Anda di halaman 1dari 15

TIDUR FISIOLOGIS

Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani dan kelelahan
mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau berkurang dan akan kembali mendapatkan
tenaga serta semangat untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Semua makhluk hidup
mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama
yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian. Pusat kontrol irama
sirkadian terletak pada bagian ventral anterior hypothalamus. Bagian susunan saraf pusat yang
mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia ventrikulo retikularis medulo
oblogata yang disebut sebagai pusat tidur. Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan
sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral medulo oblogata disebut sebagai pusat
penggugah atau aurosal state.
Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh
fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara
4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16-20 jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari,
kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada
orang dewasa.
Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:
1. Tidur stadium Satu.
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan kelopak
mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Fase ini
hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri
dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta dengan amplitudo yang
rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K
2. Tidur stadium dua

Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih berkurang, tidur
lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta simetris.
Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K
3. Tidur stadium tiga
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih banyak
gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang sleep spindle.
4. Tidur stadium empat
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG didominasi oleh
gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle.
Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu
akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat
dan menjadi lebih insten dan panjang saat menjelang pagi atau bangun.
Pola tidur REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat
rendah, apabila dibangunkan hampir semua organ akan dapat menceritakan mimpinya, denyut
nadi bertambah dan pada laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot menunjukkan relaksasi yang
dalam.
Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti periode neonatal bahwa
tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur. Periode neonatal ini pada EEG-nya masuk ke
fase REM tanpa melalui stadium 1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga
persentasi total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan kematangan sel-sel
otak, kemudian akan masuk ke periode awal tidur yang didahului oleh fase NREM kemudian
fase REM pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur sebagai berikut:
NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%; stadium 4 : 13%
REM; 25 %.
PERANAN NEUROTRANSMITER
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending Reticulary
Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam keadaan tidur.
Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur.

Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter seperti sistem
serotoninergik, noradrenergik, kholonergik, histaminergik.

Sistem serotonergik

Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisma asam amino trypthopan.
Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga
meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/tidur. Bila serotonin dari tryptopan
terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa tidur/jaga.
Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak pada
nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktifitas serotonis
dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.

Sistem Adrenergik

Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di badan sel nukleus


cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi
penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktifitas
neuron noradrenergic akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan
peningkatan
keadaan jaga.

Sistem Kholinergik

Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena dapat


mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini, mengakibatkan aktifitas
gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang
berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi
pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat
pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus maka tamapk gangguan pada fase awal dan
penurunan REM.

Sistem histaminergik

Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur

Sistem hormon

Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormone seperti ACTH,
GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh kelenjar
pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem ini secara teratur mempengaruhi

pengeluaran neurotransmitter norepinefrin, dopamin, serotonin yang bertugas menagtur


mekanisme tidur dan bangun.

Fisiologi Tidur
Pendahuluan
Kebanyakan orang menghabis-kan sepertiga dari waktu hidupnya untuk tidur. Tapi
mengapa? Apakah untuk memperbaiki tubuh? Apakah tidur merupakan suatu proses agar otak
kita memadukan informasi yang kita dapat-kan pada waktu kita sadar? Apakah tidur
merupakan suatu mekanisme yang berkembang agar kita terbebas dari bahaya waktu kita
berburu untuk mencari makan dan berproduksi? Tidak ada yang tahu dengan pasti, walaupun
masing-masing hipotesis mempunyai pendukung.
Ilmuwan tidak tahu dengan pasti berapa lama manusia membutuhkan tidur. Rata-rata
orang membutuhkan tidur 8 jam sehari, tapi pada orang-orang tertentu misalnya Margareth
Thatcher hanya membuttihkan 4 jam dalam semalam untuk tidur.
Lebih mudah menjawab pertanyaan apa itu tidur, daripada mengapa kita tidur. Pada
waktu kita tidur tekanan darah turun, nadi lambat, pernafasan menurun, temperatur tubuh juga
turun, pembuluh darah di kulit melebar, gerakan usus kadang-kadang lebih aktif, kebanyakan
otot-otot tubuh relax, dan secara umum metabo1isme tubuh turun sampai 20%.
Organ yang paling jelas berbeda pada waktu bangun dan tidur adalah otak. Pada waktu
orang jatuh da1am tidur, otak menjadi pasif, makin tidak memberikan respons terhadap dunia
luar. Pada permulaan abad ke 20 i1muwan menduga tidur disebabkan oleh suatu zat kimia yang
terkumpul di otak. Pada tahun 30-an dilakukan rekaman di otak untuk melihat gelombang
elektrik dengan Electroencephalogram (EEG), ternyata aktivitas di otak berbeda pada waktu
berjalan dan tidur .
Klasifikasi Tidur
Sampai saat ini sistem klasifikasi untuk tingkatan tidur yang diterima adalah usulan dari
Rechtschaffen dan Kales yaitu dengan pemeriksaan EEG, electrooculogram (EOG) dan electromyogram (EMG). Gelombang Otak, Mengukur Suatu Tidur Ada 5 tingkatan pola tidur, 4
tingkatan tidur dalam yang disebut non REM (non rapid eye movement) juga dikenal sebagai
slow wave sleep (SWS) dan tingkat ke 5 yang disebut REM (rapid eye movement) di-sebut
juga paradoxical sleep (PS). Pada waktu non REM sleep gelombang otak makin lambat dan
teratur. Tidur makin dalam serta pernafasan menjadi lambat dan teratur. Mendengkur terjadi

pada waktu tidur NREM. 4 tingkatan NREM dikenal dengan tingkt 1,2,3 dan 4. Tidur yang
paling dalam adalah pada tingkat 4, dan aktivitas 1istrik paling dalam.
Tidur REM lebih dangkal, ditandai dengan gerakan bola mata cepat di bawah kelopak mata
yang tertutup. Pada waktu REM, orang tidak lagi mendengkur, nafas menjadi tak teratur, aliran
darah ke otak bertambah dan temperatur tubuh naik, disertai banyak gerakan tubuh.
Gelombang 1istrik tampak seperti tingkat 1 dari tidur. Tiap proses tidur melewati 5 tahap ini
dalam 1 siklus, dan tiap siklus berlangsung kira-kira 90 menit. Orang dewasa yang sehat bila
sudah tertidur akan masuk ke dalam tingkat 1, diikuti tingkat 2,3 dan 4, kemudian kembali lagi
ke tingkat 1 dan setelah 2 periode, siklus itu akan lengkap setelah diikuti oleh periode REM
antara 5 sampai 15 menit. Putaran akan berlangsung 4-5 kali dengan penambahan periode
REM pada tahap berikutnya, disertai pengu-rangan periode NREM (terutama pada tingkat 3
dan 4). Pada orang yang tidur selama 8 jam, akan menjalani 2 jam tidur REM dan 6 jam tidur
NREM.
Pola tidur NREM dan REM terutama pada siklus 90 menit secara menakjubkan sama
pada semua orang. Peneliti mengambil keuntungan dari orang dengan gangguan tidur, dengan
melihat kelainan pola ini. Misalnya pada orang dengan gangguan tidur yang disebut narcolepsi,
yaitu orang yang tidak dapat menahan untuk jatuh da1am keadaan tidur, tidak perduli di mana
dia berada, tiba-tiba jatuh tertidur, temyata dia pada malam hari tidur tidak melewati tahapan
NREM tapi 1angsung jatuh ke dalam periode REM. Mamalia yang masih muda memiliki tidur
REM yang lebih lama diban-dingkan sesudah dewasa. Pada bayi yang baru lahir, tidur
berlangsung 16 jam sehari, separuhnya adalah tidur REM. Pada bayi yang prematur, lama tidur
REM temyata lebih lama lagi sampai mencapai 75 % . Anak kucingi anak anjing, anak tikus
dan hamster yang baru lahir hanya mempunyai tidur REM, sedangkan marmot yang baru lahir
mempunyai periode REM yang singkat saja.
Beberapa peneliti percaya bahwa tidur REM diperlukan oleh otak ma-nusia untuk berkembang
sebelum dan sesudah lahir dan ini yang menerang-kan mengapa bayi butuh banyak tidur.
Hipotesa ini didukung oleh bukti bahwa marmot yang mempunyai REM sebentar, lebih tidak
berdaya dibanding-kan dengan anak kucing dan anjing.

Berapa lama tidur diperlukan ?


Di Amerika penelitian oleh ahli-ahli faal mendapatkan bahwa pada bayi tidur yang
dibutuhkan rata-kira 16 jam, kadang-kadang kurang atau lebih. Pene-litian pada bayi yang tidur
kurang dari 16 jam menunjukkan, perkembangan intelektualnya temyata tidak mempu-nyai
efek pada perkembangannya. Peneliti yang sama mendapatkan bahwa siswa umur 16 tahun
perlu tidur 10 sampai 11 jam, mahasiswa perlu 8 jam sedangkan yang lebih tua dapat
melakukan adaptasi dan kekurangan tidumya dapat dibayar pada keesokan harinya. Pada orang
tua kebutuhan tidurnya makin berkurang, pada umur 45-60 tahun, kira-kira 7 jam. Pada orang
yang berumur lebih dari 50 tahun, tingkat 4 dari NREM hampir hilang. Rekor sampai saat ini
untuk orang tidak tidur dipegang oleh Robert McDonald pada tahun 1988 dengan waktu 18
hari, 21 jam, dan 40 menit. Pada keadaan tidak tidur yang ekstrim ini terjadi halusinasi,
paranoia, mudah tersing-gung, gangguan penglihatan, selain itu suaranya menjadi tidak jelas,
kehi-langan kemampuan untuk konsentrasi dan mengingat. Gejala-gejala ini meng-hilang
setelah beberapa hari tidur. Tan-pa pengawasan yang ketat oleh dokter susah dikatakan bahwa
marathon ba-ngun memang benar-benar tidak tidur, karena sebenarnya dia tidur sekejap
walaupun matanya tetap terbuka.
Pada percobaan laboratorium, il-muwan melakukan penelitian pada sukarelawan untuk tidak
tidur selama 3 sampai 4 hari, ternyata orang ini tidak dapat berkonsentrasi sehingga bila diminta untuk mengulang gambar atau kata yang sederhana, banyak melaku-kan kesalahan.
Orang dengan insomnia merasa tidak bisa tidur, walaupun dia tertidur sepanjang malam. Dia
merasa waktu berjalan lambat bila dia terjaga atau terbangan pada malam hari dan dia me-rasa
waktu terjaga itu lama sekali. Ilmu-wan di Stanford University mengawasi patron orang
insomnia ini, ternyata orang dengan insomnia berat sepanjang malam hanya terjaga selama 30
menit lebih.

Mengapa Kita Mimpi?


Bila seorang dibangunkan pada tidur REM biasanya mengatakan dia dalam mimpi dan
dia dapat mengingat dengan jelas apa mimpinya. Mimpi da-pat dipengaruhi oleh kejadian
disekitar orang tersebut tidur. Misalnya seorang dalam tidur REM, dipunggungnya ditempeli air
es, dia akan bercerita bermimpi sedang menolong orang yang tenggelam dalam air.
Menurut riset tentang tidur yang dilaporkan oleh Piere Maquet dalam majalah Science 2
Nov 2001, temyata tidur berperanan dalam proses belajar dan mengingat. Dan oleh Jerome M.
Siegel dalam terbitan yang sama menyatakan bahwa tidur REM (waktu mimpi terjadi)
merupakan waktu untuk konsolidasi ingatan.
Daftar Pustaka
Mary Gribbin, All in a night's sleep in New Scientist inside science, number 35, & July
1990.
Maquet P. The role of sleep in learning and memory, in Sience vol. 294, 2 Nov, 2001,
page 1048-1051.
Rechtschaffen, A., and Kales, A.(eds): A Manual of Standardized Termino-logy,
Techniques, and Scoring Sys-tem for Sleep Stages in Human Sub-jects. Los Angeles,
Brain Informati-on Service/Brain Research Institute, UCLA,l968.
Siegel, J. M. The REM sleep-memory Con-solidation Hypothesis, in Sciene vol 294, 2
Nov, 2001, page 1058-1063.
Theodore L.Baker;Phd, Introduction to sleep and sleep disorder, in Symposium on sleep Apneu Disorder, The
Medica clinics of north America, Nov,1965, page 1123-1149.

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 53, 1988


* Dibacakan pada Simposium Insomnia, Jakarta 27 Agustus 1988
Patofisiologi Gangguan Tidur
Dr. Keja Musadik
Psikiater, Lembaga Psikiatri Biologik Indonesia, Jakarta
PENDAHULUAN
Gangguan tidur dapat dibagi dalam 4 kelompok besar
(menurut : Sleep Disorders Classification Committee, 1979)
yaitu:
1. Gangguan Masuk Tidur dan Mempertahankan Tidur yang disebut insomnia.
2. Gangguan yang berhubungan dengan tidur/mengantuk yang berlebihan, yang disebut
hipersomnia.
3. Disfungsi yang berhubungan dengan kondisi tidur, stadium tidur atau keadaan jaga yang
berubah sifat, yang disebut paramsomnia. Misalnya: tidur berjalan, ngelindur dan lain-lain.
4. Gangguan ritme tidur jaga. Pada makalah ini akan dibahas mengenai insomnia yang
berhubungan dengan psikiatri seperti Ansietas, Depresi, dan Gangguan Psikotik.
FISIOLOGI TIDUR
Fisiologi tidur dapat diterangkan melalui gambaran aktivitas
sel-sel otak selama tidur. Aktivitas tersebut dapat direkam dalam
alat EEG. Untuk merekam tidur, cara yang dipakai adalah dengan
EEG Polygraphy. Dengan cara ini kita tidak saja merekam
gambaran aktivitas sel otak (EEG), tetapi juga merekam gerak
bola mata (EOG) dan tonus otot (EMG). Untuk EEG, elektroda
hanya ditempatkan pada dua daerah saja, yakni daerah frontosentral
dan oksipital. Gelombang Alfa paling jelas terlihat di
daerah frontal.
dapatkan 4 jenis gelombang, yaitu:
Gelombang Alfa, dengan frekuensi 8 - 12 Hz, dan amplitudo
gelombang antara 10 - 15 mV. Gambaran gelombang alfa yang
terjelas didapat pada daerah oksipital atau parietal. Pada keadaan
mata tertutup dan relaks, gelombang Alfa akan muncul, dan akan
menghilang sesaat kita membuka mata. Pada keadaan mengantuk
(drowsy) didapatkan gambaran yang jelas yaitu kumparan
tidur yang berupa gambaran waxing dan gelombang Alfa.
Gelombang Beta, dengan frekuensi 14 Hz atau lebih, dan amplitudo
gelombang kecil, rata-rata 25 mV. Gambaran gelombang
Beta yang terjelas didapat pada daerah frontal. Gelombang ini
merupakan gelombang dominan pada keadaan jaga terutama bila
mata terbuka. Pada keadaan tidur REM juga muncul gelombang
Beta.
Gelombang Teta, dengan frekuensi antara 4 - 7 Hz, dengan
amplitudo gelombang bervariasi dan lokalisasi juga bervariasi.
Gelombang Teta dengan amplitudo rendah tampak pada keadaan
jaga pada anak-anak sampai usia 25 tahun dan usia lanjut di

atas 60 tahun. Pada keadaan normal orang dewasa, gelombang


teta muncul pada keadaan tidur (stadium 1, 2, 3, 4).
Gelombang Delta, dengan frekuensi antara 0 - 3 Hz, dengan
amplitudo serta lokalisasi bervariasi. Pada keadaan normal,
gelombang Delta muncul pada keadaan tidur (stadium 2, 3, 4).
Dengan demikian stadium-stadium tidur ditentukan oleh
persentase dan keempat gelombang ini dalam proporsi tertentu.
Selain itu juga ditunjang oleh gambaran dari EOG dan EMG nya.
STADIUM TIDUR
1. Stadium Jaga (Stadium W = wake)
EEG : Pada keadaan relaks, mata tertutup, gambaran didominasi
oleh gelombang Alfa. Tidak ditemukan adanya
Kumparan Tidur dan Kompleks K.
EOG : Biasanya gerakan mata berkurang. Kadang-kadang
terdapat artefak yang disebabkan oleh gerakan kelopak mata.
EMG: Kadang-kadang tonus otot meninggi.
2. Stadium 1
EEG: Biasanya terdiri dari gelombang campuran Alfa, Beta
dan kadang-kadang Teta. Tidak terlihat adanya Kumparan
Tidur, Kompleks K atau gelombang Delta.
EOG : Tak terlihat aktifitas bola mata yang cepat.
Cermin Dunia Kedokteran No. 53, 1988 7
EMG Tonus otot menurun dibandingkan dengan pada
Stadium W.
3. Stadium 2
EEG: Biasanya terdiri dan gelombang campuran Alfa, Teta
dan Delta.
Terlihat adanya Kumparan Tidur dan Kompleks K (Kompleks
K : gelombang negatif yang diikuti oleh gelombang positif,
berlangsung kira-kira 0,5 detik, biasanya diikuti oleh gelombang
cepat 12 - 14 Hz). Persentase gelombang Delta dengan
amplitudo di atas 75 mV kurang dari 20%.
EOG : Tak terdapat aktivitas bola mata yang cepat.
EMG : Kadang-kadang terlihat peningkatan tonus otot secara
tiba-tiba, menunjukkan bahwa otot-otot tonik belum seluruhnya
dalam keadaan relaks.
4. Stadium 3
EEG : Persentase gelombang Delta berada antara 20 - 50%.
Tampak Kumparan Tidur.
EOO : Tak tampak aktivitas bola mata yang cepat.
EMG : Gambaran tonus otot yang lebih jelas dari stadium 2.
5. Stadium 4
EEG : Persentase gelombang Delta mencapai lebih dari 50%.
Tampak Kumparan Tidur.
EOG : Tak tampak aktivitas bola mata yang cepat
EMG : Tonus otot menurun dari pada stadium sebelumnya.

6. Stadium REM
EEG : Terlihat gelombang campuran Alfa, Beta dan Teta. Tak
tampak gelombang Delta., Kumparan Tidur maupun Kompleks
K.
EOG : Terlihat gambaran REM (Rapid Eye Movement) yang
khas.
EMG : Tonus otot sangat rendah.
(lain-lain : frekuensi nadi tinggi, ereksi pada laki-laki).
Tabel 1 : Gambaran EEG, EOG dan EMG pada stadium-stadium tidur.
EEG EOG EMG
Stadium W A, B Stadium 1 A, B, T Stadium 2 D<20% Stadium 3 D = 20-50% Stadium 4 D>50% REM
(Paradoxical Sleep) A,B,T + - +
Tidur ringan : stadium 1 dan 2
Tidur dalam : stadium 3 dan 4
Mimpi : stadium REM
A : gelombang Alfa ; B : gelombang Beta
D : gelombang Delta ; T : gelombang Teta
Yang kita sebut sebagai tidur ringan adalah bila individu
mencapai stadium 1 dan 2. Sedangkan tidur dalam tercapai bila
individu telah masuk ke dalam stadium 3 dan 4.
Stadium REM, ternyata merupakan suatu dimensi tersendiri.
Dan dalamnya tidur, a dapat dikatakan sebagai tidur yang
dalam. tetapi dari bentuk gelombang yang terekam, Ia mempunyai
gambaran tidur yang ringan. Karena itu stadium ini juga
disebut sebagai paradoxical sleep. Pada stadium REM ini juga
dijumpai adanya denyut nadi yang bertambah dan ereksi penis
pada laki-laki, walaupun tonus di bagian lain dan tubuh meunjukkan
relaksasi yang dalam. Pada stadium REM ini, dapat
dipastikan bahwa individu mengalami peristiwa mimpi dengan
intensitas yang tinggi, sehingga seolah-olah apa yang dimimpikan
itu merupakan suatu yang riil yang dapat dirasakan pula
oleh sistim panca indera kita. Seringkali begitu tinggi intensitas
mimpi atau panca indera kita terangsang sehingga kita terbangun
dan langsung berbuat sesuatu yang sebenarnya terjadi pada
impian kita. Misalnya Iangsung bangun dan membuka pintu,
karena dalam mimpi kita mengalami ada suara ketokan di
pintu.
Gambar 1: Hipnogram dari orang dewasa normal
Dari gambaran EEG, EOG dan EMG sepanjang malam seorang
dewasa normal, dapat dibuat sebuah hipnogram yang melukiskan
kualitas dan kuantitas tidur orang tersebut. Pada kondisi

normal, seorang dewasa memasuki stadium 1 dan 2 dengan


cepat dan mempunyai stadium tidur dalam (stadium 3 dan 4)
yang berkisar antara 70 - 100 menit. Setelah itu timbullah
stadium REM yang gambaran EEG nya mirip dengan stadium
tidur yang dangkal. Kejadian atau siklus ini berulang dengan
interval waktu 90 menit. Semakin mendekat ke pagi hari, tidur
yang dalam semakin berkurang dan tidur REM semakin
bertambah. Dalam kondsi normal, terjadi 4 6 kali periode
tidur REM. Secara keseluruhan periode tidur REM meliputi
25% dari keseluruhan tidur.
Pola hipnogram ini dipengaruhi oleh usia. Pada anak-anak,
stadium 3 dan 4 meliputi jumlah yang lebih besar dari pada
dewasa normal, dan makin berkurang lagi pada usia lanjut.
SIRKULASI DARAH DAN METABOLISME O2 Dl OTAK
WAKTU TIDUR
Peningkatan sirkulasi darah dan oksigen otak berkorelasi dengan
gambaran gelombang EEG yang cepat dan tak teratur, dan
sebaliknya. Tetapi hal ini tak sepenuhnya dapat diterima. Pada
anak-anak normal, di mana terdapat dominasi gelombang
lambat pada EEG-nya, sirkulasi darah dan oksigen di otak lebih
tinggi dan dewasa normal. Yang jelas, pada umumnya dalam
keadaan tidur, di mana timbul gelombang-gelombang yang
lebih lambat daripada dalam keadaan jaga, dijumpai adanya
penurunan sirkulasi darah dan O2 di otak.
8 Cermin Dunia Kedokteran No. 53, 1988
PERNAFASAN DAN SIRKULASI SISTEMIK PADA
WAKTU TIDUR
Bulow (1963), seorang peneliti, mendapatkan bahwa tidur
yang dalam akan diikuti oleh penurunan sensitivitas dan pusat
pernafasan terhadap CO2 di otak. Penurunan ini berjalan linier
dengan keadaan dan tidur.
Pada tidur REM, sensitivitas ini bertambah dan menetap
sampai ambang seperti keadaan jaga. Hal ini sesuai dengan penelitian
secara klinis yang memperlihatkan adanya pernafasan
tak teratur selama periode REM. Peristiwa ini dapat mengakibatkan
timbulnya vasokonstriksi pembuluh darah. Dan Seterusnya
terjadi peninggian dan tekanan darah sistemik dan
frekuensi nadi. Sebagai kompensasi, sirkulasi darah dan oksigen
ke otak meningkat, dan aktivitas neuron otakpun meningkat.
Sebaliknya pada tidur non-REM, tekanan darah sistemik
mengalami penurunan, terutama pada awal tidur. Hal ini mulamula
tidak mempengaruhi sirkulasi darah di otak karena adanya
sistem auto-regulasi, yang akan mengadakan reaksi adaptasi
terhadap keadaan itu. Tetapi semakin. lama, terutama setelah terjadi
penurunan sirkulasi oksigen, terjadi dekompensasi, dan
akibatnya timbul gangguan perfusi jaringan secara perlahanlahan.

Karena itu pada usia lanjut, sering timbul gejala-gejala


eksaserbasi infark multipel demensia pada malam hari yang
disertai adanya gejala-gejala kebingungan (confusion).
Hasil-hasil penelitian di atas masih berada dalam taraf awal,
karena masih diikuti oleh penemuan-penemuan lain yang
kontroversial. tetapi dengan adanya kemampuan dan teknik pemantauan
otak, antara lain Positron Emission Tomography, diharapkan
pendalaman dan hal ini akan lebih memberikan hasil
yang positif terhadap gambaran faali tidur di otak.
PUSAT-PUSAT TIDUR DI OTAK
Irama tidur - jaga yang merupakan pola tingkah laku agaknya
berhubungan dengan interaksi di dalam sistim aktivasi retikular
Perangsangan daerah formasio retikularis akan menyebabkan
kondisi jaga/waspada pada hewan di laboratorium. Sedangkan
perusakan pada daerah itu menyebabkan hewan mengalami kondisi
koma menetap. Kita mengetahui bahwa sistim aktivas
retikular bekerjanya diatur oleh kontrol dan nukleus raphe dan
locus coeruleus. Di mana sel-sel dan nucleus raphe mensekresi
serotonin dan locus coeruleus mensekresi epinephrine. Jika
nukleus raphe dirusak atau sekresinya dihambat, dapat menimbulkan
kondisi tidak tidur/berkurangnya jam tidur pada
hewan percobaan yang mirip dengan kejadian insomnia. Sedangkan
bila locus coeruleus yang dirusak, akan terjadi penurunan
atau hilangnya tidur REM, sedangkan tidur non REM tak
berubah. Sistim limbik, yang kita kenal sebagai pusat emosi,
agaknya juga berhubungan dengan kewaspadaan/jaga. Mungkin
hal inilah yang menyebabkan mengapa kondisi ansietas dan
gangguan emosi lainnnya dapat mengganggu tidur, dan menyebabkan
insomnia.
INSOMNIA PADA PENDERITA DEPRESI DAN ANSIETAS
Penelitian tidur di laboratorium dengan alat EEG menunjukkan
adanya perbedaan antara sukarelawan yang normal
dengan penderita depresi dan ansietas.
Pada penderita depresi, ditemukan adanya Sleep Latency
yang bertambah atau dapat juga normal. Sedangkan REM
Latency jelas menjadi lebih pendek. Tidur Delta yang pada
orang normal ditemukan sejumlah 20 - 30%, pada penderita
depresi menjadi jauh berkurang. Hal ini yang menyebabkan
penderita depresi mengeluh tidurnya kurang pulas.
Penelitian dari Zung menunjukkan bahwa pada sukarelawan
normal yang diberi rangsang suara-suara pada stadium Delta,
tidak terbangun oleh hal itu. Tetapi pada penderita depresi sangat
mudah terbangun. Karena itu penderita depresi mudah sekali
terbangun oleh adanya perubahan suhu di dini hari, perubahan
sinar dan suara-suara hewan di pagi hari.
Pada fase awal penyakit, penderita. depresi akan mengalami

penurunan dari Tidur REM nya sebanyak 10%. REM menunjukkan


bahwa orang itu sedang bermimpi. Di laboratorium tidur,
85% dan mereka yang dibangunkan pada waktu tidur REM,
mengaku sedang bermimpi. Penderita depresi biasanya mengalami
mimpi-mimpi yang tidak menyenangkan sehingga mereka
terbangun karenanya. Dengan demikian tidur REM pun berkurang
karena seringnya terbangun di malam hari. Di samping
itu, telah diterangkan bahwa pada mereka yang menderita
depresi, tidur REM lebih cepat datangnya.
Secara fisiologik kekurangan tidur REM itu harus dibayar
kembali. Dengan begitu, selang beberapa waktu, penderita
depresi akan mengalami tidur REM yang berlebihan, dan
penderita akan lebih sering terbangun dan bermimpi buruk.
Jadi jelaslah mengapa di laboratorium tidur, ditemukan gambaran
hipnogram yang acak-acakan atau iregular dari perpindahan
satu stadium ke stadium yang lain pada penderita depresi; dan
sering terbangun di malam hari.
Pada penderita ansietas, dan hipnogram ditemukan Sleep
Latency yang memanjang. Sedangkan REM Latency dapat normal
atau lebih panjang dari pada sukarelawan normal. Berbeda
dengan penderita depresi, pada penderita ansietas, tidur delta
biasanya normal (20-30%), sedangkan tidur REM menjadi bertambah,
terutama pada fase akhir dari tidur (di dini hari).
Pada hipnogram juga ditemukan adanya gambaran yang
ireguler dari perpindahan satu stadium tidur ke stadium tidur
yang lain. Di bawah ini, digambarkan suatu skema perbedaan
dari insomnia karena kondisi depresi dan ansietas, dilihat dari
keluhan subyektif dan gambaran obyektif menurut hipnogramnya.
Cermin Dunia Kedokteran No. 53, 1988 9
Ansietas Depresi
Jumlah tidur Normal Berkurang
Kwalitas tidur Dangkal-sedang Dangkal-sedang
Mimpi Menakutkan Sendirian dan sepi
Masuk tidur Lebih dari 1 jam 15 60 menit
Sering bangun malam Tidak Sering
Bangun pagi Sukar Dini hari
Pagi hari Kurang segar Lesu
Sleep Latency Memanjang Normal/memanjang
REM Latency Normal/memanjang Memendek
D Sleep Normal Memendek
REM Sleep Memanjang
(terutama terjadi pada
fase akhir dari tidur)
Memendek (kecuali
pada proses penyembuhan)
Regularitas Ireguler Ireguler dan

broken sleep
PENUTUP
Telah dibicarakan fisiologi dan tidur dilihat dan keadaan
EEG, EOG dan EMG yang tergambar dalam rekaman Hipnogram,
serta gambaran Hipnogram pada pasien depresi dan
ansietas.
KEPUSTAKAAN
1. Iskandar Y. Insomnia dan Depresi Dalam: Psikiatri Biologik Vol. II, ed.
Yul Iskandar dan R. Kusumanto Setyonegoro, Yayasan Dharma Graha,
Jakarta, 1985.
2. Iskandar Y. Insomnia, Ansietas dan Depresi, dalam: Psikiatri Biologik Vol. II,
ed. Yul Iskandar dan R. Kusumanto Setyonegoro, Yayasan Dharma Graha,
Jakarta, 1985.
3. Priest RG, Pletscher A, Ward J. (Eds.): Sleep Research. MTLP Press Limited,
Basle, 1988.
4. Moynihan SH, Marks J. Insomnia, Management in Good Medical Practice,
Editiones, Roche, Basle, 1988.
5. Iskandar Y. Tehnik Penelitian Tidur dengan EEG. Makalah pada: Simposium
Psikiatri Biologik N, Jakarta, 1983.

Anda mungkin juga menyukai