Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Korosi
Korosi dianggap proses yang merugikan karena menimbulkan
kenaikan biaya pemeliharaan peralatan proses, hambatan pada
jalannya proses, serta gangguan keselamatan kerja. Salah satu
peralatan proses yang sering mengalami korosi adalah system
kondensor dan boiler atau jalur kondensat. Korosi dalam jalur kondensat
diakibatkan oleh reaksi antara permukaan dalam pipa dan tube yang
terbuat dari baja dengan air boiler atau air kondensat, terutama yang
terkontaminasi, kontaminan yang mungkin terbawa dalam air
kondensat adalah ion tembaga (Cu2+), yang berasal dari produk korosi
alat-alat penukar panas yang terbuat dari paduan tembaga dan dilalui
air kondensat. Pengendalian korosi baja dalam air kondensat
terkontaminasi, biasanya dilakukan dengan menambahkan inhibitor
korosi dari jenis vapor phase inhibitor yang terdiri dari senyawa organic.
Karena senyawa organik umumnya tidak tahan kondisi operasi boiler
pada temperature dan tekanan tinggi maka diperlukan penelitian
tentang kemampuan natrium fosfat sebagai inhibitor korosi dalam air
kondensat yang terkontaminasi CuCl2, Natrium fosfat dalam
bentukcampuran DSP (disodium phosphate) dan TSP (trisodium
phosphate) biasa digunakan sebagai inhibitor pada boiler bertekanan
tinggi. Dalam rangka memenuhi keperluan tersebut maka penelitian ini
dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh kontaminan
CuCl2 terhadap korosi baja dalam air kondensat, serta efektivitas
inhibisi korosi DSP dan TSP (Nurdin, 2005).
Korosi disebabkan oleh reaksi logam dengan unsur yang bukan
logam dari lingkungannnya. Produknya biasanya oksida atau garamnya,
yang pada gilirannya turut mempengaruhi jalan reaksi lanjut.
Mengendalikan korosi logam dapat ditempuh berbagai cara. Reaksi
korosi dapat dikelompokkan atas berbagai jenis secara umum ada dua
amacam (sesuai peristiwanya) yakni penggabungan langsung logam
(atau ion logam) dengan unsur bukan logam, serta reaksi pelarutan
logam (biasanya dilingkungan berair) lalu bergabung dengan bahan
logam membentuk produk korosi (reaksi penggantian). Reaksi
langsung disebut juga korosi kering, reaksi penggantian disebut reaksi
basah. Reaksi langsung (korosi kering) termasuk oksidasi di udara,
reaksi dengan uap belerang hydrogen sulfide dan kandungan udara
kering lainnya, juga reaksi dengan logam cair misalnnya natrium reaksi
demikian nyatanya lazim pada suhu tinggi (Suryana, 2013).
Oksidasi logam sekilas tak tampak melibatkan mekanisme
elektrokimia, tapi sebenarnya bentuk korosi itupun tergantung pada
II- 1
Bab II Tinjauan
Pustaka
II - 2
Bab II Tinjauan
Pustaka
II - 3
Bab II Tinjauan
Pustaka
Bab II Tinjauan
Pustaka
5. Intergranular corrosion
II - 5
Bab II Tinjauan
Pustaka
II - 6
Bab II Tinjauan
Pustaka
II - 7
Bab II Tinjauan
Pustaka
Bab II Tinjauan
Pustaka
II - 9
Bab II Tinjauan
Pustaka
II - 10
Bab II Tinjauan
Pustaka
II - 11
Bab II Tinjauan
Pustaka
II - 12
Bab II Tinjauan
Pustaka
(platina) yang direndam dalam larutan uji dibiarkan selama 15 menit sampai
mencapai keadaan mantap, sedangkan ditambahkan kerosin murni 50ml
dilakukan antara pengukuran terhadap larutan blanko dan larutan yang
ditambah inhibitor. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui pH dan
temperature optimum pada saat laju korosi baja karbon mencapai
maksimum pengaruh inhibitor terhadap laju korosi baja karbon, dan
efektifitas inhibisinya yang dilakukan terhadap larutan blanko dan larutan
dengan inhibitor pada kondisi larutan dengan inhibitor pada kondisi larutan
dnegan varias pH buffer asetat (pH 3,18; 3,59; 4,01; 4,49 dan 5,20)
temperatu (298, 308, 318, 328 dan 338 K) dengan variasi konsentrasi
inhibitor (20,40,60, 80, dan 100 ppm).
Hasil Percobaan dan Pembahasan
Sejalan dengan berkurangnya tingkat keasaman media, spesi ion
asetat menjadi berkurang dan kesetimbangan bergeser kearah pembentukan
H2CO3, sehingga terjadi persaingan antara ion-ion asetat dan ion-ion
karbonat. Laju korosi dalam kondisi asam mencapai nilai tertinggi pada
pH<5, sedangkan pada pH>5 laju korosi menurun, tetapi tetap bergantung
pada kondisilarutan uji. Seiring meningkatnya pH media juga, laju korosi juga
meningkat. Laju korosi teringgi dicapai pada pH 4,01 dengan nilai laju korosi
2,4 mm th-1 dan mulai menurun pada pH 4,59 dengan laju korosi sebesar
2,37 mm th-1. Pada rentang pH 3,18-4,01 peningkatan laju korosi disebabkan
ion-ion CH3COO- dalam alrutan lebih reaktif dibandingkan ion-ion HCO 3terhadap ion-ion Fe2+, akibatnya lenih mudah bereaksi dengan Fe 2+
membentuk Fe(CH3COO)2 yang tidak bersifat protektif karena larut dalam
media.
Kesimpulan
laju korosi baja karbon API 5L X6 dalam larutan NaCl 2,5% jenuh
dengan CO2 mencapai optimum pada pH 4,01 dan temperature 328K. Laju
korosi baja karbon pada rentang pH uji dengan penambahan oleil
imidazolinium mampu menurunkan laju korosi cukup signifikan yaitu berkisar
1,29-2,4 mm th-1 untuk laju korosi tanpa inhibitor, sedangkan laju korosi
dengan adanya oleil imidazolinium 40 ppm menjadi 0,5-0,81 mm th -1. Laju
korosi naja karbon pada pH 4,01 dan rentang temperature 298 K-338K
dengan adanya oleil imidazolinium mampu menurunkan laju korosi.
II - 13