Anda di halaman 1dari 8

PSIKOLOGI SOSIAL :

SELF-ESTEEM PADA
PENYANDANG TUNA DAKSA
Oleh :

Pendahuluan.
Undang Undang RI No. 4 tahun 1997, pada pasal 1 ayat 1

menyatakan, bahwa penyandang cacat adalah setiap orang yang


mempunyai kelainan fisik dan atau mental yang dapat menggangu
atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan
kegiatan secara selayaknya yang terdiri dari : penyandang cacat
fisik, cacat mental dan penyandang cacat fisik dan mental.
Tuna daksa merupakan penyebutan untuk penyandang cacat tubuh.

Cont..
Data WHO 2004, 3%-5% dari 210 juta penduduk indonesia atau
sekitar 8,4 juta orang adalah penyandang cacat.
Kata esteem berasal dari bahasa latin aestimare yang memiliki
makna estimasi yang saya buat atas nilai saya sendiri.
Self-esteem adalah sikap tentang diri dan terkait dengan
keyakinan pribadi atas keterampilan, kemampuan, hubungan
sosial dan hasil atas masa depan dan sebagai berharga atau
tidak berharga
Self-esteem memiliki kaitan yang erat dengan kebahagiaan
seseorang.

Self-esteem Pada Tuna Daksa


Pandangan stereotip masyarakat dan keluarga (seperti
mereka tidak dapat melakukan apa apa dan lain
sebagainya) terhadap penyandang tuna daksa dapat
berpengaruh pada konsep diri, kemauan, motivasi diri, dan
kehidupan bersosialisasi sehingga membuat rendahnya selfesteem dari penyandang tuna daksa yang berpengaruh
terhadap kehidupan interpersonal.
Dari segi psikologis, penyandang tuna daksa cenderung
merasa apatis, malu, rendah diri, dan sensitif.
Memiliki self-esteem yang tinggi secara umum memberikan
keuntungan bagi penyandang tuna daksa dimana mereka
akan merasa bahagia dan sehat secara psikologis.

Sumber Self-Esteem
Beberapa faktor yang mempengaruhi dan membentuk selfesteem seseorang yakni faktor internal dan eksternal
Faktor internal yang bersumber dari dalam diri individu
masing masing seperti penyandang tuna daksa perlu memiliki
konsep diri positif sehingga mereka mampu memahami dan
mengenali kelebihan dan kekurangan dirinya.
Seperti, mengenali bakat dan kemampuan yang disukai,
kemudian melatihnya secara rutin sehingga mempunyai
kekuatan yang bisa ditonjolkan dari dalam dirinya dan bisa
dikembangkan sehingga menhasilkan suatu produk yang
bermanfaat dan bernilai.

Cont..
Faktor eskternal yang bersumber dari lingkungan termasuk
keluarga, seperti dukungan sosial dan perlakuan masyarakat
dan keluarga terhadap tuna daksa.
Penyandang tuna daksa selalu dihadapkan pada permasalahan
psikis dan sosial berkaitan dengan kecacatan yang dialami
sehingga dukungan keluarga dan masyarakat sangat
dibutuhkan.
Dibutuhkan pengembangan self-esteem untuk membantu
memiliki self-esteem yang tinggi. Pengembangan tersebut
terdiri dari 4 tahap yang merupakan satu kesatuan utuh yang
tidak dapat dipisahkan.

Program Pengembangan Selfesteem


Identity phase
Penyandang tuna daksa diharuskan belajar mengenali dirinya sendiri.
Fokus pada pengembangan kekuatan dan kelemahan
Pada tahap ini klien dibantu untuk mengembangkan apresiasi atas
aset dan liabilities mereka sebagai manusia.
Nurturance phase
Klien diminta untuk mengafirmasikan kualitas positif yang mereka
miliki dalam seting kelompok yang suportif.
Fokus pada mempertahankan dan menjaga self-esteem setelah
program selesai

Kesimpulan
Penyandang tuna daksa memiliki kerentanan yang tinggi untuk
memiliki self-esteem yang rendah yang berpengaruh terhadap
kehidupan interpersonal.
Penyandang tuna daksa perlu memiliki konsep diri positif
sehingga mampu memahami dan mengenali kelebihan dan
kekurangan pada dirinya sehingga dapat menyesuaikan diri dan
meraih cita-cita yang diharapkan sesuai dengan kemampuan atau
kelebihan masing-masing.
Dukungan dari keluarga dekat dan masyarakat sangat dibutuhkan
dan merubah pandangan stereotip terhadap penyandang tuna
daksa.

Anda mungkin juga menyukai