Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
FRAKTUR
A. DEFINISI
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi di istregritas tulang, penyebab
terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi factor lain seperti proses degenerative juga dapat
berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Brunner & Suddarth, 2008 ). Usman (2012)
menyebutkan bahwa hasil data Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS) tahun 2011, di Indonesia
terjadinya fraktur yang disebabkan oleh cedera yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan
trauma tajam / tumpul.
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total
maupun sebagian. (Muttaqin,. 2008 ).
Menurut Helmi (2013) Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang atau patah tulang akibat
trauma atau tenaga fisik. Fraktur 1/3 distal fibula adalah terputusnya hubungan tulang fibula
bagian distal. Fraktur dibagi ke dalam 3 klasifikasi sebagai berikut :
a. Klasifikasi Jenis
Jenis fraktur pada ini adalah fraktur transversal yaitu fraktur yang
arahnya melintang pada tulang (Helmi, 2013).
b. Klasifikasi Penyebab3
Penyebab fraktur pada kasus ini karena fraktur traumatik, yaitu fraktur yang disebabkan
trauma yang mengenai tulang secara tiba-tiba dan tulang tidak bisa menahan sehingga terjadi
fraktur (Helmi, 2013).
c. Klasifikasi klinis
Klasifikasi klinis adalah Fraktur terbuka, yaitu fraktur yang memiliki luka pada kulit dan
jaringan lunak di sekitar area fraktur.
B. ETIOLOGI
Secara umum penyebab fraktur karena kegagalan tulang menahan tekanan berupa
memutar, membengkok atau tarikan. Fraktur fibula dapat terjadi akibat adanya daya putar
atau puntir pada tulang kaki (Helmi, 2013).
Smeltzer & bare (2002) menyebutkan penyebab fraktur dapat dibagi menjadi
beberapa bagian yaitu :
1. Trauma lansung : kecelakaan lalu lintas
2. Trauma tidak lansung : jatuh dengan ketinggian dengan berdiri atau duduk sehingga terjadi
fraktur tulang belakan
3. Proses penyakit (osteoporosis yang menyebabkan fraktur yang patologis)
4. Secara spontan di sebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas di kemiliteran
5. Serta kelainan bawaan sejak lahir, dimana tulang seseorang sangat rapuh sehingga mudah
patah.
C. FISIOLOGI
Proses Penyembuhan Tulang :
1. Fase Hematom
Pada permulaan akan terjadi perdarahan disekitar patahan tulang, yang disebabkan
terputusnya pembuluh darah pada tulang periosteum.
2. Fase Jaringan Fibrosis / Proliferasi Sel
Hematom menjadi media pertumbuhan sel jaringan fibrosis dan vaskuler. Sehingga hematom
berubah menjadi jaringan fibrosis dengan kapiler didalamnya. Fase ini berlangsung 5 hari.
3. Fase Pembentukan Kalus
Dalam hematom dan jaringan fibrosis ini tumbuh sel jaringan mesenkim yang bersifat
osteogenik yang berubah menjadi sel kondroblas yang membentuk kondroit. Fase ini
berlangsung 3 4 minggu.
4. Fase Osifikasi
Kalus fibrosismengalami penimbunnan mineral terutama kalsium sehingga berubah menjadi
kalus tulang. Berlangsung 3 4 bulan.
5. Fase Remodeling
a) Terjadi pergantian sel tulang secara berangsur angsur oleh sel tulang yang mengatur diri
sendiri sesuai garis tekanan dan tarikan yang bekerja pad tulang.
b) Akhirnya sel tulang ini mengatur diri menjadi sel tulang normal dengan kekuatan yang sama
dengan tulanng biasa.
c) Fase ini berlangsung berbulan bulan bahkan bertahun tahun.
D. TANDA DAN GEJALA
Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare (2002) antara lain:
1. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan
keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
a) Rotasi pemendekan tulang
b) Penekanan tulang
2. Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang
3.
4.
5.
6.
10. Krepitasi
E. KLASIFIKASI FRAKTUR
1. Berdasarkan sifat fraktur :
a) Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar.
b) Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang dengan
1)
2)
3)
dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
Derajat I
Luka kurang dari 1 cm
Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk
Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan
Kontaminasi ringan
Derajat II
Laserasi lebih dari 1 cm
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
Fraktur komuniti sedang
Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler
perlekatannya.
(Smelter & Bare, 2002).
F. PATOFISIOLOGI
a. Inflamasi yaitu suatu proses pendarahan. Inflamasi biasanya ditandai dengan nyeri dan
pembengkakan. Inflamasi berlangsung beberapa hari.
b. Proliferasi yaitu proses dimana jaringan seluler yang berisi cartilago keluar dari ujungujung fragmen.4
c. Kalsifikasi yaitu Pembentukan callus dimana cartilago tumbuh dan mencapai sisi lain
sampai celah-celah fraktur terhubungkan, Fase pembentukan ini berlangsung 2 sampai 6
minggu.
d. Remodeling
Remodeling merupakan tahap akhir dari perbaikan tulang, pengambilan jaringan mati dan
reorganisasi tulang baru ke bentuk dan susunan semula. Tahap ini berlangsung berbulanbulan sampai bertahuntahun tergantung pada berat-ringannya modifikasi tulang yang
dibutuhkan.
Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum,
pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya rusak. Terjadi pendarahan dan
kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah hematoma di canal medulla. Pembuluhpembuluh kapiler dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya., menyerap hematoma tersebut, dan
menggantikannya. Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari
periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium dalam jaringan ikat yang di sebut
callus. Callus kemudian secara bertahap dibentuk menjadi profil tulang melalui pengeluaran
kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang melarutkan tulang. Pada permulaan akan terjadi
pendarahan disekitar patah tulang, yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada
tulang dan periost, fase ini disebut fase hematoma. Hematoma ini kemudian akan menjadi
medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang
menyebabkan fragmen tulang-tulang saling menempel, fase ini disebut fase jaringan fibrosis
dan jaringan yang menempelkan fragmen patah tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa.
Kedalam hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudianjuga tumbuh sel jaringan mesenkin
yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi sel kondroblast yang membentuk
kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan. Kondroid dan osteoid ini mula-mula
tidak mengandung kalsium hingga tidak terlihat foto rontgen. Pada tahap selanjutnya terjadi
penulangan atau osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus
tulang.
G. PATHWAY
Trauma langsung
Kondisi patologis
FRAKTUR
Diskontinuitas
tulang
Perubahan jaringan
sekitar
Pergeseran
fragmen tulang
Pergeseran
fragmen tulang
Kerusakan fragmen
tulang
Laserasi
kulit
Kehilangan
deformitas
Shock
Putus
Gangguan
volumevena/
cairan
hipovolemik
perdarahan
arteri
fungsi
Spasme
otot
Nyeri akut
Peningkatan
Tekanan
tekanan kapiler sesama tulang
lebih tinggi
Penurunan
Menyumbat
Penekanan
Protein
Bergabung
dari kapiler
Pelepasan
jaringan
asam
Melepas
pembuluh
pembuluh
Reaksi
stress
plasma
hilang mobilisasi
dengan
Resiko perfusi
Edema
histamin
lemak
katekolamin
darah
darah
klien
Emboli
trombosit
infeksi
Kerusakan
integritas
kulit
Hambatan
mobilitas
fisik
Kekurangan
volume
cairan
Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
H. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,
cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan
oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot,
tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau
perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar
seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur
tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk
ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi
dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang
bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmans Ischemia.
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang
bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke
tulang.
b) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang
lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan
yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga
disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan
dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic pada pasien fraktur adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
J. PENATALAKSANAAN
1. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan disertai
perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman belum terlalu jauh
a)
b)
c)
d)
2.
a)
b)
meresap dilakukan:
Pembersihan luka
Exici
Hecting situasi
Antibiotik
Seluruh Fraktur
Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.
Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan
fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis (brunner, 2001).
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang
mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin
untuk mencegah jaringan lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan. Pada kebanyakan kasus, roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah
mulai mengalami penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai
ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus
ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan
manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan,
sementara gips, biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga
reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan
untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imoblisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinar-x digunakan untuk
memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan
terlihat pembentukan kalus pada sinar-x. Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips atau
bidai untuk melanjutkan imobilisasi.
Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan
pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat,
sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang
dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di
sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan
fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
3. OREF
Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan cara reduksi
terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external fixation=OREF) sehingga
diperoleh stabilisasi fraktur yang baik. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memungkinkan
stabilisasi fraktur sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa penyembuhan fraktur.
Penanganan pascaoperatif yaitu perawatan luka dan pemberian antibiotik untuk mengurangi
risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi berupa latihanlatihan secara teratur dan bertahap sehingga ketiga tujuan utama penanganan fraktur bisa
tercapai, yakni union (penyambungan tulang secara sempurna), sembuh secara anatomis
(penampakan fisik organ anggota gerak; baik, proporsional), dan sembuh secara fungsional
(tidak ada kekakuan dan hambatan lain dalam melakukan gerakan).
4. ORIF
ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada
tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang
agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra
Medullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur tranvers.
Reduksi terbuka dengan fiksasi interna (ORIF=open reduction and internal fixation)
diindikasikan pada kegagalan reduksi tertutup, bila dibutuhkan reduksi dan fiksasi yang lebih
baik dibanding yang bisa dicapai dengan reduksi tertutup misalnya pada fraktur intraartikuler, pada fraktur terbuka, keadaan yang membutuhkan mobilisasi cepat, bila diperlukan
fiksasi rigid, dan sebagainya. Sedangkan reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna
(OREF=open reduction and external fixation) dilakukan pada fraktur terbuka dengan
kerusakan jaringan lunak yang membutuhkan perbaikan vaskuler, fasiotomi, flap jaringan
lunak, atau debridemen ulang. Fiksasi eksternal juga dilakukan pada politrauma, fraktur pada
anak untuk menghindari fiksasi pin pada daerah lempeng pertumbuhan, fraktur dengan
infeksi atau pseudoarthrosis, fraktur kominutif yang hebat, fraktur yang disertai defisit tulang,
prosedur pemanjangan ekstremitas, dan pada keadaan malunion dan nonunion setelah fiksasi
internal. Alat-alat yang digunakan berupa pin dan wire (Schanz screw, Steinman pin,
Kirschner wire) yang kemudian dihubungkan dengan batang untuk fiksasi. Ada 3 macam
fiksasi eksternal yaitu monolateral/standar uniplanar, sirkuler/ring (Ilizarov dan Taylor
Spatial Frame), dan fiksator hybrid. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memberi fiksasi
yang rigid sehingga tindakan seperti skin graft/flap, bone graft, dan irigasi dapat dilakukan
tanpa mengganggu posisi fraktur. Selain itu, memungkinkan pengamatan langsung mengenai
kondisi luka, status neurovaskular, dan viabilitas flap dalam masa penyembuhan fraktur.
Kerugian tindakan ini adalah mudah terjadi infeksi, dapat terjadi fraktur saat melepas fiksator,
dan kurang baik dari segi estetikPenanganan pascaoperatif meliputi perawatan luka dan
pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah
lengkap, serta rehabilitasi. Penderita diberi antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi
dan dilakukan kultur pus dan tes sensitivitas. Diet yang dianjurkan tinggi kalori tinggi protein
untuk menunjang proses penyembuhan.Rawat luka dilakukan setiap hari disertai nekrotomi
untuk membuang jaringan nekrotik yang dapat menjadi sumber infeksi. Pada kasus ini selama
follow-up ditemukan tanda-tanda infeksi jaringan lunak dan tampak nekrosis pada tibia
sehingga direncanakan untuk debridemen ulang dan osteotomi. Untuk pemantauan
selanjutnya dilakukan pemeriksaan radiologis foto femur dan cruris setelah reduksi dan
imobilisasi untuk menilai reposisi yang dilakukan berhasil atau tidak. Pemeriksaan radiologis
serial sebaiknya dilakukan 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan sesudah operasi untuk
melihat perkembangan fraktur. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah lengkap rutin
5. Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun.
Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan
logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur.
6.
Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai
kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan)
dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler.
Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis.
meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika). Latihan
isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki
kemandirian fungsi dan harga-diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan
sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal.
Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan
stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat
badan.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a.
1)
2)
3)
4)
Pre Operasi
Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
Kegiatan yang beresiko cidera.
Riwayat penyakit yang menyebabkan jatuh.
Kebiasaan beraktivitas tanpa pengamanan.
Pola nutrisi metabolic
Adanya gangguan pola nafsu makan karena nyeri.
Observasi terjadinya perdarahan pada luka dan perubahan warna kulit di sekitar luka, edema.
Pola eliminasi
Konstipasi karena imobilisasi
Pola aktivitas dan latihan
Kesemutan, baal
Ada riwayat jatuh atau terbentur ketika sedang beraktivitas
Tidak kuat menahan beban berat
Keterbatasan mobilisasi
Berkurangnya atau tidak terabanya denyut nadi pada daerah distal injury, lambatnya kapiler
5)
6)
7)
8)
refill tim
Pola tidur dan istirahat
Tidak bisa tidur karena kesakitan
Sering terbangun karena kesakitan
Pola persepsi kognitif
Nyeri pada daerah fraktur
Kesemutan dan baal pada bagian distal fraktur
Paresis, penurunan atau kehilangan sensasi
Pola persepsi dan konsep diri
Rasa khawatir akan dirinya karena tidak dapat beraktivitas seperti keadaan sebelumnya
Pola peran dan hubungan dengan sesame
Merasa tidak ditolong
Kecemasan akan tidak melakukan peran seperti biasanya
b.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Post Operasi
Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
Kegiatan yang beresiko cidera.
Pengetahuan pasien tentang perawatan luka di rumah
Pola nutrisi metabolic
Adanya gangguan pola nafsu makan karena nyeri.
Pola eliminasi
Konstipasi karena imobilisasi
Pola aktivitas dan latihan
Keterbatasan beraktivitas
Hilangnya gerakan atau sensasi spasme otot
Baal atau kesemutan
Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera
Perdarahan, perubahan warna
Pola tidur dan istirahat
Tidak bisa tidur karena kesakitan luka operasi
Sering terbangun karena kesakitan
Pola persepsi kognitif
Keluhan lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri
Nyeri pada luka operasi
Tidak adanya nyeri akibat kerusakan saraf
Pembengkakan, perdarahan, perubahan warna
7)
8)
2.
a.
1)
2)
3)
4)
5)
b.
1)
2)
3)
4)
5)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi
Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, kerusakan sekunder pada fraktur, edema.
Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan cidera jaringan sekitar/fraktur.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan kerusakan jaringan lunak.
Cemas berhubungan dengan prosedur pengobatan.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka.
Post Operasi
Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post pembedahan.
Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi.
Ketidakefektifan regimen terapeutik berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatannya saat di rumah.
3. RENCANA KEPERAWATAN
a. Pre Operasi
Diagnosa
NOC
NIC
Keperawatan
Nyeri akut
berhubungan dengan
spasme otot,
menit
kerusakan sekunder
intensitas nyeri.
Rasional : mengetahui
nyeri
diharapkan
berkurang
klien
dengan
kriteria hasil :
Pain Control
Klien mampu
mengontrol nyeri
Klien melaporkan
bahwa nyeri
berkurang dengan
Pain Management
selanjutnya.
Pertahankan imobilisasi
pada bagian yang sakitnya.
Rasional : Mengurangi
nyeri
Ajarkan teknik relaksasi.
Rasional : Mengurangi
nyeri pada saat nyeri timbul.
Jelaskan prosedur sebelum
menggunakan
melakukan tindakan.
Rasional : Mempersiapkan
manajemen nyeri
kooperatif.
Beri posisi yang tepat secara
berkurang
Tanda vital dalam
fraktur.
Rasional : Meminimalkan
rentang normal
nyeri, mencegah
Tidak mengalami
gangguan tidur
perpindahan tulang.
Beri kesempatan untuk
istirahat selama nyeri
berlangsung.
Rasional : Untuk
mengurangi nyeri.
Kolaborasi dalam
pemberian terapi medik :
analgetik.
Rasional : Mengatasi nyeri.
Hambatan
Setelah dilakukan
Exercise therapy :
mobilisasi fisik
tindakan keperawatan
ambulation
berhubungan
selama 3 x 24 jam
dengan cidera
diharapkan hambatan
aktivitas pasien.
jaringan
Rasional : Menentukan
sekitar/fraktur
hasil:
Mobility Level
Self care : ADLs
secara mandiri.
Rasional : Mengurangi nyeri
dan semakin parahnya
fraktur.
Dekatkan barang-barang
yang dibutuhkan pasien.
Rasional : Meningkatkan
kemandirian pasien.
Perhatian dan bantu
personal higiene.
Rasional : Mencegah
komplikasi dan kerusakan
integritas kulit.
Ubah posisi secara periodik
sejak 2 jam sekali.
Rasional : Mencegah
komplikasi dekubitus.
Libatkan keluarga dalam
memberikan asuhan kepada
pasien.
Rasional : Memberi
motivasi pada pasien.
Kolaborasi pemberian
analgetik.
Rasional : Mencegah nyeri
yang berlebihan.
Resiko tinggi
Setelah
infeksi
tindakan
berhubungan
selama
dengan fraktur
suhu.
Rasional : Peningkatan suhu
terbuka dan
mengalami
menunjukkan adanya
kerusakan jaringan
lunak
dilakukan
Infection control
jam
infeksi
Knowledge : Infection
control
Risk control
infeksi.
Jaga daerah luka tetap
bersih dan kering.
Rasional : Luka yang kotor
dan basah merupakan media
yang baik untuk
mikroorganisme
berkembang biak.
dan gejala infeksi
Klien
menunjukkan Tutup daerah yang luka
kemampuan
mencegah
untuk
timbulnya
infeksi
Jumlah leukosit dalam
masuk.
sembuh Rawat luka dengan teknik
aseptik.
dengan baik
Rasional : Mencegah
Tanda tanda vital klien
mikroorganisme
dalam batas normal
berkembang biak.
Kolaborasi dengan medik
batas normal
Luka
klien
Anxiety Reduction
berhubungan
(penurunan kecemasan)
dengan
prosedur
pengobatan
kriteria hasil:
Rasional : Mengidentifikasi
Kontrol kecemasan
intervensi selanjutnya.
Observasi tanda-tanda vital.
Klien
mampu
mengidentifikasi
dan
Rasional : Mengidentifikasi
tingkat kecemasan.
mengungkapkan
prosedur pengobatan.
cemas
Mengidentifikasi,
Rasional : Mengurangi
mengungkapkan
dan
menunjukkan
tingkat
menunjukkan
berkurangnya kecemasan
Rasional : Memberi
dukungan dan mengurangi
rasa cemas pasien.
Kerusakan
integritas
Setelah
kulit
berhubungan
dengan
terbuka
dilakukan
tindakan
selama
fraktur
keperawatan
3x24
jam
Pressure Management
Kaji kulit pada luka terbuka,
benda
asing,
kemerahan,
perdarahan,
klien
teratasi
dengan
kriteria hasil :
Wound
Healing
perubahan
dan
masalah
yang
temperatur,
hidrasi,
tanda-tanda infeksi.
pigmentasi)
dalam
kering
kerutan.
Rasional
dan
bebas
Menurunkan
proses
perbaikan kulit
sedera berulang
kulit.
Mampu melindungi kulit Letakkan
dan
mempertahankan
kelembaban
kulit
dan
perawatan alami
Menunjukkan terjadinya
proses
penyembuhan
luka
bantalan
b. Post Operasi
Diagnosa
NOC
NIC
Keperawatan
Nyeri akut
berhubungan
dengan proses
pembedahan
Pain Management
nyeri.
Rasional : Mengetahui
intervensi yang dilakukan
Pain Control
Klien mampu mengontrol
nyeri post operasi
Klien melaporkan bahwa
nyeri post operasi
berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri dengan
selanjutnya.
Pertahankan imobilisasi
bagian yang sakit.
Rasional : Menghilangkan
nyeri.
Tinggikan ekstremitas yang
fraktur.
Rasional : Menurunkan rasa
skala (0-3)
Menyatakan rasa nyaman
nyeri.
Anjurkan teknik relaksasi
nafas dalam.
Rasional : Mengurangi nyeri.
Observasi TTV tiap 4 jam.
Rasional : Peningkatan TTV
rentang normal
Tidak mengalami
gangguan tidur
Kerusakan
Setelah
integritas kulit
tindakan
berhubungan
selama
dengan trauma
perkembangan
jaringan post
klien
mikroorganisme di daerah
pembedahan.
teratasi
dengan
kriteria hasil :
Wound
Healing
primer dan sekunder
luka.
: Bantu ubah posisi.
Rasional : Mencegah luka
dipertahankan
(sensasi,
elastisitas,
temperatur,
hidrasi,
pigmentasi)
Tidak ada luka/lesi pada
kulit/luka jahitan dapat
tertutup
Perfusi jaringan baik
Menunjukkan
pemahaman
proses
tekan.
Masase kulit dan penonjolan
tulang.
Rasional : Mencegah luka
tekan.
Bersihkan kulit dengan
sabun dan air bila
menggunakan traksi.
Rasional : Mengurangi
perkembangan
mikroorganisme.
dalam
perbaikan kulit
mempertahankan
kelembaban
kulit
dan
perawatan alami
Menunjukkan terjadinya
proses
penyembuhan
luka
Hambatan
Setelah dilakukan
mobilisasi fisik
tindakan keperawatan
berhubungan
selama 3 x 24 jam
dengan imobilisasi
diharapkan hambatan
dapat dilakukan.
rencana selanjutnya.
hasil:
Exercise therapy :
ambulation
Kaji derajat mobilitas yang
Bantu
untuk
Mobility Level
menggunakan
roda/tongkat.
Rasional
mobilisasi
kursi
Mempercepat
proses penyembuhan.
Bantu
dalam
higiene
bertahap
Klien mengerti tujuan
dari peningkatan
perorangan.
Rasional
: Meningkatkan
kesehatan diri.
mobilitas
Klien memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan
Menurunkan
dan kemampuan
berpindah
Memperagakan
penggunaan alat Bantu
untuk mobilisasi
Resiko tinggi
Setelah
dilakukan
infeksi
tindakan
berhubungan
selama
dengan luka
operasi
mengalami
Infection control
menunjukkan adanya
infeksi.
Rawat luka operasi dengan
teknik antiseptik.
Rasional : Mencegah dan
menghambat berkembang
Risk control
biaknya bakteri.
Tutup daerah luka dengan
kasa steril.
Rasional : Kasa steril
menghambat masuknya
batas normal
Luka
klien
sembuh
biaknya bakteri.
dengan baik
Beri terapi antibiotik sesuai
Tanda tanda vital klien
program medik.
dalam batas normal
Rasional : Antibiotik
menghambat berkembang
biaknya bakteri.
Ketidakefektifan
Setelah dilakukan
regimen terapeutik
tindakan keperawatan
Self Modification
assistance
berhubungan
dengan kurang
manejemen regimen
pasien tentang
pengetahuan
penatalaksanaan perawatan
tentang perubahan
tingkat aktivitas
kriteria hasil:
di rumah.
Rasional : Menilai tingkat
yang boleh
dilakukan dan
penatalaksanaan di rumah.
Anjurkan pasien untuk
regimen
perawatannya saat
di rumah
Knowledge : treatment
dilakukan dan
perawatannya saat di
rumah
Mengembangkan dan
mengikuti regimen
terapeutik
Klien mampu mencegah
perilaku yang berisiko
Klien menyadari dan
mencatat tanda-tanda
perubahan status
kesehatan
memperburuk keadaan
fraktur.
DAFTAR PUSTAKA
Muttakin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : EGC
Price & Wilson, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyaki. Volume 2. Edisi 6.
EGC : Jakarta.
Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Volume 1. Edisi 4. Renata
Komalasari, Penerjemah. Jakarta: EGC
Price,
Sylvia
Anderson.
2006.
Patofisiologi:
konsep
klinis
proses-proses
penyakit.
Smeltzer & Bare, (2003). Buku ajar keperawatan medical bedah. Volume 3. Edisi 8. EGC: Jakarta
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume II. Edisi 8. Agung
Waluyo, Penerjemah. Jakarta : EGC
Smeltzer, S. C. (2008). Medical Surgical Nursing. Brunner & Suddart. Ed. 8. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith.M & ahern, Nancy R. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9. Buku
kedokteran EGC : Jakarta
Helmi, Zairin Noor. 2013. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.