I.
Pendahuluan
Induksi persalinan dilakukan pada hampir 25% kehamilan cukup bulan di
beberapa negara berkembang. Di Swedia, hal ini meningkat dari 7% pada awal
tahun 1990 hingga 16% pada tahun 2012.1,2 Induksi persalinan meningkatkan
risiko persalinan memanjang dan persalinan operatif. Hal ini terutama lebih tinggi
pada wanita primipara dan wanita dengan serviks yang belum matang. 3 Diantara
subkelompok ini, preinduksi pematangan serviks dibutuhkan untuk keberhasilan
persalinan pervaginam. Sepengetahuan kami, tidak ada laporan mengenai
perbandingan induksi persalinan dengan kateter transerviks dan misoprostol oral
dengan paritas serta skor Bishop yang berbeda. Para peninjau Cochrane tidak
melaporkan adanya analisis subkelompok seperti itu.4,5
Penanganan mekanis dengan kateter pada induksi persalinan pertama kali
dijelaskan pada tahun 1860.6 Insersi kateter transerviks kedalam ruang
ekstraamniotik yang memisahkan membran janin dengan dinding uterus memicu
pelepasan prostaglandin dan oksitosin dari membran janin dan desidua uterin. 7
Agen ini melarutkan ikatan silang glikosaminoglikan antara serabut kolagen pada
jaringan konektif servikal, yang menyebabkan penipisan dan dilatasi serviks. 8
Kateter transerviks juga dapat memicu jalur neuroendokrin yang berhubungan
dengan sintesis dan pelepasan oksitosin, seperti refleks Ferguson.9
Terapi prostaglandin untuk induksi persalinan telah digunakan sejak tahun
1980.10 Pemberian peroral tidak digunakan karena adanya dugaan kurangnya
penipisan dan ketakutan akan efek samping gastrointestinal yang mungkin timbul.
Namun, terapi oral dengan misoprostol analog PGE1 ditoleransi baik dan memiliki
risiko hiperstimulasi uterin dan asfiksia neonatal yang lebih rendah dibandingkan
dengan misoprostol vagina.1,5
Pilihan metode biasanya didasarkan oleh preferensi tenaga medis, indikasi
induksi persalinan, paritas, skor Bishop, dan apakah terdapat riwayat cesarean
section sebelumnya.
Tujuan studi ini adalah untuk meneliti induksi persalinan dengan kateter
transerviks dibandingkan dengan terapi menggunakan misoprostol oral. Hasil
primer yang dinilai adalah persalinan pervaginam dalam 24 jam pertama dan
angka cesarean section. Hasil sekunder yang dinilai adalah interval induksi dengan
persalinan pervaginam, angka korioamnionitis dan asfiksia neonatal.
2.
31. Studi ini dimulai sebagai proyek kontrol kualitas dalam Program Edukasi
Medis di Institut Karolinska. Seluruh data klinis ibu dan neonatus didapatkan dari
rekam medis asli rumah sakit tersier di Department of Womens and Childrens
Health, Karolinska University Hospital, Solna, Swedia. Sejak 1 Januari sampai 31
Desember 2012, terdapat 3.952 wanita yang melahirkan di bagian obstetri.
Diantara seluruhnya, 839 wanita, (21,2%) memiliki induksi persalinan dengan
amniotomi, infus oksitosin, kateter transerviks atau PGE2 vagina (Gambar 1).
Menurut sistem ICD-10 dan rekam medis 317 wanita, 37,8% induksi menjalani
induksi persalinan dengan kateter transerviks. Tiga wanita dengan kematian janin
intrauterin (IUFD) tidak dimasukkan dalam penghitungan. Dengan demikian,
dilakukan analisis data klinis dari 317 wanita. Kateter Foley 22 Charriere (Meteko
Instruments AB, Stockholm, Swedia) dimasukkan kedalam ruang ekstraamnion
dengan pengamatan menggunakan spekulum atau pemeriksaan jari berdasarkan
preferensi klinisi. Setelah dimasukkan, balon kateter dikembangkan menggunakan
50 ml air atau NaCl 0,9% dan difiksasi di paha tanpa tegangan. Posisi kateter
dikontrol oleh pengontrol traksi setiap 30 menit. Amnniotomi dilakukan segera
setelah ekspulsi terjadi. Jika tidak keluar dalam 8 jam, kateter dilepas dan
Misoprostol oral pertama kali diperkenalkan untuk induksi persalinan pada tahun
2013, dan 275 wanita menjalani persalinan menggunakan metode ini. Satu peserta
tidak dimasukkan kedalam studi karena menggunakan metode lain. Dengan
demikian, 274 wanita (33,4%) dari seluruh induksi ditangani dengan misoprostol
oral. Sembilan wanita dengan IUFD tidak dimasukkan dalam penghitungan.
Dengan demikian, dilakukan analsis data klinis dari 265 rekam medis. Induksi
persalinan dengan misoprostol oral diberikan dengan tablet misoprostol terkecil
yang tersedia (Cytotec, Pfizer, Swedia) 200 g yang dilarutkan dalam 20 ml air
dengan kosnentrasi 10 g/mL. Didapatkan konsentrasi terapi PGE1 yang adekuat.11
Larutan 2,5 mL berisikan 25 g misoprostol diaspirasi dalam syringe 3 mL dimana
para wanita kemudian menyemprotkan larutan tersebut kedalam mulut mereka.
Setelahnya, air kembali diaspirasi kedalam syringe dan ditelan. Terapi dilanjutkan
setiap 2 jam hingga onset persalinan sampai dosis maksimal, yaitu 8 dosis.
Aktivitas jantung janin dipantau dengan CTG setiap 20 menit sebelum tiap dosis
dan saat waktu persalinan. Jika diamati adanya kontraksi uterin, dosis berikutnya
ditunda selam 2 jam, jika persalinan aktif belum dimulai. Ketika skor Bishop telah
>5, dilakukan amniotomi. Infus oksitosin 5 U/500 mL saline dimulai untuk
augmentasi persalinan menurut panduan klinis, jika tidak ada kemajuan dalam 3-4
jam setelah amniotomi atau ruptur membran janin spontan sebelum persalinan.
Gambar
Kelahiran
anak
n = 3.952
Induksi
persalinan
n = 839dengan kateter
Pematangan serviks
transerviks
n = 317
Dieksklusi
Dianalisis
IUFD n = 3
n = 314
1.
Penilaian
2. Penilaian
analisis
dilakukan
berdasarkan
data
sebelumnya.4,5,15
Kami
memperkirakan angka persalinan pervaginam < 24 jam adalah hingga 40% pada
kelompok misoprostol dan memperkirakan bahwa persalinan pervaginam < 24 jam
dapat dicapai pada 60% dalam kelompok kateter. Berdasarkan tingkat signifikan
5% dan kekuatan 90% yang ingin dicapai, dibutuhkan 125 wanita dalam tiap
kelompok studi ini.
3.
Hasil
Indikasi induksi persalinan serupa pada kedua kelompok (Tabel 1). Wanita
yang mengalami IUFD dimasukkan dalam Tabel 1 dan dikeluarkan dari Tabel 2-5.
Data demografi maternal, seperti usia, paritas, usia gestasi, dan angka usia gestasi
preterm < 37 + 0 minggu (259 hari) sebanding (p > 0.05). Rata-rata skor Bishop
lebih rendah pada kelompok misoprostol (p < 0.001, Tabel 2). Keadaan ibu
ditunjukkan pada Tabel 3. Pemasangan kateter transerviks diikuti dengan lebih
tingginya persalinan pervaginam < 24 jam pada wanita primipara dibandingkan
pada wanita dengan skor Bishop 3-4 (p < 0.001), namun tidak pada wanita dengan
skor Bishop 0-2 (p = 0.07). Angka seksio saesaria sebanding pada semua
kelompok (p > 0.05). Tingkat persalinan dengan bantuan alat pada setiap
kelompok tidak jauh berbeda/sama (p > 0.05) dan indikasi utama untuk persalinan
dengan alat dengan kedua metode adalah pemanjangan kala 2 persalinan (p > 0.05,
data tidak ditampilkan).
Interval induksi hingga persalinan pervaginam 8-12 jam lebih singkat pada
kelompok kateter (p < 0.001, Tabel 4). Pada kelompok misoprostol, 24 wanita
(9%) terpasang kateter transerviks dan 6 wanita (2%) diterapi dengan PGE2 vagina
dikarenakan serviks yang tidak matang dengan skor Bishop < 5 setelah 8 dosis
maksimum misoprostol. Pada kelompok kateter, tidak ada insersi yang diikuti
dengan metode induksi persalinan lainnya.
Angka korioamnionitis sebanding pada kedua metode ini (p > 0.05). Berat
badan lahir dan angka bayi baru lahir dengan skor Apgar < 7 pada menit ke-5
sebanding (p > 0.05), Tabel 5).
Diantara wanita dengan hanya ruptur membran janin (data tidak
ditampilkan), persalinan pervaginam < 24 jam dicapai pada 75,5% dengan kateter
dan 53,2% dengan misoprostol oral (p > 0.05). Angka caesarian section dengan
kateter adalah 22,6% dibandingkan dengan 19% pada kelompok misoprostol oral
(p > 0.05).
Kateter
n = 317 (%)
67 (21.1)
73 (23.0)
36 (11.4)
41 (12.9)
27 (8.5)
20 (6.3)
13 (4.1)
13 (4.1)
10 (3.1)
9 (2.8)
5 (1.6)
3 (0.9)
Misoprostol
n = 274 (%)
64 (23.3)
41 (15.0)
36 (13.1)
36 (13.1)
24 (8.8)
22 (8.0)
10 (3.6)
7 (2.6)
17 (6.2)
6 (2.2)
2 (0.7)
9 (3.3)
Nilai p
p>0.05
p>0.05
p>0.05
p>0.05
p>0.05
p>0.05
p>0.05
p>0.05
p>0.05
p>0.05
p>0.05
p>0.05
Kateter n = 314
32 (17 - 50)
173 (55.1)
40 (12.6)
39 (34 - 42)
4 (1.3)
2.6
27 (8.6)
190 (60.5)
97 (30.9)
Misoprostol n = 265
32 (18 - 46)
164 (61.9)
8 (3.0)
39 (34 - 42)
13 (4.9)
2.1
110 (41.5)
128 (48.3)
27 (10.2)
Nilai p
p > 0.05
p > 0.05
p > 0.05
p > 0.05
p > 0.05
p < 0.001
p > 0.05
p > 0.05
p > 0.05
Variabel
Seluruh wanita
Persalinan pervaginam dalam 24 jam (%)
Caesarian section (%)
Persalinan menggunakan alat (%)
Hiperstimulasi
Korioamnionitis (%)
Ruptur uterin
Wanita primipara
Persalinan pervaginam dalam 24 jam (%)
Caesarian section (%)
Skor Bishop 0-2
Persalinan pervaginam dalam 24 jam (%)
Caesarian section (%)
Skor Bishop 3-4
Persalinan pervaginam dalam 24 jam (%)
Caesarian section (%)
Kateter
n = 314 (%)
237 (75.5)
71 (22.6)
41 (13.0)
0
7 (2.2)
0
n = 173
136 (78.6)
51 (29.4)
n = 27
16 (59.2)
8 (29.6)
n = 190
141 (74.2)
46 (24.2)
Misoprostol
n = 265 (%)
141 (53.2)
51 (19.2)
48 (18.1)
0
8 (3.0)
0
n = 162
66 (40.2)
41 (25.0)
n = 110
47 (42.7)
30 (27.3)
n = 128
78 (60.9)
19 (14.8)
Nilai p
p < 0.001
p>0.05
p>0.05
p>0.05
p>0.05
p>0.05
p < 0.001
p > 0.05
p = 0.07
p > 0.05
p < 0.001
p > 0.05
error).
Wanita
yang
mengalami
kematian
janin
Kateter n = 243
11.8 0.3
13.0 0.4
13.1 1.3
11.9 0.4
Misoprostol n
= 214
21.6 0.6
24.9 0.8
24.1 0.8
20.1 0.8
Nilai P
p < 0.001
p < 0.001
p < 0.001
p < 0.001
Misoprostol n = 265
3472579
4 (1.5)
DISKUSI
Pada studi ini, dilakukan perbandingan antara induksi persalinan dengan kateter
transerviks dan terapi misoprostol oral pada wanita primipara dan wanita dengan
serviks yang belum matang, yang berisiko tinggi pada kegagalan induksi
Nilai p
P > 0.05
P > 0.05
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
Caughey, A.B., Sundaram, V., Kaimal, A.J., Cheng, Y.W., Gienger, A.,
Little, S.E., et
5.
6.
7.
Challis, J.R. and Smith, S.K. (2001) Fetal Endocrine Signals and Preterm
Labor. Biology of the Neonate, 79, 163-167.
8.
9.
Ferguson, J.K. (1941) A Study of the Motility of the Intact Uterus at Term.
Surgery, Gynecology, and Obstetrics, 73,359-366.
10.
Obstetrics
&
Gynecology,
26,
95-
105.http://dx.doi.org/10.1097/00003081-198303000-00013
11.
12.
13.
Bishop, E.H. (1964) Pelvic Scoring for Elective Induction. Obstetrics &
Gynecology, 24, 266-268.
14.
15.
16.
Spong, C.Y., Berghella, V., Wenstrom, K.D., Mercer, B.M., Saade, G.R.
(2012) Preventing the First Cesarean Delivery: Summary of a Joint Eunice
Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human
Development, Society for Maternal-Fetal Medicine and American College
of Obstetricians and Gynecologists Workshop. Obstetrics & Gynecol- ogy,
120, 1181-1193.
17.
18. Abramovici, D., Goldwasser, S., Mabie, B.C., Mercer, B.M., Goldwasser, R.
and Sibai, B.M. (1999) A Randomized Comparison of oral Misoprostol
versus Foley Catheter and Oxytocin for Induction of Labor at Term.
American Journal of Obstetrics and Gynecology, 181, 1108-1112.
http://dx.doi.org/10.1016/s0002-9378(99)70090-6
19.
20. Ten Eikelder, M.L., Neervoort, F., Rengerink, K.O., Jozwiak, M., de
Leeuw, J.W., de Graaf, I., et al. (2013) Induction of Labour with a Foley
Catheter or Oral Misoprostol at Term: The PROBAAT-II Study, a
Multicenter Randomized Controlled Trial. BMC Pregnancy and Childbirth,
13, 183. http://dx.doi.org/10.1186/1471-2393-13-183
PROBLEM/PATIENT
Jurnal ini bertujuan untuk membandingkan induksi persalinan dengan kateter
transerviks dengan terapi misoprostol oral pada wanita primipara dan pada wanita
dengan serviks yang belum matang, yang memiliki risiko tinggi kegagalan induksi
persalinan
2.
INTERVENTION
Dalam penelitian ini tidak dilakukan intervensi apapun.
Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif. Seluruh data klinis ibu dan
neonatus didapatkan dari rekam medis asli rumah sakit tersier di Department of
Womens and Childrens Health, Karolinska University Hospital, Solna, Swedia .
COMPARATION
a. Rata-rata skor Bishop lebih rendah pada kelompok misoprostol
dibandingkan
kelompok kateter transervikal (p < 0.001)
b. Pemasangan kateter transervikal diikuti dengan lebih tingginya
persalinan pervaginam < 24 jam pada wanita primipara dibandingkan
pada wanita dengan skor Bishop 3-4 (p < 0.001)
c. Angka seksio saesaria sebanding pada semua kelompok (p > 0.05)
d. Tingkat persalinan dengan bantuan alat pada setiap kelompok tidak jauh
berbeda/sama.
4.
OUTCOME
Interval induksi hingga persalinan pervaginam 8-12 jam lebih singkat pada
kelompok kateter (p < 0.001, Tabel 4). Pada kelompok misoprostol, 24
wanita (9%) terpasang kateter transerviks dan 6 wanita (2%) diterapi
dengan PGE2 vagina dikarenakan serviks yang tidak matang dengan skor
Bishop < 5 setelah diberikan 8 dosis maksimum misoprostol. Pada
kelompok kateter, tidak ada insersi yang diikuti dengan metode induksi
persalinan lainnya.
.
Angka korioamnionitis sebanding pada kedua metode ini (p > 0.05).
Berat badan lahir dan angka bayi baru lahir dengan skor Apgar < 7 pada
menit ke-5 sebanding (p > 0.05). Diantara wanita dengan ruptur membran
janin, persalinan pervaginam < 24 jam dicapai pada 75,5% dengan kateter
dan 53,2% dengan misoprostol oral (p > 0.05). Angka caesarian section
dengan kateter adalah 22,6% dibandingkan dengan 19% pada kelompok
misoprostol oral (p > 0.05).
5.
VALIDITAS
Studi ini disetujui oleh Dewan Etik Sains Medis di Stockholm 2014/25531. Studi ini dimulai sebagai proyek kontrol kualitas dalam Program
Edukasi Medis di Institut Karolinska.
Kelebihan : Kekuatan dengan penelitian ini adalah bahwa data yang
dikumpulkan dari catatan medis asli dan jumlah sampel yang besar
sehingga hasil yang didapat dapat mewakili populasi yang ada. Bias dalam
menyeleksi subyek dan menentukan status paparan kecil
Kelemahan : Desain penelitian retrospektif merupakan kelemahan dari
penelitian ini. Sehingga kelemahannya berupa : Memerlukan ketersediaan
catatan yang lengkap dan akurat. Validitas hasil penelitian dapat terancam ,
karena adanya subjek yang hilang pada saat follow up.
6.
IMPORTANT
Sangat sedikit laporan tentang induksi persalinan dengan transervikal
kateter dibandingkan misoprostol oral. Penelitian ini adalah penilaian dan
langkah awal yang signifikan dalam mengidentifikasi sikap dan praktik
spesialis obstetri ginekologi terhadap masalah induksi persalinan pada
wanita primipara dan wanita dengaan serviks yang belum matang, yang
akan mejadi informasi dan masukan terhadap tindakan induksi persalinan
pada wanita primipara dengan serviks yang belum matang.
7.
APPLICABLE
Induksi persalinan dilakukan pada hampir 25% kehamilan cukup bulan di
beberapa negara berkembang. Di Swedia, hal ini meningkat dari 7% pada awal
tahun 1990 hingga 16% pada tahun 2012. Induksi persalinan meningkatkan risiko
persalinan memanjang dan persalinan operatif. Selama ini pemberian