Anda di halaman 1dari 7

Dyspepsia dan Gastritis, Bukan Sekedar Telat Makan

Dispepsia adalah istilah medis untuk gangguan pencernaan yang awam mengistilahkan sebagai
penyakit Maag. Gangguan ini terdiri dari berbagai gejala di perut bagian atas, seperti rasa penuh,
ketidaknyamanan, kekenyangan, kembung, mulas, bersendawa, mual, muntah, atau nyeri. Prevalensi
dispepsia di dunia barat adalah sekitar 20% sampai 25%. Dispepsia dapat dibagi menjadi 2 kategori
utama: organik dan dispepsia fungsional (FD). Penyebab organik dari dispepsia adalah ulkus
peptikum, penyakit gastroesophageal reflux, kanker lambung atau esofagus, pankreas atau gangguan
empedu, alergi makanan, intoleransi terhadap makanan atau obat-obatan, dan penyakit menular
atau sistemik lainnya. Mekanisme patofisiologi adalah tertundanya pengosongan lambung, akomodasi
lambung gangguan untuk makan, hipersensitivitas terhadap distensi lambung, duodenum sensitivitas
diubah untuk lipid atau asam, motilitas antroduodenojenunal diubah dan ritme listrik lambung,
unsuppressed kontraktilitas postprandial phasic di lambung proksimal, dan sistem saraf otonom
-tengah disregulasi sistem saraf. Faktor patogenetik di FD adalah kecenderungan genetik, infeksi dari
Helicobacter pylori atau organisme lain, peradangan, dan faktor psikososial. Evaluasi diagnostik
dispepsia termasuk atas gastrointestinal endoskopi, ultrasonografi abdomen, pengujian pengosongan
lambung (skintigrafi, napas tes, ultrasonografi, atau magnetic resonance imaging), dan evaluasi
akomodasi lambung (magnetic resonance imaging, USG, foton tunggal dihitung tomografi emisi, dan
barostat) . Manometry Antroduodenal dapat digunakan untuk penilaian kegiatan myoelectrical
lambung, sedangkan fungsi sensor dapat dievaluasi dengan barostat, tensostat, dan uji rasa kenyang.
Pengelolaan FD mencakup tindakan umumnya, asam-obat penekan, pemberantasan H. pylori, agen
prokinetic, fundus-santai obat, antidepresan, dan intervensi psikologis.
Sebagian klinisi ladang menyamakan dyspepsia dengan gastritis. Hal ini secara medis tidak benar, karena
gastritis adalah suatu diagnosa patologik, dan tidak semua dyspepsia disebabkan oleh gastritis dan tidak
semua kasus gastritis yang terbukti secara patologi anatomik disertai gejala dyspepsia. Karena dyspepsia
dapat disebabkan oleh banyak keadaan maka dalam menghadapi sindrom klinik ini penatalaksanaannya
seharusnya tidak seragam.
Dyspepsia yang oleh orang awam sering disebut dengan sakit maag merupakan keluhan yang sangat
sering kita jumpai sehari hari. Selama ini masyarakat bahkan sebagian dokter masih menganggap gangguan
ini dikarenakan telat makan. Masyarakat di negara negara barat dyspepsia dialami oleh sedikitnya 25%
populasi. Di negara negara Asia belum banyak data tentang dyspepsia tetapi diperkirakan dialami oleh
sedikitnya 20% dalam populasi umum.
Ada berbagai macam definisi dyspepsia. Salah satu definisi yang dikemukakan oleh suatu kelompok kerja
internasional adalah: Sindroma yang terdiri dari keluhan keluhan yang disebabkan karena kelainan traktus
digestivus bagian proksimal yang dapat berupa mual atau muntah, kembung, dysphagia, rasa penuh, nyeri

epigastrium atau nyeri retrosternal dan ruktus, yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Dengan demikian
dyspepsia merupakan suatu sindrom klinik yang bersifat kronik.
MEKANISME
Sampai sekarang mekanisme dari terjadinya dyspepsia belum diketahui jelas. Ada berbagai pendapat
mengenai penyebab dyspepsia. Berbagai hal yang dianggap sebagai penyebab dyspepsia misalnya adalah :
asam lambung, keradangan, gangguan motilitas. alkohol, rokok, makanan atau obat yang merangsang.
Tetapi bukti yang jelas dari peranan hal hal tersebut belum ditemukan. Gejala dyspepsia dapat disebabkan
karena keadaan keadaan dalam lambung atau esophagus misalnya : Ulkus peptikum Dyspepsia non
ulkus Esophageal reflux Gastritis Keganasan lambung
PEMBAGIAN DYSPEPSIA
Dengan makin banyaknya dilakukan pemeriksaan endoskopi maka dyspepsia dikelompokkan menjadi 2
bagian yaitu dyspepsia organik bila ditemukan penyebab dyspepsia tersebut, dan dyspepsia fungsional bila
dengan endoskopi penyebab organic yang jelas tadak ditemukan. Sedang kasus-kasus dyspepsia yang belum
dilakukan endoskopi disebut uninvestigated dyspepsia.
DYSPEPSIA FUNGSIONAL
Gejala dyspepsia fungsional (menurut kriteria Roma) :

Gejala menetap selama 3 bulan dalam 1 tahun terakhir.

Nyeri epigastrium yang menetap atau sering kambuh (recurrent).

Tidak ada kelainan organik yang jelas (termasuk endoskopi)

Tidak ada tanda-tanda IBS (Irritable Bowel Syndrome) symptom tidak hilang dengan defekasi
tidak ada perubahan frekuensi dan konsistensi tinja.

Mekanisme Terjadinya Dyspepsia Fungsional :

Asam lambung 2. Motilitas

Hipomotilitas antrum : pengosongan lambung terhambat Gastrid Accomodation menurun :


kemampuan menerima makanan dalam jumlah besar berkurang. Gangguan aktifitas listrik pada
otot lambung

Psikologis Anxiety Neurotik Somatosasi Depresi

Gambaran Endoskopi pada dyspepsia yang masih dapat diklasifikasikan fungsional : Non erosive gastritis
Non erosive duodenitis Non erosive reflux Karena korelasi dengan symptom dan PA tidak jelas atau tidak

ada. Misalnya kalau dalam endoscopy ditemukan mucosa hiperemis yang secara endoscopik dinamakan
gastritik, tetapi masih dikelompokkan kedalam dyspepsia pungsional.
Hanya sebagian kecil penderita dyspepsia yang diperiksa dengan endoskopi. Dyspepsia yang belum
dilakukan endoskopi disebut uninvestigated dyspepsia.
Kebanyakan ahli berpendapat bahwa suatu kasus dyspepsia yang telah diberikan terapi konvensional yaitu
antasid dan H2 blocker dan tidak berhasil perlu dilakukan endoskopi. Demikian pula penderita dengan alarm
symptom, misalnya umur > 45 th, perdarahan, berat badan yang menurun.
DYSPEPSIA ORGANIK

Dyspepsia Ulcus Dyspepsia ulcus merupakan bagian penting dari dyspepsia organik. Di negara
negara barat prevalensi ulkus lambung lebih rendah dibandingkan dengan ulkus duodeni. Sedang di
Negara berkembang termasuk Indonesia frekuensi ulkus lambung lebih tinggi. Ulkus lambung
biasanya diderita pada usia yang lebih tinggi dibandingkan ulkus duodeni.

Gejala utama dari ulkus peptikum adalah hunger pain food relief. Untuk ulkus duodeni nyeri
umumnya terjadi 1 sampai 3 jam setelah makan, dan penderita sering terbangun di tengah malam
karena nyeri. Tetapi banyak juga kasus kasus yang gejalanya tidak jelas dan bahkan tanpa gejala.
Pada ulkus lambung seringkali gejala hunger pain food relief tidak jelas, bahkan kadang kadang
penderita justru merasa nyeri setelah makan. Penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama DU
adalah infeksi H. pylori, dan ternyata sedikitnya 95% kasus ulkus duodeni adalah H. pylori positif,
sedang hanya 70% kasus ulkus lambung yang H. pylori positif.

GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) Dahulu GERD dimasukkan dalam dyspepsia


pungsional tetapi setelah ditemukan dasar-dasar organik maka GERD dimasukan kedalam dyspepsia
organik. Penyakit ini disebabkan Inkompetensi/relaksasi sphincter cardia yang menyebabkan
regurgitasi asam lambung ke dalam esofagus. Dulu sebelum penyebab GERD diketahui dengan jelas,
GERD dimasukkan ke dalam kelompok dyspepsia fungsional. Setelah penyebabnya jelas maka
GERD dikeluarkan dari kelompok tersebut dan dimasukkan ke dalam dyspepsia organik. Gejala
GERD : Gejala khas, terdiri dari : Heart Burn Rasa panas di epigastrium Rasa nyeri
retrosternal Regurgitasi asam Pada kasus berat : ada gangguan menelan Gejala tidak khas :
Nafas pendek Wheezing Batuk-batuk Gejala GERD lebih menonjol pada waktu penderita
terbaring terlentang dan berkurang bila penderita duduk. GAMBARAN ENDOSKOPIK Didapatkan
lesi berupa robekan pada daerah spinter esophagus yang dibagi menjadi 4 derajat (Pembagian Los
Angeles) : Grade A : Robekan mukosa tidak lebih dari 5 mm Grade B : Ada robekan mukosa yang
lebih dari 5 mm dan kalau ada robekan mukosa di tempat lain tidak berhubungan dengan robekan
mukosa yang pertama. Grade C : Robekan mukosa pada 1 lipatan mukosa berhubungan dengan
lipatan mukosa yang lain tetapi tidak difus. Grade D : Robekan mukosa difus.

PENATALAKSANAAN PENATALAKSAAN DYSPEPSIA ORGANIK


DYSPEPSIA ULKUS :

Dasar penatalaksanaan ulkus peptikum adalah obat obat untuk menurunkan asam lambung.
Pemberian obat obat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu terapi awal yang diberikan untuk
penyembuhan ulkus dan terapi maintenance untuk mencegah adanya kekambuhan.

Pengobatan awal : Antasid : diberikan tiap 4 jam. H2 blocker : Simetidin : 3 4 x 200 mg atau 2
x 400 mg atau 800 mg malam hari. Ranitidin : 2 x 150 mg atau 300 mg malam hari Famotidin : 2
x 20mg atua 40 mg malam hari. Penghambat pompa proton : tidak digunakan untuk pengobatan
maintenance. Omeprasol : 20 mg sebelum makan pagi Lanzoprazole : 30 mg sebelum makan
pagi

Lama pengobatan awal : Tukak lambung : 12 minggu Tukak duodeni : 8 minggu

Pengobatan maintenance : Setengah dosis awal diberikan selama 6 12 bulan. Pengobatan


maintenance diberikan untuk mencegah kekambuhan. Untuk pengobatan maintenance tidak
dipergunakan penghambat pompa proton.

Untuk kasus kasus ulkus peptikum dengan H. pylori positif yang dilakukan eradikasi H. pylori, dan
eradikasi tersebut berhasil, tidak diperlukan lagi terapi maintenance.

Terapi tambahan : Memperbaiki ketahanan mukosa misalnya : Surface coating agent : Sukralfat
Obat obat anti cholinergik : Pirenzepine

GERD

Farmakoterapi H2 Blocker PPI Prokinetik Metoclopramid Domperidon Cizapride


Hindari obat anti cholinergic

Perubahan Diit a. Kurangi porsi makan b. jangan makan dalam 2 jam sebelum tidur. c. hindari
makanan tinggi lemak, alkohol, coklat dan peppermint

Perubahan gaya hidup Yang harus dihindari : pakaian ketat terutama sabuk obesitas konstipasi
makan berlebihan hindari latihan berat setelah makan Tidur dengan bantal tinggi

PENATALAKSANAAN DYSPEPSIA FUNGSIONAL


Dasar pengobatan dyspepsia yang dipakai sampai sekarang adalah hilang atau berkurangnya rasa sakit
(relief) yang terjadi setelah pemberian antasid atau obat obat penekan asam lambung. Kedua macam obat
tersebut bersifat simtomatik. Disamping itu ada beberapa terapi simtomatik yang berbeda antara satu tipe
dyspepsia dengan tipe lainnya.

Terapi Dyspepsia Fungsional : 1. Farmakologis pengobatan jangka lama jarang diperlukan kecuali pada
kasus-kasus berat. (regular medication) mungkin perlu pengobatan jangka pendek waktu ada keluhan. (on
demand medication) 2. Psikoterapi Reassurance Edukasi mengenai penyakitnya 3. Perubahan diit dan
gaya hidup Dianjurkan makan dalam porsi yang lebih kecil tetapi lebih sering. makanan tinggi lemak
dihindarkan
UNINVESTIGATED FUNGSIONAL DYSPEPSIA
Uninvestigated dyspepsia dibagi menjadi tiga tipe yaitu :

Ulcer like : Nyeri epigastrium dengan gejala hunger pain food relief. Nyeri berkurang bila diberikan
antasid. Rasa nyeri tengah malam. Penderita dyspepsia ulcer like tidak selalu menderita ulcus,
tetapi hanya suatu tanda dari hiperchlorhidria.

GERD Like Gejala seperti GERD, misalnya heartburn yang menonjol.

Tipe dysmotility/hypomotility : Gejala berhubungan dengan proses pengosongan lambung yang


kurang berupa rasa kembung dan meteoristik, distensi, nausea atau muntah. 4. Tipe campuran
Gabungan dari gejala 1 dan 2

Terapi Farmakologik :

H2 Blocker PPI Prokinetik dll Lama terapi empirik : 1 bulan 2

bulan bila berhasil dapat diteruskan. Bila tidak

endoskopi

Pemilihan obat untuk Uninvestigated dyspepsia a. GERD Type : H2 blocker / PPI + prokinetik b. Ulcer
Type : H2 Blocker/PPI c. Dismotility Hipomotility : Prokinetik Hipermotility : Spasmolytic atau anti
cholinergic
DYSPEPSIA DAN INFEKSI H. PYLORI
Infeksi H. pylori diketahui merupakan penyebab utama dari gastritis kronik aktif, ulkus peptikum, MALT
Lympoma dan kanker lambung type Intestinal. Dapat disimpulkan bahwa infeksi H. pylori merupakan
penyebab dyspepsia kronik.

Infeksi H. pylori dan gastritis kronik aktif : Penelitian menunjukkan bahwa pada hampir semua
individu yang mengidap infeksi H. pylori bila dilakukan biopsi mukosa lambung selalu akan
didapatkan gambaran histologik Gastritis kronik aktif walaupun mungkin secara individu tidak
menunjukkan tanda tanda dyspepsia. Bila infeksi itu berhasil dihilangkan dengan eradikasi maka
gambaran histologi mukosa akan normal kembali.

Infeksi H. pylori dan keganasan lambung : Gastritis kronik aktif akibat infeksi H. pylori akan
berlanjut menjadi gastritis atrofik yang selanjutnya menjadi gastric atrophy yang kemudian akan

berlanjut menjadi keganasan lambung. Sejak tahun 1994 WHO telah mengakui infeksi H. pylori
sebagai karsinogen kelas a (definite) setaraf dengan Hepatitis B dan C untuk Kanker Hati Primer.

Mekanisme terjadinya ulkus duodeni karena infeksi H. pylori : Adanya infeksi H. pylori kronik
menimbulkan gangguan fungsi sekretorik lambung misalnya terjadi hipergastrinemia dll yang
menyebabkan hiperasiditas dalam lambung dan duodenum. Hiperasiditas dalam duodenum
merupakan suatu keadaan yang memungkinkan hidupnya epitel sel lambung dalam duodenum dan
menyebabkan per-pindahan sel sel mukosa lambung kedalam duodenum yang disebut gastric
metaplasia. Dengan adanya metaplasia yang berbentuk pulau pulau mukosa lambung dalam
duodenum maka kuman kuman H. pylori dapat hidup di dalam duodenum pada pulau pulau sel
lambung tersebut. Selanjutnya terjadi keradangan pada pulau pulau terse-but dan diikuti dengan
terjadinya ulkus ditempat yang sama.

Mekanisme terjadinya ulkus lambung pada infeksi H. pylori : Pada ulkus duodeni H. pylori
berada di antrum. Pada ulkus lambung terjadi atrofi korpus sehingga produksi asam lambung
cenderung berkurang. Suasana keasaman yang menurun ini menyebabkan perpindahan epitel
mukosa usus kedalam lambung yang disebut metaplasia intestinal. Ulkus timbul pada epitel
mukosa lambung diperbatasan dengan daerh yang mengalami metaplasia intestinal.

INDIKASI ERADIKASI H. PYLORI


Indikasi kuat eradikasi H. pylori adalah kasus-kasus Ulkus Duodeni dan ulkus lambung dengan H. pylori
positif baik yang masih aktif maupun yang tidak aktif.. Eradikasi H. pylori tersebut dilakukan untuk
mencegah kekambuhan. Indikasi lain eradikasi H.pylori adalah gastritis hipertrofik gastritis atrofik
gastritis erosiva Mucosal Associated Lymphoid Tissue (MALT) Lymphoma Belakangan ini banyak ahli
yang memberikan terapi eradikasi untuk dyspepsia fungsional yang Hp positif, walaupun hanya sekitar 10%
yang symptomnya bisa hilang.
Beberapa macam protokol eradikasi H. pylori

Bismuth triple therapy Bismuth 120 mg 4ddI Tetrasiklin 250 500 mg 4 ddI Metronidasol 250 500
mg 4 dd I selama 2 minggu atau Bismuth 120 mg 4 dd I Amoksisilin 250 500 mg 4 dd I
Metronidasol 250 500 mg 4 dd I selama 2 minggu

PPI dual therapy Amoksisilin 500 mg 4 dd I Omeprazol 20 40 mg selama 2 minggu atau


Klaritromisin 500 mg 2 dd I Omeprazol 20 40 mg selama 2 minggu

H2RA triple therapy Ranitidin 1 dd 300 mg Amoksisilin 750 mg 3 dd I Metronidasol 500 mg 3 dd I


selama 2 minggu

PPI triple therapy Klaritromisin 2 dd 250 mg/2 dd 500mg Omeprazol 1 dd 20 mg atau 2 dd 20 mg


Metronidazol 2 dd 250 mg atau 2 dd 500 mg selama 1 minggu atau Klaritromisin 2 dd 250 mg/2 dd
500mg Omeprazol 1 dd 20 mg atau 2 dd 20 mg Tinidazol 2 dd 500 mg selama 1 minggu

Quadruple therapy Bismuth triple therapy + Omeprazol 2 dd 20mg selama 1 minggu.

Pada saat ini protokol yang hasilnya cukup baik adalah protokol triple. Protokol dual kurang
memuaskan. Sedang protokol quadruple dipakai bila terjadi kegagalan dengan protokol yang lain.

Anda mungkin juga menyukai