Anda di halaman 1dari 44

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Talas

(colocasia

esculenta)

merupakan

karbohidrat

yang

dibutuhkan manusia dalam memperoleh energi untuk menunjang


aktifitas sehari-hari. Namun pemanfaatannya belum signifikan meskipun
bahan bakunya mudah untuk didapatkan. Talas mempunyai kandungan
karbohidrat yang cukup tinggi, sebab itu dapat digunakan pengganti
makanan pokok. Talas mempunyai manfaat yang besar untuk bahan
makanan utama. Selain itu talas dapat digunakan sebagai bahan baku
industri dibuat tepung yang selanjutnya diproses menjadi makanan
bayi, kue-kue, dodol talas, dan Biskuit.
Biskuit

merupakan

makanan

kecil

ringan

yang

sudah

memasyarakat dan banyak dijumpai di pasaran. Hal ini dapat dibuktikan


dengan tersedianya biskuit di hampir semua toko di perkotaan maupun
hingga warung-warung di pelosok desa. dan sebagian masyarakat
cenderung menyukai makanan siap santap yang pada umumnya
mengandung karbohidrat, garam, protein dan lemak tinggi. Namun,
tidak dipungkiri juga bahwa sebagian masyarakat sudah peduli dengan
kualitas gizi makanan sehingga masyarakat lebih selektif dalam
menentukan jenis makanan yang sehat dan aman untuk dikonsumsi.

Proses pembuatan biskuit pada umumnya berbahan baku tepung


terigu, sehingga pada penelitian ini dilakukan penambahan talas
(colocasia esculenta) dan tapioka untuk memanfaatkan bahan baku
lokal, berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan
memanfaatkan talas dan tapioka sebagai bahan subtitusi dengan
tepung terigu untuk menghasilkan biskuit yang dapat diterima oleh
konsumen.
2. Rumusan Masalah
Talas sangat melimpah khususnya di Sulawesi selatan

di

daerah bantaeng, Jeneponto dan Bulukumba. Namun, masyarakat


kurang memanfaatkan talas tersebut untuk diolah menjadi produk
makanan (cemilan). Talas kaya akan karbohidrat yang tinggi dan
kebanyakan dikonsumsi hanya dalam bentuk umbi rebus, goreng, kripik
dan dodol. Talas dapat diolah dengan berbagai macam produk olahan
baru seperti biskuit, Pada penelitian akan dilakukan pembuatan biskuit
gabin dari talas kukus, namun belum diketahui berapa persen
penambahan talas dan tepung tapioka pada pembuatan biskuit gabin ?
3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui formulasi terbaik dari semua perlakuan biskuit
gabin.
2. untuk mengetahui hasil uji proksimat yang meliuputi kadar air dan
lemak serta mengetahui hasil uji organoleptik.

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi


pengoptimalan pengolahan talas dan tepung tapioka sebagai alternatif
dalam pembuatan biskuit gabin yang memiliki nilai gizi tinggi.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Talas (colocasia esculenta)
Tanaman talas merupakan tanaman penghasil karbohidrat
yang memiliki peranan cukup strategis tidak hanya sebagai sumber
bahan pangan, dan bahan baku industri tetapi juga untuk pakan
ternak. Oleh karena itu tanaman talas menjadi sangat penting artinya
didalam kaitannya terhadap upaya penyediaan bahan pangan
karbohidrat non beras. Pengembangan industri pengolahan hasil dan
agroindustri serta komoditi strategis sebagai pemasok devisa melalui
ekspor (anonim 2011a).
Jenis jenis tanaman talas ada beberapa macam diantaranya
adalah sebagai berikut (anonim 2011a).:
a. Talas

jepang

atau

satoimo

(colocasia

esculenta

var

antiquorum)
Salah satu jenis talas yang mempunyai peranan
penting adalah Talas Jepang atau Satoimo. Berdasarkan
penelitian

diJepang,

Satoimo

terbukti

mampu

menghambat kolesterol dalam darah, mengandung unsur


K (Kalium) yang tinggi dan mineral serta karbohidrat.
Tanaman ini dapat dibudidayakan pada berbagai lahan
dari daratan rendah hingga daratan tinggi di atas 800 m
dpl. Apabila dibudidayakan secara baik akan menghasilkan
30 ton/ha dengan lama panen 5 6 bulan.

b. Talas bogor (Colocasiaesculenta L. Schoott )


Talas Bogor ini mengandung kristal yang menyebabkan rasa
gatal. Terdapat keanekaragaman pada bentuk daun, warna
pelepah, bentuk dan rasa umbi serta kandungan kristal. Untuk
pertumbuhan talas yang baik diperlukan tanah yang kaya akan
humus dan berdrainase baik. Masa tanam yang tepat adalah
sebelum musim hujan. Talas berkembang biak dengan anakan,
sulur umbi anakan atau pangkal umbi serta bagian pelepah
daunnya. Anakan ini perlu dibuang agar umbi induk bisa tumbuh
menjadi besar. Tanaman dipanen setelah berumur 6 9 bulan.
Tanaman ini terdapat atau diusahakan petani di pekarangan dan di
lading ladang dekat rumah.
c. Talas Belitung ( Xanthosoma sagitifolium )
Talas

Belitung

merupakan

tumbuhan

menahun

yang

mempunyai umbi batang maupun batang palsu yang sebenarnya


adalah tangkai daun. Umbinya digunakan sebagai bahan makanan
dengan cara direbus ataupun digoreng.Pada umumnya tanaman
ini diusahakan petani di pekarangan sekitar rumah dan di kebun.
Ratarata hasil per rumpun berkisar antara 0,25 20kg.
B. Kandungan Gizi Talas
Talas adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan
sumber vitamin seperti . Umbi talas dapat diolah dengan dikukus,
direbus vitamin C, E, asam folat, potassium, Mg serta serat kasar,

mineral

dan

juga

karbohidrat

atau

digoreng

setelah

dipotong-potong kecil. Daun talas dapat dipakai sebagai pembungkus.


Daun talas juga dapat dimakan dan dijadikan pembungkus makanan
yang dikenal sebagai buntil (Anonim, 2011b).

Kandungan gizi

Talas mentah

Talas rebus

Energi (kal)

120

108

Protein (g)

1,5

1,4

Lemak (g)

0,3

0,4

Hidrat arang total (g)

28,2

25,0

Serat (g)

0,7

0,9

Abu (g)

0,8

0,8

Kalsium (mg)

31

47

Fosfor (mg)

67

67

Besi (mg)

0,7

0,7

Karoten total

Vitamin B1 (mg)

0,05

0,06

Vitamin C (mg)

Air (g)

69,2

72,4

Bagian yang dimakan (%)

85

100

Tabel 1. Kandungan gizi talas


Sumber : Dewi Sabita Slamet dan Ignatius Tarwotjo (1980).

Talas mempunyai kandungan gizi yang hampir seimbang antara


karbohidrat dan mineralnya. Sebab itu bisa di gunakan sebagai bahan
baku pengganti makanan pokok. Talas juga mengandung sejumlah
mineral dan vitamin seperti vitamin C, E, asam folat, potassium, Mg
serta serat kasar (Anonim 2011b).
C. Tepung Terigu
Tepung adalah suatu bahan pangan yang direduksi ukurannya
dengan cara digiling sehingga memiliki ukuran antara 150-300 m.
Tepung

memberikan

struktur

dasar

pada

quick

bran.

Biskuit memerlukan tepung dari golongan soft dan weak dengan


kandungan protein yang rendah. Biasanya pada pembuatan biskuit
digunakan

tepung

terigu

dengan

kadar

protein

7-8

%(soft).

Namun dengan perkembangan teknologi pengolahan pangan maka


dibuatlah tepung non gandum sebagai substitusi tepung terigu seperti
tepung tapioka, tepung talas, dan lain-lain. Pemakaian tepung ini
selain manfaat dari komposisinya yang mengandung nutrisi juga untuk
meningkatkan potensi produk lokal. Di dalam pengolahan biskuit
sendiri selain dapat mempengaruhi tekstur produk akhir juga
meningkatkan nilai gizi berupa energi (whiteley, 1971).
Tepung terigu merupakan bahan dasar utama dalam pembuatan
produk bakery dan kue. Secara garis besar ada dua jenis tepung
gandumm yaitu tepung gandum keras (strong flour) dan tepung

gandum lunak (soft flour). Tepung gandum keras digunakan untuk


membuat roti dan produk-produk yang dibuat dengan melibatkan
proses fermentasi serta puff pastry, tepung terigu lunak biasanya
digunakan untuk membuat kue dan biskuit. Perbedaan utama dari
kedua jenis tepung tersebut adalah glutennya, dimana tepung terigu
keras mengandung gluten sekitar 13% sedangkan tepung terigu lunak
kandungan glutennya sekitar 8,3%. Gluten inilah yang bertanggung
jawab terhadap sifat pengembangan adonan tepung terigu setelah
ditambah air dan ditambah bahan pengembang atau difermentasi
menggunakan ragi ( Apriyanto, 2006).
Tepung terigu memiliki kandungan pati yang cukup tinggi yakni
sekitar 70%, juga mengandung air, protein, mineral, gula dan lemak
yang dapat dilihat pada table 1 :
Table 1. Komposisi Kimia Tepung Terigu
komponen
Pati
Air
Protein
Mineral
Gula
lemak
Sumber : sediaoetama, 1993

Kadar (%)
70
14
11,5
0,4
1
1

Gluten akan rusak bila : Jumlah kadar abunya terlalu tinggi,


waktu pengadukan adonan kurang, atau waktu pengadukan adonan
berlebih. Gluten akan lunak dan lembut bila : diberikan gula, diberikan
lemak, diberikan asam (proses fermentasi) (Astawan ,Made, 2004).
D. Tepung Tapioka

Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak


kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai
industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum
atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga
mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu
pewarna putih. Pada umumnya masyarakat kita mengenal dua jenis
tapioka, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus. Tapioka kasar masih
mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu yang masih kasar,
sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan
tidak mengandung gumpalan lagi (Anonim, 2010).
Tapioka kaya karbohidrat dan energi, Tepung ini juga tidak
mengandung gluten sehingga aman bagi yang alergi. Tapioka juga
dapat digunakan sebagai pengganti tepung terigu pada pembuatan
kue yang tidak memerlukan pengembangan, juga digunakan sebagai
bahan pengental, bahan pengisi, dan bahan pengikat dalam industri
pangan (Anonim 2012).
E. Biskuit
Biskuit merupakan produk pangan hasil pemanggangan yang
dibuat dengan bahan dasar tepung terigu, dengan kadar air akhir
kurang dari 5%.Biasanya formulasi biskuit dibuat dengan diperkaya
bahan-bahan tambahan seperti lemak, gula (ataupun garam) serta
bahan pengembang. Biskuit dibuat dengan bermacam-macam jenis,
terutama dibedakan atas keseimbangan yang ada antara bahan
utama tepung, gula, lemak, dan telur. Kemudian juga bahan tambahan

10

seperti coklat, buah-buahan, dan rempah-rempah yang memiliki


pengaruh terhadap cita rasa (Omobuwoajo, 2003).
Kualitas biskuit selain ditentukan oleh nilai gizinya juga
ditentukan dari warna, aroma, cita rasa, dan kerenyahannya.
Kerenyahan merupakan karakteristik mutu yang sangat penting untuk
diterimanya produk kering. Kerenyahan salah satunya ditentukan oleh
kandungan protein dalam bentuk gluten tepung yang digunakan . Sifat
masing-masing biskuit ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan,
proporsi gula dan lemak, kondisi dari bahan-bahan tersebut pada saat
ditambahkan dalam campuran (missal ukuran kristal), metode
pencampuran (batch, kontinyu, kriming, pencampuran satu tahap),
penanganan adonan dan metode pemanggangan (Matz, 1991).
F. Aspek Pengolahan
Proses pembuatan biskuit secara garis besar terdiri dari
pencampuran (mixing), pembentukan (forming) dan pemanggangan
(bucking).
a. Pencampuran
Pencampuran bahan harus diperhatikan agar menghasilkan
biskuit yang berkualitas. Tahap pencampuran bertujuan meratakan
pendistribusian

bahan-bahan

yang

digunakan

dan

untuk

memperoleh adonan dengan konsistensi yang halus. Terdapat tiga


metode

pencampuran yaitu

single-stage, multiple-stage

dan

continous. Pada metode single-stage, semua bahan dicampur


menjadi satu dan dimixer bersamaan. Pada multiple-stage,

11

mungkin terdiri dari dua tahap atau lebih. Pertama yang dicampur
adalah lemak dan gula., kemudian bahan-bahan cair, selanjutnya
bahan-bahan lainnya. Pada metode continous biasanya dipilih
karena keefektifannya, memaksimalkan output dan meminimalkan
input karena proses yang kontinu (Anonim , 2010).

b. Pembentukan /pemipihan dan pencetakan


Adonan yang diperoleh selanjutnya dicetak sesuai dengan
bentuk dan ukuran yang diinginkan. Adonan biskuit dibentuk
lembaran-lembaran dan dipotong-potong dengan pisau pemotong
atau alat pencetak biskuit, pada tahap pencetakan yang harus
diperhatikan adalah ketebalannya. Ketebalan biskuit harus sama
agar warna yang dihasilkan seragam dan menarik (Anonim, 2010).
c. Pengovenan
Pada proses pengovenan yang harus diperhatikan adalah
temperatur/suhu dan waktu/lama pengovenan. Untuk pengovenan
biskuit membutuhkan temperatur 160 0C dan lama pengovenan
20 menit. Bila temperatur lebih dari 160 0C maka dalam waktu
kurang dari 20 menit biskuit cepat matang bagian luarnya tetapi

12

bagian dalamnya belum matang. Sedangkan bila temperatur yang


digunakan kurang dari 1600C maka akan dibutuhkan waktu yang
lebih lama untuk mematangkan, hal ini berarti pemborosan bahan
bakar (Buckle, 1987).
G. Bahan Tambahan
a. Susu Skim
Susu yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah
susu bubuk yang merupakan hasil pengeringan dari susu
segar. Susu ini memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung.
Dalam pembuatan biskuit susu berfungsi untuk meningkatkan
cita

rasa

dan

aroma

biskuit

serta

menambah

nilai

gizi

produk (Aliem,1995).
Susu skim disebut juga padatan susu tanpa lemak (PTSL)
adalah bagian yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau
seluruhnya. Susu skim mengandung utama zat makanan dari
susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak.
Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai
kalori rendah didalam makanannya, karena susu skim hanya
mengandung 55% dari seluruh energi susu, dan skim milk juga
digunakan dalam pembuatan keju dengan lemak rendah dan
yohurt. (Buckle et al, 1987).
Susu skim adalah susu bubuk tanpa lemak yang dibuat
dengan cara pengeringan atau spray dryer untuk menghilangkan

13

sebagian air dan lemak tetapi masih mengandung laktosa, protein,


mineral, vitamin yang larut lemak, dan vitamin yang larut air (B12).
Kandungan Skim Milk Powder sama dengan kandungan yang
terdapat dalam susu segar tetapi berbeda dalam kandungan
lemaknya yaitu 1%. Skim Milk Powder digunakan untuk
mencapai kandungan solid non fat pada produk dan sebagai
sumber pro et al tein serta memperbaiki tekstur pada produk
akhir (Buckle et al, 1987).
Susu yang digunakan adalah susu skim/susu bubuk.
Fungsi susu dalam pembuatan biskuit yaitu menambah nilai gizi,
menambah rasa dan aroma. Susu harus memiliki butiran halus,
aroma harum khas susu, tidak apek, bersih dari kotoran, warna
sesuai dengan aslinya dan tidak menggumpal. Susu yang
berkualits
bergizi

baik

tinggi

akan
dengan

menghasilkan
aroma

dan

produk
rasa

biskuit

yang

gurih

yang
dan

harum (Smith, 1972).


b. Garam Dapur (NaCl)
Garam (natrium klorida) merupakan suatu zat asam basa
yang digunakan dalam makanan sebagai pemberi rasa asin.
Natrium dan klorida dapat membantu tekanan osmosik disamping
juga membantu keseimbangan asam dan basa. Natrium sendiri
mempunyai reaksi alkalis, sedangkan klorida mempunyai reaksi

14

asam. Natrium, klor,kalsium, magnesium, belerang dan air


merupakan unsur-unsur mineral (Winarno, 2004).
Dalam pembuatan biskuit garam berfungsi memberi rasa
dan aroma, memperkuat gluten dan memberi warna lebih putih
(Aliem,1995). Dalam pembuatan biskuit garam digunakan dalam
adonan dan bahan pelapis adonan sehingga menghasilkan
produk biskuit yang renyah.

c. Lemak dan Pengemulsi


Lemak

yang

digunakan

dalam

pembuatan

biskuit

berfungsi untuk memperbaiki citarasa dan penampilan serta


memerangkap udara. Adanya lemak dalam makanan membuat
masakan menjadi enak. Shortening adalah suatu istilah komersil
yang digunakan untuk memberi maksud yang mana minyak atau
lemak. Bahan ini banyak digunakan dalam biskuit, pie, pizza,
pudding, krim dan mayonaise. Sumber dari minyak kebanyakan
datang dari tumbuhan, sedang lemak diambil dari hewan.
Oleh karena itu, perlu dipastikan dari mana bahan shortening ini
berasal. (Smith, 1972).
Lemak merupakan komponen penting dalam pembuatan
biskuit, karena berfungsi sebagai bahan untuk menimbulkan rasa
gurih, manambah aroma dan menghasilkan tekstur produk yang

15

renyah. Ada dua jenis lemak yang biasa digunakan dalam


pembuatan

biskuit

yaitu

dapat

berasal

dari

lemak

susu

(butter) atau dari lemak nabati (margarine) atau campuran dari


keduanya (Anonim, 2011c).
d. Gula (sukrosa)
Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran
penting dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada
tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopyor. Untuk industri-industri
makanan biasa digunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau
kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam cairan
sukrosa (sirup). Sukrosa merupakan gula asli, namun pada
pembuatan sirup dimana sukrosa dilarutkan dalam air dan
dipanaskan maka sebagian sukrosa akan terurai menjadi
glukosa dan fruktosa yang disebut gula invert atau gula
buatan (Winarno, 2004).
Gula yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah
gula halus agar mudah larut dan hancur dalam adonan. Gula
harus benar-benar kering dan tidak menggumpal. Gula yang tidak
kering

akan

mempengaruhi

adonan

karena

adonan

akan

menggumpal, sedangkan adonan yang menggumpal tidak bisa


bercampur rata dengan bahan lainnya sehingga rasanya tidak
merata dan kemungkinan besar hasil pembakaran tidak merata.
Pemakaian kadar gula yang tinggi apabila tidak diimbangi dengan
16

kadar lemak yang dengan komposisi tepat akan menghasilkan


biskuit keras (Aliem, 1995).
e. Baking Powder
Baking

powder

sebagai

leavening

agent

(bahan

pengembang) dipakai secara luas dalam produksi kue kering.


Baking powder merupakan bahan pengembang hasil reaksi asam
dengan natrium bicarbonat. Ketika pemanggangan berlangsung
baking powder menghasilkan gas Co 2 dan residu yang tidak
bersifat merugikan pada biscuit. Fungsi baking powder dalam
pembuatan biscuit adalah mengembangkan adonan dengan
sempurna, menyeragamkan remahan (crumb) dan menjaga kue
agar tidak rusak (Aliem, 1995).
f. Air
Air yang digunakan dalam pembuatan biskuit harus
memenuhi syarat-syarat air yang layak untuk pengolahan
makanan, yaitu : bersih, tidak berasa, tidak berwarna, tidak
berbau, tidak mengandung bahan kimia dan tidak terdapat
mikrobiologis yang mematikan. Dengan memenuhi syarat-syarat
tersebut, maka biskuit yang dihasilkan akan bersih, sehat dan
aman untuk dikonsumsi. Biskuit keras memerlukan air sekitar 20%
dari berat tepung. Air dalam pembuatan biskuit berfungsi sebagai
pelarut bahan secara merata, memperkuat gluten, mengatur
kekenyalan adonan dan mengatur suhu adonan (Aliem,1995).

17

g. Sirup
Menurut kadar fruktosanya ,sirup fruktosa diklasifikasi
menjadi 2 jenis : sirup fruktosa 42 (HFS 42) dan sirup fruktosa 55
(HFS 55). Sirup fruktosa umumnya di peroleh dari proses
enzimatik pati. Jenis uji terdiri dari : Keadaan , kimia dan
mikrobiologi Sirup Fruktosa memiliki tingkat kemanisan 2,5 kali
lebih tinggi dibanding sirup glukosa dan 1,41,8 kali lebih tinggi
dibanding gula sukrosa. Sirup Fruktosa juga memiliki Glikemik
lebih rendah (322) daripada glukosa (1384), sedangkan indeks
glikemik untuk sukrosa sebesar (872).Rasa sirup (gula) fruktosa
itu juga lebih alamiah seperti manisnya buah segar asli, sampai ia
diberi

nama

fruktosa,

yang

lebih

kurang

berarti

gula

buah-buahan (Anonim 2011c).


Fungsi sirup/gula cair dalam biskuit adalah (Anonim 2011c) :
sebagai pemanis dan pembentuk flavor. Brown sugar dan
sucrose syrup merupakan sumber penting flavor biscuit
sebagai pembentuk struktur dan kekerasan (pada short
dough). Sucrose dalam jumlah banyak akan memberikan
tekstug glassy yang kuat
sebagai flavour
untuk membantu pewarnaan
pemanggangan.

18

pada

permukaan

selama

III. METODOLOGI PENELITIAN


A. Waktu dan Tempat
Penelitian

ini

telah

dilaksanakan

pada

bulan

januari

2012 di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan, Program Studi


Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan

teknologi Pertanian, Fakultas

pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar.


B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah pisau, panci,
talenan, sendok, kompor, baskom, gelas ukur, timbagan analitik,
timbangan kasar, oven, wadah aluminium, loyang kue, thermometer,
dan mixer.
Bahan-bahan yang digunakan adalah talas, garam dapur
(NaCl), aluminium foil, tepung terigu, tepung tapioca,

gula pasir,

lecitin, susu bubuk, sirup, lemak, sada kue, tissue rol.


C. Prosedur Penelitian
1. Penelitian pendahuluan
Perbandingan talas kukus, tepung tapioca dan tepung terigu :
A 1 = 60 : 10 : 30 %
A2 = 50 : 20 : 30 %
A3 = 40 : 30 : 30 %
Tahap ini adalah untuk mengetahui formulasi talas kukus,
tepung tapioca dan tepung terigu yang baik untuk pembuatan
biscuit yang disukai panelis. Pada pra penelitian telah dilakukan
pembuatan biscuit gabin, adapun hasil penelitian pendahuluan ini

19

yaitu formulasi perbandingan antara talas kukus, tepung tapioka


dan tepung terigu adalah 50 : 20: 30 % yang terbaik dari semua
perlakuan.
2. Prosedur penelitian
Pembuatan talas kukus
Dalam penelitian ini dilakukan pengukusan talas, talas
disortasi dengan membuang talas yang telah rusak kemudian
dibuang kulitnya (dikupas) lalu dilakukan pencucian, talas
dipotong-potong kemudian direndam 20 menit dengan Nacl,
dikukus hingga matang dengan 100 0C selama 20 menit lalu

dihaluskan.
Pembuatan talas biskuit gabin
a. Telur sebanyak 10 gr dikocok dengan gula 10 gr kemudian
ditambahkan lemak nabati 6 gr, sodium bikarbonat 0,80 gr,
garam 1 gr, sirup 3 gr

dan susu skim 10 gr

selama 5-10 menit.


b. Setelah tercampur rata ditambahkan dengan campuran
tepung terigu + tapioca + talas kukus.
A 1 = 60 % talas + 10 % tapioka +30 % tepung terigu
A2 = 50 % talas + 20 % tapioka + 30 % tepung terigu
A3 = 40 gr talas +30 % tapioca + 30 %tepung terigu
c. Diaduk merata kemudian dibentuk pipih lalu dilakukan
-

pencetakan.
d. Dipanggang kedalam oven 1600C selama 20 menit.
D. Metode analisa pengamatan
a. Kadar air (Sudarmadji dkk., 1997)
1. Bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 2 gram
kemudian dimasukkan kedalam cawan yang telah diketahui
beratnya.

20

2. Bahan yang dikeringkan dalam oven suhu 100-105 0C selama


3-5

jam,

selanjutnya

didinginkan

dalam

desikator

dan

ditimbnag. Bahan kemudian dikeringkan lagi dalam oven


selama 30 menit, didinginkan dalam desikator dan kemudian
ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat
konstan.
3. Dihitung kadar airnya dengan rumus:
Kadar air = (berat awal berat akhir) x 100%
Berat akhir

b. Kadar lemak
Kadar

lemak

ditentukan

dengan

metode

socxhlet.

Prosedur kerja penentuan kadar lemak sebagai berikut :


1. Ditimbang dengan teliti kurang lebih 1 gram

sampel.

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi berskala 10 ml,


ditambahkan chloroform mendekati skala.
2. Kemudian ditutup rata, dikocok dan dibiarkan semalam.
Himpitkan dengan tanda skala 10 ml dengan pelarut lemak
yang sama dengan memakai pipet, lalu dikocok hingga
homogeny. Kemudian disaring dengan kertas saring ke dalam
tabung reaksi.
3. Dipipet 5 cc ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya (a
gram). Lalu diovenkan pada suhu 100oC selama 3 jam.

21

4. Dimasukkan ke dalam desikator lebih kurang 30 menit,


kemudian ditimbang (b gram).
5. Dihitung kadar lemak dengan menggunakan persamaan :
PX (ba)
Kadar lemak = Gram contoh x 100
Dimana : P = Pengenceran = 10/2 = 2
E. Uji organnoleptik
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan
atau kelayakan suatu produk agar dapat diterima oleh penelis
(konsumen). Metode pengujian yang dilakuakan adalah metode
hedonik (uji kesukaan) meliputi: warna, aroma, tekstur dan rasa
dari

produk

panelis

yang

penelis

dihasilkan.

diminta

Dalam

memberikan

metode
penilaian

hedonik

ini

berdasarkan

tingkat kesukaan. Skor yang digunakan adalah 5 (sangat suka),


4 (suka), 3 (agak suka), 2 (tidak suka), 1 (sangat tidak suka).
F. Pengolahan Data
Pengolahan data dalam peneitian ini adalaha data yang diperoleh
diolah dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 kali
ulangan.

22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Kadar Air
Kandungan

air

dalam

bahan

makanan

ikut

menentukan

kesegaran, dan daya tahan bahan itu. Juga mempengaruhi daya tahan
bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan
aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme
untuk pertumbuhannya (Winarno, 2004).
Kadar air biskuit gabin berbagai

perlakuan

dapat

dilihat

di gambar 1. Kisaran kadar air biskuit gabin adalah 6,99 % sampai


8,83%. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan I yakni 60 % Talas
kukus ditambahkan 10 % tepung tapioka dan 30

% tepung terigu

sedangkan kadar air terendah terdapat pada perlakuan III yakni 40 %


talas kukus ditambahkan 30 % tepung tapioka dan 30 % tepung terigu.

23

8.33

8.5
8

7.51

7.5
kadar air (%)

6.99

7
6.5
6

A1

A2

A3

perlakuan A1= 60%:10%:30%, A2 = 60%:20%:30%,


A3= 40%:30%:30%

Gambar 1: Hasil Analisa Kadar Air Biskuit Gabin Berbagai Perlakuan


Hasil analisa sidik ragam (lampiran 01b) menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan kadar air yang nyata diantara ketiga perlakuan
dalam pembuatan biskuit gabin. Proses pemanggaman mengakibatkan
kadar air pada biskuit gabin berkurang sehingga menghasilkan kadar
air yang tidak berbeda nyata.
B. Kadar Lemak
Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan
dengan kandungan yang berbeda-beda. Tetapi lemak dan minyak
seringkali ditambahkan dengan sengaja kebahan makanan dengan
berbagai tujuan (Winarno, 2004). Lemak merupakan sumber energi
selain karbohidrat yang dibutuhkan oleh manusia. Lemak terbagi dari
lemak nabati dan hewani yang tersedia di alam.
Kadar lemak biskuit gabin berbagai perlakuan dapat dilihat di
gambar 2. Kisaran kadar lemak biskuit gabin adalah 13,11% sampai
13,60% Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan I yakni 60%
Talas kukus ditambahkan 10% tepung tapioka dan 30% tepung
24

terigu sedangkan kadar lemak terendah terdapat pada perlakuan III


yakni 40 % talas kukus ditambahkan 30% tepung tapioka dan 30 %
tepung terigu .
13.6
13.6

13.49

13.5
13.4
13.3
kadar lemak (%)

13.2

13.11

13.1
13
12.9
12.8

A1

A2

A3

perlakuan A1= 60%:10%:30%, A2 = 60%:20%:30%,


A3= 40%:30%:30%

Gambar 2: Hasil Analisa Kadar Lemak Biskuit Gabin Berbagai


Perlakuan
Hasil analisa sidik ragam (lampiran 02b) menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan kadar Lemak yang nyata diantara ketiga perlakuan
dalam

pembuatan

biscuit

gabin. Proses pengolahan

dilakukan

penambahan lemak/margarin yang sama pada setiap perlakuan


sehingga mengakibatkan kadar lemak pada biscuit gabin menghasilkan
kadar Lemak yang tidak berbeda nyata.
C. Uji Organoleptik
Uji organoleptik atau uji indera merupakan cara pengujian
dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk
pengukuran

daya

penerimaan

terhadap

produk.

Pengujian

organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu

25

dan kerusakan lainnya dari produk. Hasil uji organoleptik terhadap


warna, rasa, aroma, dan tekstur pada pembuatan Biskuit Gabin dapat
dilihat dalam gambar 3.
warna
5

rasa

aroma

perlakuan A1
perlakuan A2
perlakuan A3

tekstur

Gambar 3: Hasil Uji Organoleptik biskuit gabin berbagai perlakuan.


a. Warna
Warna merupakan salah satu faktor yang menentukan mutu
dan secara visual warna tampil lebih dahulu dan kadang kadang
sangant menentukan, sehingga warna dijadikan atribut organoleptik
yang penting dalam satu bahan pangan (Winarno, 2004). )
Hasil uji organoleptik pada warna dapat dilihat pada gambar 3.
Kisaran warna biskuit gabin adalah 3,15% sampai 3,69% perlakuan
tertinggi terdapat pada perlakuan A2 yakni 50 gr talas kukus
ditambahkan 20% tepung tapioka dan 30% tepung terigu sedangkan
perlakuan terendah terdapat pada perlakuan A3 yakni 40% talas
kukus ditambahkan 30% tepung tapioka dan 30% tepung terigu.
Penilaian terhadap parameter warna pada gambar 3
menunjukkan bahwa biskuit gabin dari ketiga perlakuan

26

mempunyai nilai yang hampir sama. Hal ini didukung dari


hasil analisis sidik ragam (lampiran 03b) bahwa warna
biskuit gabin tidak berbeda nyata di antara ketiga perlakuan.
Dapat disimpulkan bahwa panelis agak menyukai warna
biskuit gabin dari ketiga perlakuan. Hal ini karena biskuit
gabin yang dihasilkan tidak jauh beda dengan biskuit gabin
yang sering panelis konsumsi yaitu agak kuning kecoklatan.
b. Aroma

Aroma

merupakan

faktor

yang

sangat

penting

untuk

menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk,


sebab sebelum dimakan biasanya konsumen terlebih dahulu
mencium aroma dari produk tersebut untuk menilai layak tidaknya
produk tersebut dimakan. Aroma yang enak dapat menarik perhatian
konsumen

lebih

cenderung

menyukai

makanan

dari

aroma

(Winarno, 2004).
Hasil uji organoleptik pada Aroma dapat dilihat pada gambar 3.
Kisaran Aroma biskuit gabin adalah 3,72% sampai 3,23% perlakuan
tertinggi terdapat pada perlakuan A1 dan A2 yakni 60% Talas kukus
ditambahkan 10 % tepung tapioka dan 30% tepung terigu dan
50% talas kukus ditambahkan 20% tepung tapioka dan 30% tepung
terigu sedangkan perlakuan terendah terdapat pada perlakuan A3
yakni 40 % talas kukus ditambahkan 30 gr tepung tapioka dan 30 %
tepung terigu.
Penilaian terhadap aroma pada gambar 3 menunjukkan
bahwa biskuit gabin dari ketiga perlakuan mempunyai nilai
yang hampir sama. Hasil analisis sidik ragam (lampiran 04b)
27

menunjukkan bahwa respon panelis terhadap aroma biskuit


gabin yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Panelis agak
menyukai aroma biscuit gabin dari ketiga perlakuan
c. Tekstur

Tekstur pada produk biskuit berhubungan dengan komposisi


dan jenis bahan baku yang digunakan. Tepung terigu merupakan
komponen utama pada sebagian besar adonan biskuit, sereal, dan
kue kering. Memberikan tekstur yang elastis karena kandungan
glutennya dan menyediakan tekstur padat setelah dipanggang
(McWilliams, 2001),.
Tekstur merupakan keseluruhan penilaian terhadap bahan
makanan yang dirasakan oleh mulut. Tekstur memiliki pengaruh
penting terhadap makanan misalnya tingkat kerenyahan, tipe
permukaan, kekerasan dan lain-lain yang menentukan apakah
makanan tersebut layak disukai (tranggono dan Sutardi, 1990). Oleh
karena itu, tekstur memiliki peranan dalam penilaian produk seperti
biskuit.
Hasil uji organoleptik pada tekstur dapat dilihat pada gambar 3.
Kisaran

Tekstur

biskuit

gabin

adalah

2,9%

sampai

3%

perlakuan tertinggi terdapat pada perlakuan A3 yakni 60% Talas


kukus ditambahkan 10% tepung tapioka dan 30% tepung terigu
sedangkan perlakuan terendah terdapat pada perlakuan A2 yakni
50% talas kukus ditambahkan 20% tepung tapioka dan 30%
tepung terigu.
Penilaian terhadap tekstur biskuit gabin pada gambar 3
menunjukkan bahwa

tekstur
28

biskuit

gabin

mempunyai

penilaian yang sama. Hasil analisa sidik ragam (lampiran


06b) menunjukkan bahwa respon panelis terhadap tekstur
biskuit gabin tidak berbeda nyata diantara ketiga perlakuan.
Panelis agak menyukai biskuit gabin tersebut dari semua
perlakuan
d. Rasa

Rasa atau cita rasa sangat sulit dimengerti secara ilmiah


karena selera manusia yang sangat beragam. Secara umum rasa
dapat dibedakan menjadi asin, manis, pahit dan pedas. Rasa
merupakan salah satu dalam menentukan mutu bahan makanan
(Winarno 2004).
Hasil uji organoleptik pada tekstur dapat dilihat pada gambar 3.
Kisaran Rasa biskuit gabin adalah 3,26 % sampai 3,59% perlakuan
tertinggi terdapat pada perlakuan A2 yakni 50% talas kukus
ditambahkan 20% tepung tapioka dan 30% tepung terigu. sedangkan
perlakuan terendah terdapat pada perlakuan A1 dan A3 yakni 60%
Talas kukus ditambahkan 10% tepung tapioka dan 30% tepung terigu
dan perlakuan A3 yakni 40% talas kukus ditambahkan 30% tepung
tapioka dan 30% tepung terigu
Penilaian terhadap rasa biskuit gabin dalam gambar 3
menunjukkan bahwa rasa biskuit gabin dari ketiga perlakuan
mempunyai nilai yang hampir sama. Hasil analisis sidik
ragam (lampiran 05b) menunjukkan bahwa respon panelis
tidak berbeda nyata terhadap rasa biskuit gabin dari ketiga

29

perlakuan.

Panelis

agak

menyukai

rasa

biskuit

gabin

tersebut dari semua perlakuan.


.

V.KESIMPULAN DAN SARAN


A. kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Proses pengolahan biskuit gabin dari talas kukus dimulai dari
pembuatan adonan sampai kalis kemudian dibentuk adonan
selanjutnya adonan dipipihkan, kemudian dicetak dan dioven
selama 20 menit dengan suhu 1600C.
2. Uji Proksimat
- Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan talas
kukus 60% + 10 % Tepung tapioka + 30 % Tepung terigu
dan terendah terdapat pada perlakuan penambahan talas kukus
40% + 30 % Tepung tapioka + 30 % Tepung terigu.
lemak tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan talas

- kadar

kukus 60% + 10 % Tepung tapioka + 30 % Tepung terigu


dan terendah terdapat pada perlakuan penambahan talas kukus
40% + 30 % Tepung tapioka + 30 % Tepung terigu.
3. Perlakuan penambahan talas kukus dan tepung tapioka terhadap
biskuit gabin manis tidak mempengaruhi warna, rasa, aroma dan

30

tekstur, sementara itu respon panelis terhadap warna, rasa, aroma


dan tekstur biskuit gabin manis agak suka sampai suka.
B. Saran
Sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan

penelitian

mengenai umur simpan biskuit gabin.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim
2010.
Komposisi
dan
Proses
Pembuatan
Biskuit.http://lordbroken.wordpress.com/2010/06/08/komposisidanproses-pembuatan-biskuit . Akses tanggal 6 desember 2011,
Makassar.
Anonim 2011a.Talas.http://www.deptan.go.id/ditjentan/admin/rb/Talas.pdf.
Akses tanggal 6 desember 2011. Makassar.
Anonim.2011b.KandunganTalas:http://spentibafamily.blogspot.com/2011/0
4/kandungan-talas.html. Akses tanggal 6 desember 2011.
Makassar.
Anonim, 2011c. Lemak Makanan. http://id.wikipedia.org/wiki/lemakmakanan/. Akses Tanggal 19 januari 2012. Makassar.
Anonim,2011d.Biskuit.http://yuphyyehahaa.blogspot.com/2011/06/biscuit.h
tml. Akses Tanggal 19 januari 2012. Makassar.
Anonim2012.TepungTapioka/.http://www.scribd.com/doc/24470702/Tepun
g-Tapioka. Akses tanggal 6 desember 2011. Makassar.
Apriyantono, A., 2006. Bahan
http://dunia.pelajar-islam.or.id.
Makassar.

Pembuat Bakery dan Kue.


Akses tanggal 6 desember 2011.

Astawan ,Made. Tepung Terigu. 2004. Dan Nasi http://www.gizi.net Akses


Tanggal 10 januari 2012
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wootton, 1987. Ilmu
Pangan. Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta

31

Matz

&
Matz
TD.1978.
cooke
AVI.co.Inc,Westport.connecticut.

&

cracer

technology.

Munandar, Aliem Iskak. 1995. Teori Pastry. Yogyakarta : Akademi


Kesejahteraan Sosial Tarakanita Yogyakarta.
Omobuwoajo , T.O. 2003. Compotisional characteristics and sensory
quality of biscuit, Prawn Cracer and Fried Chips Produced
From Breedfruit. I.Food Sci & emernging tech. 4 (219-225)
Smith. W. H. 1972. Biscuit, Crackers and Cookies Technology
Production and Management. London : Aplied Science Publisher :
LTD.
Whitely PR. 1971. Biskuit Manufacture. Applied Science Publishing, Ltd.
London.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.
Pengolahan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

32

33

Diagram alir pembuatan Talas Kukus


Talas

34

Sortasi/pembersihan

pengupasan

pengirisan

Perendaman 20 menit dengan larutan garam

Pengukusan 20 menit dengan suhu


1000C

Dihaluskan

Talas kukus

Gambar 04. Diagram alir pembuatan tepung Talas kukus

PEMBUATAN BISKUIT GABIN


Perlakuan :
A1 = 60 gr talas kukus + 10 gr tepung tapioka + 30gr tepung terigu
A2 = 50 gr talas kukus + 20 gr tepung tapioka + 30 tepung terigu
A3 = 40 gr talas kukus + 30 35
gr tepung tapioka + 30 tepung terigu

-Gula pasir 10 gr
-susu bubuk 10 gr
-Telur 10 gr
- lemak nabati 6 gr,
-S. bikarbonat 0,80 gr,
-garam 1 gr
-sirup 3 gr

Pengadukan dengan mixer


sampai kalis

Bentuk adonan/dipipihkan

pencetakan

Oven 20 menit (160oC)

BISKUIT GABIN

PENGAMATAN

Gambar 05.

Analisa Sensori
Warna
Tekstur
Rasa
Aroma
Daya kembang roti

Analis Kimia
-Kadar air
- Kadar Abu

Pembuatan biskuit gabin Bahan Baku talas

Lampiran 01a. Tabel Rata-Rata Hasil Analisa kadar air 3 kali ulangan
perlakua
ulangan
ulangan 1
ulangan 3 total
rata 2
n
2
1
6.61
7.99
8.3
22.9
7.63
36

2
3
total
rata 2

7.26
8.64
22.51
7.5

5.11
10.09
23.19
7.73

6.64
7.77
22.71
7.57

19.01
26.50
68.41
22.80

6.34
8.83
22.80
7.60

Lampiran 01b.Tabel Hasil Analisa sidik ragam kadar air 3 kali ulangan
F tabel
sumber
db jk
KT
F hitung
keragaman
5%
1%
9.3
2.74516
Perlakuan
2
5
4.677
21
6.94
18
6.8
Galat
4
2
1.704

Lampiran 02a.Tabel Rata-Rata Hasil Analisa kadar lemak 3 ulangan


perlakua
ulangan
n
ulangan 1
2
ulangan 3 total
rata2
1
14.42
13.72
12.66
40.8
13.6
2
14.35
13.83
12.29 40.47
13.49
3
14.02
13.37
11.94 39.33
13.11
total
42.79
40.92
36.89 120.6
40.2
rata2
14.26
13.64
12.29
40.2
13.4
Lampiran 02b. Tabel Hasil Analisa sidik ragam kadar
lemak 3 ulangan
F tabel
Sumber
F
DB
JKT
KT
keragaman
hitung
5%
1%
perlakuan
2
6.52
3.26
2.12
6.94
18
galat
4
6.13
1.53

Lampiran 03a.Table Rata-rata Hasil Uji Organoileptik Untuk


Warna Biskuit Gabin
PANELI warna
warna
warna
Total Panelis
37

P1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Total
jml tot2
total2

5.00
3.67
3.00
3.00
2.67
3.33
2.00
3.67
3.67
2.33
4.00
3.67
3.67
43.67

P2

P3

3.67
4.33
4.00
3.00
3.33
3.33
5.00
3.00
4.33
4.00
2.67
4.00
3.33
48.00

3.00
2.00
2.33
3.33
3.33
2.67
4.00
3.33
4.00
4.00
2.00
4.00
3.00
41.00

153.89
182.44
1906.7
8 2304.00

135.89
1681.0
0

Lampiran

Total
11.67
10.00
9.33
9.33
9.33
9.33
11.00
10.00
12.00
10.33
8.67
11.67
10.00
132.67
1367.5
6
17600.
44

jml total
total 2
2
47.44
136.11
36.22
100.00
30.44
87.11
29.11
87.11
29.33
87.11
29.33
87.11
45.00
121.00
33.56
100.00
48.22
144.00
37.44
106.78
27.11
75.11
45.44
136.11
33.56
100.00
472.22

03b.Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Uji


Organoleptik Untuk Warna Biskuit Gabin .
F tabel
sumber
F
db
jk
KT
keragaman
hitung
1%
5%
Contoh
2
1.92 0.96
2.53
5.61
3.4
panelis
12
4.56 0.38
Galat
24
14.45 0.60
Total
38
20.93

38

Lampiran 04a.Table Rata-rata Hasil Uji Organoileptik Untuk


Aroma Biskuit Gabin
Total Panelis
Aroma
Aroma
Aroma
Panelis
P1
P2
P3
total
jml Total2 Total2
121.0
1
5.00
4.00
2.00
11.00
45.00
0
121.0
2
3.67
4.00
3.33
11.00
40.56
0
3
3.67
3.33
1.67
8.67
27.33 75.11
100.0
4
3.33
3.67
3.00
10.00
33.56
0
100.0
5
3.67
3.33
3.00
10.00
33.56
0
6
3.00
3.00
3.00
9.00
27.00 81.00
136.1
7
3.33
3.67
4.67
11.67
46.33
1
106.7
8
3.33
3.67
3.33
10.33
35.67
8
152.1
9
3.67
4.33
4.33
12.33
51.00
1
128.4
10
3.33
4.00
4.00
11.33
43.11
4
106.7
11
4.67
3.67
2.00
10.33
39.22
8
136.1
12
4.00
3.67
4.00
11.67
45.44
1
128.4
13
3.67
4.00
3.67
11.33
42.89
4
Total
48.33
48.33
42.00
138.67
510.67
jml
183.4
Total2
4
181.22 146.00 1492.89
2336.
1764.0 19228.4
Total2
11 2336.11
0
4
Lampiran

04b.Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Uji


Organoleptik Untuk Aroma Biskuit Gabin .
F tabel
sumber
F
keragaman
DB
JK
KT
hitung
1%
5%
Contoh
2
2.06
1.03
0.67
5.61
3.4
Panelis
3
4.59
1.53
Galat
24 10.98
0.46
Total
38 17.63

39

Lampiran

Panelis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
total
jml
total2
total2

05a.Table Rata-rata Hasil Uji Organoileptik


Untuk Rasa Biskuit Gabin
Total Panelis
Rasa
Rasa
P1
Rasa P2
P3
total
jml Total2 Total2
121.0
4
4
3
11.00
41.00
0
121.0
3.67
4.33
3.00
11.00
41.22
0
1.67
4.33
3.00
9.00
30.56 81.00
3.00
2.33
3.67
9.00
27.89 81.00
3.33
3.33
3.00
9.67
31.22 93.44
3.33
3.00
2.67
9.00
27.22 81.00
106.7
2.33
3.67
4.33
10.33
37.67
8
100.0
3.33
3.00
3.67
10.00
33.56
0
160.4
3.33
5.00
4.33
12.67
54.89
4
113.7
3.33
3.67
3.67
10.67
38.00
8
3.67
2.33
2.00
8.00
22.89 64.00
144.0
4.00
4.00
4.00
12.00
48.00
0
113.7
3.33
3.67
3.67
10.67
38.00
8
42.33
46.67
44.00
133.00
472.11
142.78
1792.1
1

174.89
2177.78

154.44
1936.0
0

40

1381.22
17689.0
0

Lampiran

05b.Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Uji


Organoleptik Untuk Rasa Biskuit Gabin .
F tabel
sumber
F
keragaman
DB
JK
KT
hitung
1%
5%
Contoh
2
0.74
0.37
0.16
5.61
3.4
Panelis
3
6.84
2.28
Galat
24 10.97
0.46
Total
38 18.55

Lampiran
Panelis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Total
Jml Tot 2
Total2

06a.Table Rata-rata Hasil Uji Organoileptik


Untuk Tekstur Biskuit Gabin
Total Panelis
Tekstu Tekstur Tekstur
r P1
P2
P3
Total
jml Total2 total2
100.0
4.00
3.33
2.67
10.00
34.22
0
100.0
3.00
4.00
3.00
10.00
34.00
0
2.33
3.33
2.00
7.67
20.56 58.78
2.33
2.00
3.33
7.67
20.56 58.78
3.00
3.00
2.67
8.67
25.11 75.11
3.00
3.33
3.00
9.33
29.11 87.11
3.00
3.00
3.00
9.00
27.00 81.00
3.33
3.00
3.00
9.33
29.11 87.11
128.4
4.33
3.67
3.33
11.33
43.33
4
2.33
3.00
3.33
8.67
25.56 75.11
2.00
2.00
3.00
7.00
17.00 49.00
2.00
2.33
2.00
6.33
13.44 40.11
3.33
3.00
3.33
9.67
31.22 93.44
38.00
39.00
37.67
114.67
350.22
117.33
121.22 111.67 1034.00
1444.0
1418.7 13148.4
0 1521.00
8
4

41

Lampiran

06b.Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Uji


Organoleptik Untuk Tekstur Biskuit Gabin.
F
F tabel
sumber
hitun
keragaman
DB
JK
KT
g
1%
5%
Contoh
2
0.07
0.04
0.01
5.61
3.4
Panelis
3
7.53
2.51
Galat
24
5.48
0.23
Total
38 13.08

Gambar 06 : Talas (Colocasia Esculenta)

42

Gambar 07 : Biskuit Gabin Manis

43

44

Anda mungkin juga menyukai