DPS) dan Puskesmas Dalam Upaya Penemuan Kasus Baru
Tuberkulosis Paru di Kecamatan Pedamaran Kabupaten Ogan
Komering Ilir tahun 2013. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sriwijaya

38

Anda mungkin juga menyukai